Anda di halaman 1dari 50

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat-Nya yang
telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang
berjudul Bayi Lahir dari Ibu Bermasalah dalam memenuhi tugas kepaniteraan
klinik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.
Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan referat ini tidak
lepas dari bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Atas bantuan yang telah
diberikan, baik moril maupun materil maka ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada dr. Albert Daniel, Sp.A selaku pembimbing dan penguji.
Penulis menyadari bahwa ada kekurangan dalam referat ini, sehingga penulis
membutuhkan kritik dan saran dari pembaca demi kelengkapan dan kesempurnaan
referat ini.
Akhir kata penulis berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta
semua pihak yang ingin mengetahui tentang Bayi Lahir dari Ibu Bermasalah.

Jakarta, November 2015

Penulis

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar1
Daftar isi..2
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang3
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Bayi Lahir dari Ibu Bermasalah...6
2.1.1 Ibu Penderita DM...6
2.1.2 Ibu dengan Infeksi Hepatitis Virus B11
2.1.3 Ibu dengan Infeksi Tuberkulosis Paru13
2.1.4 Ibu dengan Infeksi Malaria18
2.1.5 Ibu dengan Infeksi Sifilis...21
2.1.6 Ibu dengan Infeksi Toksoplasmosis...25
2.1.7 Ibu dengan Infeksi Intrauterin...30
2.1.8 Ibu dengan Infeksi HIV34
2.1.9 Ibu dengan Kecanduan Obat42
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan..48
Daftar Pustaka...50

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagian besar Bayi Baru Lahir yang terlahir dari Ibu yang bermasalah
dalam arti menderita suatu penyakit, tidak menunjukkan gejala sakit pada saat
dilahirkan atau beberapa waktu setelah lahir. Bukan berarti bayi baru lahir tersebut
aman dari gangguan akibat dari penyakit yang diderita ibu. Hal tersebut dapat
menimbulkan akibat yang merugikan bagi Bayi Baru Lahir (BBL), dan dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas bayi. Ibu bermasalah disini diartikan
sebagai Ibu yang menderita sakit, sebelum, selama hamil, atau pada saat menghadapi
proses persalinan. 1,2
Dari State of the Worlds Newborn, Save The Children 2001, terdapat rumus
dua per tiga yaitu, lebih dari 7 juta bayi meninggal setiap tahun antara lahir hingga
umur 12 bulan, hampir dua pertiga bayi yang meninggal, terjadi pada bulan pertama,
dari yang meninggal tersebut, dua pertiga meninggal pada umur satu minggu, dan
dua pertiga diantaranya meninggal pada dua puluh empat jam pertama
kehidupannya. Disini sangat jelas bahwa masalah kesehatan neonatal tidak dapat
dilepaskan dari masalah kesehatan perinatal dimana proses kehamilan, dan
persalinan memegang faktor yang amat penting. 3
Sasaran kesehatan anak tahun 2010 diantaranya adalah angka kematian bayi
turun dari 45,7 per seribu kelahiran, menjadi 36 per seribu kelahiran (SKN), BBLR
(Bayi Berat Lahir Rendah atau kurang 2500 gram) menurun setinggi-tingginya 7%
(SKN), di mana secara nasional tahun 1995-1999 diperkirakan BBLR 8% (Save The
Children 2001) akan tetapi kalau dilihat dari tahun ke tahun, angka kematian

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

Neonatus penurunannya sangat lambat, dan menempati 47% dari angka kematian
bayi, bahkan pada 2003 AKN 20 per seribu kelahiran. Dari angka tersebut, 79,4%
kematian pada bayi baru lahir berumur kurang dari tujuh hari. Bila dikaji lebih
mendalam, ternyata dari kematian tersebut, 87% dapat dicegah apabila deteksi dini
bayi risiko cepat diketahui, dan dapat segera dirujuk agar mendapat pertolongan
yang akurat, dan cepat. Diperkirakan tiap jam terdapat 12 neonatus meninggal. Dari
sumber SKRT 2001, ternyata dari bayi yang mendapat masalah, yang mencari
pertolongan pada tenaga kesehatan hanyalah 36%. Oleh karena itu, tenaga kesehatan
di lini terdepan baik di pelayanan perifer ataupun di pusat, sangat diharapkan
mempunyai ketrampilan baik deteksi dini bayi risiko ataupun penanganan
kegawatan, dan menentukan waktu yang tepat kapan bayi akan dirujuk, dan
persiapan apa yang harus dilakukan.
Bayi yang berumur kurang dari tujuh hari, kelainan yang di derita lebih
banyak terkait dengan kehamilan dan persalinan, sedangkan bayi berumur lebih dari
tujuh hari sampai dua bulan banyak terkait dengan pola penyakit anak. Karena
kebanyakan bayi baru lahir yang sakit jarang dibawa oleh orang tua ke pusat
pelayanan karena kultur masyarakat, maka kunjungan rumah bagi tenaga kesehatan
sangat diperlukan, dengan ASUH yaitu awal sehat untuk hidup sehat. Kelainan BBL
sangat erat hubungannya dengan saat berada di dalam kandungan, untuk itu sangat
diperlukan komunikasi yang erat diantara dokter Anak, dokter Obstetri dan dokter
Anastesi serta bidan setempat. Banyak sekali macam penyakit yang dapat diderita
ibu selama masa kehamilan. 2
Dalam referat ini akan di bahas mengenai bayi baru lahir dari ibu yang
mengalami penyakit yang relatif sering, seperti Diabetes Mellitus, kecurigaan infeksi

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

Hepatitis B, Tuberkulosis, Sifilis, Malaria, Sifilis, Toksoplasma, infeksi intra uterin,


dan HIV yang tampaknya jumlah penderita semakin meningkat.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bayi Lahir dari Ibu Bermasalah 4,5,6


Bayi lahir dari ibu penderita diabetes mellitus, malaria, kecurigaan infeksi
Hepatitis B, tuberkulosis, sifilis, toksoplasma, infeksi intra uterin, HIV, maupun ibu
yang kecanduan obat kemungkinan besar akan mengalami masalah beberapa waktu
setelah lahir, meskipun tampak normal pada waktu lahir. Untuk menghindari semua
penyakit di atas perlu dilakukan skrining sebelum dan selama kehamilan.
2.1.1 Ibu Penderita Diabetes Mellitus
Bayi yang dilahirkan dari ibu penderita DM berisiko mengalami masalah pada
saat lahir berupa gangguan maturitas paru, berat lahir besar untuk masa kehamilan
(BMK) atau makrosomia, atau bila disertai dengan penyakit vaskular akan
mengalami berat lahir kecil untuk masa kehamilan (KMK).
A.

Diagnosis

Anamnesis
Pengamatan pada IDM (infants of diabetic mothers) di ruang resusitasi:
-

Asfiksia neonatus

Trauma lahir

Malformasi kongenital

Bukti adanya makrosomia

Hipoglikemia dengan tanda letargi, tidak mau minum, apnea atau kejang
dalam 6-12 jam setelah lahir. Kejang yang timbul setelah usia 12 jam
kemungkinan diakibatkan oleh hipokalsemia atau hipomagnesemia.

Distres respirasi akibat imaturitas paru

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

Pemeriksaan laboratorium
Kadar glukosa serum dengan dextrostix segera setelah lahir dan selanjutnya
sesuai prosedur pemeriksaan kadar glukosa darah. Bila kadarnya <40 mg/dL, harus
dilakukan pemeriksaan ulang kadar glukosa serum. Kadar kalsium serum diperiksa
pada usia 6, 24 dan 48 jam. Bila kadar rendah, periksa juga kadar magnesium karena
kemungkinan menurun. Hemoglobin/hematokrit diperiksa pada usia 4 dan 24 jam.
Kadar bilirubin serum diperiksa bila ada indikasi, secara klinis terdapat tanda ikterus.
Pemeriksaan laboratorium lain seperti analisa gas darah, hitung jenis leukosit, dan
kultur diperiksa sesuai indikasi. Pemeriksaan radiologi, EKG, ekokardografi juga
dapat dilakukan sesuai indikasi klinis.
B.

Tata laksana
Bayi lahir dari ibu dengan diabetes melitus, berisiko untuk terjadi

hipoglikemia pada 3 hari pertama setelah lahir, walaupun bayi sudah dapat minum
dengan baik. Ibu dengan DM mempunyai risiko kematian bayi lima kali dibanding
ibu tidak dengan DM, dan sering mengalami abortus ataupun kematian dalam
kandungan. Bayi dengan ibu DM mengalami transient hiperinsulinism yang dapat
mengakibatkan Hipoglikemia, Macrosomia pada bayi yang dilahirkan, dan dapat
berakibat kesulitan lahir. Tanda bayi hipoglikemia adalah distres nafas, malas
minum, jitteriness, mudah terangsang, sampai kejang.
KADAR GLUKOSA DARAH RENDAH (HIPOGLIKEMIA)
Adalah bila kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dL (2,6 mmol/L)
Masalah:
a. Glukosa darah kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L) atau terdapat tanda
hipoglikemia.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

b. Glukosa darah 25 mg/dL (1,1 mmol/L) - 45 mg/dL (2,6 mmol/L) tanpa tanda
hipoglikemia.
PENGELOLAAN HIPOGLIKEMIA
a. Glukosa darah kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L) atau terdapat tanda hipoglikemia

Pasang jalur IV jika belum terpasang.

Berikan glukosa 10% 2 mL/kg secara IV bolus pelan dalam lima menit.
Jika jalur IV tidak dapat dipasang dengan cepat, berikan larutan
glukosa melalui pipa lambung dengan dosis yang sama.

Infus glukosa 10% sesuai kebutuhan rumatan.

Periksa kadar glukosa darah satu jam setelah bolus glukosa dan kemudian
tiap tiga jam :
-

Jika kadar glukosa darah masih kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L),


ulangi pemberian bolus glukosa seperti tersebut di atas dan lanjutkan
pemberian infus

Jika kadar glukosa darah 25-45 mg/dL (1,1-2,6 mmol/L), lanjutkan


infus dan ulangi pemeriksaan kadar glukosa setiap tiga jam sampai
kadar glukosa 45 mg/dL (2,6 mmol/L) atau lebih ;

Bila kadar glukosa darah 45 mg/dL (2,6 mmol/L) atau lebih dalam
dua kali pemeriksaan berturut-turut, ikuti petunjuk tentang frekuensi
pemeriksaan kadar glukosa darah setelah kadar glukosa darah kembali
normal.

Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI
peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian
minum.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

Bila kemampuan minum bayi meningkat turunkan pemberian cairan


infus setiap hari secara bertahap. Jangan menghentikan infus glukosa
dengan tiba-tiba.

b. Glukosa darah 25 mg/dL (1,1 mmol/L)-45 mg/dL (2,6 mmol/L) tanpa tanda
Hipoglikemia

Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI
peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.

Pantau tanda hipoglikemia dan bila dijumpai tanda tersebut, tangani


seperti tersebut di atas.

Periksa kadar glukosa darah dalam tiga jam atau sebelum pemberian
minum berikutnya :
-

Jika kadar glukosa darah kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L), atau


terdapat tanda hipoglikemia, tangani seperti tersebut di atas;

Jika kadar glukosa darah masih antara 25-45 mg/dL (1,1-2,6


mmol/L), naikkan frekuensi pemberian minum ASI atau naikkan
volume pemberian minum dengan menggunakan salah satu alternatif
cara pemberian minum;

Jika kadar glukosa darah 45 mg/dL (2,6 mmol/L) atau lebih, lihat
tentang frekuensi pemeriksaan kadar glukosa darah di bawah ini.

FREKUENSI PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH SETELAH KADAR


GLUKOSA DARAH NORMAL

Jika bayi mendapatkan cairan IV, untuk alasan apapun, lanjutkan


pemeriksaan kadar glukosa darah setiap 12 jam selama bayi masih
memerlukan infus. Jika kapan saja kadar glukosa darah turun, tangani seperti
tersebut di atas.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

Jika bayi sudah tidak lagi mendapat infus cairan IV, periksa kadar glukosa
darah setiap 12 jam sebanyak dua kali pemeriksaan:
-

Jika kapan saja kadar glukosa darah turun, tangani seperti tersebut di
atas;

Jika kadar glukosa darah tetap normal selama waktu tersebut, maka
pengukuran dihentikan.

Anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan lebih sering, paling tidak 8 kali
sehari, siang dan malam.
Bila bayi berumur kurang 3 hari, amati sampai umur 3 hari, periksa kadar
glukosa pada :

saat bayi datang atau pada umur 3 jam;

tiga jam setelah pemeriksaan pertama, kemudian tiap 6 jam selama 24 jam
atau sampai kadar glukosa dalam batas normal dalam 2 kali pemeriksaan
berturutturut.
Bila kadar glukosa 45 mg/dL atau bayi menunjukkan tanda hipoglikemia

(tremor atau

letargi), tangani untuk hipoglikemia. Bila dalam pengamatan tidak ada

tanda hipoglikemia atau masalah lain, bayi dapat

minum dengan baik, pulangkan

bayi pada hari ke 3.


Bila bayi berumur 3 hari atau lebih dan tidak menunjukkan tanda-tanda
penyakit, bayi

tidak perlu pengamatan. Bila bayi dapat minum baik dan tidak ada

masalah lain yang


C.

memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

Pencegahan
Pencegahan komplikasi yang berat pada janin maupun bayi pada masa

neonatal dilakukan dengan penanganan pada ibu selama hamil berupa:

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

10

Edukasi ibu untuk melakukan kontrol rutin dan di bawah pengawasan ketat
seorang dokter

Mengontrol kadar gula dengan terapi diet, bila tidak berhasil dengan insulin

Memperhatikan kontraindikasi permberian obat antidiabetik oral

Pemeriksaan pada trimester pertama, kedua, dan ketiga

2.1.2 Ibu dengan infeksi Hepatitis Virus B (HBV)


Bayi yang dilahirkan dari ibu penderita Hepatitis B biasanya asimptomatis,
jarang yang disertai gejala sakit. Transmisi virus hepatitis B dari ibu penderita terjadi
pada saat lahir karena paparan darah ibu. Bila ibu terbukti menderita hepatitis akut
pada kehamilan trimester pertama dan kedua, risiko penularan pada bayinya kecil
karena antigen dalam darah sudah negatif pada kehamilan cukup bulan dan antiHBs
sudah muncul. Bila ibu terinfeksi virus HB pada kehamilan trimester akhir,
kemungkinan bayi akan tertular adalah 50-70%. Penularan yang lain dapat terjadi
melalui fekal oral (sangat jarang) dan ASI. Akan tetapi risiko tersebut dapat minimal
apabila bayi diberikan HBIG dan vaksin hepatitis B.
A. Diagnosis
Anamnesis
-

Banyak kasus infeksi hepatitis B tidak bergejala.

Gejala yang timbul serupa dengan infeksi hepatitis A dan C tetapi mungkin
lebih berat dan lebih mencakup keterlibatan kulit dan sendi.

Gejala letargi, anoreksia dan malaise.

Gejala lain berupa artralgia atau lesi kulit berupa urtikaria, ruam purpura,
makulopapular, maupun akrodermatitis popular.

Pemeriksaan fisis

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

11

Dalam pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda:


-

Ikterus timbul setelah 6-8 minggu

Hepatosplenomegali

Limfadenopati

Pemeriksaan laboratorium
-

Bukti klinis pertama infeksi HBV adalah kenaikan serum ALT, yang mulai
naik sebelum timbul gejala, sekitar 6-7 minggu sesudah pemajanan.

Periksa kadar HBsAg dan IgM anti-HBc. Kadar antigen akan terdeteksi
dalam darah bayi pada usia 6 bulan, dengan kadar puncak pada usia 3-4
bulan. Jangan ambil darah umbilikal karena; (1) terkontaminasi dengan darah
ibu yang mengandung antigen positif atau sekresi vagina, (2) adanya
kemungkinan antigen noninfeksius dari darah ibu.

B. Tata Laksana
-

Ibu yang menderita hepatitis akut selama hamil atau HBsAg positif dapat
menularkan hepatitis B pada bayinya, untuk itu diperlukan pencegahan
dengan:

Berikan dosis awal vaksin hepatitis B 0,5 mL IM dalam 12 jam setelah lahir
dilanjutkan dosis ke-2 dan ke-3 pada usia 1 dan 6 bulan.

Bila tersedia, berikan imunoglobulin hepatitis B (HBIG) 200 IU


(0,5 mL) IM disuntikkan pada paha sisi yang lainnya, dalam waktu 24 jam
setelah lahir (paling lambat 48 jam setelah lahir)

Yakinkan ibu untuk tetap menyusui bayinya.

Apabila bayi menderita hepatitis B kongenital dapat diberikan lamivudin,


tenofovir, adefovir, atau etanercept sesuai dengan petunjuk ahli penyakit
infeksi.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

12

C. Pemantauan
Pada bayi yang dilahirkan dari ibu penderita hepatitis B dan tidak mendapatkan
penanganan yang adekuat perlu dilakukan pemeriksaan:
-

HBsAg pada 1-2 bulan setelah lahir; bila positif perlu penanganan lebih
lanjut, rujuk ke subbagian hepatologi.

Anti HBs untuk melihat tingkat kekebalan bayi; bila positif bayi telah
mendapat kekebalan dan terlindung dari infeksi.

D. Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap kejadian infeksi HB neonatal adalah dengan
memberikan imunoprofilaksis (lihat penanganan).

2.1.3 Ibu dengan infeksi Tuberkulosis (TB) Paru


Menurut WHO tahun 1994 terdapat sekitar 11,9 juta kasus TB Paru di dunia.
Dan Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam jumlah kasus baru TB (0,4 juta
kasus). Jumlah kasus TB di tujuh Rumah Sakit Pusat Pendidikan di Indonesia (19982002) adalah 1086 dengan kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%)
sedangkan bayi <12 bulan sebanyak 16,5%. Kejadian tuberkulosis (TB) kongenital
jarang terjadi. Ibu hamil dengan infeksi TB pada paru saja tidak akan menularkannya
ke janin sampai bayi lahir. Mekanisme infeksi intrauterin dapat melalui beberapa
cara yaitu penyebaran secara hematogen melalui vena umbilikalis atau aspirasi
cairan amnion yang terinfeksi (TB kongenital), transmisi melalui proses persalinan
(TB natal), dan TB pascanatal terjadi akibat penularan secara droplet. Ada 5 faktor
yang menyebabkan peningkatan TB pada anak dan dewasa muda yaitu epidemi HIV
(human immunodeficiency virus), terjadinya imigrasi dari daerah yang risiko tinggi
terjadi TB ke daerah yang risiko rendah, peningkatan transmisi terutama pada

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

13

fasilitas kesehatan, terjadi multidrug-resistant TB, dan penurunan pelayanan


kesehatan pada penderita TB.
A. Diagnosis
Anamnesis
Definisi TB kongenital adalah TB yang terjadi pada bayi berusia 1-84 hari.
TB kongenital baru akan menimbulkan gejala pada usia 2-3 minggu, seperti:
-

Demam

Gagal tumbuh

Letargi

Iritabel

Toleransi minum buruk

Distensi abdomen

Pemeriksaan Fisis
-

Pembesaran kelenjar getah bening

Berat badan menurun

Hepatosplenomegali

Distres respirasi

Ear discharge

Apnea

Ikterus

Berat badan lahir rendah; prematur

Tanda-tanda pada sistem saraf pusat

Pemeriksaan laboratorium
-

Kebanyakan kasusnya bersifat asimtomatik atau dengan gejala minimal.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

14

Pada setiap bayi yang dicurigai menderita TB kongenital atau terinfeksi


tuberculosis perinatal, dianjurkan dilakukan uji tuberkulin PPD meskipun
hasilnya bisa negatif kecuali kalau infeksi sudah berlangsung selama 4-6
bulan.

Pemeriksaan plasenta (PA, mikrobiologis-BTA dan biakan TB)

Bila selama evaluasi klinis terdapat limfadenopati, lesi kulit atau ear
discharge, lakukan pemeriksaan mikrobiologis dan atau PA.

Bila perjalanan klinis terdapat hepatomegali, lakukan pemeriksaan USG


abdomen, jika ada lesi di hati lakukan biopsi hati.

Bila bayi terbukti menderita TB kongenital, lakukan penanganan sebagai TB


congenital (lihat penanganan TB kongenital)

Foto thoraks dapat menunjukan adanya adenopati atau infiltrat atau berupa
bentuk milier.

Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) pada cairan lambung.

Lumbal pungsi bila indikasi ke arah TB milier atau meningitis TB.

B. Tata Laksana
Bila ibu menderita tuberkulosis paru aktif dan mendapat pengobatan kurang dari
2 bulan sebelum melahirkan, atau didiagnosis menderita TB setelah melahirkan:
-

Jangan diberi vaksin BCG segera setelah lahir

Beri profilaksis isoniazid (INH) 5 mg/kg sekali sehari peroral

Pada usia 8 minggu lakukan evaluasi kembali, catat berat badan dan lakukan
tes Mantoux dan pemeriksaan radiologi bila memungkinkan:

bila ditemukan kecurigaan TB aktif, mulai berikan pengobatan anti-TB


lengkap (sesuaikan dengan program pengobatan TB pada bayi dan anak)

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

15

bila keadaan bayi baik dan hasil tes negatif, lanjutkan terapi pencegahan
dengan INH selama 6 bulan.

Kortikosteroid diberikan apabila terdapat meningitis TB.

Apabila terjadi resisten multiobat (MDR= multidrug resistant) berikan 4


macam obat selama 12-18 bulan.

Tunda pemberian vaksin BCG sampai 2 minggu setelah pengobatan selesai.


Bila vaksin BCG sudah diberikan, ulang pemberiannya 2 minggu setelah
pengobatan INH selesai.

Yakinkan ibu bahwa ASI tetap boleh diberikan, dan sarankan ibu untuk
menggunakan masker.

Lakukan tindak lanjut terhadap bayinya tiap 2 minggu untuk menilai


kenaikan berat bayi.

C. Pemantauan
a. Bila ibu baru terdiagnosis setelah melahirkan atau belum diobati :
-

Semua anggota keluarga harus diperiksa lebih lanjut untuk kemungkinan


terinfeksi.

Bayi diperiksa foto dada dan tes PPD pada usia 4-6 minggu

Ulang tes PPD pada usia 4 bulan dan 6 bulan.

b.

Bila hasil tes negatif pada usia 4 bulan dan tidak ada infeksi aktif di
seluruh anggota keluarga; pemberian INH dapat dihentikan, pemberian ASI
dapat dilanjutkan, dan bayi tidak perlu dipisahkan dari ibu.

c.

Bila ibu tidak mengalami infeksi aktif, sedang dalam pengobatan,


hasil pemeriksaan sputum negatif dan hasil foto dada stabil :

Foto ulang ibu pada 3 dan 6 bulan setelah melahirkan, dan yakinkan ibu tetap
minum obat.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

16

Periksa anggota keluarga lain

d.

Bayi diperiksa tes tuberkulin PPD pada usia 4 bulan; bila hasilnya
negatif, sputum ibu negatif, dan anggota keluarga lain tidak terinfeksi,
hentikan pemberian INH.

Ulang pemeriksaan tuberkulin PPD pada usia 6,9, dan 12 bulan.

e.
-

Bila ibu mendapat pengobatan secara adekuat :


Periksa foto dada ulang ibu pada 3 dan 6 bulan setelah melahirkan karena
ada kemungkinan terjadi eksaserbasi

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

17

Lakukan pemeriksaan ulang tes tuberkulin PPD setiap 3 bulan selama 1


tahun, setelah itu evaluasi tiap tahun.

INH tidak perlu diberikan pada bayi.

Periksa anggota keluarga lain.

D. Pencegahan
Tindakan pencegahan yang paling efisien terhadap kejadian TB neonatal adalah
menemukan dan mengobati kasus TB pada ibu hamil sedini mungkin. Di daerah
dengan prevalens TB cukup tinggi, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin pada semua
ibu hamil yang dicurigai kontak dengan penderita TB; ibu hamil dengan HIV positif,
diabetes atau gastrektomi; atau ibu yang bekerja di lingkungan dengan kemungkinan
penularan cukup tinggi (seperti rumah sakit, penjara, rumah yatim piatu, dan lainlain).

2.1.4 Ibu dengan Infeksi Malaria


Di daerah endemis Malaria, infeksi Plasmodium falsiparum selama kehamilan
meningkatkan kejadian anemia ibu hamil, abortus, lahir mati, kelahiran prematur,
gangguan pertumbuhan intrauterin, dan bayi berat lahir rendah (BBLR).
A. Diagnosis
Anamnesis
-

Riwayat ibu bepergian ke daerah endemis

Riwayat ibu menderita malaria

Gejala yang paling sering ditemukan antara lain demam dan anemia, selain
itu bisa terjadi kuning, tidak mau minum, lemas, sianosis bahkan kehilangan
kesadaran.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

18

Pemeriksaan Fisis
-

Ikterus

Hepatosplenomegali

Pemeriksaan Laboratorium
Periksa apusan darah tipis terutama untuk menemukan jenis Plasmodium
falsiparum pada setiap bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita atau dicurigai
menderita malaria.

Dikutip dari: Lesko CR, et al. Arch Pediatr Adolesc Med 2007;161:1062-7.

IGM dan PCR


Pemeriksaan darah seperti hematokrit, leukosit, trombosit, bilirubin
Cari tanda-tanda malaria kongenital (misal ikterus, hepatosplenomegali,
anemia, demam, masalah minum, muntah); meskipun kenyataannya sulit
dibedakan dengan gejala malaria didapat.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

19

Tata Laksana
-

Bayi yang lahir dari ibu dengan malaria dapat mengalami kelahiran prematur,
berat lahir rendah, kecil untuk masa kehamilan, demam, masalah minum,
iritabilitas, hepatosplenomegali, ikterus, anemia.

Anjurkan ibu tetap menyusui bayinya.

Periksa apusan darah tipis terutama untuk menemukan jenis Plasmodium


falsiparum, bila:
a. hasil negatif, tidak perlu pengobatan
b. hasil positif, obati dengan anti-malaria

Ibu hamil yang menderita malaria, bayinya berisiko menderita malaria


kongenital.

Periksa adanya tanda-tanda infeksi kongenital (demam, masalah minum,


muntah, hepatosplenomegali, ikterus, anemia); gejala malaria kongenital
sangat sulit dibedakan dengan gejala malaria yang didapat.

Berikan klorokuin basa (dosis maksimal 25 mg/kg) pada hari pertama 10


mg/kgBB per oral, dilanjutkan 5 mg/kgBB 6 jam kemudian, selanjutnya hari
ke-2 dan ke-3 masing-masing 5 mg/kgBB untuk Plasmodium vivax, P.ovale,
dan P.malariae, sedangkan untuk Plasmodium falciparum yang cenderung
resisten terhadap klorokuin digunakan quinine 10 mg/kg BBper oral tiap 8
jam selama 8 hari ditambah dengan klindamisin 20-40 mg/kgBB/hari dibagi
3 selama 5 hari.

Jangan memberi kina pada bayi di bawah usia 4 bulan, karena dapat
menimbulkan --hipotensi.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

20

Pada daerah yang resisten klorokuin, saat ini terdapat terapi baru yang
dikeluarkan --oleh WHO yaitu ACT (artemisin dan combination therapy)
misalnya: pemberian artemisin dan primakuin (usia >1 tahun) pada
Plasmodium falciparum,atau dapat digunakan artemisin (25 mg/kg pada hari
pertama dan 12,5 mg/kg pada hari ke2-3) dengan meflokuin (15 mg/kg dosis
tunggal pada hari kedua).

Pemantauan
Lakukan tindak lanjut tiap 2 minggu dalam 8 minggu untuk memeriksa
pertumbuhan bayi dan memeriksa tanda-tanda malaria kongenital.
Pencegahan
Salah satu tindakan yang dikembangkan dan paling efektif untuk mencegah
komplikasi terhadap janin akibat infeksi malaria selama hamil adalah: menemukan
kasus dan memberikan pengobatan intermiten sulfadoksin-pirimetamin minimal 2
kali selama hamil.

2.1.5 Ibu dengan Infeksi Sifilis


Insidens infeksi Sifilis semakin meningkat dari tahun ke tahun, tetapi
diperkirakan hanya serpertiganya yang tercatat. Meskipun transmisi infeksi sifilis ke
janin diperkirakan terjadi pada dua trimester akhir, tetapi kuman spirokhaeta dapat
menembus plasenta setiap saat selama kehamilan.
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisis
Sifilis kongenital menimbulkan manifestasi klinis saat berusia 3 bulan kehidupan.
Gejala dan tanda klinis dapat berupa:
-

Hepatosplenomegali

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

21

Abnormalitas rangka (osteokondritis, periostitis, pseudoparalisis)

Lesi kulit dan mukokutan (ruam terutama di telapak tangan dan kaki)

Ikterus

Pneumonia

Anemia

Watery nasal discharge (rinitis persisten)

Abnormalitas SSP atau oftalmologi, Erbs palsy atipik

Pemeriksaan laboratorium
Lakukan pemeriksaan klinis dan uji serologis (VDRL) segera setelah lahir pada
setiap bayi yang dilahirkan ibu dengan hasil seropositif yang:
-

Tidak diobati atau tidak punya catatan pengobatan yang baik

Diobati selama kehamilan trimester akhir

Diobati dengan obat selain penisilin

Tidak terjadi penurunan titer treponema setelah pengobatan

Diobati tetapi belum sembuh

Pemeriksaan Sifilis:
-

Nontreponemal test (4x/> dari titer ibu) berupa RPR (rapid plasma reagin),
VDRL (the veneral disease research laboratory), dan ART (automated
reagin test). Sensitivitas sekitar 75% pada sifilis primer, mendekati 100%
pada sifilis sekunder, dan sekitar 75% untuk sifilis tersier atau laten.

Treponemal test seperti FTA-ABS (the fluorescent treponemal antibody


absorption test)

Pemeriksaan cairan likuor otak untuk mengetahui adanya neurosifilis.

Ditemukannya pleiositosis dan peningkatan protein.

FTA-ABS 19S Ig M test

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

22

PCR (polymerase chain reaction) untuk mendeteksi adanya T. pallidum.

Tata Laksana
-

Bila hasil uji serologis pada ibu positif dan sudah diobati dengan penisilin 2,4
juta unit dimulai sejak 30 hari sebelum melahirkan, bayi tidak perlu diobati.

Bila ibu tidak diobati atau diobati secara tidak adekuat atau tidak diketahui
status pengobatannya, maka:

beri bayi aqueous crystalline penicillin G 50.000 U/kg/dosis IM/IV tiap 12


jam selama 7 hari pertama usia kehidupannya, dilanjutkan tiap 8 jam sampai
10-14 hari atau aqueous procaine penicillin G 50.000 U/kg IM dosis tunggal
selama 10-14 hari.

beri ibu dan ayahnya benzatine penisilin 2,4 juta unit IM dibagi dalam dua
suntikan pada tempat yang berbeda.

Rujuk ibu dan ayahnya ke rumah sakit yang melayani penyakit menular
seksual untuk tindak lanjut.

Pemantauan
-

Lakukan pemeriksaan rutin untuk memeriksa pertumbuhan bayi dan tandatanda sifilis kongenital pada bayi berusia 1, 2, 4, 6, dan 12 bulan.

Cari tanda-tanda sifilis kongenital pada bayi (edema, ruam kulit, lepuh di
telapak

tangan/kaki,

kondiloma

di

anus,

rinitis,

hidrops

fetalis/hepatosplenomegali)
-

Bila ada tanda-tanda di atas, berikan terapi untuk sifilis kongenital

Lakukan follow-up setelah terapi saat bayi berusia 3, 6, dan 12 bulan sampai
pemeriksaan serologi nonreaktif dan titer VDRL turun.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

23

Pencegahan
-

Lakukan pemeriksaan serologis pada ibu hamil yang mempunyai faktor


risiko tinggi (pelaku seks komersial, sering berganti pasangan, pecandu obatobatan, riwayat menderita infeksi sebelumnya, riwayat infeksi HIV).

Berikan pengobatan secara adekuat terhadap ibu hamil yang terinfeksi untuk
mencegah terjadinya sifilis kongenital.

Patofisiologi sifilis (masa inkubasi 3 minggu);


a. Sifilis didapat
1. Sifilis primerTimbul 1/> chancre (ulkus tidak sakit, indurasi)
2. Sifilis sekunder
Terjadi setelah 3-6 minggu. Terjadi ruam polimorfik terutama telapak tangan
dan kaki, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, limfadenopati difus,
mialgia, artralgia, alopesia, kondiloma lata, dan plak membran mukosa.
3. Sifilis laten
Tidak ada gejala akan tetapi terdapat bukti serologis adanya infeksi.
4. Sifilis tersier
Timbul 4-12 tahun kemudian setelah sifilis sekunder, dapat berupa gumma
pada kulit, tulang, atau organ dalam.
5. Neurosifilis
Manifestasi dini antara lain: meningitis dan penyakit neurovaskular.
Manifestasi lanjut berupa demensia, tabes dorsalis, dan kejang.
b. Sifilis kongenital

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

24

Umumnya lahir tidak menimbulkan gejala, tetapi tanda klinis biasanya


muncul setelah usia 3 bulan.

Gejala yang paling sering pada sifilis kongenital awal (lihat gejala dan tanda
klinis di atas).

Manifestasi lanjut terjadi setelah 2 tahun berupa neurosifilis, perubahan


tulang (frontal bossing, high palatal arch, maksila pendek, hutchinson teeth,
saddle nose), keratitis interstitial, dan tuli saraf.

2.1.6 Ibu dengan Infeksi Toksoplasmosis


Insiden Toksoplasmosis Kongenital di Amerika serikat berkisar dari 1/1000
sampai 1/8000 kelahiran hidup. Penularan infeksi dari ibu ke bayi dapat secara
parenteral atau secara pervaginam. Jika infeksi didapat dari ibu pada trimester
pertama, sekitar 17% janin terinfeksi dan biasanya berat. Jika infeksi didapat pada
trimester ketiga, sekitar 65% janin terinfeksi dan keterlibatannya ringan atau
asimptomatik pada saat lahir. Hal yang bisa terjadi bila bayi terinfeksi secara
kongenital antara lain prematuritas (25-50%), parut retina perifer, ikterus menetap,
trombositopenia ringan, pleositosis cairan serebrospinal, trias tanda-tanda klasik
(korioretinitis, hidrosefalus, dan kalsifikasi otak), eritroblastosis, hidrops fetalis, dan
kematian perinatal.
A. Diagnosis
Anamnesis
Umumnya gejala pada toksoplasmosis kongenital mulai timbul pada usia 3 bulan ke
atas.
a. Neurologis: mikrosefali, bertambahnya lingkar kepala tidak sebanding dengan
parameter pertumbuhan yang lain, kejang opistotonus, paralisis, sulit menelan,

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

25

gangguan pernapasan, tuli, retardasi pertumbuhan intrauterin, ketidakstabilan


pengaturan suhu, ensefalitis dan hidrosefalus obstruktif.
b. Oftalmologis: yang paling sering korioretinitis yang menyebabkan gangguan
penglihatan dan biasanya baru timbul pada usia beberapa tahun kehidupan. Selain
itu ditemukan strabismus, nistagmus, katarak, mikrkornea, retinitis fokal
nekrotising, skar korioretinal, ptisis (destruksi bola mata), atrofi optik, retinal
detachment, iritis, skleritis, uveitis, dan vitreitis. Penderita juga dapat menderita
retinopathy of prematurity dan korioretinitis sekaligus.
c. Gejala lain yang ditemukan antara lain: hepatosplenomegali, hiperbilirubinemia
persisten, trombositopenia, limfadenopathy, anemia, hipogamaglobulinemia,
sindrom nefrotik.

Gejala dan tanda 210 bayi yang terbukti mengalami infeksi


toksoplasmosis kongenital[*]

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

26

Data adapted from Couvreur J, Desmonts G, Tournier G, et al:A homogeneous series of 210 cases of congenital
toksoplasmosis in 011 mo old infants detected prospectively. Ann Pediatr (Paris) 1984;31:815819.

Sekitar lebih dari 80% toksoplasmosis kongenital yang tidak diobati dapat
menyebabkan IQ anak <70% pada 1 tahun usia kehidupannya, dapat juga
menimbulkan kejang dan gangguan penglihatan yang berat.
Gejala dan tanda yang timbul sebelum terdiagnosa atau selama menderita
toksoplasmosis kongenital yang tidak diobati pada 152 bayi (A) dan 101 anak-anak
yang berusia 4 tahun atau lebih (B) :

Dikutip dari: Eichenwald H: A study of congenital toksoplasmosis. In Slim JC (editor): Human Toksoplasmosis. Copenhagen,
Munksgaard, 1960, pp 4149. Study performed in 1947. The most severely involved institutionalized patients were not
included in the later study of 101 children.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

27

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan toksoplasmosis kongenital:
a. Serologis
-

Tes Sabin Feldman (IgG)

Indirect Fluorescent Antibody (IFA IgG, IgM) sensitifitas 25-50%

Double Sandwich Enzyme Immusorbant Assay (ELISA) (IgM, IgA, IgE)

Immunosorbant Agglutination Assay (ISAGA) (IgM, IgA, IgE) sensitifitas


sekitar 75-80%.

b. PCR dapat mendeteksi T.gondii pada buffy coat darah tepi, cairan serebrospinal
atau cairan amnion untuk mennentukan banyaknya DNA parasit yang muncul di
awal kehamilan. Sensitifitas PCR pada kehamilan 17-21 minggu (>90%)
c. Laboratorium
-

Leukositosis/leukopeni.

Awalnya

limfositopenia

atau

monositosis.

Eosinofilia (>30%), trombositopenia.


-

Fungsi hati

Serum Glucose-6-Phosphate-Dehydrogenase (G6PD) sebelum pemberian


sulfadiazine, Urinalisis, dan kreatinin. Cairan serebrospinal: xantokrom,
mononuklear pleositosis, protein meningkat. PCR lebih baik dalam
mendeteksi parasit pada cairan serebrospinal.

d. CT Scan
Dapat mendeteksi adanya kalsifikasi di periventrikel dan basal ganglia,
hidrosefalus yang mungkin terjadi pada minggu pertama kehidupan, dan atau
adanya atrofi korteks.
e. Pemeriksaan patologi

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

28

Histologis: Ditemukannya takizoit atau kista di jaringan atau cairan tubuh.

Tata Laksana
Sekitar 90% ibu terinfeksi selama kehamilan dilaporkan tidak menimbulkan
gejala dan tidak terdiagnosis tanpa skrining antibodi.
a. Terapi untuk mencegah terjadinya kerusakan otak dan kelainan retina dalam uterus
yang ireversibel.
-

Spiramisin diberikan pada kehamilan <18 minggu sampai aterm.

Pirimetamin, sulfadiazin, asam folat diberikan pada kehamilan >18


minggu. Jika infeksi fetus terjadi pada kehamilan <17 minggu cukup
diberikan sulfadiazin saja sampai setelah trimester pertama, oleh karena
pirimetamin mempengaruhi organogensis. Setelah pengobatan diberikan
pada ibu, diagnosis pada bayi menjadi sulit karena klinis dan serologis
menjadi sama.

Diagnosis prenatal dapat menggunakan PCR cairan amnion, sedangkan


USG kepala untuk mendeteksi adanya dilatasi ventrikel.

Pada beberapa keluarga dipertimbangkan untuk melakukan aborsi


terapetik pada kehamilan <16 minggu.

b. Infeksi pada neonatus guna memperbaiki gejala akut dan outcome.

Pirimetamin 1 mg/kgBB/12 jam selama 2 hari dilanjutkan tiap hari


sampai usia 2-6 bulan, dan 3x/minggu sampai usia 1 tahun. Efek samping
supresi sumsum tulang terutama netropenia, kejang, tremor dan gangguan
saluran cerna. Merupakan inhibitor reduktase dihidrofolat.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

29

Sulfadiazin 50 mg/kgBB/12jam sampai usia 1tahun. Efek samping


supresi sumsum tulang, kristaluria, hematuri dan/atau hipersensitif, dapat
diganti oleh klindamisin, azitromisin atau atovaquon.

Asam folat 10 mg, 3x/minggu sampai 1 minggu setelah pemberian


pirimetamin berhenti., berguna untuk mencegah supresi sumsum tulang.

Prednison 0,5 mg/kgBB/12jam diberikan pada infeksi susunan saraf pusat


yang aktif (protein >1g/dL), korioretinitis aktif, penglihatan yang
mengancam. Pemberian prednison memerlukan tappering off dan
dihentikan ketika gejala membaik.

Shunt ventrikel pada hidrosefalus

Bayi dari ibu yang terinfeksi HIV dan T.gondii dapat diberikan terapi
bersama antiretroviral seperti zidovudin.

Pencegahan
Perlu adanya kerjasama dari multidisiplin antara lain dengan penyakit infeksi,
penyakit mata, bedah saraf, bagian tumbuh kembang anak.
Kelainan pada mata yang paling sering ditemukan pada toksoplasmosis
kongenital perlu dilakukan pemeriksaan berkala setiap 3 bulan sampai 18 bulan
kemudian setahun sekali. Dengan pengobatan yang baik, korioretinitis membaik
setelah 1-2 minggu dan tidak relaps.

2.1.7 Ibu dengan kecurigaan infeksi Intra Uterin


Tanda-tanda ibu yang diduga mengalami infeksi dalam kandungan yang dapat
berakibat infeksi atau bakteriemi pada bayinya adalah bila :

Ibu mengalami panas tubuh lebih atau sama dengan 380 C selama proses
persalinan sampai 3 hari pasca persalinan,

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

30

Cairan ketuban hijau keruh apalagi berbau busuk,

Cairan ketuban pecah 18 sampai 24 jam sebelum bayi lahir,

Atau pecah pada saat umur kehamilan baru menginjak 37 minggu.

Pada keadaan tersebut, BBL sangat rawan terhadap terjadinya infeksi yang dapat
mengancam jiwanya, karena BBL tersebut dapat menderita sepsis. Perubahan
Neonatus ke arah kondisi yang buruk berlangsung sangat cepat.
Apabila suatu sebab, keluarga meminta pulang sebelum waktunya, pengawasan
yang perlu dilakukan oleh keluarga terhadap bayi adalah :

apakah pernapasan bayi menjadi cepat

bayi lethargi

hipotermi atau panas

muntah setiap minum

kembung, merintih

Manajemen
Bayi umur lebih dari 3 hari tanpa melihat umur kehamilan, tidak perlu
antibiotika. Nasehati ibu agar segera membawa bayinya kembali bila ada tanda
sepsis dan nasehati ibu kembali jika ada salah satu tanda sepsis.
Bayi berumur 3 hari atau kurang, ambil sampel darah bayi, dan kirim ke
Laboratorium untuk kultur/kultur kuman dan uji sensitivitas Obati sesuai umur
kehamilan seperti di bawah ini :

BAYI DENGAN UMUR KEHAMILAN 35 MINGGU ATAU LEBIH, ATAU


BERAT LAHIR 2000 gram ATAU LEBIH

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

31

Infeksi Intra uterin yang telah jelas, atau demam dugaan infeksi, dengan atau tanpa
KPD :

Ambil sampel darah, beri antibiotika seperti pemberian untuk kemungkinan


besar sepsis.

Bila hasil kultur negatif, dan bayi tidak menunjukkan tanda sepsis hentikan
antibiotika.

Bila hasil kultur positif, dan bayi menunjukkan tanda sepsis kapan saja; obati
untuk kemungkinan besar sepsis.

Bila kultur kuman tidak dapat dilakukan, dan bayi tidak menunjukkan tanda
sepsis, hentikan antibiotika setelah 5 hari.

Amati bayi selama 24 jam setelah antibiotika dihentikan :

Bila bayi keadaan baik, dan tidak ada tanda yang memerlukan perawatan di
rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

Nasihati ibu untuk membawa kembali bayinya bila ada gejala sepsis atau
infeksi.

Ada KPD TANPA Infeksi Intra Utertin atau demam dugaan infeksi :

Tidak perlu antibiotika.

Amati tanda sepsis setiap 4 jam dalam waktu 48 jam.

Bila setelah 48 jam kultur darah negatif, bayi tampak sehat, dan tidak ada
gejala yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bisa dipulangkan, beri
nasehat pada orang tua atau petugas, apabila ada tanda infeksi, segera dibawa
kembali ke Rumah Sakit.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

32

Bila kapan saja ada tanda sepsis atau kultur positif, diobati seperti
kemungkinan besar sepsis.

Bila kultur darah tidak diperiksa, amati 3 hari dan pulangkan bila keadaan bayi
baik.

BAYI DENGAN UMUR KEHAMILAN KURANG DARI 35 MINGGU, ATAU


BERAT LAHIR KURANG 2000 gram
Ada KPD , Infeksi Intra Utertin atau demam dugaan infeksi :

Ambil sampel darah, beri antibiotika untuk sepsis

Bila kultur darah negatif, bayi tidak ada tanda sepsis :

Ada KPD tanpa Infeksi Intra Uterin atau demam dugaan infeksi, hentikan
antibiotika setelah 3 hari.

Ada Infeksi Intra Utertin atau demam dugaan infeksi berat, hentikan antibiotika
setelah 5 hari.
Bila kultur darah positif, bayi menunjukkan gejala sepsis atau kapan saja

bayi/menunjukkan gejala seosis, obati sebagai kemungkinan besar sepsis.


Bila kultur darah tidak dapat dilakukan, bayi tidak menunjukkan gejala
sepsis antibiotika dihentikan setelah pemberian 5 hari.
Amati bayi selama 24 jam setelah antibiotika dihentikan :

Bila bayi keadaan baik, dan tidak ada tanda yang memerlukan perawatan di
rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.

Nasehati ibu untuk membawa kembali bayinya bila ada gejala sepsis atau
infeksi.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

33

TABEL 1. RINGKASAN TATALAKSANA BAYI DARI IBU DENGAN


KECURIGAAN INFEKSI INTRA UTERIN
Bayi 35 minggu / 2000 gram
Infeksi Ibu KPD /

Bayi < 35 minggu / < 2000 gram


KPD

Berikan antibiotika

Kultur Infeksi Ibu antibiotika 5 hari

Kultur Stop antibiotika

Kultur Infeksi Ibu antibiotika 3 hari

Kultur teruskan antibiotika

Kultur Infeksi bayi antibiotika


manajemen sepsis

Kultur tidak dilakukan, Infeksi

bayi antibiotika stop 5 hari, amati Kultur tidak dilakukan, Infeksi bayi
antibiotika stop setelah 5 hari

24 jam
KPD Infeksi Ibu
Tidak perlu antibiotika
Amati tiap 4 jam sampai 48 jam :
Bila infeksi bayi

pulang

Bia infeksi bayi

antibiotika
Bila kultur tidak dilakukan,

bayi baik, pulang setelah umur 3


hari

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

34

2.1.8 Ibu dengan infeksi HIV


Kasus AIDS pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1987 pada
seorang WNA di Bali. Sejak itu HIV/AIDS di Indonesia telah dilaporkan hampir di
semua provinsi kecuali Sulawesi Tenggara. Setelah selama 13 tahun sejak
dilaporkannya kasus pertama Indonesia masih tercatat sebagai negara dengan
prevalensi infeksi HIV rendah akan tetapi dalam 4 tahun terakhir ini Indonesia
dinyatakan

berada dalam keadaan epidemi terkonsentrasi (Concentrated level

epidemic) karena HIV/AIDS telah terjadi pada lapisan masyarakat tertentu dalam
tingkat prevalensi yang cukup tinggi terutama di provinsi Papua, DKI Jaya, Riau,
Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali.
MASALAH
Ibu dengan HIV positifLA KLINIK
Tidak ada tanda-tanda spesifik HIV yang dapat ditemukan pada saat
lahir. Bila terinfeksi pada saat peripartum,tanda klinis dapat ditemukan pada
umur 2-6 minggu setelah lahir. Tetapi tes antibodi baru dapat dideteksi pada
umur 18 bulan untuk menentukan status HIV bayi.
GEJALA KLINIK
Gejala klinik tidak spesifik,menyerupai gejala infeksi virus pada umumnya.
Bila keadaan berlanjut dan terdapat defisiensi imun yang berat, maka yang terlihat
adalah gejala penyakit sekunder, sesuai dengan mikroba penyebabnya. Tampak pada
umur 1 tahun 23 % dan 4 tahun 40 %.
Gejala klinik yang biasa ditemukan adalah BBLR, Infeksi saluran nafas
berulang, PCP (Pneumocystis carinii Pneumonia), sinusitis, sepsis, moniliasis
berulang,

hepatosplenomegali

febris

yang

tidak

diketahui

penyebabnya

Encephalopati (50%-90% terjadi sebelum obat anti Retrovirus dipergunakan).

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

35

DIAGNOSIS berdasarkan :
1. HIV Persangkaan infeksi, gejala klinik, risiko penularan di daerah yang banyak
ditemukan
2. Tes serologi
3.

Pembuktian Virus HIV dalam darah, karena pada bayi masih terdapat antibodi

HIV ibu yang menetap sampai 18 bulan

TES DIAGNOSTIK UTK INFEKSI HIV PADA BAYI


HIV Antibodi pada anak umur > 18 bulan. Dengan ELISA HIV. IgG anti
HIV ab, melalui plasenta pada Trimester III
Bila hasil pos sebelum umur 18 bulan, mungkin antibodi dari ibunya
VIRUS : HIV PCR DNA dari darah perifer pada waktu lahir, dan umur 34 bulan bila umur 4 bulan hasil negatip bayi bebas HIV

CD4 count rendah (normal 2500-3500/ml pada anak, Dewasa 700-

1000/ml) P24 Antigen test sudah tidak dipakai lagi untuk diagnostik, karena
dipandang kurang sensitif terutama untuk bayi (Richard Polin dan Cloherty) \

MANAJEMEN
a. MANAJEMEN UMUM
Bayi yang dilahirkan ibu dengan HIV positif maka :
- Hormati kerahasiaan ibu dan keluarganya, dan lakukan konseling pada
keluarga;
- Rawat bayi seperti bayi yang lain, dan perhatian khususnya pada
pencegahan infeksi;

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

36

- Bayi tetap diberi imunisasi rutin, kecuali terdapat tanda klinis defisiensi
imun yang berat, jangan diberi vaksin hidup (BCG, OPV, Campak,
MMR);
- Pada waktu pulang, periksa DL, hitung Lymphosit T, serologi anti HIV,
PCR DNA/RNA HIV.
Beri dukungan mental pada orang tuanya
Anjurkan suaminya memakai kondom, untuk pencegahan penularan infeksi.

TERAPI ANTI RETROVIRUS


Tanpa pemberian Antiretrovirus, 25% bayi dengan ibu HIV positif akan
tertular sebelum dilahirkan atau pada waktu lahir, dan 15% tertular melalui ASI :
Tentukan apakah ibu sedang mendapat pengobatan Antiretrovirus untuk HIV,
atau mendapatkan pengobatan antiretroviral untuk mencegah transmisi dari ibu
ke bayinya.Tujuan pemberian Antiretro Viral terapi adalah untuk menekan HIV
viral load sampai tidak terdeteksi dan mempertahankan jumlah CD4 + sel
sampai mencapai lebih dari 25%( Cloherty).
Kelola bayi dan ibu sesuai dengan protokol dan kebijakan yang ada, tujuannya
untuk Profilaksis
- Bila ibu sudah mendapat Zidovudine (AZT) 4 minggu sebelum melahirkan,
maka setelah lahir bayi diberi AZT 2 mg/kg berat badan per oral tiap 6 jam
selama 6 minggu, dimulai sejak bayi umur 12 jam.
- Bila ibu sudah mendapat Nevirapine dosis tunggal selama proses persalinan
dan bayi masih berumur kurang dari 3 hari, segera beri bayi Nevirapine
dalam suspensi 2 mg/kg berat badan secara oral pada umur 12 jam.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

37

- Untuk mencegah PCP, berikan TMP 2,5 mg/kgBB 2 x sehari, pemberian


3 kali seminggu, diberikan sejak bayi umur 6 minggu sampai diagnosis
HIV dapat disangkal (Polin), karena peak onset PCP adalah pada umur 3-9
bulan.
- Jadwalkan pemeriksaan tindak lanjut dalam 2 minggu untuk menilai masalah
pemberian minum dan pertumbuhan bayi (lihat Pemeriksaan Tindak
Lanjut).

BILA BAYI SUDAH TERKENA HIV


- Zidovudine (AZT)
Untuk bayi cukup bulan sampai bayi berumur 90 hari: oral 2mg/kgBB tiap 6
jam atau IV 1,5 mg/kgBB tiap 6 jam
Untuk bayi kurang bulan
1,5 mg/kg BB tiap 12 jam sampai 2 minggu kemudian 22mg/kgBB tiap 8 jam
- NEVIRAPIN
Neonatus sampai umur 2 bulan:
14 hari pertama 5 mg/kg atau 120 mg/m2 2 kali sehari
14 hari kedua 120 mg/m2 2 kali sehari
berikutnya 200 mg/m2 2 kali sehari sampai usia 2 bulan
b. PEMBERIAN MINUM

Lakukan konseling pada ibu tentang pemilihan pemberian nutrisi pada


bayinya. Ibu hamil HIV positif perlu mendapatkan konseling sehubungan
dengan keputusannya untuk menggunakan susu formula ataupun ASI
eksklusif. Hargai dan dukunglah apapun pilihan ibu. Ijinkan ibu untuk
membuat pernyataan sendiri tentang pilihan yang terbaik untuk bayinya.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

38

Terangkan kepada ibu bahwa menyusui dapat berisiko menularkan infeksi


HIV. Meskipun demikian, pemberian susu formula dapat meningkatkan risiko
kesakitan dan kematian, khususnya bila pemberian susu formula tidak
diberikan secara aman karena keterbatasan fasilitas air untuk mempersiapkan
atau karena tidak terjamin ketersediaannya oleh keluarga.

ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Risiko penularan HIV melalui ASI
sekitar 15-20 %, risiko penularan HIV diperbesar dengan adanya lecet pada
payudara ibu dengan HIV ( menjadi 65 % ).

Terangkan pada Ibu tentang untung dan rugi pilihan cara pemberian minum :
-

Susu formula dapat diberikan bila mudah didapat, dapat dijaga


kebersihannya dan selalu dapat tersedia;

ASI Eksklusif dapat segera dihentikan bila susu formula sudah dapat
disediakan. Hentikan ASI pada saat memberikan susu formula;

Rekomendasi yang biasa diberikan adalah memberikan ASI eksklusif


selama 6 bulan, kemudian dilanjutkan ASI ditambah makanan padat
setelah umur 6 bulan.

Dalam beberapa situasi, kemungkinan lain adalah :


-

Memeras ASI dan menghangatkannya waktu akan diberikan;

Pemberian ASI oleh Ibu susuan (Wet Nursing) yang jelas HIV
negatif;

Memberi ASI peras dari Ibu dengan HIV negatif.

Bantu ibu menilai kondisinya dan putuskan mana pilihan yang terbaik, dan
dukunglah pilihannya.

Bila ibu memilih untuk memberikan susu formula atau menyusui, berikan
petunjuk khusus (lihat bawah).

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

39

Apapun pilihan ibu, berilah petunjuk khusus (seperti dibawah ini) :


-

Apabila memberikan susu formula, jelaskan bahwa selama 2 tahun ibu


harus menyediakannya termasuk makanan pendamping ASI;

Bila tidak dapat menyediakan susu formula, sebagai alternatif diberikan


ASI secara eklusif dan segera dihentikan setelah tersedia susu formula;

Semua bayi yang mendapatkan susu formula, perlu dilakukan tindak


lanjut dan beri dukungan kepada ibu cara menyediakan susu formula
dengan benar.

Jangan memberikan minuman kombinasi (misal selang-seling antara


susu hewani, bubur buatan, susu formula, disamping pemberian ASI),
karena risiko terjadinya infeksi lebih tinggi dari pada bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif.

Sangat tidak dianjurkan untuk menyusui campur (mixed feeding)


karena akan meningkatkan kemungkinan bayi terinfeksi HIV. Bila
menyusui campur, perlindungan ASI terhadap bayi dari penyakit infeksi
menjadi tidak maksimal, sementara virus HIV ditransmisikan melalui
ASI ditambah dengan kemungkinan infeksi lain yang dibawa oleh susu
formula. Bila ASI saja, perlindungan akan optimal untuk infeksi yang
dibawa oleh ASI. Bila susu formula saja, bayi tidak memiliki risiko
menerima infeksi yang dibawa oleh ASI.

Pemberian susu formula :

Ajari ibu cara mempersiapkan dan memberikan susu formula dengan


menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.

Anjurkan ibu untuk memberi susu formula 8 kali sehari, dan beri lagi
apabila bayi menginginkan.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

40

Beri ibu petunjuk secara tertulis cara mempersiapkan susu formula.

Jelaskan

mengenai

risiko

memberi

susu

formula

dan

cara

menghindarinya.
Bayi akan diare apabila tangan Ibu, air atau alat-alat yang digunakan tidak
bersih dan steril, atau bila susu yang disediakan terlalu lama tidak diminumkan;
-

Bayi tidak akan tumbuh baik apabila :

jumlah tiap kali minum terlalu sedikit;

frekuensi pemberiannya terlalu sedikit;

susu formula terlalu encer;

bayi mengalami diare.

Nasihati Ibu untuk mengamati apakah terdapat tanda bahaya pada bayinya,
seperti :

Minum kurang dari 6 kali dalam sehari atau minum hanya sedikit;

Diare;

Berat badan sulit naik.

Nasihati Ibu untuk melakukan kunjungan tindak lanjut :


-

Kunjungan rutin untuk memonitor pertumbuhan;

Meberi dukungan cara-cara menyiapkan formula yang aman;

Nasihati ibu untuk membawa bayinya bila sewaktu-waktu ditemukan


tanda bahaya (lihat atas).

Pemberian ASI

Bila ibu memilih menyusui, dukung dan hargai keputusannya.

Pastikan bayi melekat dan mengisap dengan baik untuk mencegah


terjadinya Mastitis dan gangguan pada puting susu.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

41

Nasihati Ibu segera kembali apabila ada masalah pada payudara atau
putingnya, atau bayi mengalami kesulitan minum.

Pada minggu pertama, nasihati Ibu melakukan kunjungan ke rumah sakit


untuk menilai perlekatan dan posisi bayi waktu menyusu sudah baik,
serta keadaan payudara ibu.

Atur konseling selanjutnya untuk mempersiapkan kemungkinan ibu


menghentikan menyusui lebih awal.

PEMERIKSAAN TINDAK LANJUT SETELAH PULANG

Pemeriksaan darah PCR DNA/RNA dilakukan pada umur 1, 2, 4, 6 dan


18 bulan. Diagnosis HIV ditegakkan apabila pemeriksaan PCR
DNA/RNA HIV POSITIP dua kali berturut selang satu minggu, bila
keadaan demikian ditemukan, mulai diberikan pengobatan Antiretro
Virus.

2.1.9 Ibu dengan kecanduan obat


Obat-obatan yang kita bahas hanya terbatas obat Narcotic misalnya Heroin
dan Methadone, atau obat stimulant (non narcotic) misalnya Cocain karena
disamping macam obat yang sangat banyak tapi tempat terbatas, juga karena obat
tersebut sering digunakan oleh Ibu-ibu pengguna.
Kita harus waspada terhadap ibu-ibu pengguna obat apabila kita temui Ibu
yang habis melahirkan tanpa prenatal care yang disertai tanda-tanda pengguna
diantaranya adalah ada bekas jaringan-jaringan parut disertai hepatitis, yang sangat
tergesa-gesa ingin meninggalkan Rumah Sakit, atau meminum obat dengan dosis
besar dan berulang selama di Rumah Sakit. Bayi Baru Lahir dapat mengalami
Withdrawel karena obat-obat tersebut dapat melalui plasenta.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

42

TANDA WITHDRAWEL
Terjadinya Onset Gejala Withdrawel Narcotic yang akut bervariasi waktunya,
dapat sejak lahir sampai umur 2 minggu, sedangkan simtom dapat dilihat pada 24
sampai 48 jam tergantung kapan pengguna memakai obatnya.yang terakhir kali, dan
dicampur dengan obat lain atau tidak. Ibu dengan Heroin, withdrawel dapat terjadi
pada 50-75 % bayi, biasanya mulai pada 48 jam pertama, tergantung dosis. Tandatanda withdrawel dapat dilihat pada tabel dibawah.
Withdrawel tergantung beberapa fakror, yaitu Dosis Obat yang dikonsumsi,
Durasi kecanduan, dan dosis terakhir yang dikonsumsi.

Bila dosis 6mg/hari, Bayi mengalami gejala ringan, atau tanpa gejala.

Bila kecanduan telah lebih dari satu tahun, withdrawel pada bayi
dapat terjadi lebih dari 70%.

Bila

obat

dikonsumsi

terutama

dalam

24

jam

sebelum

melahirkan,maka kejadian withdrawel akan tinggi.


Ibu pengguna Heroin atau Methadone, dapat mempunyai bayi dengan
Abstinence Syndrome dengan ciri khas iritable, jitteriness, kejang, hipertoni, bersinbersin, takikardi, diare, dan gangguan minum. Gangguan ini dapat lama terutama
pada Ibu pengguna Methadone.
Bila Ibu kecanduan Methadone, simtom Withdrawel pada bayinya dapat
terjadi 75% walaupun obat yang dikonsumsi ibu rendah (20 mg/hari). Bila dosis
yang dikonsumsi besar, bayi dapat terjadi :

Timbul gejala segera sesudah lahir, hilang, kemudian timbul lagi pada umur 2
sampai 4 minggu.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

43

Tanpa gejala, tapi baru timbul withdrawel pada 2 sampai 3 minggu setelah
lahir.

Beberapa bayi dapat mengalami BBLR, Lingkar Kepala kecil dari bayi
normal, defisit motoric, gangguan pendengaran, kejang, dan moro reflex
yang menetap, dan peningkatan risiko SIDS (Sudden Infant Death
Syndrome).

Ibu dengan kecanduan Cocain, dapat mengalami meningkatnya kontraksi Uterus,


Vasokonstruksi pembuluh darah plasenta, sehingga uterine aliran darah uterin
menurun, bayi dapat mengalami Asfiksi, Prematur, Kecil Masa Kehamilan,
Perdarahan Otak, SIDS, kelainan pada saluran pencernaan, dan ginjal, gangguan
syaraf dengan adanya pertumbuhan yang terlambat, kekakuan, gangguan belajar,
Prune Belly Syndrome. Pada akhirnya anak mengalami kekerasan keluarga (Child
Abuse).

PENATALAKSANAAN
1. OBAT NARKOTIK
Tujuan penatalaksanaan adalah agar supaya bayi tidak mudah terangsang
(irritable), tidak muntah, tidak diare, dapat tidur diantara waktu minumnya, dan tidak
mengalami Withdrawel.
Jangan sekali-kali memberi Narcan (Naloxon) pada bayi dengan Ibu yang
kecanduan Methadone, karena dapat merangsang terjadinya reaksi withdrawel atau
kejang.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

44

Tabel 2. SINDROMA WITHDRAWEL SETELAH IBU MENGKONSUMSI OBAT


Tanda
Abdom.Dist
Alter.Sleep
Cyanosis
Diare
Diaforesis
Exc.Regurg.
Fever
High Pitch Cry
Hypotonicity
Hypertonicity
Hyperreflexia
Increase Suck
Lethargi

HRN
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-

MTD
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-

Coc
+
+
+
+
+
+
+

ONSET

1-144

1-14

1-3

jam
hari
Cloherty 5rd ed 2004 page 224-25

hari

Keterangan: HRN :Heroin

Tanda
Ineffective Suck
Irritability
Jitteriness
Lethargy
Nasal Congestion
RavenousAppetide
Seizures
Sneezing/Yawning
Tremors
Tachypnea
Tachycardia
Vomiting
Poor State Control
Weight loss
DURATION

HRN
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
7-20

MTD
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
20-45

hari

hari

MTD : Methadone COC: Cocain

Dalam hal pemberian Narcotic pada Ibu yang akan dioperasi karena
kesakitan, bila pemberian dalam 4 jam sebelum melahirkan, bayi boleh diberi narcan
bila ada depresi napas, asal Ibu bukan Pecandu Narkotik, bila gejala timbul setelah 4
jam, mungkin bukan akibat dari efek narcotic obat tersebut.
ASI dari Ibu pengguna Cocain dapat menyebabkan Bayi dengan Hipertensi,
kejang Pengelolaan meliputi Terapi Simtomatik dan Obat.
1. Terapi Simtomatik
Sebanyak 40% hanya membutuhkan terapi simtomatik tanpa obat. Meliputi
penempatan di Ruang yang temeraman, dan tenang, dibedong, diayun perlahan agar
tidur tenang, diberi P-ASI formula 24 kalori per ons.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

45

Coc
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-

2. Terapi dengan Obat


Untuk mengetahui apakah Bayi perlu Obat atau tidak, sebaiknya
menggunakan Skoring Sistim seperti pada tabel 4. Bila skore 8 atau lebih, pertanda
Bayi perlu pengobatan Neonatal Morphine Solution ( NMS), lihat tabel 3.
Apabila dosis sudah dicapai yang sesuai, bila sudah 72 jam, dosis diturunkan
pelan-pelan sebanyak 10 %dari dosis total, setiap harinya. Bila sudah mencapai 0,3
mL/kg BB/hari, obat dapat diberhentikan. Bila pada waktu penyapihan obat terjadi
timbul gejala lagi, dosis terakhir sebelum diturunkan diulang lagi. Tambahkan
Phenobarbital loading dose 10mg/kg BB kemudian dosis rumatan yang dibagi tiap 8
jam., apabila dosis NMS mencapai 2,0 mL/kg BB/hari. Pengisian Skore lihat
lampiran.
Tabel 3 : SKORING DAN NEONATAL MORPHINE SOLUTION
SCORE
8-10
11-13
14-16
17
ATAU

NEONATAL MORPHINE SOLUTION


0,8 mL/Kg BB/hari dibagi tiap 4 jam
1,2 mL/kg BB/ hari dibagi tiap 4 jam
1,6 mL/kg BB/hari dibagi tiap 4 jam
2,0 mL/kg BB/hari dibagi tiap 4 jam,dinaikkan 0,4 mL

LEBIH
sampai gejala terkontrol
TERAPI KECANDUAN OBAT STIMULAN( COCAIN)
Beri terapi Phenobarbital loading dose 10 mg/kg BB, kemudian dosis
rumatan. SIDS mempunyai risiko 3 sampai 7 kali pada Ibu pecandu Cocain.
Tabel 4 :

RUMATAN PHENOBARBITAL PADA BAYI DARI IBU


KECANDUAN COCAIN

SCORE
8-10
11-13
14-16
17 ATAU LEBIH

RUMATAN Phenobarbital
6 mg/Kg BB/hari dibagi tiap 8 jam
8 mg//kg BB/ hari dibagi tiap 8 jam
10 mg/kg BB/hari dibagi tiap 8 jam
12 mg/kg BB/hari dibagi tiap 8 jam

TINDAK LANJUT

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

46

Koordinasi petugas Kesehatan Rumah Sakit dengan petugas setempat, karena


bayi-bayi tersebut rawan untuk terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Bayi-bayi
tersebut termasuk bayi yang sulit untuk perawatan selanjutnya, apalagi bayi yang
menderita Withdrawel, karena bayi sering mudah terangsang, mengalami gangguan
tidur, sehingga membutuhkan orang yang sabar dalam merawatnya.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

47

BAB III
KESIMPULAN
Bayi Baru Lahir (BBL) yang terlahir dari Ibu yang bermasalah dalam arti
menderita suatu penyakit, tidak menunjukkan gejala sakit pada saat dilahirkan atau
beberapa waktu setelah lahir. Bukan berarti bayi baru lahir tersebut aman dari
gangguan akibat dari penyakit yang diderita ibu. Hal tersebut dapat menimbulkan
akibat yang merugikan bagi BBL dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
bayi. Ibu bermasalah disini diartikan sebagai Ibu yang menderita sakit, sebelum,
selama hamil, atau pada saat menghadapi proses persalinan. State of the Worlds
Newborn, Save The Children 2001 menyatakan lebih dari 7 juta bayi meninggal
setiap tahun antara lahir hingga umur 12 bulan.
Jika dilihat dari tahun ke tahun, angka kematian neonatus penurunannya
sangat lambat, dan menempati 47% dari angka kematian bayi, bahkan pada 2003
AKN 20 per seribu kelahiran. Dari angka tersebut, 79,4% kematian pada bayi baru
lahir berumur kurang dari tujuh hari. Bila dikaji lebih mendalam, ternyata dari
kematian tersebut, 87% dapat dicegah apabila deteksi dini bayi risiko cepat
diketahui, dan dapat segera dirujuk agar mendapat pertolongan yang akurat, dan
cepat. Diperkirakan tiap jam terdapat 12 neonatus meninggal. Dari sumber SKRT
2001, ternyata dari bayi yang mendapat masalah, yang mencari pertolongan pada
tenaga kesehatan hanyalah 36%. Oleh karena itu, tenaga kesehatan di lini terdepan
baik di pelayanan perifer ataupun di pusat, sangat diharapkan mempunyai
ketrampilan baik deteksi dini bayi risiko ataupun penanganan kegawatan, dan
menentukan waktu yang tepat kapan bayi akan dirujuk, dan persiapan apa yang harus
dilakukan. Bayi yang berumur kurang dari tujuh hari, kelainan yang di derita lebih

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

48

banyak terkait dengan kehamilan dan persalinan, sedangkan bayi berumur lebih dari
tujuh hari sampai dua bulan banyak terkait dengan pola penyakit anak.
Dalam referat ini dapat di bahas mengenai bayi baru lahir dari ibu yang
mengalami penyakit yang relatif sering, seperti Diabetes Mellitus, kecurigaan infeksi
Hepatitis B, Tuberkulosis, Sifilis, Malaria, Sifilis, Toksoplasma, infeksi intra uterin,
dan HIV yang tampaknya jumlah penderita semakin meningkat dan dapat
meningkatkan angka kematian bayi.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

49

DAFTAR PUSTAKA
1. Gomella L.T. Cunningham M.D. In a Lange Clinical Manual Neonatology, 5th
ed. New York, Chicago, Sydney. 2004; 461-64.
2. Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat,
Bidan di Rumah Sakit. Edisi Pertama. Kerjasama MNH-JHPIEGO-IDAI UKK
Perinatologi dan Departemen Kesehatan RI, 2004.
3. Polin R.A. Fetal and Neonatal Secrets, 1st ed. Hanley & Belfus Inc.
Philadhelphia. 2001; 90-2: 295-7.
4. Antonius H.P, Badriul H, Setyo H, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Edisi 2, Cetakan Pertama. Jakarta. 2011; 18-9: 20-9: 305.
5. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Kementerian Kesehatan RI.
Jakarta. 2010; 99: 100-2.
6. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Edisi Pertama. Kerjasama World Health Organization dengan Departemen
Kesehatan RI. Jakarta. 2009; 74-5.
7. Harlingue D.A Durand D.J. Recognation, Stabilization, and Transport of the
High- Risk Newborn. In. Care of The High-Risk Neonate Fanaroff A.A 5 TH ed
W.B Saunders London, New York 2001: 65-71, 93.
8. Polin R.A, Fetal and Neonatal Secrets, 1 st ed. 2001 Hanley & Belfus Inc.
Philadelphia, 90-2 : 295-7.
9. Arwin AP Akip. Infeksi HIV pada Bayi dan Anak. Sari Pediatri Vol. 6 No. 1
(Suplemen), Juni 2004.
10. Schechner. S. In.Cloherty J.P Manual of Neonatal Care 5th ed. 2004 Lippincot &
Wilkins. Philadelphia, Baltimore, New York p. 223-35 : 270-74.
11. Behrman R.E, Kliegman R.M, Jenson H.B Substance Abuse and Withdrawel In.
Nelson Text Book of Pediatric 16thed. W.B Saunders Co. Philadelphia, London.
2000 : 530-1.

BAYI LAHIR DARI IBU BERMASALAH

50

Anda mungkin juga menyukai