Anda di halaman 1dari 8

PERAN TEKNOLOGI INFORMASI

DI BIDANG PEMERINTAHAN

Pembahasan Pemerintahan

1.1Latar Belakang
Ditemukannya sejuhlam identitas ganda yang dimiliki sejumlah teroris dan anggota
masyarakat yang sempat diperiksa kepolisian, pemalsuan paspor oleh para penjahat
kerah putih, serta kasus surat “peringatan” dari Direktorat Pajak belum lama ini yang
ternyata banyak salah sasaran memiliki benang merah yang sama. Hal-hal tersebut
menghangatkan kembali diskursus tentang buruknya tata kependudukan di Indonesia.
Berbagai anomali administrasi itu mengindikasikan tidak adanya kesungguhan dalam
merapikan data kependudukan yang sesungguhnya sangat penting. Data yang ada
ternyata tidak akurat, tidak relevan, dan tidak diintegrasikan oleh instansi-instansi
terkait. Akibatnya, pada level pemerintahan, nyaris tidak ada manfaat sama sekali
yang bisa diperoleh dari data kependudukan tersebut. Pada saat yang sama masyarakat
sudah kadung memandang sinis bahwa surat-surat kependudukan bahkan yang paling
mendasar sekalipun (Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk, dan Surat Izin
Mengemudi) dianggap sebagai sesuatu yang kegunanaannya tidak lebih dari “sekedar
jaga-jaga saat ada insfeksi”.
Problem-problem diatas, dapat teratasi lewat pembangunan tata pemerintahan,
termasuk kependudukan, berbasis elektronik (electronic based government, e-
government). Secara pragmatis, e-government dapat meningkatkan efisiensi sekaligus
menekan praktek penyimpangan administrasi negara. Lebih mendasar lagi, dari kaca
mata politik demokrasi, melalui tiga kerangka kerjanya, yang terdiri atas e-
government consultation, dan e-decision-making, komitmen dan keberhasilan
pemerintah suatu negara, dalam menyelenggarakan e-government dapat dijadikan
indikator kesediaan pemerintah tersebut dalam berbagi informas dan pengetahuan
dengan warganya.
Secara lebih mendalam departemen instansi pemerintah dalam mempersiapkan visi
dan misi kebijaka teknologi informasi, lebih melihat pada faktor equity (menjadikan
teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi penggunaan umum).
Dibandingkan dengan keempat faktor yang lainnya yaitu demokratisasi, transparansi,
akuntabilitas dan globalisasi. Untuk mencapai target penerapan teknologi informasi
yang efektif perlu diadakan komputerisasi pemerintahan atau e-government dan
sumber daya manusia dan pendidikan. Alasannya karena penerapan teknologi
informasi akan menjadi optimal apabila Am/pengetahuan para pemakai atau
pengguna jasa teknologi benar-benar memahami teknologi sehingga sasaran
penerapan teknologi informasi tercapai.
Untuk mencapai pada tingkat e-government maka langkah pertama yang menjadi
sasaran jangka pendek adalah :
1.Perlu adanya persiapan sumber daya manusia dan teknologi informasi.
2.Pelayanan informasi publik.
3.Pengadaan teknologi informasi
1.2Tujuan Penulisan
Tulisan ini bertujuan untuk :
1.Para pembaca lebih memahami tentang teknologi informasi.
2.Pembaca mengetyahui manfaat teknologi informasi
3.Pembaca mengetahui sejauh mana tingkat kemajuan pemerintah Indonesia dalam
bidang teknologi informasi.

1.3Sistematika Penulisan
Dalam membuat tulisan ini kelompok kami memakai metode studi kepustakaan
dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan topik pembahasan serta mencoba
mengakses dari berbagai situs internet. Adapun kerangka penulisan ini terdiri dari :
1.Bab I Pendahuluan
2.Bab II Isi
3.Bab III Analisa dan Kesimpulan

BAB II
ISI

2.1E-Government dan Kesiapan Indonesia


Kendati e-Government diyakini andal, penelitian yang dilakukan Perserikatan
Bangsa-Bangsa terhadap 21 instansi pelayanan publik nasional di 919 negara (pada
2003) menemukan bahwa pembangunan e-government bukanlah perkara penyediaan
perangkat teknologi semata. Masalah yang lebih kompleks justru berkutata pada
penyiapan sumber daya manusia, yakni para pengguna (anggota masyarakat) dan
penyedia sekaligus pengolah informasi (instansi pelayanan publik).
Dari sisi pengguna syarat paling mendasar bagi keberhasilan teknologi informasi,
komunikasi yang signifikan dikalangan masyarakat. Lebih luas lagi information
Cociety Comission (2003) menyebutkan bahwa kesiapan e-government dapat
diantimasi berdasarkan posisi atau suatu negara pada Human Development Index
(HDU).
Menjadikan HDI sebagai dasar untuk mengukur kesiapan Indonesia dalam ber e-
government tampaknya menghasilkan gambaran yang tidak begitu menggembirakan.
Meskipun menunjukkan peningkatan pada sejumlah indikator kesejahteraan manusia,
posisi Indonesia pada 2004, dibandingkan dengan 2003 hanya naik satu anak tangga
ke peringkat 111 dari sekitar 170 yang diteliti. Ini berarti masih dibutuhkan upaya
keras jangka panjang guna memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia,
sebagai persyaratan langsung bagi e-participation.

2.2E-Participation Terhadap E-Government


e-participation bermakna sebagai derajat keikutsertaan masyarakat dalam
kedudukannya selaku subyek sekaligus objek e-government. Subyek dalam
pengertian bahwa masyarakat merupakan pihak yang memiliki kesempatan dan
inisiatif untuk mempengaruhi pemerintah dalam perumusan berbagai kebijakan
publik. Dan obyek dengan makna bahwa kebijakan-kebijakan itu pada gilirannya akan
dikenakan pada seluruh masyarakat juga.
Secara simultan e-government juga mengaharuskan adanya kesediaan dan kepastian
generik aparat pelayanan publik dalam mengelola informasi demi kepentingan para
satkeholder. Dimilikinya situs resmi oleh hampir semua instansi pemerintah pada
kenyataannya tidak disertai oleh pengelolaan yang konsisten terhadap situs-situs
tersebut. E-information berkualitas rendah akibat situs yang hanya berisikan informasi
usang. Beragam masukan juga tidak ditanggapi dengan baik, dan segera yang
menyebabkan e-consultation tidak berjalan dengan semestinya.
Saat e-information dan e-consultation tidak terealisasi, e-decision making lebih parah
lagi. Situs tidak berfungsi optimal sebagai media interaktif antara masyarakat dan para
pelayannya. Akibatnya manfaat situs-situs pelayanan publik itu terhadap proses
demokratisasi pun sangat rendah karena tidak mendorong masyarakat untuk aktif urun
rembuk dalam peningkatan kualitas pelayanan serta penyusunan dan perubahan
kebijakan publik.

2.3Dampak E-Government
Keberadaan e-government akan berimbas pada dimensi sumber daya manusia disetiap
pelayanan publik. Tidak tertutup kemungkinan akan meruyaknya kekhawatiran yang
disebabkan oleh rasionalisasi jumlah karyawan. Karyawan yang dinilai tidak memiliki
kesediaan dan kemampuan generik untuk menjalankan e-government akan
berhadapan dengan dua resiko; diberhentikan (retrenchment) atau menjadi pelatihan
dalam rangka membentuk kompetensi lunak (soft compentencies) dan keterampilan
kerja serta mengintegrasikan diri kedalam struktur informasi yang baru.
Sementara kompetensi lunak berfokus pada mentalitas kerja, pelatihan keterampilan
kerja dipusatkan pada bidang berteknologi informasi dan komunikasi, manajemen
proyek, manajemen perubahan, serta kemampuan membangun kemitraan. Terkait
dengan begitu pentingnya penyiapan para aparat pelayanan publik, Information
Society Commision (2003) menegaskan, kepemimpinan memainkan peran sangat
penting dalam menciptakan atmosfer positif bagi perubahan birokrasi kantor-kantor
pemerintah. Dengan lompatan kuantum kearah implementasi e-government kita bisa
berharap, tata pemerintahan dan kependudukan di Indonesia akan berlangsung lebih
demokratis, efisien, dan bersih.

2.4Dukungan Teknologi Informasi Untuk Pelayanan Publik.


Saat ini informasi yang dapat diakses oleh publik masih amat terbatas sifatnya, berupa
informasi umum mengenai departemen/institusi dan belum berupa informasi yang
berkaitan dengan sistem prosedur atau tata cara yang berhubungan dengan pelayanan
publik. Salah satu yang menyebabkan keterbatasan ini adalah tidak adanya acuan atau
panduan di tingkat nasional, seperti yang diharapkan oleh sebagian besar
departemen/institusi tersebut dalam bentuk suatu kebijakan yang jelas untuk
menyebarkan informasi atau data secara umum kepada publik.
Di sisi lain sebagian besar departemen/institusi melihat belum mapannya dukungan
infrastruktur dan kurangtnya ketersediaan sumber dana dan sumber daya manusia
yang memadai sebagai beberapa kendala yang harus diatasi sebelum pelayanan publik
dengan dukungan teknologi informasi dapat ditingkatkan.
Dari sisi dampak positif akan penerapan teknologi informasi dalam pelayanan publik,
sebagian besar departemen/institusi lebih mengharapkan adanya peningkatan kerja
organisasinya sendiri dalam bentuk meningkatnya pelayanan dan efisiensi dari
birokrasi, walaupun sebagian sudah melihat adanya peningkatan dalam aspek
transparansi birokrasi.
a.Pengembangan dan riset teknologi informasi
Kegiatan pengembangan yang banyak dilakukan oleh departemen/institusi pemerintah
adalah pengembangan perangkat lunak. Sedangkan produk “lokal” yang sering
mereka gunakan adalah masih sebatas jasa pelatihan.
Sebagian besar menganggap faktor dana sebagai penghambat utama dalam
pengembangan ini.
Ke depan, mereka mengharapkan dukungan strategi, prioritas dan arah kebijakan riset
dan strategi pengembangan tenaga ahli di bidang teknologi informasi sebagai bagian
dari kebijakan nasional di bidang teknologi informasi untuk dapat meningkatkan
jumlah dan mutu hasil riset di bidang teknologi informasi.

b.Manajemen dan evaluasi teknologi informasi


Sudah cukup banyak departemen/institusi pemerintah yang sadar akan perlunya suatu
evaluasi investasi teknologi informasi sebagai bahan untuki membuat rencana ke
depan. Namun, belum semuanya melihat dari kebutuhan evaluasi internal.
Kendala utama yang dirasakan menghambat evaluasi pemanfaatan teknologi adalah
karena hal ini belum menjadi bagian atau keharusan dari investasi teknologi
informasi.
Dalam melakukan evaluasi keberhasilan investasi teknologi informasi, maka
departemen/institusi pemerintah menganggap kriteris yang paling adalah efeksifitas
dan kualitas dalam pelayanan kemudian diikuti oleh produktivitas dan pelayanan
organisasi serta pemanfaatan dan utilisasi teknologi informasi. Sementara faktor
efisiensi dalam mengurangi biaya operasi dan penyelenggaraan dan pengelola
korporat (organisasi perusahaan) yang efektif dan baik masih belum dilihat sebagai
kritel yang penting untuk dievaluasi.
Sementara itu, hampir semua departemen/institusi pemerintah menganggap peran dan
dukungan pimpinan (manajemen puncak) dalam pengembangan dan pemanfaatan
teknologi informasi sebagai faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan investasi
di bidang teknologi informasi.

2.5Infrastruktur Teknologi Informasi


Kondisi perangkat keras, sebagian besar departemen/institusi pemerintah umumnya
terdiri dari PC yang tampaknya telah terhubung dalam suatu jaringan lokal. Sebagian
besar dari instansi ini telah memiliki hubungan ke internet melalui ISP namun
demikian, interkoneksi ke internet ini masih sederhana, konfigurasinya hal ini terlihat
dari kecilnya jumlah institusi yang menggunakan perangkat Network Security atau
Network Management.
Dari sisi perangkat lunak, sebagian besar departemen/institusi pemerintah
menggunakan aplikasi office automation seperti word processing, dll. Database
management system dan aplikasi-aplikasi internet, seperti Web Publishing. Walaupun
sebagian besar institusi telah menggunakan komputer untuk fungsi-fungsi yang umum
ini, namun demikian masih ada institusi yang sama sekali belum memanfaatkannya.
Dari sisi pengembangan infrastruktur teknologi informasi departemen/institusi
pemerintah masih banyak yang mendapatkan bantuan pihak luar dalam bentuk
konsultasi pengembangan hal ini mungkin mengindikasikan masih belum
memadainya kemampuan internal dalam merencanakan pengembangan infrastruktur
teknologi informasi. Lebih lanjut, sebagian besar institusi menyatakan pola
pengembangan infrastrukturnya dilakukan secara terencana. Walaupun demikian,
cukup banyak pula yang menyatakan pola pengembangannya disesuaikan dengan
kondisi keuangan departemen. Dalam hal pengelolaan infrastruktur tersebut, mereka
cukup banyak yang bekerja sama dengan organisasi pusatnya tampaknya pola
“sentralisasi” masih cukup kuat disini. Suatu bentuk penggunaan informasi secara
bersama-sama telah mulai dilakukan, hal ini tampak dari jawaban cukup banyak
departemen/institusi. Namun demikian, kerja sama ini sebagian besar menghadapi
kendalam dalam bentuk integrasi data dan integrasi aplikasi. Salah satu penyebabnya
kemungkinan adalah belum diterapkannya standarisasi.
Dari sisi kebutuhan infrastruktur teknologi informasi untuk jangka pendek, sebagian
besar departemen/institusi merasakan kebutuhan akan aplikasi dan basis data sebagai
kebutuhan utama diikuti oleh perangkat telekomunikasi dan akses jaringan komputer
global/nasional serta integrasi dengan organisasi lain yang terkait. Sedangkan dari sisi
proses/prosedurnya, yang perlu mendapatkan perhatian adalah panduan manajemen
dan operasi.
a.Hukum dan isu nasional
Sebagian besar departemen/institusi pemerintah menyadari perlunya suatu kebijakan
kerangka hukum secara nasional dan menyeluruh dengan pengaturan HAKI dan akses
publik sebagai isu-isu menonjol yang dianggap masih kurang penanganannya.
Dari sisi cakupannya, kerangka hukum nasional dalam bidang teknologi informasi
diharapkan mencakup keseluruhan aspek secara mendasar dan bukan secara persial
seperti penyesuaian atau penambahan dari hukum yang telah ada.
Dari sisi regulasi, sebagian besar menganggap regulasi untuk melindungi hak cipta
mengatasi sengketa dalam transaksi elektronis mendukung transaksi elektronis dan
memberikan hak yang sama terhadap informasi sebagai bidang-bidang yang
mendesak dan belum mendapat perhatian.
Dari sisi penerapan hukum dalam bidang teknologi informasi, pemerintah diharapkan
untuk secepatnya melengkapi produk perangkat hukum baru yang mengatur teknologi
informasi selain itu pemerintah juga diharapkan meningkatkan kualitas aparat hukum
dan memiliki acuan kerangka hukum teknologi informasi nasional. Dalam konteks
daerah, pemerintah daerah diharapkan dapat membuat kebijakan sendiri secara penuh
tetapi tetap mengacu ke pusat walaupun ada yang mengharapkan pembagian
kebijakan yang jelas antara pusat dan daerah. Untuk menyelaraskan kebijakan
teknologi informasi di pusat dan daerah ini maka kebijakan nasional harus:
Mencakup pemberdayaan masyarakat di daerah dalam bisang teknologi informasi.
Mencakup pelatihan SDM bidang TI di daerah
Mendorong tanggung jawab dan kerja sama departemen/institusi di pusat dan daerah
dalam pengembangan SDM.
Kebijakan untuk meningkatkan pendidikan teknologi informasi di daerah.

2.6Peran TI Dalam Good Government


Berkaitan dengan peran teknologi informasi dalam mendukung penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (good government) sebagian besar departemen/ institusi
tampaknya akan memerlukan waktu untuk mempersiapkan diri. Hal ini dapat dilihat
dari tingkat pemanfaatan teknologi informasi di sebagian besar departemen/institusi
seperti pada kasus-kasus berikut :
Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik, teknologi informasi
masih dianggap sebagai alat “pengotomasi proses” yang diharapkan dapat
mengurangi proses yang dilakukan secara manual dibanding sebagai alat yang dapat
mengurangi birokrasi.
Dalam konteks partisipasi semua pihak untuk penyusunan kebijakan, teknologi
informasi masih dianggap sebagai alat yang mempermudah pengumpulan informasi
dibanding sebagai alat yang dapat membuka komunikasi dengan pihak luar seperti
publik atau instansi lain.
Dalam konteks keterbukaan (transparansi) internal, teknologi informasi masih
dianggap sebagai sarana penyedia akses dibanding sebagai sareana penyediaan
informasi yang lebih spesifik seperti latar belakang suatu kebijakan misalnya.
Dalam konteks pelaksanaan suatu kebijakan, teknologi informasi masih dilihat
sebagai sarana untuk mempercepat pelaporan dibanding sebagai sarana untuk
membantu proses monitoring.
Dalam konteks peningkatan kualitas suatu kebi akan teknologi informasi masih dilihat
sebagai sarana untuk memperluas sumber informasi dan data dibanding sarana yang
dapat menciptakan keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan.
Dari sisi evaluasi pemanfaatan teknologi informasi kondisinya dapat dikatakan
memprihatinkan dengan masih adanya beberapa departemen/institusi yang tidak
pernah melakukan audit penerapan teknologi informasi kalau pun ada sebagian besar
pelaksanaannya masih bersifat ad-hoc. Jika ditelaah lebih lanjut, jenis audit penerapan
teknologi informasi yang sering dilakukan lebih merupakan audit non-finansial
dibanding audit finansial. Hal ini menunjukkan aspek efektifitas penerapan teknologi
informasi lebih mendapatkan perhatian dibandingkan aspek efisiensinya. Selain itu,
tanggapan departemen/institusi atas keterkaitan audit manajemen dengan audit
teknologi informasi amat rendah, baik yang menyatakan terkait maupun yang
menyatakan tidak terkait. Hal ini perlu diakui lebih lanjut karena tanggapan ini tidak
mendukung kesimpulan sebelumnya, yaitu sebagian besar departemen/institusi
menyatakan adanya keselarasan visi dan misi institusi dengan penerapan teknologi
informasinya.
Seperti halnya pada pemahaman akan tingkat pemanfaatan teknologi informasi,
“concern” sebagian besar departemen/institusi pemerintah dengan adanya kebijakan
nasional lebih tertumpu pada adanya aturan tata cara akses informasi oleh pihak
luar/publik dibanding pada adanya panduan bagaimana departemen/institusi harus
menempatkan teknologi informasi untuk review, monitor dan evaluasi.

a.Sumber daya manusia dalam bidang teknologi informasi


Ketersediaan SDM dalam bidang teknologi informasi tampaknya menjadi kendala
utama yang dihadapi oleh sebagian besar departemen/institusi pemerintah. Hal ini
besar kemungkinannya berkaitan dengan pola pengembangan SDM di bidang
teknologi informasi yang kurang menarik minat orang-orang yang berkualitas seperti:
a) masalah dengan gaji dan fasilitas yang kurang memadai, b) program
pengembangan SDM lebih berupa pelatihan internal atau seminat/workshop
dibanding memberikan bea siswa misalnya, e) cakupan pekerjaan yang sebagian besar
berada pada level “operator” dalam bentuk pemeliharaan data dan aplikasi atau
pelatihan pada pemakai walaupun ada juga yang sampai pada level “analis” seperti
perancangan aplikasi, d) tidak adanya perlakuan khusus baik dalam bentuk insentif
maupun jenjang karier.
Sebagian besar departemen/institusi mengharapkan adanya kebijakan yang mengatur
struktur dan jenjang karir SDM di bidang teknologi informasi dan juga kebijakan
untuk pendidikan teknologi informasi berupa sertifikasi dan areditasi dalam kebijakan
nasional dalam teknologi informasi.

BAB III
PENUTUP

Analisis dan Kesimpulan


Kegiatan pengembangan yang banyak dilakukan oleh departemen/institusi pemerintah
adalah pengembangan perangkat lunak. Sedangkan produk lokal yang sering mereka
gunakan adalah masih sebatas jasa pelatihan. Sebagian besar faktor dana sebagai
penghambat utama dalam pengembangan teknologi informasi. Mereka mengharapkan
dukungan strategi, prioritas dan arah kebijakan riset dan strategi pengembangan
tenaga ahli dididang teknologi informasi sebagai bagian dari kebijakan nasional
dibidang teknologi informasi untuk dapat meningkatkan jumlah dan mutu hasil riset
di bidang mutu teknologi informasi.
Dalam melakukan evaluasi keberhasilan investasi teknologi informasi, maka
departemen/institusi pemerintah menganggap kriteria yang paling penting adalah
efektifitas dan kualitas dalam pelayanan, kemudian diikuti oleh produktifitas dan
pelayanan organisasi serta pemanfaatan dan utilisasi teknologi informasi. Sementara
faktor efisiensi dalam mengurangi biaya operasi dan penyelenggaraan korporat
(organisasi perusahaan yang efektif dan baik masih belum dilihat sebagai kriteria
yang paling penting untuk dievaluasi.
Departemen/institusi pemerintah perlu mendirikan suatu lembaga di tingkat nasional
yang menangani teknologi informasi secara khusus. Yang berbentuk komisi
independen sebatas koordinasi antar departemen dalam bentuk konsorsium.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya oleh
berkat-Nya tugas aplikasi ini dapat diselesaikan dengan baik. Kami menyadari
sepenuhnya bahwa mungkin tugas kami ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami
mohon maaf apabila dalam penyusunannya terdapat banyak kesalahan.
Selanjutnya dalam kesempatan ini perkenankan kami menyampaikan ucapan terima
kasih kepada yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini. Demikian kami
sampaikan, apabila ada kesalahan kami harap dapat dimaklumi sekian dan terima
kasih.

Jatinangor, Februari 2006

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1Latar Belakang 1
1.2Tujuan Penulisan 3
1.3Sistematika Penulisan 3

BAB II PEMBAHASAN 4
2.1E-Government Dan Kesiapan Indonesia 4
2.2E-Participation Terhadap E-Government 5
2.3Dampak E-Government 6
2.4Dukungan Teknologi Informasi Untuk
Pelayanan Publik 7
2.5Insprastruktur Ti 9
2.6Peran Ti Dalam Good Government 12

BAB III PENUTUP 16


Analisa Dan Kesimpulan 16

Anda mungkin juga menyukai