Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KONSEP DASAR
A. Definisi
Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal), (Nursalam, 2006).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.
( Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Menurut Doenges, 1999, Chronic Kidney Disease biasanya berakibat
akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Penyebab termasuk
glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vascular (nefrosklerosis), proses
obstruktif (kalkuli), penyakit kolagen (lupus sistemik), agen nefrotik
(aminoglikosida), penyakit endokrin (diabetes). Bertahapnya sindrom ini
melalui tahap dan menghasilkan perubahan utama pada semua sistem tubuh.
Gagal ginjal kronik (Chronic Renal Failure) terjadi apabila kedua
ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan yang cocok untuk
kelangsungan hidup, yang bersifat irreversible, (Baradero, Mary).
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa gagal
ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung
B. Etiologi
Menurut Price dan Wilson (2005) klasifikasi penyebab gagal ginjal
kronik adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
terletak pada kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri karena tekanan ke bawah oleh hati. Katub
atasnya terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan katub atas ginjal kiri
terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak
yang tebal agar terlindung dari trauma langsung, disebelah posterior
dilindungi oleh iga dan otot-otot yang meliputi iga, sedangkan anterior
dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. Ginjal kiri yang berukuran
normal biasanya tidak teraba pada waktu pemeriksaan fisik karena dua
pertiga atas permukaan anterior ginjal tertutup oleh limfa, namun katub
bawah ginjal kanan yang berukuran normal dapat diraba secara bimanual.
10
11
12
13
2. Fisiologi ginjal
a. Fungsi ginjal
Menurut Price dan Wilson (2005), ginjal mempunyai berbagai macam
fungsi yaitu ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi
diantaranya adalah :
1)
2)
3)
4)
2)
14
3)
4)
Degradasi insulin.
5)
Menghasilkan prostaglandin.
15
b.
c.
16
Disaring
Dikeluarkan
Air
150 Liter
1, 5 Liter
Garam
750 Liter
15 Gram
Glukosa
150 Liter
0 gram
Urea
50 Gram
30 Gram
Normal
Reabsorpsi
Ekskresi
Sekresi
Satuan
Na +
26.000
25.850
150
m Eq
K+
600
566
90
50
m Eq
Cl-
18.000
17.850
150
m Eq
HCO3
4.900
4.900
m Eq
Urea
870
460
410
m Mol
Kreatinin
12
12
m Mol
Asam
50
49
m Mol
Glukosa
800
800
m Mol
Solut
54.000
53.400
700
100
m Osl
180.000
179.000
1.000
Ml
urat
total
Air
17
18
D. Patofisiologi
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab pada
akhirnya akan terjadi kerusakan nefron. Bila nefron rusak maka akan terjadi
penurunan laju filtrasi glomerolus dan terjadilah penyakit gagal ginjal kronik
yang mana ginjal mengalami gangguan dalam fungsi eksresi dan dan fungsi
non-eksresi. Gangguan fungsi non-eksresi diantaranya adalah gangguan
metabolism vitamin D yaitu tubuh mengalami defisiensi vitamin D yang
mana vitamin D bergunan untuk menstimulasi usus dalam mengabsorpsi
kalsium, maka absorbs kalsium di usus menjadi berkurang akibatnya terjadi
hipokalsemia dan menimbulkan demineralisasi ulang yang akhirnya tulang
menjadi rusak. Penurunan sekresi eritropoetin sebagai factor penting dalam
stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang menyebabkan produk
hemoglobin berkurang dan terjadi anemia sehingga peningkatan oksigen oleh
hemoglobin (oksihemoglobin) berkurang maka tubuh akan mengalami
keadaan lemas dan tidak bertenaga.
Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus
yang berfungsi.penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi dengan
memeriksa clerence kretinin urine tamping 24 jam yang menunjukkan
penurunan clerence kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Retensi
cairan dan natrium dapat megakibatkan edema, CHF dan hipertensi.
Hipotensi dapat terjadi karena aktivitasbaksis rennin angiostenin dan
kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam
mengakibatkan resiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare
19
kalsium
dan
fosfat
merupakan
gangguan
metabolism. Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik.
Jika salah satunya meningkat maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melaui glomerulus ginjal maka meningkatkan kadar
fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan
kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parahhormon dari kelenjar
paratiroid, tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat merspons normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon sehingga kalsium ditulang menurun,
menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. (Nurlasam,
2007).
20
E. Menifestasi klinis
Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2005), Smeltzer dan
Bare (2001), Lemine dan Burke (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi
system tubuh yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
21
8.
9.
22
Stadium I
Stadium I ini disebut dengan penurunan cadangan ginjal, tahap inilah
yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini
penderita ini belum merasakan gejala-gejala dan pemeriksaan
laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini
kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas
normal dan penderita asimtomatik, laju filtrasi glomerolus/glomeruler
Filtration rate (GFR) < 50 % dari normal, bersihan kreatinin 32,5-130
ml/menit. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui
dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan
kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
b.
Stadium II
Stadium II ini disebut dengan Insufiensi ginjal, pada tahap ini lebih
dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak, GFR besarnya 25 %
dari normal, kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar
protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai
meningkat melebihi kadar normal. Pasien mengalami nokturia dan
poliuria, perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah
3:1 atau 4:1, bersihan kreatinin 10-30 ml/menit. Poliuria akibat gagal
23
Stadium III
Stadium ini disebut gagal ginjal tahap akhir atau uremia, timbul
karena 90% dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000
nefron yang utuh, Nilai GFR nya 10% dari keadaan normal dan kadar
kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang, uremia akan
meningkat dengan mencolok dan kemih isoosmosis. Pada stadium
akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah
karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran
dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri
(pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan
glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus
ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang
dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh,
dengan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
24
2. Sedangkan
tahap
cronic
kidney
disease
(CKD)
menurut
b.
c.
d.
e.
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik
menurut Smeltzer dan Bare (2001) yaitu :
1.
b.
c.
d.
e.
25
f.
g.
2.
h.
i.
Intervensi diet yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B dan
C, diet tinggi lemak dan karbohirat
3.
4.
5.
6.
7.
Transplantasi ginjal.
26
H. Komplikasi
3.
4.
5.
I. Asuhan Keperawatan
1. Fokus Pengkajian
Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada
penderita gagal ginjal kronik menurut Doeges (1999), Le Mone & Burke
(2000) dan Smeltzer dan Bare (2001) ada berbagai macam, meliputi :
27
a.
Demografi
Tingkungan yang tercemar oleh timah, cadmium, merkuri, kromium
dan sumber air tinggi kalsium beresiko untuk gagal ginjal kronik,
kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih banyak
perempuan, kebanyakan ras kulit hitam.
b.
c.
d.
Pemeliharaan kesehatan
Penggunaan obat laksatif, diamox, vitamin D, antacid, aspirin
dosis tinggi, personal hygiene kurang, konsumsi toxik,
konsumsi makanan tinggi kalsium, purin, oksalat, fosfat,
protein, kebiasaan minum suplemen, control tekanan darah dan
gula darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi
dan diabetes mellitus.
28
2)
3)
Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut), abdomen kembung, diare konstipasi, perubahan warna
urin.
4)
5)
6)
29
8)
e.
Pengkajian fisik
1)
2)
3)
4)
5)
Kepala
a) Mata:
konjungtiva
anemis,
mata
merah,
berair,
30
7)
8)
9)
10)
11)
f.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges
(1999) adalah :
1) Urine
a)
31
c)
f)
2) Darah
a)
karena
kehilangan
kemampuan
ginjal
untuk
f)
Kalsium menurun
32
b) Pielogram
ginjal:
mengkaji
sirkulasi
ginjal
dan
f)
Endoskopi
ginjal
dan
nefroskopi:
dilakukan
untuk
33
i)
j)
b)
c)
d)
e)
Resiko
penurunan
curah
jantung
berhubungan
dengan
34
f)
g)
h)
i)
35
Dignosa
keperawatan
Kelebihan
Tujuan
Intervensi
Pengkajian
dan cairan.
berkelanjutan
Turgor kulit
perubahan
dengan
normal tanpa
intervensi.
penurunan
edema.
cairan
berhubungan
haluaran
urine
cairan/edema
tidak terjadi.
Pembatasan diet
Tanda-tanda vital
1)
rasional
volume
Kelebihan
Kriteria hasil
2)
merupakan
untuk
dan
dasar
memantau
mengevaluasi
normal.
dan natrium.
4)
5)
identifikasi
sumber
potensial
cairan,
36
2.
Perubahan nutrisi
Mempertahan
kurang
kan masukan
antropometri
kebutuhan tubuh
nutrisi
dalam
berhubungan
adekuat
dengan
dari
intake
yang
1)
Pengukuran
batas
cairan.
Menyediakan
data
memantau
perubahan
pengukuran antropometrik
mengevaluasi intervensi.
dasar
untuk
dan
normal.
Perlambatan atau
inadekuat, mual,
penurunan
kadar besi).
muntah,
anoreksia.
tidak terjadi.
riwayat diet
dipertimbangkan
Pengukuran
makanan kesukaan
menu.
biokomis
berat
menyusun
hitung kalori.
dalam
normal 3)
(albumin, kadar
masukan nutrisi:
elektrolit).
Peneriksaan
masukan diet.
batas
dalam
laboratorium
pasien
normal.
pematuhan
makanan dalam
4)
37
pembatasan diet
diet.
sesuai jadwal
untuk mengatasi
makan.
dan medikasi
5)
anoreksia.
pertumbuhan
dan
penyembuhan
jaringan.
6)
7)
Meningkatkan
renal.
secara
Daftar
tertulis
dan
anjurkan
untuk
yang
pendekatan
pembatasan
pemahaman
dibuat
penyakit
menyediakan
positif
diet
dan
pasien
terhadap
merupakan
dalam
menimbulkan
anoreksia dihilangkan.
9)
tidak adekuat
38
pembentukan edema
dapat
menyebabkan
penurunan
peyembuhan.
3.
Gangguan
Setelah
perfusi jaringan
Membran mukosa 1)
dilakukan
warna
berhubungan
tindakan
muda.
membantu menentukan.
dengan
keperawatan
Kesadaran
intervensi.
penurunan suplai
perfusi
O2 dan nutrisi
jaringan
ke jaringan
adekuat
merah
2)
kompos mentis.
Meningkatkan
ekspansi
toleransi.
memaksimalkan
kebutuhan
paru
oksigenasi
dan
untuk
sakit kepala.
terhadap
sianosis ataupun
perifer.
penurunan COP.
hipoksia
sekunder
Capillary
kurang
3)
refill
dari
dengan indikasi.
detik.
berlebihan
Nilai laboratorium
dalam
batas 4)
Konjungtiva tidak
vasodilatasi
pencetus
5)
(hemoglobin).
39
anemis.
Tanda-tanda vital
stabil: TD: 120/80
mmHg, nadi: 6080x/menit.
4.
Perubahan
pola
Setelah
Kaji
kecepatan,
nafas
dilakukan
dalam
berhubungan
tindakan
normal.
dengan
keperawatan
hiperventilasi
klien
sianosis
paru.
menunjukkan
dispnea.
pola
nafas
efektif
rentang
tidak ada
tanda 2)
maupun
fungsi
pernapasan
adanya
klien,
gerak,
catat
dispnea,
trakea
mengalami
abdominal
membuat
batuk
lebih
penurunan
normal: RR 16-24 4)
Pertahankan
x/menit
(elektrolit)
5)
posisi
nyaman
misalnya
ventilasi
6)
serta
evaluasi
dari
implementasi.
40
7)
5.
Resiko
Setelah
penurunan curah
Tanda-tanda vital 1)
Auskultasi
dilakukan
dalam
evaluasi
jantung
tindakan
normal:
berhubungan
keperawatan
darah:
dengan
curah jantung
ketidakseimbang
dapat
80 x/menit, kuat, 2)
an
dipertahankan
teratur.
cairan
batas
Capillary
tahanan vaskuler
perifer
atau
sirkulasi,
kurang
edema
paru,
120/80
Akral hangat
dan
adanya
dan
miokardial
jantung
tekanan
mempengaruhi
kerja
bunyi
sianosis.
refill
dari
3 3)
Evaluasi
bunyi
jantung
akan
terjadi
detik
Nilai laboratorium
gangguan
dalam
batas
Kelelahan
frekuensi, irama,
normal
(kalium 4)
konduksi jantung
3,5-5,1
(ketidakseimban
sistemik,
dapat
menyertai
gagal
aktivitas.
mmol/L,
gan elektrolit).
yaitu kalium.
Menurunkan
tahanan
vaskuler
sistemik.
6)
41
indikasi.
6.
Resiko kerusakan
Setelah
intregitas
dilakukan
menunjukkan
berhubungan
tindakan
perilaku
dengan
keperawatan
tehnik
akumulasi toksik
tidak
terjadi
mencegah
integritas kulit
kerusakan
kulit
gangguan turgor
1)
Klien
atau
untuk 2)
ekimosis, purpura.
hidrasi
Tidak
terjadi
3)
kerusakan
Tidak
atau robek.
Menurunkan tekanan pada edema,
integritas kulit.
yang
atau
cidera kulit.
kulit (uremia)
berlebihan
terjadi 4)
edema.
statis
tonjolan tulang.
edema.
vena
sebagai
pembentukan
7.
kerusakan kulit.
keluhan gatal.
6)
1)
Intoleransi
Berpartisipasi
aktivitas
dalam
dalam
anemia
berhubungan
aktivitas yang
meningkatkan
Berpartisipasi
Menyediakan
informasi
tentang
42
dengan keletihan,
dapat
tingkat
anemia,
retensi
ditoleransi
dan latihan
produk
sampah
dan
prosedur
depresi
Melaporkan
2)
peningkatan
dialisis.
aktivitas
rasa
sejahtera
Melakukan
3)
istirahat
dan
aktivitas
secara
Anjurkan
aktivitas
alternatif
sambil
Mendorong
istirahat.
dalam
Berpartisipasi
dalam
latihan
batas-batas
dan
aktivitas
yang
dapat
bergantian
4)
aktivitas
perawatan mandiri
yang dipilih.
8.
Gangguan
Kaji
dilakukan
dalam
kecepatan,
berhubungan
tindakan
normal
dengan
keperawatan
penurunan
klien
sianosis
menunjukkan
hipoksia
pertukaran
ekspansi
sekunder
Setelah
gas
paru
pertukaran gas
rentang
tidak ada
taktil
tanda 2)
fungsi
pernapasan
adanya
klien,
gerak,
catat
dispnea,
maupun
fremitus
3)
trakea
43
terhadap adanya
efektif.
edema pulmoner.
kiri
penurunan
auskultasi
paru 5)
sonor.
abdominal
membuat
batuk
lebih
normal: RR 16-24
x/menit
6)
Pertahankan
posisi
nyaman
misalnya
44