Insomnia
Insomnia
yang
terbanyak
mengandung
Insomnia
Pengertian
Insomnia merupakan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam
mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. (Harold I, 1998)
Epidemilogi
Insomnia merupakan gangguan yang tidur yang paling sering dikeluhkan.
Penelitian yang dilakukan di Amerika serikat menunjukan bahwa kurang lebih 1/3
dari orang dewasa pernah menderita insomnia setiap tahunnya. Gangguan ini
dapat mempengaruhi pekerjaan, aktifitas sosial dan status kesehatan penderitanya.
Menurut Nurmiati Amir, dokter spesialis kejiwaan fakultas kedokteran Universitas
Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, mengatakan bahwa insomnia
menyerang 10% dari total penduduk di Indonesia atau sekitar 28 juta orang. Total
angka kejadian insomnia tersebut 10-15% merupakan gejala insomnia kronis
(Harold I, 2010).
Penyebab insomnia
Sebab-sebab terjadinya insomnia antara lain :
Suara atau bunyi : Biasanya orang dapat menyesuaikan dengan suara atau
bunyi sehingga tidak mengganggu tidurnya. Misalnya seseorang yang
takut diserang atau dirampok, pada malam hari terbangun berkali-kali
hanya suara yang halus sekalipun.
Suhu udara : Kebanyakan orang akan berusaha tidur pada suhu udara yang
menyenangkan bagi dirinya. Bila suhu udara rendah memakai selimut dan
bila suhu tinggi memakai pakaian tipis, insomnia ini sering dijumpai
didaerah tropic.
Tinggi suatu daerah ; Insomnia merupakan gejala yang sering dijumpai
pada mountain sickness (mabuk udara tipis), terjadi pada pendaki gunung
yang lebih dari 3500 meter diatas permukaan air laut.
Penggunaan bahan yang mengganggu susunan saraf pusat : insomnia dapat
terjadi karena penggunaan bahan-bahan seperti kopi yang mengandung
kafein, tembakau yang mengandung nikotin dan obat-obat pengurus badan
yang mengandung anfetamin atau yang sejenis
bulan
Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan
b. gangguan penyesuaian
gejalanya:
2.
kosong
Segera bangun dari tempat bila tidak dapat tidur (15-30 menit)
Hindari rasa cemas atau frustasi
Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak
4. Terdapatnya diagnosis gangguan depresi,mania, anxietas, dan psikotik
pada pemeriksaan psikiatrik. Bila secara pasti terdapat hal itu dapat
mengarah pada terapi yang khas. Insomnia yang terkait dengan skizofrenia
biasanya diobati dengan antipsikotik dan manianya diobati dengan litium.
5. Bila diagnosis pasti tidak jelas, pikirkan suatu rujukan pada pusat
penelitian tidur, dan pasien diminta untuk menuliskan catatan harian pola
tidurnya untuk beberapa minggu, termasuk saat naik ranjang, saat
tertidurnya, saat bangunnya,tidur siang, kegiatan dan peristiwa penting
6. Biasanya juga diberikan obat benzodiazepin untuk pasien non psikosis.
(Harold I, 1998)
Prognosis
Kebanyakan orang yang menderita insomnia tanpa kondisi medis yang
mendasari sembuh dalam beberapa minggu. Bagi seseorang yang menderita
trauma (seperti yang dengan gangguan stres pasca trauma), gangguan tidur dapat
dilanjutkan tanpa batas. Orang-orang yang menjadi tergantungan obat tidur dan
obat resep untuk tidur sering memiliki kesulitan untuk mengatasi insomnia.
(Harold I, 1998)
Somnabulisme
Pengertian
Somnabulisme merupakan keadaan ketika tengah tertidur, tetapi
melakukan kegiatan orang yang tidak tidur. Penderita seringkali duduk dan
melakukan tindakan motorik, misalnya berjalan, berpakaian, pergi ke kamar
mandi, berbicara, atau mengemudikan kendaraan (Harold I, 2010)
Epidemiologi
Somnonabulisme merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadiankejadian episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada
waktu antara bangun dan tidur. Insidensi kejadian ini biasa ditemukan pada usia
anak berumur 4-5 tahun (15%), dan puncaknya kira-kia umur 12 tahun. Sering
terjadi pada anak laki-laki dibandingkan perempuan (Harold I,2010)
Etiologi
1. Peminum alkohol
2. Kurang tidur
3. Stres psikososial
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi
antara bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan
sistem otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran (konfuosius), dan
diikuti aurosal dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3
dan 4.
(Harold I,2010)
Gambaran Klinis
Misalnya: Membuka pintu, menutup pintu, duduk ditempat tidur, menabrak kursi,
berjalan kaki, berbicara. tingkah laku ini berjalan dalam beberapa menit dan
kembali tidur (Harold I,2010)
Kriteria diagnosis
a. Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tempat tidur,
biasanya pada 1/3 awal tidur malam, dan terus berjalan-jalan
b. Selama satu episode, individu menunjukkan wajah bengong, relatif tak
memberi respon terhadap upaya orang lain untuk mempengaruhi keadaan
atau untuk berkomunikasi dengan penderita dan hanya dapat disadarkan
dengan susah payah.
c. Pada waktu sadar, pasien tidak ingat apa yang terjadi
d. Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangun dari episode tersebut,
tidak ada gangguan aktifitas mental, walaupun dapat dimulai dengan
sedikit binggung dan disorientasi dalam waktu singkat.
e. Tidak ada bukti gangguan mental organik.
(Dr. Rusdi Maslim, 2001)
Diagnosis banding
Fugue disosiatif
Kriteria diagnosisnya:
a. Ciri-ciri amnesia disosiatif
b. Melakukan perjalanan tertentu melampaui hal yang umum dilakukannya
sehari-hari
c. Kemampuan mengurus diri yang dasar tetap ada (makan, mandi,dsb) dan
melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang-orang yang belum
dikenalnya.
(Dr. Rusdi Maslim, 2001)
Penatalaksanaan
a. Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya
Untuk mencari penyebab dasarnya danpengobatan yang adekuat
Sangat efektif untuk pasien gangguan tidur kronik
Untuk mencegah komplikasi sekunder yang diakibatkan oleh
kosong
Segera bangun dari tempat bila tidak dapat tidur (15-30 menit)
Hindari rasa cemas atau frustasi
Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak
d. Pendekatan farmakologi
Dalam mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan
pengobatan secara kausal, juga dapat diberikan obat golongan sedatif
hipnotik. Pada dsarnya semua obat yang mempunyai kemampuan hipnotik
merupakan penekanan aktifitas dari reticular activating system (ARAS)
diotak. Hal tersebut didapatkan pada berbagai obat yang menekan susunan
saraf pusat, mulai dari obat antianxietas dan beberapa obat anti depresi.
Obat hipnotik selain penekanan aktivitas susunan saraf pusat yang
dipaksakan dari proses fisiologis, juga mempunyai efek kelemahan yang
dirasakan efeknya pada hari berikutnya (long acting) sehingga
mengganggu aktifitas sehari-hari. Begitu pula bila pemakain obat jangka
panjang dapat menimbulkan over dosis dan ketergantungan obat. Sebelum
mempergunakan obat hipnotik, harus terlebih dahulu ditentukan jenis
gangguan tidur misalnya, apakah gangguan pada fase latensi panjang
(NREM) gangguan pendek, bangun terlalu dini, cemas sepanjang hari,
kurang tidur pada malam hari, adanya perubahan jadwal kerja/kegiatan
atau akibat gangguan penyakit primernya. Walaupun obat hipnotik tidak
ditunjukkan dalam penggunaan gangguan tidur kronik, tapi dapat
dipergunakan hanya untuk sementara, sambil dicari penyebab yang
mendasari. Dengan pemakaian obat yang rasional, obat hipnotik hanya
untuk mengkoreksi dari problema gangguan tidur sedini mungkin tanpa
menilai kondisi primernya dan harus berhati-hati pada pemakaian obat
hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan terselubungnya
kondisi yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang
memuaskan. Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah
mengidentifikasi dari problem gangguan tidur sedini mungkin tanpa
obat
tersebut
dihentikan
secara
berlahan-lahan
untuk
Prognosis
Pada umumnya orang yang menderita gangguan ini tanpa kondisi medis
yang mendasari sembuh dalam beberapa minggu. Tetapi bagi seseorang yang
mempunyai gangguan somnabulisme dan menderita epilepsi maka ini harus
diterapi lebih lanjut dan ini harus diterapi sebaik-baiknya (Yosep I,2010)
DAFTAR PUSTAKA
Elvira SD, Hadisukanto G, 2010, Buku Ajar Psikiatri, Badan Penerbit FKUI,
Jakarta.
Maslim R, 2001, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.
Yosep, I, 2010, Keperawatan Jiwa, Refika Aditama, Bandung
Harold I, K, 1998, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Widya medika, Jakarta.