NAMA :
KELAS :
(14212035)
4EA19
a. Immoral Manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam
menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini
pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan
moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan
aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya
memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas
untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok
mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika.
Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.
Hasil penyelidikan oleh aparat hokum dan juga oleh beberapa LSM pecinta alam.
Berulang-ulangnya kebakaran hutan belakangan ini karena beberapa palanggaran
hokum oleh para perusahaan kayu dan perkebunan kelapa sawit. Biasanya para pelaku
memiliki beberapa motif dalam menjalankan aktivitasnya.
Motif pertama adalah mendapatkan kayu secara illegal. Beberapa
perusahaan yang sengaja membakar hutan tersebut sebenarnya adalah
Perusahaan yang telah melakukan pencurian kayu, sehingga untuk
menghilangkan jejaknya mereka melakukan penebangan hutan secara
sengaja. Hal ini dibuktikan dengan melihat tunggal pohon bekas potongan
gergaji mesin.
Motif kedua adlah mempecapat pembersihan lahan. Misalnya bagi
perusahaan yang memiliki perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Tengah.
Hasil temuan dari LSM Save Our Borneo (SOB) aktifitas pembakaran ini
di lakukan pada malam hari pada blok yang baru dibuka dan berdekatan
dengan hutan cara itu adalah slah satu cara untuk menghilangkan jejak
yaitu bila api menyebar kehutan, maka yang disalahkan adalah komunitas
yang melakukan pembakatan.
Motif Ke tiga adalah Agar kenaikan PH tanah. Pada lahan Gambut
biasanya PH tanah berkisar pada 3-4. Kondisi ini Komunitas perkebunan
kelapa sawit dan AKASI tidak cocok tumbuh. Dengan melakukan
pembakaran, apa yang tersisa mampu menaikkan PH, Tanah menjadi 5-6
sehingga layak untuk di Tanami
umumnya. Orang yang mematuhi aturan moral dan ketanggapan sosial (sosial
responsiveness) akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan di tengah
persaingan ketat yang tak mengenal values yang menghasilkan segala cara.
Kalau suatu praktek bisnis dibenarkan secara legal (karena sesuai dengan aturan
hukum yang berlaku dan karena law enforcement-nya lemah), maka para penganut
bisnis amoral itu justru menyatakan bahwa praktek bisnis itu secara moral
mereka (kriteria atau ukuran mereka) dapat dibenarkan. Pembenaran diri itu
merupakan sesuatu yang wajar menurut mereka. Bisnis amoral dalam dirinya
meskipun ditutup-tutupi tidak mau menjadi agen moral karena mereka
menganggap hal ini membuang-buang waktu, dan mematikan usaha mencapai laba.
c. Moral Manajemen
Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis
adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas
diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas
bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi
aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika
dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini
menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang
dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam
komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang
berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka
patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari
apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat
dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturanaturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang
diambilnya.
yang baik pula. Bermula dari buku Max Weber The Protestant Ethic and Spirit of
Capitalism (1904-5) menjadi tegak awal keyakinan orang adanya hubungan erat
antara ajaran agama dan etika kerja, atau anatara penerapan ajaran agama dengan
pembangunan ekonomi. Etika sebagai ajaran baik-buruk, slah-benar, atau ajaran
tentang moral khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi,
bersumber terutama dari ajaran agama. Itulah sebabnya banyak ajaran dan paham
dalam ekonomi Barat menunjuk pada kitab Injil (Bibble), dan etika ekonomi
yahudi banyak menunjuk pada Taurat. Demikian pula etika ekonomi Islam termuat
dalam lebih dari seperlima ayat-ayat yang muat dalam Al-Quran.
Filosofi, Salah satu sumber nilai-nilai etika yang juga menjadi acuan dalam
pengambilan keputusan oleh manusaia adalah ajaran-ajaran Filosofi. Ajaran filosofi
tersebut bersumber dari ajaran-ajaran yang diwariskan dari ajaran-ajaran yang
sudah diajarkan dan berkembang lebih dari 2000 tahun yang lalu. Ajaran ini sangat
komplek yang menjadi tradisi klasik yang bersumber dari berbagai pemikiran para
fisuf-filsuf saat ini. Ajaran ini terus berkembanga dari tahun ke tahun Di Negara
barat, ajaran filosofi yang paling berkembang dimulai ketika zaman Yunani kuno
pada abd ke 7 diantaranya Socrates (470 Sm-399 SM) Socrate percaya bahwa
manusia ada untu suatu tujuan, dan bahwa salah dan benar memainkan peranan
yang penting dalam mendefinisikan hubungan seseorang dengan lingkungan dan
sesamanya sebagai seorang pengajar, Socrates dikenang karena keahliannya dalam
berbicara dan kepandaian pemikirannya. Socretes percaya bahwa kebaikan berasal
dari pengetahuan diri, dan bahwa manusia pada dasarnya adalah jujur, dan bahwa
kejahatan merupakan suatu upaya akibat salah pengarahan yang membebani
kondisi seseorang. Pepatah yang terkenal mengatakan. : Kenalilah dirimu dia
yang memperkanalkan ide-ide bahwa hukum moral lebih inggi daripada hukum
manusia.
Budaya, Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan
etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari
suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari berbagai negara
(Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan nilai, aturanaturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas tertentu
dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu
komunitas yang lebih besar. Budaya adalah suatu sistem nilai dan norma yang
diberikan pada suatu kelompok atau komunitas manusia dan ketika itu disepakati
atau disahkan bersama-sama sebagai landasan dalam kehidupan (Rusdin, 2002).
Hukum, dalah perangkat aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka
untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Hukum
menentukan ekspektasi-ekspektasi etika yang diharapkan dalam komunitas dan
mencoba mengatur serta mendorong para perbaikan-perbaikan masalah-masalah
yang dipandang buruk atau tidak baik dalam komunitas. Sebenarnya bila kita
berharap bahwa dengan hukum dapat mengantisipasi semua tindakan pelanggaran
sudah pasti ini menjadi suatu yang mustahil. Karena biasanya hukum dibuat setelah
pelanggaran yang terjadi dalam komunitas.
e. Leadership
Leadership dalam bisnis sangat diperlukan karena berpengaruh dalam
perkembangan bisnis yang dilakukan. Bahkan ada yang mengatakan bahwasanya
leadership atau kepemimpinan merupakan sebuah karakter utama yang diperlukan
dalam bisnis. Hal ini tidak lain karena peran kepemimpinan berpengaruh terhadap
jalannya bisnis dan juga kinerja karyawan. Tidak setiap orang memiliki leadership
yang baik. Namun ada pula orang yang sejak masih kecil sudah terlihat jiwa
kepemimpinannya. Akhirnya seiring perkembangannya ia pun terbiasa mengatur
dan membuat keputusan yang berpengaruh pada sekitarnya. Hal ini sangat
memiliki peran penting dalam dunia bisnis. Dunia bisnis tidak selamanya berjalan
mulus. Adakalanya bertemu masalah yang harus diselesaikan dengan berbagai
risiko. Nah, disinilah peran penting seorang pemimpin akan membawa pengaruh.
Ada beberapa hal yang harus dilakukang oleh seorang pemimpin yang beretika
yaitu :
1. Mereka berperilaku sedemikian rupa sehingga sejalan dengan tujuannya
dan organisasi.
2. Mereka berlaku sedemikian rupa sehingga secara pribadi, dia merasa
bangga akan perilakunya.
3. Mereka berperilaku dengan sabar dan penuh keyakinan akan keputusan
yang diambilnya dan dirinya sendiri.
g. Karakter Individu
Setiap individu mempunyai karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang
dipengaruhi oleh lingkungan. Karakteristik bawaan merupakan karakteristik
keturunan yang dibawa sejak ia lahir baik yang berhubungan dengan faktor
biologis maupun sosial psikologis. Keyakinan masa lalu mengatakan bahwa
kepribadian terbawa pembawaan dan lingkungan; merupakan dua faktor yang
terbentuk karena dua faktor yang terpisah, masing-masing mempengaruhi
kepribadian dan kemampuan individu bawaan dan lingkungan dengan caranya
masing-masing. Namun setelah disadari bahwa apa yang dipikirkan dan dikerjakan
oleh seseorang atau apa yang dirasakan oleh siapapun merupakan hasil dari
perpaduan dari apa yang ada di antara faktor-faktor biologis yang diturunkan dan
pengaruh lingkungan.
Seorang anak memulai pendidikan formalnya di tingkat TK kira-kira pada usia 4-6
tahun. Tanpa memperdulikan berapa umur anak, karakteristik pribadi dan
kebiasaan-kebiasaan yang dibawa ke sekolah akhirnya terbentuk oleh pengaruh
lingkungan dan hal itu tampak sebagai pengaruh penting terhadap keberhasilannya
di sekolah dan masa perkembangan hidupnya di kemudian hari.
Nature dan nurture merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan
karakteristik individu dalam hal fisik, mental, dan emosional pada setiap tingkat
perkembangan. Karakteristik yang berhubungan dengan perkembangan faktor
biologis cenderung lebih bersifat tetap, sedang karakteristik yang berkaitan dengan
sosial psikologis lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Seorang bayi merupakan pertemuan antara dua garis keluarga, yaitu keluarga ayah
dan ibu. Saat terjadinya pembuahan atau konsepsi kehidupan yang baru itu secara
berkesinambungan dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan yang membantu
mengembangkan potensi-potensi biologis demi terbentuknya tingkah laku manusia
yang dibawa sejak lahir. Hal tersebut bisa membentuk pola karakteristik tingkah
laku yang dapat mewujudkan seseorang sebagai individu yang berkarakteristik
bebrbeda dengan individu-individu yang lainnya.
h. Budaya Perusahaan
Pengetian Budaya Perusahaan :
Budaya adalah satu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal, pengetian dan
cara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota orgaanisasi dan diterima oleh
anggota baru seutuhnya. (W. Jack Duncan dalam Organizational Culture: Getting
a Fix on an Elusive Concept, Academy of Managemenr Executive 3 1989).
Keadaan yang seperti ini akan memberikan pengaruh terhadap kinerja organisasi /
perusahaan.
4. Integrasi
Integrasi dalam budaya organisasi adalah kemampuan suatu organisasi atau perusahaan
dalam memberikan dorongan terhadap unit unit atau satuan dalam organisasi atau
perusahaan untuk bekerja dengan terpimpin atau terkoordinasi. Melalui kerja yang
kompak dan terkoordinasi dengan baik dapat mendorong kualitas dan kuantitas
pekerjaan yang dihasilkan oleh sebuah organisasi atau perusahaan.
5. Dukungan manajamen
Dukungan manajemen dalam budaya organisasi adalah tentang kemampuan tingkat
manajer dalam sebuah organisasi atau perusahaan dalam berkomunikasi (baca
pengertian komunikasi) kepada karyawan. Komunikasi tersebut harusnya dalam
bentuk dukungan, arahan ataupun kritisi (membangun) kepada bawahan. Dengan
adanya dukungan manajemen yang komunikatif, sebuah perusahaan atau organisasi
dapat berjalan dengan mulus.
6. Kontrol
Kontrol dalam budaya organisasi sangat penting. Kontrol yang dimaksud adalah
peraturan atau norma yang digunakan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Oleh
karena itu diperlukan sejumlah peraturan dan tenaga pengawas (atasan langsung) yang
berfungsi sebagai pengawas dan pengendali perilaku pegawai dan karyawan dalam
suatu organisasi.
7. Identitas
Identitas dalam budaya organisasi adalah kemampuan seluruh karyawan dalam suatu
organisasi atau perusahaan dalam mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu kesatuan
dalam perusahaan dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional
tertentu.
8. Sistem Imbalan
Sistem imbalan tidak kalah pentingnya dalam budaya organisasi. Sistem imbalan
seperti pemberian kenaikan gaji, promosi (kenaikan jabatan), bonus liburan dan
lainnya haruslah berdasarkan kemampuan atau prestasi karyawan dalam bekerja dan
sangat tidak diperbolehkan atas alasan alasan perusak lainnya seperti senioritas, pilih
kasih dan hal hal lain yang berbau korupsi (baca pengertian korupsi). Sistem imbalan
dapat memberikan boost atau dorongan terhadap prestasi kerja dan memberikan
peningkatan dalam perilaku inovatif dan kerja maksimal sesuai keahlian dan
kemampuan yang dimiliki karyawan atau anggota dalam organisasi.
9. Toleransi terhadap Publik
Dalam budaya organisasi, perbedaan pendapat yang memunculkan konflik sering
terjadi dalam sebuah perusahaan atau organisasi. Hal inilah yang harus dilakukan