Anda di halaman 1dari 13

Pengaturan Tidur

Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi


terletak pada substansia ventrikulo retikularis medulla oblongata yang disebut
sebagai pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi
atau desinkronisasi terdapat pada bagian rostral medulla oblongata disebut sebagai
pusat penggugah atau arousal state (Harold I, 2010)
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistem Ascending
Reticular Activating System (ARAS). Apabila aktifitas ARAS sangat meningkat
seseorang akan berada dalam keadaan sadar sedangkan apabila aktifitas ARAS
menurun, seseorang akan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh
aktifitas neurotransmitter seperti sistem serotonergik, noradrenergik, kolinergik
dan hormon.
a) Sistem serotonergik: Serotonin merupakan hasil metabolisme asam amino
triptofan. Dengan bertambahnya jumlah triptofan, maka jumlah serotonin
yang terbentuk juga meningkat sehingga timbulnya keadaan mengantuk.
Apabila terjadi penghambatan pembentukan serotonin maka terjadi
keadaan tidak bisa tidur.
b) Sistem Adrenergik: Neuron-neuron

yang

terbanyak

mengandung

norepinefrin terletak di badan nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan


sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau
hilangnya tidur REM. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan
aktifitas neuron adrenergic akan menyebabkan penurunan yang jelas pada
tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.
c) Sistem Kolinergik: Stimulasi jalur kolinergik akan mengakibatkan aktifitas
gambaran EEG dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas kolinergik sentral
yang berhubungan dengan perubahan tidur dapat terlihat pada orang
depresi sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM.
d) Sistem Hormon: Siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti
ACTH, GH, TSH dan LH. Hormon-hormon ini masing-masing disekresi
secara teratur oleh kelenjar pituitari anterior. Sistem ini secara teratur

mempengaruhi pengeluaran neurotransmitter norepinefrin, dopamine,


serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun.
(Harold I, 2010)
Irama tidur-bangun
Tidur dipengaruhi oleh irama biologis, dalam periode 24 jam, orang
dewasa tidur sekali, kadang-kadang dua kali. Irama tersebut tidak terdapat saat
lahir tetapi dalam berkembang dalam dua tahun pertama kehidupan (Harold I,
2010).
Pada beberapa wanita, pola tidur berubah selama fase siklus menstruasi.
Tidur sejenak(naps) yang dilakukan pada waktu berada di siang hari adalah sangat
berbeda dalam kandungan tidur REM dan NREM-nya, pada petidur malam hari
yang normal, tidur sejenak yang dilakukan pada pagi hari atau pada siang hari
mengandung sejumlah besar tidur REM yang jauh lebih sedikit. Tampaknya, suara
irama sirkadian mempengaruhi kecenderungan memiliki tidur REM (Harold I,
2010)
Pola tidur tidak sama secara fisiologis jika seseorang tidur siang hari atau
selama sesaat dimana tubuh seseorang seharusnya terjaga; efek psikososial dan
perilaku tidur juga berbeda. Didunia industri dan komunikasi yang sering kali
berfungsi selama 24 jam sehari, interaksi tersebut menjadi semakin penting
(Harold I, 2010)
Kendatipun orang tidak bekerja pada malam hari, gangguan dari berbagai
irama dapat dapat menghasilkan masalah misalnya yang paling dikenal jet lag,
dimana, setelah terbang dari timur ke barat, seseorang mencoba untuk
meyakinkan tubuhnya untuk tidur pada saat yang di luar fase siklus tubuh orang
tersebut. Sebagian besar orang dapat beradaptasi dalam beberapa hari, tetapi yang
lainnya memerlukan lebih banyak waktu. Kondisi dalam tubuh tersebut
tampaknya melibatkan gangguan dan kekacauan siklus jangka panjang (Harold I,
2010)

Insomnia

Pengertian
Insomnia merupakan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam
mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. (Harold I, 1998)
Epidemilogi
Insomnia merupakan gangguan yang tidur yang paling sering dikeluhkan.
Penelitian yang dilakukan di Amerika serikat menunjukan bahwa kurang lebih 1/3
dari orang dewasa pernah menderita insomnia setiap tahunnya. Gangguan ini
dapat mempengaruhi pekerjaan, aktifitas sosial dan status kesehatan penderitanya.
Menurut Nurmiati Amir, dokter spesialis kejiwaan fakultas kedokteran Universitas
Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, mengatakan bahwa insomnia
menyerang 10% dari total penduduk di Indonesia atau sekitar 28 juta orang. Total
angka kejadian insomnia tersebut 10-15% merupakan gejala insomnia kronis
(Harold I, 2010).
Penyebab insomnia
Sebab-sebab terjadinya insomnia antara lain :
Suara atau bunyi : Biasanya orang dapat menyesuaikan dengan suara atau
bunyi sehingga tidak mengganggu tidurnya. Misalnya seseorang yang
takut diserang atau dirampok, pada malam hari terbangun berkali-kali
hanya suara yang halus sekalipun.
Suhu udara : Kebanyakan orang akan berusaha tidur pada suhu udara yang
menyenangkan bagi dirinya. Bila suhu udara rendah memakai selimut dan
bila suhu tinggi memakai pakaian tipis, insomnia ini sering dijumpai
didaerah tropic.
Tinggi suatu daerah ; Insomnia merupakan gejala yang sering dijumpai
pada mountain sickness (mabuk udara tipis), terjadi pada pendaki gunung
yang lebih dari 3500 meter diatas permukaan air laut.
Penggunaan bahan yang mengganggu susunan saraf pusat : insomnia dapat
terjadi karena penggunaan bahan-bahan seperti kopi yang mengandung
kafein, tembakau yang mengandung nikotin dan obat-obat pengurus badan
yang mengandung anfetamin atau yang sejenis

Penyakit psikologi : Beberapa penyakit psikologi ditandai antara lain


dengan adanya insomnia seperti pada gangguan afektif, gangguan
neurotic, beberapa gangguan kepribadian, gangguan stress pasca-trauma
dan lain-lain.
(Harold I, 1998)
Gambaran klinis
Insomnia dapat merupakan satu gejala dari berbagai gangguan psikiatrik,
termasuk gangguan depresi, mania, cemas, psikosis, penyalahgunaan zat, dan
insomnia primer. Pada lansia, keluhan insomnia insomnia dapat merupakan gejala
sekunder dari perubahan pola tidur yang normal yang terkait dengan usia lanjut
(Harold I, 1998).
Tipe-tipe insomnia
Insomnia terdiri atas tiga tipe :
1. Tidak bisa masuk atau sulit masuk tidur yang disebut juga insomnia inisial
dimana keadaan ini sering dijumpai pada orang-orang muda. Berlangsung
selama 1-3 jam dan kemudian karena kelelahan ia bisa tertidur juga. Tipe
insomnia ini bisa diartikan ketidakmampuan seseorang untuk tidur.
2. Terbangun tengah malam beberapa kali, tipe insomnia ini dapat masuk
tidur dengan mudah, tetapi setelah 2-3 jam akan terbangun dan tertidur
kembali, kejadian ini dapat terjadi berulang kali. Tipe insomnia ini disebut
jaga intermitent insomnia.
3. Terbangun pada waktu pagi yang sangat dini disebut juga insomnia
terminal, dimana pada tipe ini dapat tidur dengan mudah dan cukup
nyenyak, tetapi pada saat dini hari sudah terbangun dan tidak dapat tidur
lagi .
(Harold I, 2010)
Kriteria Diagnosis
Gejalanya yaitu :

Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau

kualitas tidur yang buruk


Gangguan terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal satu

bulan
Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan

terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari


Ketidak-puasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan
penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan
pekerjaan.

(Dr. Rusdi Maslim, 2001)


Diagnosis banding
a. Reaksi stres akut
Gejalanya:
Harus ada kaitan waktu kejadian yang jelas antara terjadinya
pengalaman stressor luar biasa dengan onset dari gejala, setelah

beberapa menit atau segera setelah kejadian.


Ada juga gejala lain: a) Terdapat gambaran gejala campuran yang
biasanya berubah-rubah, selain gejala permulaan berupa keadaan
terpaku, semua hal berikut dapat terlihat: depresi, aanxietas,
kemarahan, kecewa, overaktif dan penarikan diri. b) pada kasus
yang dapat dialihkan dari lingkup stressor-nya, gejala-gejala dapat
menghilang dengan cepat, dalam hal dimana stres menjadi
kelanjutan atau tidak dapat dialihkan, gejala-gejala biasanya baru
mereda setelah 24-48 jam dan biasanya hampir menghilang 3 hari.

(Dr. Rusdi Maslim, 2001)

b. gangguan penyesuaian
gejalanya:

diagnosis tergantung pada evaluasi terhadap hubungan antara: a)


bentuk, isi, dan beratnya gejala, b) riwayat sebelumnya dan corak

kepribadian, c) kejadian, situasi yang krisis kehidupan


adanya faktor ketiga diatas (c) harus jelas dan bukti yang kuat
bahwa gangguan tersebut tidak akan terjadi seandainaya tidak

mengalami hal tersebut


biasa terjadi depresif, anxietas, campuran anxietas dan depresi,

gangguan tingkah laku.


Onset biasanya terjadi dalam 1 bulan setelah terjadinya kejadian
stressful dan gejal-gejala biasanya tidak bertahan melebihi 6 bulan
kecuali dalam hal reaksi depresi yang berkepanjangan.

(Dr. Rusdi Maslim, 2001)


Penatalaksanaan
1. Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya
Untuk mencari penyebab dasarnya dan pengobatan yang adekuat
Sangat efektif untuk pasien gangguan tidur kronik
Untuk mencegah komplikasi sekunder yang diakibatkan oleh

2.

penggunaan obat hipnotik,alkohol, gangguan mental


Untuk mengubah kebiasaan tidur yang jelek
Konseling dan Psikotherapi Psikotherapi sangat membantu pada pasien
dengan gangguan psikiatri seperti (depressi, obsessi, kompulsi), gangguan
tidur kronik. Dengan psikoterapi ini kita dapat membantu mengatasi
masalah-masalah gangguan tidur yang dihadapi oleh penderita tanpa

penggunaan obat hipnotik.


3. Sleep hygiene terdiri dari:
Tidur dan bangunlah secara reguler/kebiasaan
Hindari tidur pada siang hari
Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari
Jangan menggunakan obat-obat stimulan seperti decongestan
Lakukan latihan/olahraga yang ringan sebelum tidur
Hindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur dengan perut

kosong
Segera bangun dari tempat bila tidak dapat tidur (15-30 menit)
Hindari rasa cemas atau frustasi

Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak
4. Terdapatnya diagnosis gangguan depresi,mania, anxietas, dan psikotik
pada pemeriksaan psikiatrik. Bila secara pasti terdapat hal itu dapat
mengarah pada terapi yang khas. Insomnia yang terkait dengan skizofrenia
biasanya diobati dengan antipsikotik dan manianya diobati dengan litium.
5. Bila diagnosis pasti tidak jelas, pikirkan suatu rujukan pada pusat
penelitian tidur, dan pasien diminta untuk menuliskan catatan harian pola
tidurnya untuk beberapa minggu, termasuk saat naik ranjang, saat
tertidurnya, saat bangunnya,tidur siang, kegiatan dan peristiwa penting
6. Biasanya juga diberikan obat benzodiazepin untuk pasien non psikosis.
(Harold I, 1998)
Prognosis
Kebanyakan orang yang menderita insomnia tanpa kondisi medis yang
mendasari sembuh dalam beberapa minggu. Bagi seseorang yang menderita
trauma (seperti yang dengan gangguan stres pasca trauma), gangguan tidur dapat
dilanjutkan tanpa batas. Orang-orang yang menjadi tergantungan obat tidur dan
obat resep untuk tidur sering memiliki kesulitan untuk mengatasi insomnia.
(Harold I, 1998)

Somnabulisme
Pengertian
Somnabulisme merupakan keadaan ketika tengah tertidur, tetapi
melakukan kegiatan orang yang tidak tidur. Penderita seringkali duduk dan
melakukan tindakan motorik, misalnya berjalan, berpakaian, pergi ke kamar
mandi, berbicara, atau mengemudikan kendaraan (Harold I, 2010)
Epidemiologi

Somnonabulisme merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadiankejadian episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada
waktu antara bangun dan tidur. Insidensi kejadian ini biasa ditemukan pada usia
anak berumur 4-5 tahun (15%), dan puncaknya kira-kia umur 12 tahun. Sering
terjadi pada anak laki-laki dibandingkan perempuan (Harold I,2010)
Etiologi
1. Peminum alkohol
2. Kurang tidur
3. Stres psikososial
Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi
antara bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan
sistem otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran (konfuosius), dan
diikuti aurosal dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3
dan 4.
(Harold I,2010)
Gambaran Klinis
Misalnya: Membuka pintu, menutup pintu, duduk ditempat tidur, menabrak kursi,
berjalan kaki, berbicara. tingkah laku ini berjalan dalam beberapa menit dan
kembali tidur (Harold I,2010)
Kriteria diagnosis
a. Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tempat tidur,
biasanya pada 1/3 awal tidur malam, dan terus berjalan-jalan
b. Selama satu episode, individu menunjukkan wajah bengong, relatif tak
memberi respon terhadap upaya orang lain untuk mempengaruhi keadaan
atau untuk berkomunikasi dengan penderita dan hanya dapat disadarkan
dengan susah payah.
c. Pada waktu sadar, pasien tidak ingat apa yang terjadi

d. Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangun dari episode tersebut,
tidak ada gangguan aktifitas mental, walaupun dapat dimulai dengan
sedikit binggung dan disorientasi dalam waktu singkat.
e. Tidak ada bukti gangguan mental organik.
(Dr. Rusdi Maslim, 2001)
Diagnosis banding
Fugue disosiatif
Kriteria diagnosisnya:
a. Ciri-ciri amnesia disosiatif
b. Melakukan perjalanan tertentu melampaui hal yang umum dilakukannya
sehari-hari
c. Kemampuan mengurus diri yang dasar tetap ada (makan, mandi,dsb) dan
melakukan interaksi sosial sederhana dengan orang-orang yang belum
dikenalnya.
(Dr. Rusdi Maslim, 2001)
Penatalaksanaan
a. Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya
Untuk mencari penyebab dasarnya danpengobatan yang adekuat
Sangat efektif untuk pasien gangguan tidur kronik
Untuk mencegah komplikasi sekunder yang diakibatkan oleh

penggunaan obat hipnotik,alkohol, gangguan mental


Untuk mengubah kebiasaan tidur yang jelek

b. Konseling dan Psikotherapi Psikotherapi sangat membantu pada pasien


dengan gangguan psikiatri seperti (depressi, obsessi, kompulsi), gangguan
tidur kronik. Dengan psikoterapi ini kita dapat membantu mengatasi
masalah-masalah gangguan tidur yang dihadapi oleh penderita tanpa
penggunaan obat hipnotik.
c. Sleep hygiene terdiri dari:
Tidur dan bangunlah secara reguler/kebiasaan
Hindari tidur pada siang hari
Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari
Jangan menggunakan obat-obat stimulan seperti decongestan

Lakukan latihan/olahraga yang ringan sebelum tidur


Hindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur dengan perut

kosong
Segera bangun dari tempat bila tidak dapat tidur (15-30 menit)
Hindari rasa cemas atau frustasi
Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak
d. Pendekatan farmakologi
Dalam mengobati gejala gangguan tidur, selain dilakukan
pengobatan secara kausal, juga dapat diberikan obat golongan sedatif
hipnotik. Pada dsarnya semua obat yang mempunyai kemampuan hipnotik
merupakan penekanan aktifitas dari reticular activating system (ARAS)
diotak. Hal tersebut didapatkan pada berbagai obat yang menekan susunan
saraf pusat, mulai dari obat antianxietas dan beberapa obat anti depresi.
Obat hipnotik selain penekanan aktivitas susunan saraf pusat yang
dipaksakan dari proses fisiologis, juga mempunyai efek kelemahan yang
dirasakan efeknya pada hari berikutnya (long acting) sehingga
mengganggu aktifitas sehari-hari. Begitu pula bila pemakain obat jangka
panjang dapat menimbulkan over dosis dan ketergantungan obat. Sebelum
mempergunakan obat hipnotik, harus terlebih dahulu ditentukan jenis
gangguan tidur misalnya, apakah gangguan pada fase latensi panjang
(NREM) gangguan pendek, bangun terlalu dini, cemas sepanjang hari,
kurang tidur pada malam hari, adanya perubahan jadwal kerja/kegiatan
atau akibat gangguan penyakit primernya. Walaupun obat hipnotik tidak
ditunjukkan dalam penggunaan gangguan tidur kronik, tapi dapat
dipergunakan hanya untuk sementara, sambil dicari penyebab yang
mendasari. Dengan pemakaian obat yang rasional, obat hipnotik hanya
untuk mengkoreksi dari problema gangguan tidur sedini mungkin tanpa
menilai kondisi primernya dan harus berhati-hati pada pemakaian obat
hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan terselubungnya
kondisi yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang
memuaskan. Jadi yang terpenting dalam penggunaan obat hipnotik adalah
mengidentifikasi dari problem gangguan tidur sedini mungkin tanpa

menilai kondisi primernya dan harus berhati-hati pada pemakain obat


hipnotik untuk jangka panjang karena akan menyebabkan terselubungnya
kondisi yang mendasarinya serta akan berlanjut tanpa penyelesaian yang
memuaskan. Pemilihan obat hipnotik sebaiknya diberikan jenis obat yang
bereaksi cepat (short action) dgn membatasi penggunaannya sependek
mungkin yang dapat mengembalikan pola tidur yang normal. Lamanya
pengobatan harus dibatasi 1-3 hari untuk transient insomnia, dan tidak
lebih dari 2 minggu untuk short term insomnia. Untuk long term insomnia
dapat dilakukan evaluasi kembali untuk mencari latar belakang penyebab
gangguan tidur yang sebenarnya. Bila penggunaan jangka panjang
sebaiknya

obat

tersebut

dihentikan

secara

berlahan-lahan

untuk

menghindarkan withdraw terapi.


(Harold I, 1998)

Prognosis
Pada umumnya orang yang menderita gangguan ini tanpa kondisi medis
yang mendasari sembuh dalam beberapa minggu. Tetapi bagi seseorang yang
mempunyai gangguan somnabulisme dan menderita epilepsi maka ini harus
diterapi lebih lanjut dan ini harus diterapi sebaik-baiknya (Yosep I,2010)

DAFTAR PUSTAKA

Elvira SD, Hadisukanto G, 2010, Buku Ajar Psikiatri, Badan Penerbit FKUI,
Jakarta.
Maslim R, 2001, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta.
Yosep, I, 2010, Keperawatan Jiwa, Refika Aditama, Bandung
Harold I, K, 1998, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Widya medika, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai