Anda di halaman 1dari 9

D - EXPONENT

Oleh :
Nama : Muhammad Iqbal Alfarisih
NIM : 1301246
Kelas ; Teknik Perminyakan Reguler 2013

Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas


Balikpapan
2015

DAFTAR ISI

Pendahuluan.. 2
Isi .. 3
Daftar Pustaka . 7

PENDAHULUAN

Dalam melakukan proses pemboran dalam dunia perminyakan akan dilakukan beberapa
tahapan awal untuk menilai tingkat efisiensi, ekonomi dari proses pemboran tersebut. Proses
awal yang dilakukan dalam proses pemboran ialah menilai formasi. Baik dari sifat fisik batuan,
sifat fisik fluida, maupun tekanan formasi. Ada beberapa parameter pemboran yang dilakukan
untuk mendeteksi tekanan formasi. Salah satu hal yang dihindari dari proses pemboran adalah
tekanan yang berlebih dari formasi yang biasa dikarenakan oleh kompaksi formasi yang tidak
cukup baik karena bertambahnya kedalaman lubang sumur, dan pada zona transisi yang
batuannya lebih berongga atau tidak kompak dibandingkan dengan formasi normal yang lebih
kompak sehingga akan meningkatkan ROP (Rate Of Penetration) atau yang biasa disebut dengan
laju penetrasi kedalam lubang sumur.
Di dalam proses pemboran tekanan diferensial antara tekanan hidrostatik dan tekanan
pori pada formasi di zona transisi akan menurun sehingga menghasilkan ROP yang lebih besar,
sehingga dibutuhkan metode untuk menghasilkan ROP yang normal. Salah satu metode yang
digunakan yaitu dengan D Exponent

ISI

D Exponent adalah salah satu metode yang digunakan untuk menghitung tekanan pori
pada formasi, metode ini dikembangkan oleh Bingham (1964) untuk mendeteksi tekanan
berlebih berdasarkan laju pemboran. Dimana ia menyatakan persamaan laju pemboran sebagai
berikut :
R=a N

W d

( B

Dimana :
R : penetration rate (ft/hr)
N : rotary speed (rpm)
W : weight on bit (lb)
B : bit diameter (in)
a : matrix strength constant
d : formation drillability
e : rotary speed exponent
Jordan and Shirley (1966) mempernaru persamaan dari Bingham dimana lebih mempertegas
d didalam persamaan sebelumnya. Persamaan ini menyederhanakan persamaan sebelumnya
dengan mengasumsikan bahwa batuan yang dibor tidak berubah (a = 1) dan eksponen kecepatan
putar (e) sama dengan satu. Eksponen kecepatan putar telah ditemukan dengan percobaan
dimana nilainya sangat dekat dengan satu. Ini menghilangkan variable yang bergantung pada
litologi dan kecepatan putar. Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut maka didapatkan persamaan
sebagai berikut :

12W
R
d = log ( 60 N ) / log ( 10 6 B )
dimana :
R : penetration rate (ft/hr)
N : rotary speed (rpm)

W : weight on bit (lb)


B : bit diameter (in)
d : formation drillability
dimana d menggantuikan b dari persamaan Bingham. Manipulasi dari persamaan ini
menormalkan variable dalam pengeboran sehingga d lebih tergantung pada tekanan diferensal
daripada parameter operasi. Pada aplikasi di lapangan d-exponent seharusnya member i respon
dari efek yang dihasilkan oleh tekanan diferensial, seperti gambar berikut :

Persamaan ini yang dikenal dengan persamaan d-exponent.


4
Nilai dari R, N, W, dan B bisa
diketahui atau diukur dipermukaan maka nilai dari d-exponent bisa ditentukan dan membuat plot
dengan kedalaman seluruh sumur. Nilai dari d dapat ditemukan dengan menggunakan
nomograph.

Nomograph untuk menghitung d exponent

Rehm dan McClendon membuat persamaan akhir dengan menyadari bahwa apabila
berat jenis lumpur meningkat maka akan menutupi perbedaan antara tekanan normal formasi dan
tekanan fromasi yang sebenarnya. Mereka menyatakan dengan rasio yang normal pada
persamaan ini untuk memperhitungkan efek kenaikan lumpur:
dc

= d (normal formation pressure) / ( actual mud weight)

dimana:
d c = corrected d-exponent
normal formation pressure

= lb/gal
actual mud weight = lb/gal

dc exponent member definisi yang lebih baik mengenai transisi, dapat diketahui dari gambar
perbandingan antara f dan dc exponent menggunakan geopressure detection berikut :

DAFTAR PUSTAKA

Drilling Engineering Heriot-Watt University


Drilling Engineering - Adams

Anda mungkin juga menyukai