Anda di halaman 1dari 18

Resusitasi pada

Neonatus
CHRISTIN
10.2009.010 / A2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
krida Wacana
Jl.Arjuna utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta

Latar Belakang
Penyebab utama kematian neonatus berhubungan secara intrinsik dengan kesehatan ibu dan
perawatan yang diterima sebelum, selama dan setelah melahirkan. Asfiksia neonatorum dan
trauma kelahiran pada umumnya disebabkan oleh manajemen persalinan yang buruk dan
kurangnya akses ke pelayanan obstetri. Asupan kalori dan mikronutrien juga menyebabkan
keluaran yang buruk. Telah diketahui bahwa hampir tiga per empat dari semua kematian
neonatus dapat dicegah apabila wanita mendapatkan nutrisi yang cukup dan mendapatkan
perawatan yang sesuai pada saat kehamilan, kelahiran dan periode pasca persalinan.1
Asfiksia neonatorum adalah keadaan di mana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan
dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera
setelah bayi lahir. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor
terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstra uterin.2
Transisi dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin melibatkan serangkain perubahan fisiologi
kompleks yang di mulai sebelum lahir. Yang mengejutkan adalah walaupun bayi mengalami
sedikit hipoksemia intermeten selama persalinan, namun sebagian besar pada akhirnya
menjalani transisi ini.

PEMBAHASAN

1. Penatalaksanaan
Resusitasi
Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi
dan membatasi gejala sisa (sekuel) yang mungkin timbul di kemudian hari. Tindakan
yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir. Sebelum resusitasi
dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa :
1) faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, perubahan
hemoestatis yang timbul makin berat, resusitasi akan lebih sulit dan kemungkinan
timbulnya sekuel akan meningkat.
2) kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/hipoksia antenatal tidak dapat
diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia/ hipoksia pascanatal
harus dicegah dan diatasi.
3) riwayat kehamilan dan partus akan memberikan keterangan yang jelas tentang
faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru lahir.
4) penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat
dipilih dan ditentukan secara adekuat.
Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat:
1) Memberikan lingkungan yang baik dan mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas
serta merangsang timbulnya pernafasan yaitu agar oksigenasi dan pengeluaran CO2
berjalan bebas.
2) Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukan usaha
pernafasan lemah.
3) Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
4) Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.

Cara resusitasi, terbagi atas tindakan umum dan tindakan khusus.


Tindakan Umum :
a. Pengawasan suhu. Penurunan suhu tubuh mempertinggi metabolisme sel jaringan
sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Harus dicegah/dikurangi kehilangan panas
dari kulit. Pemakaian sinar lampu yang cukup kuat dikerjakan untuk mengurangi
evaporasi. Badan dan kepala neonatus dikeringkan dengan kain kering hangat, dan
diletakkan telanjang di bawah alat / lampu pemanas radiasi untuk mencegah
kehilangan panas. Namun harus diperhatikan pula agar tidak terjadi pemanasan yang
berlebihan pada tubuh bayi
b. Pembersihan jalan nafas. Bayi diletakkan terlentang dengan leher sedikit tengadah
dalam posisi menghidu agar posisi farings, larings dan trake dalam satu garis lurus
yang akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk
melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup dan atau untuk pemasangan pipa
endotrakeal
c. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan.
-

Pada sebagian besar bayi pengisapan lendir dan cairan amnion yang dilakuakn
melalui nasofaring akan menimbulkan rangsangan pernafasan.

Pengaliran O2 yang cepat ke dalam mukosa hidung dapat merangsang refleks


pernafasan yang sensitif dalam mukosa hidung dan faring.

Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak
kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamain K
terhadap bayi tertentu.

Tindakan Khusus
Pada umumnya bayi baru lahir dengan depresi kardiorespirasi ringan sedang akan berespon
baik terhadap rangsang taktil yang ditandai dengan meningkatnya denyut jantung dan
bertambahnya usaha respirasi. Usaha yang lain adalah dengan menggosok punggung bayi dan
memukul telapak kaki bayi. Mengeringkan tubuh bayi, pengisapan lendir atau cairan ketuban

dari mulut dan hidung, pada dasarnya adalah tindakan rangsangan. Untuk bayi yang sehat,
prosedur tersebut sudah cukup untuk menimbulkan pernafasan.
Setelah dilakukan tahapan awal diatas, kita pantau frekuensi napas, jantung, serta warna kulit.
Bila bayi tidak bernapas (apneu), frekuensi jantung < 100/menit, lakukan Ventilasi Tekanan
Positif. 2
Langkah ini digunakan untuk membantu usaha napas bayi. Menggunakan balon/sungkup
resusitasi. Bayi diberikan oksigen 21%-100% dengan frekuensi 40-60/ menit. Setelah 30
detik melakukan VTP, periksa frekuensi jantung. Bila < 60/menit, lanjutkan dengan
kompresi dada dan VTP tetap dijalankan. Pada kompresi dada diperlukan 2 orang.
Lokasi kompresi dada : Gerakkan jari-jari sepanjang tepi bawah iga sampai mendapatkan
sifoid.Letakkan ibu jari atau jari-jari pada tulang dada di atas/superior sifoid.

Dalamnya kompresi dada : sekitar 1/3 diameter antero posterior dada. Lama penekanan lebih
pendek dari lama pelepasan curah jantung maximum.
Koordinasi VTP dan Kompresi dada :

1 siklus: 3 kompresi & 1 ventilasi dalam 2 detik (3:1)


Frekuensi: 90 kompresi + 30 ventilasi dalam 1 menit
(berarti 120 kegiatan per menit)
Dilakukan dalam 30 detik 15 siklus

Penilaian frekuensi denyut jantung:

Bila < 60 / menit beri obat (epinefrin) melalui vena umbilikal atau pipa endotrakea.

Obat2 lain sesuai indikasi.


Bila > 60 / menit kompresi dada dihentikan.
4

VTP dilanjutkan sampai > 100 / menit dan bayi bernapas spontan.

Langkah-Langkah Resusitasi
1

Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan

2
3
4

selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.


Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.
Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih

kemudian lanjutkan ke hidung.


Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-

usap punggung bayi.


Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik,
hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis
penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit,
lakukan ventilasi tekanan positif.
Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui
ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak
menutupi mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut,

kecepatan PPV 40 60 x / menit.


Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan
10.
100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
60 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian
PPV.
60 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan

PPV, disertai kompresi jantung.


< 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
Kompresi jantung
Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara
kompresi jantung :
Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain
mengelilingi tubuh bayi.
Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain

menahan belakang tubuh bayi.


Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.

8. Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut
jantung >100x/menit dan bayi dapat nafas spontan.
5

9. Jika denyut jantung 0 atau <10x/menit, lakukan pemberian obat epineprin 1:10.000
dosis 0,20,3 mL/kgBB secara IV.
10. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100x/menit hentikan obat.
11. Jika denyut jantung <80x/menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap 3
5 menit.
12. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak rewspon terhadap
di atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara
IV selama 2 menit.3
Tindakan khusus

Asfiksia berat
Berikan O2 dengan tekanan positif dan intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat
dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya dengan O2. Tekanan O2 yang
diberikan tidak 30 cm H 20. Bila pernafasan spontan tidak timbul lakukan message
jantung dengan ibu jari yang menekan pertengahan sternum 80 100 x/menit.

Asfiksia sedang/ringan
Pasang selang pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila
gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi
maksimal beri Oz 1-2 1/mnt melalui kateter dalam hidung, buka tutup mulut dan
hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah secara teratur 20x/menit

Bila VTP perlu dilanjutkan lama, diharapkan memasang pipa orogastrik untuk mengatasi
distensi lambung karena distensi lambung dapat menekan diafragma sehingga menghambat
pengembangan paru dan mengakibatkan aspirasi dan regurgitasi.

ANAMNESIS
Tujuan dari anamnesis adalah untuk menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi atau
tidak. Hal-hal yang ditanyakan :

Apakah bayi cukup bulan/tidak


Apakah cairan amnion bersih dari mekonium atau tidak
Apakah terjadi gangguan saat lahir/tidak
Apakah bayi bernapas atau menangis (perhatikan dada bayi)
Apakah tonus otot baik/tidak (fleksi dan bergerak aktif)
Bagaimaa warna kulit saat lahir

PEMERIKSAAN
Fisik

Pemeriksaan tanda-tanda vital


Pemeriksaan fisik untuk asfiksia neonatorum adalah penilaian score apgar pada bayi:

Klinis

0
Detak jantung

>100x/menit
Tak teratur

1
Tidak ada
Pernafasan

Tangis kuat

2
< 100 x/menit
Tidak ada
Refleks saat jalan nafas
dibersihkan

Tidak ada
Tonus otot

Menyeringai
Lunglai

Batuk/bersin
Fleksi
ekstrimitas Fleksi kuat gerak aktif
(lemah)

Nilai 0-3 : Asfiksia berat


Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit
masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar
berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis,
bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak
menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar) 4
A

Nilai Apgar menit pertama 7 - 10 : biasanya bayi hanya memerlukan tindakan


pertolongan berupa penghisapan lendir / cairan dari orofaring dengan menggunakan
bulb syringe atau suction unit tekanan rendah. Hati-hati, pengisapan yang terlalu
kuat / traumatik dapat menyebabkan stimulasi vagal dan bradikardia sampai henti
jantung.

Nilai Apgar menit pertama 4 - 6 : hendaknya orofaring cepat diisap dan diberikan O2
100%. Dilakukan stimulasi sensorik dengan tepukan atau sentilan pada telapak kaki
dan gosokan selimut kering pada punggung. Frekuensi jantung dan respirasi terus
dipantau ketat. Bila frekuensi jantung menurun atau ventilasi tidak adekuat, harus
8

diberikan ventilasi tekanan positif dengan kantong resusitasi dan sungkup muka. Jika
tidak ada alat bantu ventilasi, gunakan teknik pernapasan buatan dari mulut ke
hidung-mulut.

Nilai Apgar menit pertama 3 atau kurang : bayi mengalami depresi pernapasan yang
berat dan orofaring harus cepat dihisap. Ventilasi dengan tekanan positif dengan O2
100% sebanyak 40-50 kali per menit harus segera dilakukan. Kecukupan ventilasi
dinilai dengan memperhatikan gerakan dinding dada dan auskultasi bunyi napas. Jika
frekuensi jantung tidak meningkat sesudah 5-10 kali napas, kompresi jantung harus
dimulai. Kompresi dinding dada dapat dilakukan dengan melingkari dinding dada
dengan kedua tangan dan menggunakan ibu jari untuk menekan sternum atau dengan
menahan punggung bayi dengan satu tangan dan menggunakan ujung dari jari
telunjuk dan jari tengah dari tangan yang lain untuk menekan sternum. Tehnik
penekanan dengan ibu jari lebih banyak dipilih karena kontrol kedalaman penekanan
lebih baik.

Tekanan diberikan di bagian bawah dari sternum dengan kedalaman 1,5 cm dan
dengan frekuensi 90 X / menit. Dalam 3 X penekanan dinding dada dilakukan 1X
ventilasi sehingga didapatkan 30 X ventilasi per menit. Perbandingan kompresi
dinding dada dengan ventilasi yang dianjurkan adalah 3 : 1. Evaluasi denyut jantung
dan warna kulit tiap 30 detik. Bayi yang tidak berespon, kemungkinan yang terjadi
adalah bantuan ventilasinya tidak adekuat, karena itu adalah penting untuk menilai
ventilasi dari bayi secara konstan.
Jika frekuensi jantung tetap di bawah 100 kali per menit setelah 2-3 menit, usahakan
melakukan intubasi endotrakeal.
Kalau frekuensi jantung tetap kurang dari 100 setelah intubasi, berikan 0.5 - 1 ml
adrenalin (1:10.000). Dapat juga secara intrakardial atau intratrakeal, tapi lebih
dianjurkan secara intravena.
Jika tidak ada ahli yang berpengalaman untuk memasang infus pada vena perifer bayi,
lakukan kateterisasi vena atau arteri umbilikalis pada tali pusat, dengan kateter
9

umbilikalis. Sebelum penyuntikan obat, harus dipastikan ada aliran darah yang bebas
hambatan. Dengan demikian pembuluh tali pusat dibuat menjadi drug/fluid transport
line.
Jangan memasukkan larutan hipertonik seperti glukosa 50% atau natrium bikarbonat
yang tidak diencerkan melalui vena umbilikalis, karena dapat merusak parenkim hati.
Bayi dengan asfiksia berat yang tidak responsif terhadap terapi atau mempunyai
frekuensi jantung yang adekuat tetapi perfusinya buruk, hendaknya diberikan cairan
ekspansi volume darah ( plasma volume expander ) : 10 ml/kgBB Plasmanate atau
albumin 5% secara infus selama 10 menit. Kalau diduga banyak terjadi perdarahan,
berikan transfusi 10 ml/kgBB darah lengkap (whole blood).

Bila bradikardia menetap : ulangi dosis adrenalin. Dapat juga diberikan kalsium
glukonat 10% untuk efek inotropik 50-100 mg/kgB intravena perlahan-lahan, atau
sulfas atropin untuk antikolinergik / terapi bradikardia 0.01 mg/kgBB.
Penunjang
Laboratorium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil

asidosis

pada darah tali pusat: 5

PaO 2 < 50 mm H 2 O
PaCO 2 > 55 mm H 2
pH < 7,30
Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan

penunjang diarahkan pada kecurigaan atas komplikasi, berupa :

Darah perifer lengkap


Pemeriksaan radiologi/foto dada
Analisis gas darah sesudah lahir
Pemeriksaan radiologi/foto abdomen tiga posisi
Gula darah sewaktu
Pemeriksaan USG Kepala
Elektrolit darah (Kalsium, Natrium, Kalium)
Pemeriksaan EEG
Ureum kreatinin
CT scan kepala
Laktat

10

Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :


1

Denyut jantung janin


Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebihlebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya

Mekonium dalam air ketuban


Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi
kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya
mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

Pemeriksaan pH darah janin


Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil
pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya.
Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah
7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan
teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera
setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin
timbul.
Faktor Resiko
Penggolongan penyebab kegagalan pernapasan pada bayi yang terdiri dari:
1. Faktor ibu
-

Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetika atau anastesia dalam.
11

Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan
menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plaasenta dan demikian pula
ke janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan;
o gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus
akibat penyakit atau obat.
o hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
o hipertensi pada penyakit eklamsia dan lain-lain.

2. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin di pengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya
solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
3. Faktor Fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan
aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat
melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernafasan paa bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu;
o pemakaian obat anatesia atau analgetika yang berlebihan pada ibu secara
langsung, dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin
o trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial
o kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diagframatika, atresia atau
stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain.

Perawatan Pasca Resusitasi


Evaluasi setelah resusitasi
12

Telah berhasil melakukan resusitasi maka bayi sangat rentan terhadap :


1) Terdapat hipotermia
-

Selama melakukan resusitasi

Masukan langsung pada incubator, sehingga hilangnya panas badan dapat dikurangi.

2) Gangguan pernafasan
-

Paru

Pneumotoraks

Penyakit membrane lain

Aspirasi mekoneum

Infeksi pneumonia

3) Gangguan susunan saraf pusat :


-

Terjadi depresi

Gangguan menelan atau makan

IQ rndah atau turun akibat kerusakan sel otak

Dapat terjadi konvulsi

4) Muntah-muntah : aspirasi mekoneum atau darah


5) Terjadi hipoglikemia
-

Perlu perhatikan karena dapat merusak metabolisme

Merusak sel otak dan jantung

6). Perut kembung.


Karena O2 masuk ke dalam usus atau lambung. Dengan demikian memerlukan
perawatan khusus di unit pelayanan intensif neonatus. Kejadian ini kan berlangsung
bila tenaga kesehatan yang melakukan resusitasi sudah terampil dan mengetahui
tugasnya dengan baik.
13

EPIDEMIOLOGI
Asfiksia merupakan penyebab utama kematian pada neonatus. Di negara maju, asfiksia
menyebabkan kematian neonatus 8-35%. Di daerah pedesaan Indonesia 31-56,5%. Insidensi
asfiksia pada menit 1= 47/1000 lahir hidup dan pada menit 5= 15,7/1000 lahir hidup.
Faktor predisposisi
Ibu :
1
2
3
4

Gangguan his misalnya hipertoni dan tetani


Hipotensi mendadak pada ibu karena pendarahan misalnya plasenta previa
Hipertensi pada eklamsi
Gangguan mendadak pada plasenta seperti salutio plasenta

Janin :
1
2

Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat
Depresi pernafasan karena obat-obat anastesi/analgesik yang diberikan kepada ibu,

pendarahan intrakranial dan kelainan bawaan


Ketuban keruh/meconium

PENATALAKSANAAN
Obat yang diberikan pada fase akut resusitasi adalah epinefrin. Obat-obat lain digunakan
pada pasca resusitasi atau pada keadaan khusus lainnya. 7
(1) Epinefrin
Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah
dilakukan VTP dan

kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin

tidak boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan
meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan 0,1-0,3
14

ml/kgBB larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB) intravena atau melalui selang
endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi jantung tidak
meningkat. Dosis maksimal diberikan jika pemberian dilakukan melalui selang
endotrakeal
(2) Volume Ekspander
Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir yang dilakukan
resusitasi

mengalami

hipovolemia

dan

tidak

ada

respon

dengan

resusitasi,

hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya
pucat,

perfusi

buruk,

nadi

kecil

atau

lemah,

dan

pada

resusitasi

tidak

memberikan respon yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit.
Dapat diulang sampai menunjukkan

respon klinis. Jenis cairan yang diberikan dapat

berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi golongan darah O
negatif jika diduga kehilangan darah banyak.
(3) Bikarbonat
Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru lahir yang
mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan
bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan
pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau
4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya terdapat BicNat dengan konsetrasi
7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara
intra vena dengan kecepatan tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit.

(4) Nalokson
Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan indikasi depresi
pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam waktu 4 jam
sebelum melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus adekuat dan stabil.
Cara pemberian intravena atau melalui selang endotrakeal. Bila perfusi baik dapat
diberikan melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis yang diberikan 0,1 mg/kg BB,
perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan 1 mg/ml.

15

KOMPLIKASI
Meliputi berbagai organ yaitu : 8
1

otak
Hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis\

Jantung dan paru


Hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema paru

gastrointestinal
Enterokolitisnekrotikans

Ginjal
Tubular nekrosis akut

Hematologi
DIC

PREVENTIF
Pencegahan

terhadap

asfiksia

neonatorum

adalah

dengan

menghilangkan

atau

meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu
hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari.
Upaya peningkatan derajat

kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu

intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat
banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat
dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral
yang saling terkait. Adanya kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan kerjasama
antar tenaga obstetri di kamar bersalin. Perlu diadakan pelatihan untuk penanganan situasi
yang tak diduga dan tidak biasa yang dapat terjadi pada persalinan. Setiap anggota tim

16

persalinan harus

dapat

mengidentifikasi

situasi

persalinan

yang

dapat

menyebabkan kesalahpahaman atau menyebabkan keterlambatan pada situasi gawat.


Pada bayi dengan prematuritas, perlu diberikan kortikosteroid untuk meningkatkan
maturitas paru janin.
Antisipasi

dini

mengalami

perlunya

dilakukan

resusitasi

pada

bayi

yang

dicurigai

depresi pernapasan untuk mencegah morbiditas dan mortilitas lebih

lanjut
Pada setiap kelahiran, tenaga medis harus siap untuk melakukan resusitasi pada bayi baru
lahir karena kebutuhan akan resusitasi dapat timbul secara tiba-tiba. Karena alasan
inilah, setiap kelahiran harus dihadiri oleh paling tidak seorang tenaga terlatih dalam
resusitasi neonatus, sebagai penanggung jawab pada perawatan bayi baru lahir. Tenaga
tambahan akan diperlukan pada kasus-kasus yang memerlukan resusitasi yang lebih
kompleks. Dengan pertimbangan yang baik terhadap faktor risiko, lebih dari separuh
bayi baru lahir yang memerlukan resusitasi dapat diidentifikasi sebelum lahir, tenaga
medis dapat

mengantisipasi

dengan

memanggil

tenaga

terlatih

tambahan,

dan

menyiapkan peralatan resusitasi yang diperlukan.

PROGNOSIS
Asfiksia Ringan : Tergantung pada kecepatan penatalaksanaan
Asfiksia Berat : Dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama kelainan saraf. Asfiksia
dengan PH 6,9 dapat menyababkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis permanen,
misalnya retardasi mental.

DAFTAR PUSTAKA
1

Santoso, Mardi. Pemeriksaan fisik diagnostic. Anamesa. Jakarta: Bidang Penerbitan


Yayasan Diabetes Indonesia; 2004.h.2-3

17

Matondang CS, Wahidayat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisis pada anak. Beberapa Cara
Pengukuran. Jakarta: CV Sagung Seto;2009.h.173-82.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku
kuliah ilmu kesehatan anak 3. Dalam: Hasan R, Alatas H, penyunting. Perinatologi.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007.h.1072-81.

Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu kebidanan. Edisi ke 3. Jakarta: Gramedia; 1991.h.709-14.

Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatric. Edisi ke 3. Jakarta: EGC; 2008.h. 49-43.

Lissauer T, Fanaroff AA, Rodriguez RJ, Weidling M. At a Glance Neonatologi. Dalam:


Amalia Safitri. Persalinan. Jakarta: Erlangga; 2009.h.32-7

Manuaba, Ida Ayu Chandranita. Pengantar kuliah obstetric. Kegawatadaruratan pada


neonatus. Jakarta: EGC; 2007.h.841-8.

18

Anda mungkin juga menyukai