Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Oleh :

Muhamad Adrian Tanjung


1407114621

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2014

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Adapun pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang
diberikan dosen mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan.
Pada proses pembuatan dan penyusunan makalah ini, kami mengucapkan
terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan moril, diskusi dan
dukungannya. kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun makalah
ini dengan baik, namun kami menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami pemakalah mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari dosen dan pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan bagi kita semua.

Pekanbaru, Desember 2014

Pemakalah

DAFTAR ISI
COVER.....................................................................................................................................
1
KATA PENGANTAR...............................................................................................................
2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
3
NEGARA DAN KONSTITUSI................................................................................................
4
1.1
Negara
...............................................................................................................................
4
1.2
Konstitusi
...............................................................................................................................
5
IDENTITAS NASIONAL DAN DEMOKRASI......................................................................
14
2.1
Identitas
Nasional
...............................................................................................................................
14
2.2
Demokrasi
...............................................................................................................................
18
RULE OF LAW........................................................................................................................
26
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................
31

NEGARA DAN KONSTITUSI


1.1

Negara
Negara secara literal merupakan penjelasan dari kata-kata asing yaitu state

(bahasa inggris), staat ( bahasa Belanda dan Jerman), dan etat (bahasa Prancis),
dimana semua kata-kata ini diambil dari bahasa Latin yaitu statum yang artinya
keadaan yang tetap dan tegak. Istilah umum itu diartikan sebagai kedudukan
(standing, station)
Adapun pengertian Negara menurut para ahli adalah sebagai berikut:

Prof. Farid S.
Negara adalah Suatu wilayah merdeka yang mendapat pengakuan Negara lain
serta memiliki kedaulatan.

Georg Jellinek
Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah
berkediaman di wilayah tertentu.

Max Weber
Negara adalah suatu masyarakat yang memonopoli penggunaan kekerasan fisik
secara sah dalam suatu wilayah.

Aristoteles
Negara adalah perpaduan beberapa keluarga mencakupi beberapa desa, hingga
pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan
kehormatan bersama.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian negara itu ada dua, yaitu :
pertama, negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan
tertinggi yang sah dan ditaati rakyatnya; kedua, negara adalah kelompok sosial yang
menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik
dan pemerintah yang efektif, mempunyai satu kesatuan politik, berdaulat sehingga
berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Negara adalah suatu organisasi dari kelompokkelompok manusia yang bersama-sama mendiami suatu wilayah

tertentu dan

mengakui adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib serta keselamatan
sekelompok atau beberapa kelompok manusia tersebut.
1.2 Konstitusi
Kata konstitusi berarti pembentukan,berasal dari kata Constituer (bahasa
Prancis) yang berarti membentuk. Yang di bentuk adalah sebuah negara. Maka,
Konstitusi mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu negara.
Maka

dapat

dipahami,

bahwa

bahasa

Belanda

menggunakan

kata

Grondwet(grond=dasar,wet=undang-undang), yang berarti suatu undang- undang


yang menjadi dasar (grond)dari segala hukum. Sedangkan di Indonesia menggunakan
kata Undang- Undang Dasar seperti grondwet tadi.
Abu Daud Busroh dan Abubakar Busro membagi pengertian konstitusi
menjadi 2 pengertian yaitu;

a) Pengertian sosiologis dan politis (sosiologiche atau politische begrip).


Konstitusi merupakan shintese faktor kekuatan yang nyata (dereele
machtstfactoren) dalam masyarakat. Jadi konstitusi menggambarkan
hubungan antara kekuasaan yang terdapat dengan nyata dalam suatu
negara.
b) Pengertian yuridis (yuridische begrip). Konstitusi adalah suatu naskah
yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan.
Dengan

demikian,

suatu

konstitusi

merupakan

aturan-aturan

dasar

(fundamental) yang dibentuk didalam mengatur hubungan antar negara dan warga
negara. Konstitusi di Indonesia adalah Undang- Undang Dasar 1945.

1.2.1

Negara Konstitusi
Dari penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa negara konstitusi

merupakan suatu organisasi dari kelompok-kelompok manusia yang bersama-sama


mendiami suatu wilayah tertentu dan mengakui adanya satu pemerintahan yang
mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia
tersebut, yang diatur dengan aturan-aturan dasar (fundamental) yang dibentuk
didalam mengatur hubungan antar negara dan warga negara.

1.2.2

Konstitusi Di Indonesia

Hukum Dasar Tertulis (UUD)


UUD itu rumusannya tertulis dan tidak berubah.Adapun pendapat L.C.S
wade dalam bukunya contution law,UUD menurut sifat dan fungsinya adalah suatu
naskah yang memafarkan kerangk dan tugas-tugas pokok dari badan-badan
pemerintshsn suatu Negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan
tersebut jadi UUD itu mengatur mekanisme dan dasar dari setiap sistem
pemerintahan.
UUD juga dapat dipandang sebagai lembaga/sekumpulan asas yang
menetapkan bagaimana kekuasaan tersebut bagi mereka memandang suatu Negara
dari

sudut

kekuasaan

dan

menganggapnya

sebagai

suatu

organisasi

kekuasaan.Adapun hal tersebut di bagi menjadi tiga badan legislatif,eksekutif dan


yudikatif.
Hukum dasar tak tertulis(Konvensi)
Konvensi adalah hokum

dasar yang tak tertulis yaitu aturan-aturan dasar

yang timbul dan terperihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun


sifatnya tidak tertulis.
Sifat-sifat:
1. Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan Negara.
2. Tak bertentangan dengan UUD dan berjalan sejajar
3. Diterima oleh seluruh rakyat/masyarakat
4. Bersifat sebagai pelengkap sehingga memungkinkan bawa convensi bias
menjadi aturan-aturan dasar yang tidak tercantum dalam UUD 1945.
Contoh :

1. Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah mufakat.menurut pasal 37


ayat(1) dan (4) UUD 1945 segala keputusan MPR diambil berdasarkan suara
terbanyak tetapi sistem ini kurang jiwa kekeluargaan sebagai kepribadian
bangsa.oleh karena itu,dalam praktek-praktek penyelenggaraan Negara selalu
di usahakan untuk mengambil keputusan berdasarkan musyawarah untuk
mufakat dan ternyata hamper selalu berhasil.pungutan suara baru ditempuh
jika usaha musyawarah untuk mufakat sudah tak dapat dilaksanakan.
2. Praktek-praktek penyelenggaraan Negara yang sudah menjadi hukum dasar
tidak tertulis antara lain:

Pidato kenegaraan presiden RI setiap 16 Agustus di dalam sidang DPR

Pidato presiden yang di ucapkan sebagai keterangan pemerintah tentang

rencana anggaran pendapatan belanja (RAPB)Negara pada minggu 1, pada


bulan januari tiap tahunnya.
Jika konvensi ingin di jadikan rumusan yang bersifat tertulis maka yang
berwenang adalah MPR dan rumusannya bukan lah merupakan suatu hukum dasar
melainkan tertuang dalam ketetapan MPR dan tidak secara otomatis setingkat dengan
UUD melainkan sebagai suatu ketetapan MPR.
1.2.3

Perkembangan UUD 1945 dalam Sejarah Ketatanegaraan Indonesia


Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945 didasarkan pada suatu kenyataan

sejarah selama orde lama dan orde baru bahwa penerapan terhadap pasal UUD
memiliki sifat-sifat intrerretable atau berwayuh arti sehingga mengakibatkan adanya
sentralisasi kekuasaan terutama kepada presiden karena latar belakang politik ini lah
maka pada orde baru UUD 1945 di lestarikan dan di anggap bersifat keramat yang tak
dapat di ganggu gugat.

Menurut bangsa Indonesia proses reformasi terhadap UUD 1945 adalah


suatu keeharusan karena akan mengantarkan bangsa Indonesia ketahapan yang baruu
dalam melakukan penataan terhadap ketatanegaraan.Amandemen terhadap UUD
1945 di lakukan oleh bangsa Indonesia sejak 1999 di mana pemberian tambahan dan
perubahan terhadap pasal 9 UUD 1945 kemudian amandemen ke2 tahun 2000
disahkan tanggal 10 Agustus 2002 UUD 1945 hasil amandemen 2002 dirumuskan
dengan melibatkan sebanyak-banyak nya partisipasi rakyat dalam mengambil
keputusan politik,sehingga di harapkan struktur kelembagaan Negara yang lebih
demokratis ini akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dalam proses reformasi hukum dewasa ini berbagai kajian ilmiah tentang
UUD 1945 bnyak melontarkan ide untuk melakukan amandemen terhadap UUD
1945. Memang amandemen tidak dimaksudkan untuk mengganti sama sekali Uud
1945, akan twtapi merupakan proaedur penyempurnaan terhadap UUD 1945.
Amandemen dilakukan dengan melakukan berbagai macam perubahan pada pasalpasal maupun memberikan tambahan-tambahan.
Dari awal, para pendiri negara secara eksplisit sudah menyatakan bahwa
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 adalah konstistusi yang bersifat sementara.
Bahkan, Soekarno menyebutnya sebagai UUD atau revolutiegrondwet. Kondisi
obyektif ini sudah diantisipasi oleh thefouding fathers dengan menyediakan Pasal 37
UUD 1945 sebagai sarana untuk melakukan perubahan. Karena kelalaian
menjalankan amanat itu, sejak awal kemerdekaan proses penyelengaraan negara
dilaksanakan dengan konstitusi yang bersifat sementara.
Menelusuri perjalanan sejarah ketatanegaraan selama hampir setengah abad di
bawah UUD 1945 (1945-1949 dan 1959-2002), persoalan mendasar tidak hanya
terletak pada sifat kesementaraan tetapi lebih kepada kelemahan-kelemahan
elementer yang terdapat dalam UUD 1945. Misalnya, sangat fleksibel untuk
diterjemahkan sesuai dengan keinginan pemegang kekuasaan, terperangkap dalam
design ketatanegaraan yang rancu sehingga tidak membuka ruang untuk

melaksanakan paradigma checks and balances atau akuntabilitas horizontal dalam


menciptakan good governance.
Kedua kelemahan itu sangat mewarnai perjalanan sejarah ketatanegaraan
Indonesia di bawah UUD 1945, yang kemudian bermuara pada multi-krisis yang
terjadi pada penghujung abad XX dan sampai dua tahun pertama awal abad XXI
belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Misalnya dalam hal penafsiran,
pergantian sistem presidentil kepada sistem parlementer pada tanggal 14 November
1945. Di dua era yang berbeda, Soekarno menafsirkan (memahami) demokrasi dalam
UUD 1945 sebagai Demokrasi Terpimpin sementara Soeharto menafsirkannya
sebagai Demokrasi Pancasila dan kedua-duanya melahirkan rejim otoriter.
Krisis ketatanegaraan yang diawali dengan kejatuhan Soeharto pada tahun
1998 memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan secara mendasar terhadap
UUD 1945. Banyak anggapan bahwa salah satu penyebab krisis itu adalah
ketidakmampuan UUD 1945 mengantisipasi penyelewengan-penyelewengan dalam
praktek penyelenggaraan negara. Dalam waktu yang panjang, UUD 1945 telah
menjadi instrumen politik yang ampuh berkembangnya otoritarianisme dan
menyuburkan praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) di sekitar kekuasaan
Presiden.Oleh karena itu, di masa reformasi menyusul berakhirnya kekuasaan
Soeharto, agenda perubahan UUD 1945 menjadi sesuatu yang niscaya. Ini dapat
dipahami bahwa tidak mungkin melakukan reformasi politik dan ekonomi tanpa
melakukan reformasi hukum. Reformasi hukum pun tidak mungkin dilakukan tanpa
melakukan perubahan terhadap konstitusi (constitutional reform)

1.2.4

Implikasi Amandemen UUD 1945 Terhadap Sistem Ketatanegaraan

Indonesia

10

Mencermati seluruh hasil perubahan yang telah dilakukan oleh MPR, ada
beberapa catatan penting yang dapat dikemukakan. Pertama, kesemua pasal telah
dilakukan perubahan kecuali Pasal 4, 10 dan Pasal 12. Kedua, terjadi (1) penambahan
4 bab baru (dari 16 bab menjadi 20 bab), (2) penambahan 25 pasal baru (dari 37 pasal
menjadi 72 pasal), dan (3) penambahan 120 ayat baru (dari 49 ayat menjadi 169
ayat). Ketiga, dihapusnya penjelasan sebagai bagian dari UUD 1945. Perubahan yang
begitu besar menimbulkan implikasi terhadap struktur ketetanegaraan, yaitu
terjadinya perubahan kelembagaan secara mendasar (lihat bagan). Implikasi
perubahan tidak hanya terjadi terhadap struktur lembaga-lembaga negara tetapi juga
perubahan terhadap sistem ketatanegaraan secara keseluruhan.
Lembaga Negara Sebelum Amandemen
1. MPR

Lembaga Negara Setelah Amandemen


1. MPR

2. Presiden / Wapres

2. DPR

3. DPR

3. DPD

4. DPA dan BPK

4. Mahkamah Konstitusi

5. MA

5. BPK
6. Mahkamah Agung
7. Mahkamah Yudisial

Beberapa Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Sistem Ketatanegaraan


Indonesia.
Pertama, MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara dan
pemegang kedaulatan rakyat tertinggi. Penghapusan sistem lembaga tertinggi negara
adalah upaya logis untuk keluar dari perangkap design ketatanegaraan yang rancu
dalam menciptakan mekanisme check and balances di antara lembaga-lembaga
negara. Selama ini, model MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat sepenuhnya
telah menjebak Indonesia dalam pemikiran-pemikiran kenegaraan yang berkembang
pasca-abad pertengahan untuk membenarkan kekuasaan yang absolut.

11

Kedua, dihapusnya sistem unikameral dengan supremasi MPR dan munculnya


sistem bikameral. Dalam sistem bikameral, masing-masing kamar mencerminkan
jenis keterwakilan yang berbeda yaitu DPR merupakan representasi penduduk
sedangkan DPD merupakan representasi wilayah (daerah). Perubahan ini terjadi
menjadi sebuah keniscayaan karena selama ini Utusan Daerah dalam MPR tidak ikut
membuat keputusan politik nasional dalam peringkat undang-undang.
Ketiga, perubahan proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dari sistem
perwakilan menjadi sistem pemilihan langsung. Perubahan ini tidak terlepas
pengalaman pahit yang terjadi pada proses pengisian jabatan Presiden dan Wakil
Presiden selama Orde Baru dan pemilihan Presiden tahun 1999. Empat alasan
mendasar (raison detre) pergantian ini.
1. Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih melalui pemilihan langsung akan
mendapat mandat dan dukungan yang lebih riil rakyat sebagai wujud kontrak
sosial antara pemilih dengan tokoh yang dipilih.
2. Pemilihan langsung secara otomatis akan menghindari intrik-intrik politik dalam
proses pemilihan dengan sistem perwakilan. Intrik politik akan dengan mudah
terjadi dalam sistem multipartai. Apalagi kalau pemilihan umum tidak
menghasilkan partai pemenang mayoritas, maka tawar-tawar politik menjadi
sesuatu yang tidak mungkin dihindarkan.
3. Pemilihan langsung akan memberikan kesempatan yang luas kepada rakyat untuk
menentukan pilihan secara langsung tanpa mewakilkan kepada orang lain.
Kecenderungan dalam sistem perwakilan adalah terjadinya penyimpangan antara
aspirasi rakyat dengan wakilnya.
4. Pemilihan langsung dapat menciptakan perimbangan antara berbagai kekuatan
dalam penyelenggaraan negara terutama dalam menciptakan mekanisme checks
and balances antara Presiden dengan lembaga perwakilan karena sama-sama
dipilih oleh rakyat. Selama ini, yang terjadi dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia, MPR menjadi sumber kekuasaan dalam negara karena adanya
ketentuan bahwa lembaga ini adalah pemegang kedaulatan rakyat. Kekuasaan
12

inilah yang dibagi-bagikan secara vertikal kepada lembaga-lembaga tinggi negara


lain termasuk kepada Presiden. Akibatnya, kelangsungan kedudukan Presiden
sangat tergantung kepada MPR.
Keempat, mekanisme impechment yang semakin jelas. Sebelum dilakukan
perubahan, dalam pasal-pasal UUD 1945 tidak secara eksplisit memuat ketentuan
mengenai impeachment. Instrumen untuk melakukan kontrol ini dapat dilihat dalam
Penjelasan Umum UUD 1945 yang menyatakan, Oleh karena itu DPR dapat
senantiasa mengawasi tindakan-tindakan presiden dan jika Dewan menganggap
bahwa presiden sungguh melanggar haluan negara yang telah ditetapkan oleh UUD
atau oleh MPR, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar
supaya bisa minta pertanggungjawab kepada presiden.
Berdasarkan penguraian tesebut, pelaksanaan SI akan sangat tergantung
kepada dua hal. Pertama, adanya pelanggaran haluan negara yang dilakukan oleh
presiden dalam bentuk pelanggaran terhadap Undang-undang Dasar, Ketetapan MPR
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, adanya permintaan dari
DPR kepada MPR setelah dilakukan Memorandum Pertama dan Memorandum
Kedua.
Dengan adanya perubahan UUD 1945, perdebatan-perdebatan yang mungkin
timbul dalam pelaksanaan impechment ke depan dapat dikurangi secara signifikan
dengan adanya rumusan kaedah secara lebih jelas dalam Pasal 7A dan Pasal 7B UUD
1945
Kelima, dihapusnya DPA sebagai salah satu lembaga tinggi negara. Sebelum
dilakukan Amandemen Keempat, kedudukan konstitusional DPA sebagai lembaga
tinggi negara dapat ditemui dalam Pasal 16 UUD 1945 yang menyatakan bahwa DPA
berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul
kepada pemerintah. Dalam penjelasan Pasal 16 dinyatakan Dewan ini ialah sebuah
Council of State yang berwajib memberi pertimbangan-pertimbangan kepada
pemerintah. Ia hanya sebuah badan penasehat belaka.

13

1.2.5

Hubungan Negara Indonesia dengan Konstitusi


Negara dan konstitusi berhubungan sangat erat, konstitusi lahir merupakan

usaha untuk melaksanakan dasar negara. Dasar negara memuat norma-norma ideal,
yang penjabarannya dirumuskan dalam pasal-pasal oleh UUD (Konstitusi)
Merupakan satu kesatuan utuh, dimana dalam Pembukaan UUD 45 tercantum dasar
negara Pancasila, melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan dasar
negara. Bagi bangsa Indonesia, negara dan konstitusi adalah dwitunggal. Jika
diibaratkan sebagai bangunan, negara adalah pilar-pilar atau tembok yang tidak bisa
berdiri kokoh tanpa pondasi yang kuat, yaitu konstitusi Indonesia. Hampir setiap
negara memiliki konstitusi, terlepas dari apakah konstitusi tersebut sudah berjalan
optimal atau belum.
Kaitan antara negara dengan konstitusi adalah keterkaitan antardasar negara
dan konsitusi tampak pada gagasan dasar, cita-cita, dan tujuan negara yang tertuang
dalam mukadimah atau Pembukaan Undang-Undang Dasar suatu negara. Pembukaan
UUD 1945 merupakan suatu kebatinan negara. Pembukaan memuat asas kerohanian
negara, asas politik negara, asas tujuan negara, serta menjadi dasar hukum daripada
undang-undang. Pancasila dengan batang tubuh merupakan wujud yuridis
konstitusional tentang sesuatu yang telah dirumuskan dalam pembukaan. UUD 1945
adalah peraturan perundangan teringgi negara Indonesia yang bersumberkan pada
Pancasila.

IDENTITAS NASIONAL DAN DEMOKRASI


2.1

Identitas Nasional
14

Kata identitas berasal dari bahasa Inggris Identity yang memiliki pengertian
harafiah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu
yang membedakannya dengan yang lain. Dalam term antropologi identitas adalah
sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri,
golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri. Mengacu
pada pengertian ini identitas tidak terbatas pada individu semata tetapi berlaku pula
pada suatu kelompok. Sedangkan kata nasional merupakan identitas yang melekat
pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan,
baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non fisik seperti keinginan, citacita dan tujuan. Himpunan kelompok-kelompok inilah yang kemudian disebut dengan
istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang pada akhirnya melahirkan
tindakan kelompok (colective action) yang diwujudkan dalam bentuk organisasi atau
pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional. Kata nasional sendiri
tidak bisa dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme.
Bila dilihat dalam konteks Indonesia maka Identitas Nasional itu merupakan
manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam berbagai aspek
kehidupan dari ratusan suku yang dihimpun dalam satu kesatuan Indonesia menjadi
kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh Bhinneka Tunggal Ika
sebagai dasar dan arah pengembangannya. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
hakikat Identitas Nasional kita sebagai bangsa di dalam hidup dan kehidupan
berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam
penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam aturan perundang-undangan
atau hukum, sistem pemerintahan yang diharapkan, nilai-nilai etik dan moral yang
secara normatif diterapkan di dalam pergaulan baik dalam tataran nasional maupun
internasional dan lain sebagainya. Nilai-nilai budaya yang tercermin di dalam
Identitas Nasional tersebut bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan
normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang terbuka yang cenderung terusmenerus bersemi karena hasrat menuju kemajuan yang dimilki oleh masyarakat
pendukungnya. Konsekuensi dan implikasinya adalah bahwa Identitas Nasional
15

adalah sesuatu yang terbuka untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap
relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.
2.1.2 Muatan dan Unsur-Unsur Identitas Nasional
Identitas Nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk.
Kemajemukan itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas yaitu
suku bangsa, agama, kebudayaan dan bahasa.
1) Suku Bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif
(ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis
kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok
etnis dengan tidak kurang 300 dialek bahasa.
2) Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agamaagama yang tumbuh dan berkembang di nusantara adalah agama Islam,
Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu
pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi negara namun sejak
pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara
dihapuskan.
3) Kebudayaan, adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang
secara

kolektif

digunakan

oleh

pendukung-pendukungnya

untuk

menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan


sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan
benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
4) Bahasa: merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa
dipahami sebagai sistem perlambang yang secara arbiter dibentuk atas
unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana
berinteraksi antar manusia.

16

Dari unsur-unsur Identitas Nasional

tersebut diatas dapat dirumuskan

pembagiannya menjadi 3 bagian sebagai berikut :


1). Identitas Fundamental; yaitu Pancasila yang merupakan Falsafah Bangsa,
Dasar Negara, dan Ideologi Negara.
2) Identitas Instrumental yang berisi UUD 1945 dan Tata Perundangannya,
Bahasa Indonesia, Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan
Indonesia Raya.
3) Identitas Alamiah yang meliputi Negara Kepulauan (archipelago) dan
pluralisme dalam suku, bahasa, budaya dan agama serta kepercayaan
(agama).
2.1.3 Paham Nasionalisme Kebangsaan
a. Paham Nasionalisme Kebangsaan
Dalam perkembangan peradaban manusia, interaksi sesama manusia berubah
menjadi bentuk yang lebih kompleks dan rumit. Dimulai dari tumbuhnya kesadaran
untuk menentukan nasib sendiri. Di kalangan bangsa-bangsa yang tertindas
kolonialisme dunia, seperti Indonesia salah satunya, hingga melahirkan semangat
untuk mandiri dan bebas untuk menentukan masa depannya sendiri. Dalam situasi
perjuangan perebutan kemerdekaan, dibutuhkan suatu konsep sebagai dasar
pembenaran rasional dari tuntutan terhadap penentuan nasib sendiri yang dapat
mengikat keikutsertaan semua orang atas nama sebuah bangsa. Dasar pembenaran
tersebut, selanjutnya mengkristal dalam konsep paham ideologi kebangsaan yang
biasa disebut dengan nasionalisme. Dari sanalah kemudian lahir konsep-konsep
turunannya seperti bangsa (nation), negara (state), dan gabungan keduanya yang
menjadi konsep negara-bangsa (nation-state) sebagai komponen-komponen yang
membentuk Identitas Nasional atau Kebangsaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
Paham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan adalah sebuah situasi kejiwaan
dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara bangsa
atas nama sebuah bangsa. Munculnya nasionalisme terbukti sangat efektif sebagai
alat perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkeraman kolonial. Semangat
17

nasionalisme diharapkan secara efektif oleh para penganutnya dan dipakai sebagai
metode perlawanan dan alat identifikasi untuk mengetahui siapa lawan dan kawan.
b. Paham Nasionalisme Kebangsaan sebagai paham yang mengantarkan pada
konsep Identitas Nasional
Paham Nasionalisme atau paham Kebangsaan terbukti sangat efektif sebagai
alat perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkeraman kolonial. Semangat
nasionalisme dihadapkan secara efektif oleh para penganutnya dan dipakai sebagai
metode perlawanan, seperti yang disampaikan oleh Larry Diamond dan Marc F
Plattner, para penganut nasionalisme dunia ketiga secara khas menggunakan retorika
anti kolonialisme dan anti imperalisme. Para pengikut nasionalisme tersebut
berkeyakinan bahwa persamaan cita-cita yang mereka miliki dapat diwujudkan dalam
sebuah identitas politik atau kepentingan bersama dalam bentuk sebuah wadah yang
disebut bangsa (nation). Dengan demikian bangsa atau nation merupakan suatu badan
wadah yang di dalamnya terhimpun orang-orang yang mempunyai persamaan
keyakinan dan persamaan lain yang mereka miliki seperti ras, etnis, agama, bahasa,
dan budaya. Unsur persamaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas politik
bersama atau untuk menentukan tujuan organisasi politik yang dibangun berdasarkan
geopolitik yang terdiri atas populasi, geografis dan pemerintahan yang permanen
yang disebut negara atau state.

2.2

Demokrasi

2.2.1

Sejarah Demokrasi

18

Sebelum istilah demokrasi ditemukan oleh penduduk Yunani, bentuk


sederhana dari demokrasi telah ditemukan sejak 4000 SM di Mesopotamia Ketika itu,
bangsa Sumeria memiliki beberapa negara kota yang independen. Di setiap negara
kota tersebut para rakyat seringkali berkumpul untuk mendiskusikan suatu
permasalahan dan keputusan pun diambil berdasarkan konsensus atau mufakat.
Barulah pada 508 SM, penduduk Athena di Yunani membentuk sistem
pemerintahan yang merupakan cikal bakal dari demokrasi modern. Yunani kala itu
terdiri dari 1,500 negara kota (poleis) yang kecil dan independen. Negara kota
tersebut memiliki sistem pemerintahan yang berbeda-beda, ada yang oligarki,
monarki, tirani dan juga demokrasi. Diantaranya terdapat Athena, negara kota yang
mencoba sebuah model pemerintahan yang baru masa itu yaitu demokrasi langsung.
Penggagas dari demokrasi tersebut pertama kali adalah Solon, seorang penyair dan
negarawan. Paket pembaruan konstitusi yang ditulisnya pada 594 SM menjadi dasar
bagi demokrasi di Athena namun Solon tidak berhasil membuat perubahan.
Demokrasi baru dapat tercapai seratus tahun kemudian oleh Kleisthenes, seorang
bangsawan Athena. Dalam demokrasi tersebut, tidak ada perwakilan dalam
pemerintahan sebaliknya setiap orang mewakili dirinya sendiri dengan mengeluarkan
pendapat dan memilih kebijakan. Namun dari sekitar 150,000 penduduk Athena,
hanya seperlimanya yang dapat menjadi rakyat dan menyuarakan pendapat mereka.
Demokrasi ini kemudian dicontoh oleh bangsa Romawi pada 510 SM hingga
27 SM. Sistem demokrasi yang dipakai adalah demokrasi perwakilan dimana terdapat
beberapa perwakilan dari bangsawan di Senat dan perwakilan dari rakyat biasa di
Majelis.
2.2.2

Prinsip-prinsip demokrasi
Rakyat dapat secara bebas menyampaikan aspirasinya dalam kebijakan politik

dan sosial. Prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah
terakomodasi dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-prinsip

19

demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan
"soko guru demokrasi". Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:
1. Kedaulatan rakyat;
2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
3. Kekuasaan mayoritas;
4. Hak-hak minoritas;
5. Jaminan hak asasi manusia;
6. Pemilihan yang bebas dan jujur;
7. Persamaan di depan hukum;
8. Proses hukum yang wajar;
9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional;
10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;
11. Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
2.2.3

Asas pokok demokrasi


Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah

pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan


yang sama dalam hubungan sosial. Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat dua
asas pokok demokrasi, yaitu:
1.

Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakilwakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan
rahasia serta jujur dan adil; dan

2.

Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan


pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.

2.2.4

Ciri-ciri pemerintahan demokratis


Pemilihan umum secara langsung mencerminkan sebuah demokrasi yang

baikDalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan

20

dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia. Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi
adalah sebagai berikut:
1.

Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan


politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).

2.

Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi


rakyat (warga negara).

3.

Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.

4.

Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen


sebagai alat penegakan hukum

5.

Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.

6.

Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan
mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.

7.

Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga
perwakilan rakyat.

8.

Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih)
pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.

9.

Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan,


dan sebagainya).

2.2.5

Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia

Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia dibagi menjadi beberapa periodesasi:


1.Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi ( 1945 1950 ).
Tahun 1945 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang
ingin kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan
dengan baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal
kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan
21

Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut
UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk
menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah
mengeluarkan :

Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah


menjadi lembaga legislatif.

Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai


Politik.

Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem


pemerintahn presidensil menjadi parlementer

2. Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama


2.1

Masa demokrasi Liberal 1950 1959


Masa demokrasi liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau

berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa


demokrasi

ini

peranan

parlemen,

berkembangnya

akuntabilitas

politik

sangat

tinggi

partai-partai

Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan :

Dominannya partai politik

Landasan sosial ekonomi yang masih lemah

Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950

22

dan

politik.

Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :

Bubarkan konstituante

Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950

Pembentukan MPRS dan DPAS

2.2

Masa demokrasi Terpimpin 1959 1966


Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965

adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan


perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong
diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan
nasakom dengan ciri:

Dominasi Presiden

Terbatasnya peran partai politik

Berkembangnya pengaruh PKI

Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:

Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan

Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan


presiden membentuk DPRGR

Jaminan HAM lemah


23

Terjadi sentralisasi kekuasaan

Terbatasnya peranan pers

Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)

Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.

2.3

Pelaksanaan demokrasi Orde Baru 1966 1998


Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11

Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat
pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde baru
berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal
sebab:

Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada

Rekrutmen politik yang tertutup

Pemilu yang jauh dari semangat demokratisPengakuan HAM yang terbatas

Tumbuhnya KKN yang merajalela

Sebab jatuhnya Orde Baru:

24

Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )

Terjadinya krisis politik

TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba

Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk


turun jadi Presiden

Pelaksanaan demokrasi pada masa Reformasi 1998 s/d sekarang.

Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden
Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.

2.4

Pelaksanaan demokrasi Orde Reformasi 1998 sekarang


Demokrasi yang dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya adalah

demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan


penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak
demokratis, dengan meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi negara
dengan menegaskan fungsi, wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada
prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga-lembaga
eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR MPR
hasil
Pemilu 1999 yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya
lembaga-lembaga tinggi yang lain.

25

Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara


lain:

Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi

Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum

Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari
KKN

Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan
Wakil Presiden RI

Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV

Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum sudah dua kali
yaitu tahun 1999 dan tahun 2004
Demokrasi Indonesia pasca kolonial, kita mendapati peran demokrasi yang makin
luas. Di zaman Soekarno, kita mengenal beberapa model demokrasi. Partai-partai
Nasionalis, Komunis bahkan Islamis hampir semua mengatakan bahwa demokrasi itu
adalah sesuatu yang ideal. Bahkan bagi mereka, demokrasi bukan hanya merupakan
sarana, tetapi demokrasi akan mencapai sesuatu yang ideal. Bebas dari penjajahan
dan mencapai kemerdekaan adalah tujuan saat itu, yaitu mencapai sebuah demokrasi.
Oleh karena itu, orang makin menyukai demokrasi.
Demokrasi yang berjalan di Indonesia saat ini dapat dikatakan adalah Demokrasi
Liberal. Dalam sistem Pemilu mengindikasi sistem demokrasi liberal di Indonesia
antara lain sebagai berikut:

26

1. Pemilu multi partai yang diikuti oleh sangat banyak partai. Paling sedikit sejak
reformasi, Pemilu diikuti oleh 24 partai (Pemilu 2004), paling banyak 48 Partai
(Pemilu 1999). Pemilu bebas berdiri sesuka hati, asal memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan KPU. Kalau semua partai diijinkan ikut Pemilu, bisa muncul
ratusan sampai ribuan partai.
2. Pemilu selain memilih anggota dewan (DPR/DPRD), juga memilih anggota DPD
(senat). Selain anggota DPD ini nyaris tidak ada guna dan kerjanya, hal itu juga
mencontoh sistem di Amerika yang mengenal kedudukan para anggota senat
(senator).
3. Pemilihan Presiden secara langsung sejak 2004. Bukan hanya sosok presiden,
tetapi juga wakil presidennya. Untuk Pilpres ini, mekanisme nyaris serupa dengan
pemilu partai, hanya obyek yang dipilih berupa pasangan calon. Kadang, kalau
dalam sekali Pilpres tidak diperoleh pemenang mutlak, dilakukan pemilu putaran
kedua, untuk mendapatkan legitimasi suara yang kuat.
4. Pemilihan pejabat-pejabat birokrasi secara langsung (Pilkada), yaitu pilkada
gubernur, walikota, dan bupati. Lagi-lagi polanya persis seperti pemilu Partai atau
pemilu Presiden. Hanya sosok yang dipilih dan level jabatannya berbeda. Disana
ada penjaringan calon, kampanye, proses pemilihan, dsb.
5. Adanya badan khusus penyelenggara Pemilu, yaitu KPU sebagai panitia, dan
Panwaslu sebagai pengawas proses pemilu. Belum lagi tim pengamat independen
yang dibentuk secara swadaya. Disini dibutuhkan birokrasi tersendiri untuk
menyelenggarakan Pemilu, meskipun pada dasarnya birokrasi itu masih
bergantung kepada Pemerintah juga.
6. Adanya lembaga surve, lembaga pooling, lembaga riset, dll. yang aktif melakukan
riset seputar perilaku pemilih atau calon pemilih dalam Pemilu. Termasuk adanya

27

media-media yang aktif melakukan pemantauan proses pemilu, pra pelaksanaan,


saat pelaksanaan, maupun paca pelaksanaan.
Pesta demokrasi yang kita gelar setiap 5 tahun ini haruslah memiliki visi
kedepan yang jelas untuk membawa perubahan yang fundamental bagi bangsa
Indonesia yang kita cintai ini, baik dari segi perekonomian, pertahanan, dan
persaiangan tingkat global. Oleh karena itu, sinkronisasi antara demokrasi dengan
pembangunan nasional haruslah sejalan bukan malah sebaliknya demokrasi yang
ditegakkan hanya merupakan untuk pemenuhan kepentingan partai dan sekelompok
tertentu saja.
Jadi, demokrasi yang kita terapkan sekarang haruslah mengacu pada sendisendi bangsa Indonesia yang berdasarkan filsafah bangsa yaitu Pancasila dan UUD
1945.

RULE OF LAW
Rule of Law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke 19,
bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Ia lahir sejalan dengan
tumbuh

suburnya

demokrasi

dan

meningkatnya

peran

parlemen

dalam

penyelenggaraan negara dan sebagai reaksi terhadap negara absolut yang berkembang
sebelumnya. Rule of Law merupakan konsep tentang common law dimana segenap
lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi
supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of Law
adalah rule by the law dan bukan rule by the man. Ia lahir mengambil alih dominasi

28

yang dimiliki kaum gereja, ningrat dan kerajaan, menggeser negara kerajaan dan
memunculkan negara konstitusi dari mana

doktrin Rule of Law ini lahir. Ada

tidaknya Rule of Law dalam suatu negara ditentukan oleh kenyataan apakah
rakyatnya benar-benar menikmati keadilan, dalam arti perlakuan yang adil, baik
sesama warganegara, maupun dari pemerintah. Oleh karena itu, pelaksanaan kaidahkaidah hukum yang berlaku di suatu negara merupakan suatu premise bahwa kaidahkaidah yang dilaksanakan itu merupakan hukum yang adil, artinya kaidah hukum
yang menjamin perlakuan yang adil bagi masyarakat.
Rule of Law sebagai salah satu materi didalam matakuliah Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn). PKn sendiri merupakan desain baru kurikulum inti di PTU
yang menunjang pencapaian Visi Indonesia 2020 (Tap MPR No. VII/MPR/2001) dan
Visi Pendidikan Tinggi 2010 (HELTS 2003-2010-DGHE) dan merupakan elemen
dalam kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Ia merupakan salah
satu bentuk penjabaran UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang tidak lagi menyinggung masalah Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN)
atau di Perguruan Tinggi disebut Pendidikan Kewiraan dan ditiadakannya Pendidikan
Pancasila sebagai matakuliah tersendiri dari kurikulum Perguruan Tinggi.
3.1

Konsepsi Rule of Law


Ruang lingkup materi pembelajaran Rule of Law meliputi: Pengertian dan

lingkup Rule of Law, Issue-issue yang terkait dengan Rule of Law, Prinsip-prinsip
Rule of Law secara formal di Indonesia, Prinsip-prinsip Rule of Law secara hakiki
(materiil) dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia; dan

Strategi

pelaksanaan Rule of Law.


a.

Pengertian dan Lingkup Rule of Law


Berdasarkan pengertiannya, Friedman (1959) membedakan Rule of Law

menjadi 2 (dua), yaitu pengertian secara formal (in the formal sense) dan pengertian
secara hakiki/materiil (ideological sense).

Secara formal, Rule of Law diartikan

sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), misalnya


29

negara.

Sedangkan secara hakiki, Rule of Law terkait dengan penegakan Rule of

Law, karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk (just and unjust law).
Rule of Law terkait erat dengan keadilan, sehingga Rule of Law harus menjamin
keadilan yang dirasakan oleh masyarakat/bangsa.
Rule of Law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa
keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang
bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom.
b. Issue-issue Rule of Law
Hal-hal yang sering mengemuka dalam kaitannya dengan Rule of Law antara
lain: (1) Masih relevankah Rule of Law di Indonesia? (2) Bagaimana seharusnya
Rule of Law itu dilaksanakan? (3) Sejauhmana

komitmen pemerintah untuk

melaksanakan prinsip-prinsip Rule of Law? dan (4) Apa yang harus dilakukan agar
Rule of Law dapat berjalan efektif?

3.2

Prinsip-prinsip Rule of Law secara formal di Indonesia


Di Indonesia, prinsip-prinsip Rule of Law secara formal tertera dalam

pembukaan UUD 1945 yang menyatakan : (1) bahwa kemerdekaan itu hak segala
bangsa, ..karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan, (2)
. kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur;
(3) .. untuk memajukan kesejahteraan umum, . dan keadilan sosial; (4)
.. disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undangundang Dasar Negara Indonesia; (5) ..kemanusiaan yang adil dan beradab;
dan (6) .. serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

30

Prinsip-prinsip tersebut pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal


terhadap rasa keadilan bagi rakyat Indonesia dan juga keadilan sosial, sehingga
Pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara.
Dengan demikian, inti dari Rule of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi
masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip di atas merupakan dasar hukum
pengambilan kebijakan bagi penyelengagara negara/pemerintahan, baik di tingkat
pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan terutama
keadilan sosial.
Penjabaran prinsip-prinsip Rule of Law secara formal termuat didalam pasalpasal UUD 1945, yaitu : (1) Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3);
(2)

Kekuasaan

kehakiman

merupakan

kekuasaan

yang

merdeka

untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (pasal 24 ayat


1); (3) Segala warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya (pasal 27 ayat 1); (4) Dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat
10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum (pasal 28 D ayat 1); (5) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2).
3.3

Prinsip-prinsip Rule of Law secara Hakiki dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan
Prinsip-prinsip Rule of Law secara hakiki (materiil) sangat erat kaitannya
dengan the enforcement of the rules of law dalam penyelenggaraan pemerintahan
terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip Rule of Law.
Berdasarkan pengalaman berbagai negara dan hasil kajian menunjukkan bahwa
keberhasilan the enforcement of the rules of law tergantung kepada kepribadian
nasional masing-masing bangsa (Sunarjati Hartono, 1982). Hal ini didukung oleh
kenyataan bahwa Rule of Law merupakan institusi sosial yang memiliki struktur
31

sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Rule of Law
ini juga merupakan legalisme, suatu aliran pemikiran hukum yang didalamnya
terkandung wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat
dan negara, yang dengan demikian memuat nilai-nilai tertentu yang memiliki struktur
sosiologisnya sendiri.

Legalisme tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan

dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja
bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom. Secara kuantitatif,
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Rule of Law telah banyak
dihasilkan di negara kita, namun implementasi/penegakannya belum mencapai hasil
yang optimal, sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan Rule of Law
belum dirasakan sebagian besar masyarakat.
3.4

Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule of Law


Agar pelaksanaan (pengembangan) Rule of Law berjalan efektif sesuai dengan

yang diharapkan, maka:


a.

Keberhasilan the enforcement of the rules of law harus didasarkan


pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian nasional
masing-masing bangsa;

b. Rule of Law yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada akar
budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa;
c. Rule of Law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial,gagasan
tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus dapat
ditegakkan secara adil, dan hanya memihak kepada keadilan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dikembangkan hukum progresif
(Satjipto Rahardjo, 2004), yang memihak hanya kepada keadilan itu sendiri, bukan
sebagai alat politik yang memihak kepada kekuasaan seperti seperti yang selama ini
diperlihatkan. Hukum progresif merupakan gagasan yang ingin mencari cara untuk
mengatasi keterpurukan hukum di Indonesia secara lebih bermakna. Asumsi dasar
hukum progresif bahwa hukum adalah untuk manusia, bukan sebaliknya, hukum
32

bukan merupakan institusi yang absolut dan final, hukum selalu berada dalam proses
untuk terus menerus menjadi (law as process, law in the making). Hukum progresif
memuat kandungan moral yang sangat kuat, karene tidak ingin menjadikan hukum
sebagai teknologi yang tidak bernurani, melainkan sustu institusi yang bermoral yaitu
kemanusiaan. Hukum progresif peka terhadap perubahan-perubahan dan terpanggil
untuk tampil melindungi rakyat untuk menuju ideal hukum.

Hukum progresif

menolak keadaan status quo, ia merasa bebas untuk mencari format, pikiran, asas
serta aksi-aksi, karena hukum untuk manusia.
Arah dan watak hukum yang dibangun harus berada dalam hubungan yang
sinergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia, atau back to law and
order, kembali kepada orde hukum dan ketaatan dalam konteks Indonesia. Artinya,
bangsa Indonesia harus berani mengangkat Pancasila sebagai alternatif dalam
membangun negara berdasarkan hukum versi Indonesia sehingga dapat menjadi
Rule of Moral atau Rule of Justice yang bersifat ke-Indonesia-an yang lebih
mengedepankan olah hati nurani daripada olah otak, atau lebih mengedepankan
komitmen moral.

DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 2003. Demokrasi Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani.
Jakarta: Prenada Media
Indonesia. UUD 1945 dan Amandemennya. Bandung: Fokus Media
Malian, S. dan S. Marjuki (editor). 2003. Pendidikan Kewarganegaraan dan Hak
Asasi Manusia. UII Press: Yogyakarta.
Soemiarno, S. 2005. Hak Asasi Manusia. Makalah yang disampaikan dalam Kursus
Calon Dosen Kewarganegaraan Angkatan I , 12 23 Desember 2005. Dirjen
Dikti Depdiknas, Jakarta.

33

Syarbani, Syahrial. 2002. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi Edisi Revisi,


Jakarta: Ghalia Indonesia

34

Anda mungkin juga menyukai