Mengatasi Anak Sulit Makan
Mengatasi Anak Sulit Makan
Persoalan sulit makan sering dialami anak-anak, dari bayi sampai usia sekolah.
Begitu beragam masalah yang muncul. Lalu, bagaimana solusinya?
Barangkali Anda merupakan salah satu orang tua yang mengeluh anaknya sulit
makan. Anda sudah mencoba berbagai cara agar masalah yang dihadapi bisa
teratasi. Ada yang berhasil, tapi ada juga yang tidak. Memang, mengubah perilaku
sulit makan tidaklah mudah. Perlu solusi tepat sesuai dengan akar masalah dan
penyebab sulit makan yang dialami sang buah hati.
RAGAM MASALAH
Bayi mulai usia 6 bulan dianjurkan untuk mendapatkan makanan tambahan,
misalnya biskuit, bubur susu, ataupun jus buah. Masalahnya, si kecil mungkin
menyemburkan atau melepeh makanannya. Di usia batita, kendala yang terjadi di
antaranya mengemut atau tak mau menelan makanan. Sementara anak prasekolah
yang sudah lebih besar mulai pilih-pilih makanan (picky eater), punya kebiasaan
makan sambil jalan-jalan, main games, atau sambil nonton teve. Sedangkan anak
usia 6-9 tahun cenderung memilih jajanan berkalori tinggi tetapi kurang atau tidak
bergizi sama sekali. Di tahapan selanjutnya, sekitar 9-12 tahun, perilaku sulit makan
kian kompleks. Di satu sisi nafsu makannya mulai meningkat, tapi di sisi lain mereka
takut makan akan membuat tubuh jadi bulat, jerawatan dan sebagainya.
Penyebab perilaku sulit makan pada anak sebetulnya bisa ditelusuri. Misalnya, bayi
yang sering menolak makan barangkali disebabkan pemberian makanan pendamping
ASI (MP-ASI) yang terlalu cepat atau malah terlambat. Faktor penyebab lainnya
adalah perilaku makan orang tua ternyata salah. Makan sambil nonton teve atau
membaca koran adalah beberapa di antaranya yang kemudian ditiru anak. Selain itu,
orang tua juga mungkin kurang terampil menyajikan menu makanan yang variatif.
Demi kepraktisan, makanan yang tersaji di meja makan cenderung itu-itu saja.
Jika Anda tak mau problem sulit makan ini berlarut-larut dan berdampak buruk,
maka carikan solusinya. Kekurangan gizi merupakan risiko yang paling jelas.
Indikator mengenai status gizinya bisa terbaca dari berat badan dan tinggi badan
yang berada di bawah standar. Oleh karena itu, cari tahu penyebab anak sulit makan
dan lakukan upaya mengatasinya yang tepat.
Hilman Hilmansyah. Foto: Iman/nakita
6-12 BULAN
Di usia 6 bulan, kebutuhan asupan makan si kecil mengalami perubahan. ASI saja
tidak bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Itulah mengapa di usia
ini si kecil membutuhkan makanan pendamping ASI (MP-ASI).
Namun tak selamanya pemberian MP-ASI berjalan mulus. Ada begitu banyak bentuk
penolakan makan yang dilakukan bayi. Di antaranya melepehkan atau menyemburnyemburkan makanan yang sudah disuapkan ke mulutnya. Bahkan, tidak sedikit
yang terang-terangan menolak dengan memalingkan mukanya atau menutup
mulutnya rapat-rapat. Jangan terburu-buru menyalahkan anak, apalagi mencapnya
dengan sebutan "bayi rewel", "susah diurus", "bikin repot" dan sebagainya. Siapa
tahu penolakan-penolakan tersebut justru muncul karena organ-organ pencernaan di
mulutnya belum siap menerima makanan yang diberikan. Entah karena tekstur
makanannya terlalu kasar, terlalu kental, atau porsinya tidak sesuai dengan
kemampuan menelan bayi.
Ada juga bayi yang awalnya tak pernah menolak makan, tapi saat berusia 8 bulan
atau lebih baru rewel soal makan. Kemungkinan, bentuk penolakan tersebut
merupakan "aksi protes" terhadap citarasa makanan yang diberikan. Ingat, anak
usia ini sudah mengenal rasa apa yang disukainya, apakah manis atau asin/gurih.
Bisa juga, penolakan tersebut merupakan wujud dari ketidaksukaannya terhadap
sosok si pemberi makan. Meski masih bayi, anak sudah bisa mengenali mana sosok
yang bersahabat dan mana pula yang tak sabaran hingga cenderung main paksa.
Perlakuan yang buruk tentu akan terekam dalam benak anak yang kemudian
mendorongnya memasang "benteng pertahanan" lewat bentuk penolakan.
KIAT MEMBERI MAKAN
Untuk mencegah dan menangani masalah sulit makan pada bayi, setidaknya orang
tua harus mengupayakan hal-hal berikut:
- Mengakrabkan diri agar disukai di kecil.
Semisal tumis ikan dengan bawang putih dan mentega atau sup dimasak dengan
bawang merah, bawang putih, dan daun bawang. Untuk anak usia ini, garam sudah
boleh diberikan sedikit.
Di usia setahun, diharapkan si kecil sudah bisa makan sesuai menu keluarga. Namun
jangan lupa memperhatikan kemampuan mengunyah dan menelannya. Potong kecilkecil lauk pauknya agar mudah masuk ke mulut mungilnya, mudah pula untuk
dikunyah, dan ditelan serta dicerna organ tubuhnya.
Gazali Solahuddin. Foto: Ferdi/nakita
Konsultan Ahli:
Alzena Masykuori, M.Psi
psikolog dari Cikal Sehat-Sehat, Jakarta Selatan
* Diemut
Ini juga salah satu bentuk penolakan yang kerap dilakukan bayi. Anak yang
makannya ngemut umumnya karena alat-alat pencernaan di rongga mulutnya belum
siap menerima MP-ASI. Jika memang kebiasaan ngemut-nya karena gangguan fisik,
si kecil besar kemungkinan juga akan mengalami gangguan bicara. Untuk
memastikannya, kasus seperti ini lebih baik segera diperiksakan ke dokter.
* Disembur
Sesekali si kecil mungkin saja menyemburkan makanannya. Itu hal yang wajar
terjadi sebagai salah satu bentuk eksplorasinya. Namun orang tua harus
menjelaskan pada anak, semisal dengan mengatakan, "Lucu, ya, Dek, bunyinya. Tapi
makanan itu nanti harus ditelan ya." Kalau penjelasan seperti itu terus-menerus
diutarakan, anak tentu akan tahu mana perilaku yang tak baik alias tak boleh
diulanginya lagi. Akan tetapi, jika setiap kali makan si kecil selalu menyemburkan
santapannya, boleh jadi ia memang tidak berselera pada makanan tersebut.
Kemungkinan lain cara makan ataupun suasana makan yang dirasa tak nyaman
baginya. Lagi-lagi orang tualah yang harus kembali mengeksplorasi cara lain agar si
kecil mau makan.
* Dimuntahkan
Perilaku memuntahkan makanan bisa akibat penolakan ataupun bukan. Kalau
ternyata disebabkan masalah fisik atau ada yang harus dibereskan pada sistem
pencernaannya, maka muntahnya bukan merupakan penolakan. Akan tetapi kalau
muntah disebabkan si kecil mencari perhatian dalam mengeskpresikan
ketidaksukaannya pada makanan itu, baru bisa dikategorikan sebagai penolakan.
Untuk memastikan penyebabnya, orang tua dapat memperhatikan kondisi anak.
Misalnya apakah rewel atau tidak selagi muntah maupun sesudah muntah, demam
atau tidak, dan apakah disertai gangguan lain semisal diare atau tidak. Jika
jawabannya memang ya, kemungkinan si kecil mengalami masalah fisik dan ini
sebaiknya segera dikonsultasikan ke dokter ahlinya.
* Menolak sama sekali
Wujud penolakannya bisa berupa memalingkan kepala, menutup rapat-rapat
mulutnya, sampai menangis keras setiap kali disuapi. Penyebabnya lebih banyak
karena faktor fisik, seperti gara-gara sariawan, atau terkena radang tenggorokan.
Jadi, kalau si kecil menunjukkan tanda-tanda tadi, cermati dulu kondisi
kesehatannya secara umum. Pastikan apakah ia sariawan atau tidak, gunakan
termometer untuk memastikan suhu tubuhnya, apakah kondisi lidahnya bermasalah
atau tidak, bibirnya pecah-pecah, dan buang airnya lancar atau tidak. Kalau benar
karena kendala fisik, lekas konsultasikan ke dokter.
Akan tetapi jika tak ada gangguan fisik kemungkinan besar si kecil melakukan gerak
tutup mulut gara-gara faktor psikis. Tidak tertutup kemungkinan ia memang tengah
mencari perhatian orang tuanya yang sudah sepanjang hari tidak dijumpainya, tak
menyukai menunya, dan penampilan makanannya membuat bayi kehilangan selera
makan.
1-3 TAHUN
"Ayo dong, Nak, makanannya dikunyah! Jangan diemut gitu ah!" ujar seorang ibu
dengan nada kesal pada putrinya. Maklum si ibu sudah harus berangkat bekerja,
sementara buah hatinya tak kunjung menelan makanan dalam mulutnya.
Ilustrasi tersebut memberi gambaran betapa susahnya mengatur perilaku makan
anak batita. Ia seringkali menunjukkan sikap tidak kooperatif. Sebetulnya, sikap ini
bisa dibenahi dengan mengajari anak biasa "makan sendiri" sejak bayi. Pada saat
makan ia sudah dibiasakan memegang sendok sendiri, menyendok makanan, dan
duduk di kursi khususnya (setiap kali hendak disuapi). Jadi, bukan dengan
menggendongnya sambil berjalan-jalan. Pengenalan-pengenalan semacam itu pasti
akan membuat anak di usia batita jadi lebih cepat menyesuaikan diri.
Kendati awalnya mungkin merepotkan, seiring dengan berjalannya waktu, "kerja
keras" dan segala kerepotan orang tua mengajari anak makan sendiri akan
membuahkan hasil. Ini berarti anak tak perlu bergantung pada orang lain saat
memenuhi kebutuhan makannya. Selain itu orang tua pun diuntungkan dengan tak
perlu terus-menerus "bertengkar" hanya gara-gara persoalan sulit makan ini.
Sementara anak pun jadi lebih disiplin. Saat jam makan tiba, anak akan duduk
manis siap menyantap makanan yang tersaji di hadapannya.
Saat mulai mengajak anak untuk makan sendiri, ciptakan suasana yang
menyenangkan. Usahakan pula supaya tak terkesan memaksa dalam bentuk apa
pun. Untuk tahap awal, orang tua bisa memberikan contoh bagaimana cara makan
yang baik: dari duduk manis, bagaimana cara memegang sendok kemudian
mengangkatnya, menyuapkannya ke mulut, kemudian mengunyahnya dengan benar.
Dengan melihat contoh konkret tersebut anak jadi punya gambaran mengenai apa
yang harus dilakukannya dengan makanan tersebut.
Mengenalkan menu makanan pun harus dilakukan secara bertahap. Mulailah dari
makanan yang bertekstur paling halus sampai yang kasar, dari lauk yang sederhana
hingga yang komplet. Dengan kata lain, makan pun merupakan proses
pembelajaran. Kemudian di saat anak sudah mau melakukannya sendiri, orang tua
perlu memotivasi. Misalnya dengan memberi semangat atau pujian lewat ucapan,
"Anak Mama pintar ya, sudah bisa makan sendiri." Dengan demikian anak akan
merasa nyaman dan jadi bersemangat untuk berusaha makan sendiri.
Irfan Hasuki. Foto: Ferdi/nakita
Konsultan Ahli:
Ade Irma Salihah, Psi.,
dari Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah, Jakarta
Nah, agar hal yang satu ini tidak terjadi, mau tidak mau orang tua harus
memberikan contoh baik kepada anak. Caranya, duduk santun di kursi makan,
menyendok makanan secara perlahan dan tertib, mengunyahnya tanpa tergesa-gesa
ataupun mengeluarkan bunyi dan sebagainya. Kalau orang tua memberi contoh baik,
tentu akan terpatri dalam diri anak bahwa proses makan yang benar ya memang
seperti itu. Kelak anak pun akan menerapkan cara-cara yang baik dan benar dalam
keluarganya.
- Mengemut makanan
Kebiasaan mengemut umumnya dimulai saat anak mengenal makanan padat, yaitu
sekitar usia 8 bulan hingga usia 2-3 tahun. Penyebabnya, anak belum berhasil
menjalani proses pembelajaran mengenai bagaimana caranya mengunyah. Padahal
berbeda dari makanan cair yang bisa langsung dimakan, makanan padat perlu
dikunyah dulu sebelum ditelan. Di sini dituntut koordinasi gerakan lidah dan rahang
agar bisa masuk ke kerongkongan.
Tentu saja kebiasaan mengemut ini harus diatasi segera karena bisa berpengaruh
buruk pada perkembangan fisik dan psikologis anak. Dari segi fisik, anak akan
mengalami kekurangan gizi karena porsi makanan yang dikonsumsi pasti jauh
berkurang. Kalau seharusnya ia bisa menghabiskan satu piring nasi lengkap dengan
lauk pauk dan sayur mayur dalam waktu tertentu, maka dengan mengemut anak
hanya mampu menghabiskan sebagian kecil makanan dalam waktu sama. Jika
dibiarkan terus-menerus, kondisi gizi anak akan memburuk dan giginya mengalami
kerusakan.
Berikut beberapa kemungkinan penyebab anak ngemut:
* Tidak diajarkan bagaimana cara mengunyah yang benar. Untuk mengatasinya, mau
tidak mau orang tua harus menyontohkan bagaimana cara mengunyah yang benar
secara bertahap, termasuk bagaimana membuka mulut, menggerakkan rahang dan
sebagainya.
* Di masa bayi, pemberian makanan termasuk mengisap dot dapat memberikan
kepuasan tersendiri karena saat itu anak masih berada dalam fase oral. Bila sampai
usia batita anak masih sangat menikmati fase oral yang seharusnya sudah beralih
pada kepuasan menggigit dan mengunyah, maka dia akan terus melanjutkan
kebiasaan mengemutnya. Untuk mengatasinya, mintalah anak meninggalkan
kebiasaan tersebut. Sampaikan pula dampak negatif dari mengemut ini, tentu saja
dengan bahasa sederhana agar bisa dipahaminya.
* Tak jarang anak asyik bermain hingga lupa masih ada makanan dalam mulutnya.
Bila kebiasaan kurang baik ini tidak mendapat perhatian dari orang tua, anak akan
merasa dibenarkan hingga akhirnya kebiasaan tersebut terus berlanjut. Untuk
mengatasinya, mintalah anak mengunyah makanannya lebih dulu. Dengan kata lain
berhenti bermain sampai aktivitas makannya selesai.
* Ketakutan dimarahi akan membuat anak terbiasa mengemut makanannya. Terlebih
bila orang tua memaksa sementara anak sebetulnya tidak suka makanan yang
diberikan. Mengemut makanan dijadikannya sebagai bentuk protes. Mengatasinya,
tentu saja dengan menjadikan acara makan sebagai sesuatu yang menyenangkan.
Kesampingkan pemaksaan dalam bentuk apa pun dan beralihlah menggunakan
pendekatan yang lebih efektif, semisal membujuk atau merayu dengan berbagai
pujian.
* Gigi-geligi anak bermasalah. Mungkin saja giginya sedang tumbuh sehingga anak
merasa tidak nyaman dengan gusinya yang terasa "gatal". Rasa tak nyaman
mendorongnya untuk mengemut makanan. Untuk mengatasinya ada baiknya orang
tua secara berkala cermat mengikuti pertumbuhan gigi anaknya, apakah ada
gangguan atau tidak.
- Tak mau buka mulut
Aksi tutup mulut juga merupakan perilaku sulit makan yang besar
kemungkinan dipicu hal-hal berikut:
* Mungkin ada sariawan atau infeksi pada gigi-geliginya. Kalau ini yang terjadi,
jangankan mengunyah, membuka mulut pun merupakan siksaan tersendiri. Untuk
mengatasinya, bawalah ke dokter gigi anak guna memastikan apakah gigi-geliginya
ada yang mengalami gangguan atau tidak. Ada baiknya periksakan mulut dan gigi
anak secara berkala tiap 3 bulan sekali.
* Boleh jadi anak merasa masih kenyang atau sebaliknya sudah kenyang duluan.
Entah karena porsi makanan yang diberikan sudah melampaui batas kemampuannya
atau karena ia sudah makan banyak camilan sebelum jam makannya tiba. Untuk
mengatasinya, tetapkan pola makan anak dan berusahalah untuk mematuhi jadwal
tersebut.
* Suasana yang serba terburu-buru juga sering membuat anak emoh buka mulut.
Umpamanya, karena orang tua harus segera berangkat kerja, maka anak diminta
untuk cepat-cepat menghabiskan makanannya. Jangankan anak-anak, orang dewasa
pun kalau diburu-buru seperti itu biasanya malah kehilangan nafsu makan. Untuk
mengatasinya ya ciptakan suasana santai dan menyenangkan tanpa keterburuburuan seperti itu.
* Kemungkinan lain, anak tidak menyukai makanan yang disodorkan padanya
meskipun makanan tersebut sangat bergizi. Untuk mengatasinya, pandai-pandailah
mengatur menu makan anak agar senantiasa bervariasi. Ingat, anak relatif cepat
bosan dan mudah berubah keinginannya. Contohnya, hari ini ia suka sekali tempe
bacem, tapi besok ia hanya mau makan dengan telur dadar, dan lusa mau makan
ayam goreng tepung dan seterusnya. Selain itu, cara pengolahan dan penyajiannya
pun harus mampu memikat hati anak. Misalnya tak harus selalu dibuat sup, tapi bisa
juga ditumis, atau dipanggang. Bahkan orang tua sebaiknya menanyakan lebih dulu
pada anak apa menu yang diinginkannya hari ini. Ini akan membuat anak merasa
dilibatkan yang pada gilirannya akan membuatnya bersemangat menyantap
makanan tersebut.
3-6 TAHUN
Perilaku makan yang tidak baik, seperti pilih-pilih makanan, makan sambil nonton
atau main, dan baru mau makan kalau diajak jalan-jalan, tentu dapat terbawa
hingga dewasa. Bahkan, sebuah penelitian yang pernah dilakukan di Amerika
menunjukkan, anak yang pilih-pilih makanan bakal menemui kesulitan dalam
bersosialisasi. Kenapa begitu? Sebab umumnya ia pun akan berperilaku pilih-pilih
teman dan cenderung susah menyesuaikan diri. Repot, kan?
Nah, agar tak muncul hal-hal yang tak diharapkan, perilaku makan yang buruk
tersebut memang harus diubah. Mengubahnya susah-susah gampang karena terlebih
dulu perilaku makan orang tua atau pengasuhlah yang harus diubah. Jangan lupa,
anak-anak usia ini masih merupakan sosok peniru ulung orang-orang terdekatnya.
Utami Sri Rahayu. Foto: Ferdi/nakita
Konsultan Ahli:
Rosdiana S. Tarigan, M.Psi, MHPEd
dari Klinik Mutiara Gading, Jakarta
PILIH-PILIH MAKANAN
Kebiasaan pilih-pilih makanan (picky eater) yang muncul di usia prasekolah rata-
rata merupakan tiruan dari perilaku orang tuanya. Coba perhatikan, biasanya orang
tua atau orang-orang dewasa terdekatnya tergolong individu yang juga cenderung
pilih-pilih makanan. Penyebab lainnya, besar kemungkinan si prasekolah punya
keengganan mencoba hal-hal baru, termasuk makanan. Berikut beberapa langkah
yang bisa dilakukan untuk mengatasinya:
* Mau tidak mau orang tua harus bersedia mengubah kebiasaan makannya terlebih
dulu. Cobalah berusaha keras untuk tidak pilih-pilih makanan kalau tak ingin anak
meniru hal yang sama.
* Berikan contoh yang baik saat makan bersama. Sejak usia 3 tahunan, biasakan
mengajak anak makan bersama keluarga di meja makan. Manfaat lainnya, anak
dapat mengetahui sekaligus belajar mengenai tata tertib di meja makan.
* Dampingi anak saat makan dan ikutlah mengonsumsi makanan yang sama.
10
MASIH DISUAPI
Jika anak usia prasekolah masih makan disuapi, besar kemungkinan selama ini
orang tua dan pengasuhnya tak cukup sabar mendampinginya belajar makan sendiri.
Padahal maklumi bila anak yang mulai belajar makan sendiri membutuhkan waktu
yang lebih lama untuk menghabiskan makanan tersebut. Maklumi pula bila acara
makan sendiri menambah kerepotan bagi orang tua karena harus membersihkan sisa
makanan yang berserakan di mana-mana.
Nah, gara-gara tak mau repot seperti itulah banyak orang tua dan pengasuh
akhirnya memilih menyuapi terus anaknya. Sama sekali tak disadari bahwa
kebiasaan ini bisa menghambat perkembangan anak. Ia jadi malas makan sendiri
dan lebih suka disuapi. Dengan kata lain, ia jadi tak mandiri dalam urusan makan.
Untuk mengatasinya, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh, yakni:
* Lagi-lagi orang tua harus bersedia mengubah kebiasaan buruknya.
* Belajarlah bersabar dan mintalah anak untuk makan sendiri.
* Dampingi anak sambil makan bersama. Hindari menyuruh-nyuruh anak untuk
cepat-cepat menghabiskan makannya. Keterburu-buruan bisa membuat anak
muntah sementara suasana makan pasti jadi tidak menyenangkan.
11
12
* Jika anak sudah telanjur terbiasa makan sambil jalan-jalan atau nonton teve, tugas
orang tua tentu semakin berat untuk mengubah kebiasaan tersebut. Tanamkan
kebiasaan makan yang baik secara perlahan dan bertahap.
* Untuk mereka yang terbiasa makan sambil jalan, alihkan perhatian anak dengan
mengajaknya makan di kursi makan khusus. Usahakan bentuk atau warna kursi itu
menarik minat anak untuk duduk di atasnya. Kemudian secara berangsur-angsur
dekatkan kursinya ke meja makan agar anak terkondisi makan di situ.
6-12 TAHUN
sekolah atau luar rumah, memunculkan problema tersendiri dalam pola makan anak
usia 6-12 tahun. Apa saja masalahnya dan bagaimana mengatasinya? Yuk, kita
simak penjelasan dr. Luciana B. Sutanto, MS, Sp.GM., dari Klinik Bina Sehat,
Jakarta.
USIA 6-8 TAHUN
* Jajan makanan tak bergizi
Saat berada di sekolah, teman dapat membawa pengaruh yang sangat penting.
Contohnya soal jajan. Meskipun di rumah sudah tersedia makanan yang enak dan
bersih, bukan tidak mungkin anak tetap ngotot ingin jajan. Kenapa? Tak lain karena
semua temannya juga jajan. Bisa dipastikan anak akan lebih suka jajan karena rasa
makanan yang dijual tadi umumnya lebih enak dan gurih dibanding yang tersaji di
rumah. Mereka sama sekali tidak peduli kalau rasa yang enak dan gurih tersebut
berasal dari bumbu penyedap maupun kandungan garam dan lemak yang tinggi.
Selain itu, bagi anak-anak, jajan bersama teman memberikan suasana yang berbeda
dibandingkan rumah sehingga terasa lebih mengasyikkan.
Sebenarnya, boleh saja anak sesekali jajan. Namun ajarkan untuk memilih jajanan
yang bersih dan menyehatkan, semisal hamburger yang dilengkapi dengan sayuran.
Pasalnya, meski sejak usia 6 tahun anak mengalami pertumbuhan dengan laju
pertumbuhan yang tidak terlalu cepat, namun kebutuhan gizinya tetap harus
terpenuhi. Bila kebutuhan gizinya tidak terpenuhi, maka dampak kurang gizi ini
dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan kognitif dan kemampuan
akademiknya. Sayang kan? Selain bisa menyebabkan penurunan aktivitas fisik serta
membuatnya berisiko mengalami penyakit infeksi. Perlu diketahui, kecukupan gizi
pada usia ini selain diperlukan untuk pertumbuhan juga dibutuhkan untuk
metabolisme basal dan aktivitas fisik.
* Masih disuapi
Hal ini terjadi karena di TK anak masih dibolehkan makan sambil disuapi. Padahal
jika tidak pernah dimulai untuk membiasakannya makan sendiri, bisa-bisa sampai
akhir usia sekolah pun dia belum terampil makan sendiri. Ingat, orang tua yang
13
14
Pada dasarnya, setiap orang di segala umur harus melakukan pengaturan makan
sesuai dengan kebutuhan tubuhnya, termasuk pada usia SD. Karena itu penanganan
sikap enggan makan akan lebih efektif jika dilakukan dengan cara memberi
pengertian kepada si anak. Tekankah bahwa mereka sedang dalam masa
pertumbuhan. Kalau memaksa diri tidak mau makan hanya karena ingin langsing,
mereka sendiri yang akan rugi. Tubuhnya akan lemas dan cepat lelah yang bukan
tidak mungkin akan berakhir di rumah sakit. Ia juga jadi malas beraktivitas, bahkan
kemampuan berkonsentrasinya terganggu. Di sekolah, akhirnya ia tidak dapat
menangkap pelajaran dengan baik dan prestasinya menurun. Jadi, tetap lakukan
pengawasan terhadap perkembangan anak dan susunlah menu bergizi seimbang.
Santi Hartono. Foto: Iman/nakita
Selain mengupayakan berbagai cara yang sudah disebutkan di depan, orang tua
pun harus bersedia bereksplorasi menemukan makanan yang paling cocok untuk
anak. Selain itu, pada bayi, bukan tidak mungkin apa yang kita anggap sebagai
bentuk penolakan makan sebenarnya adalah eksplorasi anak. Dengan menyemburnyemburkan makanannya, boleh jadi ia merasakan sensasi tersendiri kemudian
menjadikannya sebagai permainan yang menyenangkan.
Orang tua pun wajib memahami berbagai tipe makan anak yang berbeda-beda. Ada
yang lebih suka makan dalam porsi sedikit-sedikit, ada juga yang amat berselera
melihat porsi besar. Sebagian anak makan dalam tempo yang amat lambat,
15
sedangkan sebagian lagi cepat. Dengan kata lain, tidak tertutup kemungkinan
penolakan si kecil semata-mata karena orang tua atau pengasuh tidak tahu tipe
makan si anak. Inilah salah satu bentuk keunikan anak.
Selanjutnya, harus dipahami bahwa belajar makan sendiri harus dilatih terusmenerus. Anda bisa mulai melatih anak saat berusia 1,5 tahun. Kemampuan
duduknya yang sudah lebih baik, ditunjang kemampuan motorik yang lebih optimal,
memungkinkan anak bisa memegang sendoknya sendiri, bahkan menyuapkan
sendok berisi makanan ke mulutnya. Pastinya, makanan masih berceceran di manamana. Oleh karena itu, anak usia batita perlu bimbingan terus-menerus. Bagaimana
memegang sendok, mengambil makanan, mengunyah, dan kemudian menelannya.
Jika orang tua sabar untuk terus melatih si kecil, maka ia akan terbiasa makan
sendiri.
Namun, biasanya ada kekhawatiran yang menyertai setiap kali anak berlatih makan
sendiri, takut asupan gizinya kurang karena lazimnya makanan jadi terbuang-buang.
Nah, berdasarkan penelitian yang dikutip Papalia (1994), seharusnya kekhawatiran
ini tak perlu ada lagi. Ia mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan di
Amerika Serikat tahun 1991 yang mengatakan, tubuh anak memiliki "rambu-rambu"
tersendiri untuk memenuhi kebutuhan makannya. Penelitian tersebut dilakukan
terhadap 15 anak usia 25 tahun dengan berat badan rata-rata dan memiliki perilaku
makan yang beragam. Ada yang sulit, mudah, dan biasa-biasa saja. Penelitian
tersebut dilakukan selama 6 hari. Hasilnya? Ternyata jumlah kalori pada ke-15 anak
itu sama. Sekali lagi, tubuh anak sebenarnya telah memiliki rambu-rambu sehingga
mampu mengimbangi kebutuhan gizi. Uniknya, kemampuan seperti ini tidak dimiliki
orang dewasa.
Jadi, tak perlu khawatir berlebihan kalau si kecil sulit makan, apalagi sampai
memaksanya makan. Percayalah, anak yang normal akan makan sesuai kebutuhan
tubuhnya. Bila kondisinya tetap sehat, kulitnya tidak kusam, matanya tetap
bercahaya dan masih aktif bergerak, itu pertanda kebutuhan zat gizinya masih
tercukupi.
Zali, Irfan, Uut. Foto: Dok. nakita
16
Sumber : www.tabloid-nakita.com
17