Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmat-Nya yang
telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang
berjudul Bayi Lahir dari Ibu Bermasalah dalam memenuhi tugas kepaniteraan
klinik Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.
Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan referat ini tidak
lepas dari bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Atas bantuan yang telah
diberikan, baik moril maupun materil maka ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada dr. Albert Daniel, Sp.A selaku pembimbing dan penguji.
Penulis menyadari bahwa ada kekurangan dalam referat ini, sehingga penulis
membutuhkan kritik dan saran dari pembaca demi kelengkapan dan kesempurnaan
referat ini.
Akhir kata penulis berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta
semua pihak yang ingin mengetahui tentang Bayi Lahir dari Ibu Bermasalah.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar1
Daftar isi..2
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang3
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Bayi Lahir dari Ibu Bermasalah...6
2.1.1 Ibu Penderita DM...6
2.1.2 Ibu dengan Infeksi Hepatitis Virus B11
2.1.3 Ibu dengan Infeksi Tuberkulosis Paru13
2.1.4 Ibu dengan Infeksi Malaria18
2.1.5 Ibu dengan Infeksi Sifilis...21
2.1.6 Ibu dengan Infeksi Toksoplasmosis...25
2.1.7 Ibu dengan Infeksi Intrauterin...30
2.1.8 Ibu dengan Infeksi HIV34
2.1.9 Ibu dengan Kecanduan Obat42
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan..48
Daftar Pustaka...50
BAB I
PENDAHULUAN
Neonatus penurunannya sangat lambat, dan menempati 47% dari angka kematian
bayi, bahkan pada 2003 AKN 20 per seribu kelahiran. Dari angka tersebut, 79,4%
kematian pada bayi baru lahir berumur kurang dari tujuh hari. Bila dikaji lebih
mendalam, ternyata dari kematian tersebut, 87% dapat dicegah apabila deteksi dini
bayi risiko cepat diketahui, dan dapat segera dirujuk agar mendapat pertolongan
yang akurat, dan cepat. Diperkirakan tiap jam terdapat 12 neonatus meninggal. Dari
sumber SKRT 2001, ternyata dari bayi yang mendapat masalah, yang mencari
pertolongan pada tenaga kesehatan hanyalah 36%. Oleh karena itu, tenaga kesehatan
di lini terdepan baik di pelayanan perifer ataupun di pusat, sangat diharapkan
mempunyai ketrampilan baik deteksi dini bayi risiko ataupun penanganan
kegawatan, dan menentukan waktu yang tepat kapan bayi akan dirujuk, dan
persiapan apa yang harus dilakukan.
Bayi yang berumur kurang dari tujuh hari, kelainan yang di derita lebih
banyak terkait dengan kehamilan dan persalinan, sedangkan bayi berumur lebih dari
tujuh hari sampai dua bulan banyak terkait dengan pola penyakit anak. Karena
kebanyakan bayi baru lahir yang sakit jarang dibawa oleh orang tua ke pusat
pelayanan karena kultur masyarakat, maka kunjungan rumah bagi tenaga kesehatan
sangat diperlukan, dengan ASUH yaitu awal sehat untuk hidup sehat. Kelainan BBL
sangat erat hubungannya dengan saat berada di dalam kandungan, untuk itu sangat
diperlukan komunikasi yang erat diantara dokter Anak, dokter Obstetri dan dokter
Anastesi serta bidan setempat. Banyak sekali macam penyakit yang dapat diderita
ibu selama masa kehamilan. 2
Dalam referat ini akan di bahas mengenai bayi baru lahir dari ibu yang
mengalami penyakit yang relatif sering, seperti Diabetes Mellitus, kecurigaan infeksi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diagnosis
Anamnesis
Pengamatan pada IDM (infants of diabetic mothers) di ruang resusitasi:
-
Asfiksia neonatus
Trauma lahir
Malformasi kongenital
Hipoglikemia dengan tanda letargi, tidak mau minum, apnea atau kejang
dalam 6-12 jam setelah lahir. Kejang yang timbul setelah usia 12 jam
kemungkinan diakibatkan oleh hipokalsemia atau hipomagnesemia.
Pemeriksaan laboratorium
Kadar glukosa serum dengan dextrostix segera setelah lahir dan selanjutnya
sesuai prosedur pemeriksaan kadar glukosa darah. Bila kadarnya <40 mg/dL, harus
dilakukan pemeriksaan ulang kadar glukosa serum. Kadar kalsium serum diperiksa
pada usia 6, 24 dan 48 jam. Bila kadar rendah, periksa juga kadar magnesium karena
kemungkinan menurun. Hemoglobin/hematokrit diperiksa pada usia 4 dan 24 jam.
Kadar bilirubin serum diperiksa bila ada indikasi, secara klinis terdapat tanda ikterus.
Pemeriksaan laboratorium lain seperti analisa gas darah, hitung jenis leukosit, dan
kultur diperiksa sesuai indikasi. Pemeriksaan radiologi, EKG, ekokardografi juga
dapat dilakukan sesuai indikasi klinis.
B.
Tata laksana
Bayi lahir dari ibu dengan diabetes melitus, berisiko untuk terjadi
hipoglikemia pada 3 hari pertama setelah lahir, walaupun bayi sudah dapat minum
dengan baik. Ibu dengan DM mempunyai risiko kematian bayi lima kali dibanding
ibu tidak dengan DM, dan sering mengalami abortus ataupun kematian dalam
kandungan. Bayi dengan ibu DM mengalami transient hiperinsulinism yang dapat
mengakibatkan Hipoglikemia, Macrosomia pada bayi yang dilahirkan, dan dapat
berakibat kesulitan lahir. Tanda bayi hipoglikemia adalah distres nafas, malas
minum, jitteriness, mudah terangsang, sampai kejang.
KADAR GLUKOSA DARAH RENDAH (HIPOGLIKEMIA)
Adalah bila kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dL (2,6 mmol/L)
Masalah:
a. Glukosa darah kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L) atau terdapat tanda
hipoglikemia.
b. Glukosa darah 25 mg/dL (1,1 mmol/L) - 45 mg/dL (2,6 mmol/L) tanpa tanda
hipoglikemia.
PENGELOLAAN HIPOGLIKEMIA
a. Glukosa darah kurang 25 mg/dL (1,1 mmol/L) atau terdapat tanda hipoglikemia
Berikan glukosa 10% 2 mL/kg secara IV bolus pelan dalam lima menit.
Jika jalur IV tidak dapat dipasang dengan cepat, berikan larutan
glukosa melalui pipa lambung dengan dosis yang sama.
Periksa kadar glukosa darah satu jam setelah bolus glukosa dan kemudian
tiap tiga jam :
-
Bila kadar glukosa darah 45 mg/dL (2,6 mmol/L) atau lebih dalam
dua kali pemeriksaan berturut-turut, ikuti petunjuk tentang frekuensi
pemeriksaan kadar glukosa darah setelah kadar glukosa darah kembali
normal.
Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI
peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian
minum.
b. Glukosa darah 25 mg/dL (1,1 mmol/L)-45 mg/dL (2,6 mmol/L) tanpa tanda
Hipoglikemia
Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI
peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
Periksa kadar glukosa darah dalam tiga jam atau sebelum pemberian
minum berikutnya :
-
Jika kadar glukosa darah 45 mg/dL (2,6 mmol/L) atau lebih, lihat
tentang frekuensi pemeriksaan kadar glukosa darah di bawah ini.
Jika bayi sudah tidak lagi mendapat infus cairan IV, periksa kadar glukosa
darah setiap 12 jam sebanyak dua kali pemeriksaan:
-
Jika kapan saja kadar glukosa darah turun, tangani seperti tersebut di
atas;
Jika kadar glukosa darah tetap normal selama waktu tersebut, maka
pengukuran dihentikan.
Anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan lebih sering, paling tidak 8 kali
sehari, siang dan malam.
Bila bayi berumur kurang 3 hari, amati sampai umur 3 hari, periksa kadar
glukosa pada :
tiga jam setelah pemeriksaan pertama, kemudian tiap 6 jam selama 24 jam
atau sampai kadar glukosa dalam batas normal dalam 2 kali pemeriksaan
berturutturut.
Bila kadar glukosa 45 mg/dL atau bayi menunjukkan tanda hipoglikemia
(tremor atau
tidak perlu pengamatan. Bila bayi dapat minum baik dan tidak ada
Pencegahan
Pencegahan komplikasi yang berat pada janin maupun bayi pada masa
10
Edukasi ibu untuk melakukan kontrol rutin dan di bawah pengawasan ketat
seorang dokter
Mengontrol kadar gula dengan terapi diet, bila tidak berhasil dengan insulin
Gejala yang timbul serupa dengan infeksi hepatitis A dan C tetapi mungkin
lebih berat dan lebih mencakup keterlibatan kulit dan sendi.
Gejala lain berupa artralgia atau lesi kulit berupa urtikaria, ruam purpura,
makulopapular, maupun akrodermatitis popular.
Pemeriksaan fisis
11
Hepatosplenomegali
Limfadenopati
Pemeriksaan laboratorium
-
Bukti klinis pertama infeksi HBV adalah kenaikan serum ALT, yang mulai
naik sebelum timbul gejala, sekitar 6-7 minggu sesudah pemajanan.
Periksa kadar HBsAg dan IgM anti-HBc. Kadar antigen akan terdeteksi
dalam darah bayi pada usia 6 bulan, dengan kadar puncak pada usia 3-4
bulan. Jangan ambil darah umbilikal karena; (1) terkontaminasi dengan darah
ibu yang mengandung antigen positif atau sekresi vagina, (2) adanya
kemungkinan antigen noninfeksius dari darah ibu.
B. Tata Laksana
-
Ibu yang menderita hepatitis akut selama hamil atau HBsAg positif dapat
menularkan hepatitis B pada bayinya, untuk itu diperlukan pencegahan
dengan:
Berikan dosis awal vaksin hepatitis B 0,5 mL IM dalam 12 jam setelah lahir
dilanjutkan dosis ke-2 dan ke-3 pada usia 1 dan 6 bulan.
12
C. Pemantauan
Pada bayi yang dilahirkan dari ibu penderita hepatitis B dan tidak mendapatkan
penanganan yang adekuat perlu dilakukan pemeriksaan:
-
HBsAg pada 1-2 bulan setelah lahir; bila positif perlu penanganan lebih
lanjut, rujuk ke subbagian hepatologi.
Anti HBs untuk melihat tingkat kekebalan bayi; bila positif bayi telah
mendapat kekebalan dan terlindung dari infeksi.
D. Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap kejadian infeksi HB neonatal adalah dengan
memberikan imunoprofilaksis (lihat penanganan).
13
Demam
Gagal tumbuh
Letargi
Iritabel
Distensi abdomen
Pemeriksaan Fisis
-
Hepatosplenomegali
Distres respirasi
Ear discharge
Apnea
Ikterus
Pemeriksaan laboratorium
-
14
Bila selama evaluasi klinis terdapat limfadenopati, lesi kulit atau ear
discharge, lakukan pemeriksaan mikrobiologis dan atau PA.
Foto thoraks dapat menunjukan adanya adenopati atau infiltrat atau berupa
bentuk milier.
B. Tata Laksana
Bila ibu menderita tuberkulosis paru aktif dan mendapat pengobatan kurang dari
2 bulan sebelum melahirkan, atau didiagnosis menderita TB setelah melahirkan:
-
Pada usia 8 minggu lakukan evaluasi kembali, catat berat badan dan lakukan
tes Mantoux dan pemeriksaan radiologi bila memungkinkan:
15
bila keadaan bayi baik dan hasil tes negatif, lanjutkan terapi pencegahan
dengan INH selama 6 bulan.
Yakinkan ibu bahwa ASI tetap boleh diberikan, dan sarankan ibu untuk
menggunakan masker.
C. Pemantauan
a. Bila ibu baru terdiagnosis setelah melahirkan atau belum diobati :
-
Bayi diperiksa foto dada dan tes PPD pada usia 4-6 minggu
b.
Bila hasil tes negatif pada usia 4 bulan dan tidak ada infeksi aktif di
seluruh anggota keluarga; pemberian INH dapat dihentikan, pemberian ASI
dapat dilanjutkan, dan bayi tidak perlu dipisahkan dari ibu.
c.
Foto ulang ibu pada 3 dan 6 bulan setelah melahirkan, dan yakinkan ibu tetap
minum obat.
16
d.
Bayi diperiksa tes tuberkulin PPD pada usia 4 bulan; bila hasilnya
negatif, sputum ibu negatif, dan anggota keluarga lain tidak terinfeksi,
hentikan pemberian INH.
e.
-
17
D. Pencegahan
Tindakan pencegahan yang paling efisien terhadap kejadian TB neonatal adalah
menemukan dan mengobati kasus TB pada ibu hamil sedini mungkin. Di daerah
dengan prevalens TB cukup tinggi, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin pada semua
ibu hamil yang dicurigai kontak dengan penderita TB; ibu hamil dengan HIV positif,
diabetes atau gastrektomi; atau ibu yang bekerja di lingkungan dengan kemungkinan
penularan cukup tinggi (seperti rumah sakit, penjara, rumah yatim piatu, dan lainlain).
Gejala yang paling sering ditemukan antara lain demam dan anemia, selain
itu bisa terjadi kuning, tidak mau minum, lemas, sianosis bahkan kehilangan
kesadaran.
18
Pemeriksaan Fisis
-
Ikterus
Hepatosplenomegali
Pemeriksaan Laboratorium
Periksa apusan darah tipis terutama untuk menemukan jenis Plasmodium
falsiparum pada setiap bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita atau dicurigai
menderita malaria.
Dikutip dari: Lesko CR, et al. Arch Pediatr Adolesc Med 2007;161:1062-7.
19
Tata Laksana
-
Bayi yang lahir dari ibu dengan malaria dapat mengalami kelahiran prematur,
berat lahir rendah, kecil untuk masa kehamilan, demam, masalah minum,
iritabilitas, hepatosplenomegali, ikterus, anemia.
Jangan memberi kina pada bayi di bawah usia 4 bulan, karena dapat
menimbulkan --hipotensi.
20
Pada daerah yang resisten klorokuin, saat ini terdapat terapi baru yang
dikeluarkan --oleh WHO yaitu ACT (artemisin dan combination therapy)
misalnya: pemberian artemisin dan primakuin (usia >1 tahun) pada
Plasmodium falciparum,atau dapat digunakan artemisin (25 mg/kg pada hari
pertama dan 12,5 mg/kg pada hari ke2-3) dengan meflokuin (15 mg/kg dosis
tunggal pada hari kedua).
Pemantauan
Lakukan tindak lanjut tiap 2 minggu dalam 8 minggu untuk memeriksa
pertumbuhan bayi dan memeriksa tanda-tanda malaria kongenital.
Pencegahan
Salah satu tindakan yang dikembangkan dan paling efektif untuk mencegah
komplikasi terhadap janin akibat infeksi malaria selama hamil adalah: menemukan
kasus dan memberikan pengobatan intermiten sulfadoksin-pirimetamin minimal 2
kali selama hamil.
Hepatosplenomegali
21
Lesi kulit dan mukokutan (ruam terutama di telapak tangan dan kaki)
Ikterus
Pneumonia
Anemia
Pemeriksaan laboratorium
Lakukan pemeriksaan klinis dan uji serologis (VDRL) segera setelah lahir pada
setiap bayi yang dilahirkan ibu dengan hasil seropositif yang:
-
Pemeriksaan Sifilis:
-
Nontreponemal test (4x/> dari titer ibu) berupa RPR (rapid plasma reagin),
VDRL (the veneral disease research laboratory), dan ART (automated
reagin test). Sensitivitas sekitar 75% pada sifilis primer, mendekati 100%
pada sifilis sekunder, dan sekitar 75% untuk sifilis tersier atau laten.
22
Tata Laksana
-
Bila hasil uji serologis pada ibu positif dan sudah diobati dengan penisilin 2,4
juta unit dimulai sejak 30 hari sebelum melahirkan, bayi tidak perlu diobati.
Bila ibu tidak diobati atau diobati secara tidak adekuat atau tidak diketahui
status pengobatannya, maka:
beri ibu dan ayahnya benzatine penisilin 2,4 juta unit IM dibagi dalam dua
suntikan pada tempat yang berbeda.
Rujuk ibu dan ayahnya ke rumah sakit yang melayani penyakit menular
seksual untuk tindak lanjut.
Pemantauan
-
Lakukan pemeriksaan rutin untuk memeriksa pertumbuhan bayi dan tandatanda sifilis kongenital pada bayi berusia 1, 2, 4, 6, dan 12 bulan.
Cari tanda-tanda sifilis kongenital pada bayi (edema, ruam kulit, lepuh di
telapak
tangan/kaki,
kondiloma
di
anus,
rinitis,
hidrops
fetalis/hepatosplenomegali)
-
Lakukan follow-up setelah terapi saat bayi berusia 3, 6, dan 12 bulan sampai
pemeriksaan serologi nonreaktif dan titer VDRL turun.
23
Pencegahan
-
Berikan pengobatan secara adekuat terhadap ibu hamil yang terinfeksi untuk
mencegah terjadinya sifilis kongenital.
24
Gejala yang paling sering pada sifilis kongenital awal (lihat gejala dan tanda
klinis di atas).
25
26
Data adapted from Couvreur J, Desmonts G, Tournier G, et al:A homogeneous series of 210 cases of congenital
toksoplasmosis in 011 mo old infants detected prospectively. Ann Pediatr (Paris) 1984;31:815819.
Sekitar lebih dari 80% toksoplasmosis kongenital yang tidak diobati dapat
menyebabkan IQ anak <70% pada 1 tahun usia kehidupannya, dapat juga
menimbulkan kejang dan gangguan penglihatan yang berat.
Gejala dan tanda yang timbul sebelum terdiagnosa atau selama menderita
toksoplasmosis kongenital yang tidak diobati pada 152 bayi (A) dan 101 anak-anak
yang berusia 4 tahun atau lebih (B) :
Dikutip dari: Eichenwald H: A study of congenital toksoplasmosis. In Slim JC (editor): Human Toksoplasmosis. Copenhagen,
Munksgaard, 1960, pp 4149. Study performed in 1947. The most severely involved institutionalized patients were not
included in the later study of 101 children.
27
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan toksoplasmosis kongenital:
a. Serologis
-
b. PCR dapat mendeteksi T.gondii pada buffy coat darah tepi, cairan serebrospinal
atau cairan amnion untuk mennentukan banyaknya DNA parasit yang muncul di
awal kehamilan. Sensitifitas PCR pada kehamilan 17-21 minggu (>90%)
c. Laboratorium
-
Leukositosis/leukopeni.
Awalnya
limfositopenia
atau
monositosis.
Fungsi hati
d. CT Scan
Dapat mendeteksi adanya kalsifikasi di periventrikel dan basal ganglia,
hidrosefalus yang mungkin terjadi pada minggu pertama kehidupan, dan atau
adanya atrofi korteks.
e. Pemeriksaan patologi
28
Tata Laksana
Sekitar 90% ibu terinfeksi selama kehamilan dilaporkan tidak menimbulkan
gejala dan tidak terdiagnosis tanpa skrining antibodi.
a. Terapi untuk mencegah terjadinya kerusakan otak dan kelainan retina dalam uterus
yang ireversibel.
-
29
Bayi dari ibu yang terinfeksi HIV dan T.gondii dapat diberikan terapi
bersama antiretroviral seperti zidovudin.
Pencegahan
Perlu adanya kerjasama dari multidisiplin antara lain dengan penyakit infeksi,
penyakit mata, bedah saraf, bagian tumbuh kembang anak.
Kelainan pada mata yang paling sering ditemukan pada toksoplasmosis
kongenital perlu dilakukan pemeriksaan berkala setiap 3 bulan sampai 18 bulan
kemudian setahun sekali. Dengan pengobatan yang baik, korioretinitis membaik
setelah 1-2 minggu dan tidak relaps.
Ibu mengalami panas tubuh lebih atau sama dengan 380 C selama proses
persalinan sampai 3 hari pasca persalinan,
30
Pada keadaan tersebut, BBL sangat rawan terhadap terjadinya infeksi yang dapat
mengancam jiwanya, karena BBL tersebut dapat menderita sepsis. Perubahan
Neonatus ke arah kondisi yang buruk berlangsung sangat cepat.
Apabila suatu sebab, keluarga meminta pulang sebelum waktunya, pengawasan
yang perlu dilakukan oleh keluarga terhadap bayi adalah :
bayi lethargi
kembung, merintih
Manajemen
Bayi umur lebih dari 3 hari tanpa melihat umur kehamilan, tidak perlu
antibiotika. Nasehati ibu agar segera membawa bayinya kembali bila ada tanda
sepsis dan nasehati ibu kembali jika ada salah satu tanda sepsis.
Bayi berumur 3 hari atau kurang, ambil sampel darah bayi, dan kirim ke
Laboratorium untuk kultur/kultur kuman dan uji sensitivitas Obati sesuai umur
kehamilan seperti di bawah ini :
31
Infeksi Intra uterin yang telah jelas, atau demam dugaan infeksi, dengan atau tanpa
KPD :
Bila hasil kultur negatif, dan bayi tidak menunjukkan tanda sepsis hentikan
antibiotika.
Bila hasil kultur positif, dan bayi menunjukkan tanda sepsis kapan saja; obati
untuk kemungkinan besar sepsis.
Bila kultur kuman tidak dapat dilakukan, dan bayi tidak menunjukkan tanda
sepsis, hentikan antibiotika setelah 5 hari.
Bila bayi keadaan baik, dan tidak ada tanda yang memerlukan perawatan di
rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
Nasihati ibu untuk membawa kembali bayinya bila ada gejala sepsis atau
infeksi.
Ada KPD TANPA Infeksi Intra Utertin atau demam dugaan infeksi :
Bila setelah 48 jam kultur darah negatif, bayi tampak sehat, dan tidak ada
gejala yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bisa dipulangkan, beri
nasehat pada orang tua atau petugas, apabila ada tanda infeksi, segera dibawa
kembali ke Rumah Sakit.
32
Bila kapan saja ada tanda sepsis atau kultur positif, diobati seperti
kemungkinan besar sepsis.
Bila kultur darah tidak diperiksa, amati 3 hari dan pulangkan bila keadaan bayi
baik.
Ada KPD tanpa Infeksi Intra Uterin atau demam dugaan infeksi, hentikan
antibiotika setelah 3 hari.
Ada Infeksi Intra Utertin atau demam dugaan infeksi berat, hentikan antibiotika
setelah 5 hari.
Bila kultur darah positif, bayi menunjukkan gejala sepsis atau kapan saja
Bila bayi keadaan baik, dan tidak ada tanda yang memerlukan perawatan di
rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
Nasehati ibu untuk membawa kembali bayinya bila ada gejala sepsis atau
infeksi.
33
Berikan antibiotika
bayi antibiotika stop 5 hari, amati Kultur tidak dilakukan, Infeksi bayi
antibiotika stop setelah 5 hari
24 jam
KPD Infeksi Ibu
Tidak perlu antibiotika
Amati tiap 4 jam sampai 48 jam :
Bila infeksi bayi
pulang
antibiotika
Bila kultur tidak dilakukan,
34
epidemic) karena HIV/AIDS telah terjadi pada lapisan masyarakat tertentu dalam
tingkat prevalensi yang cukup tinggi terutama di provinsi Papua, DKI Jaya, Riau,
Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali.
MASALAH
Ibu dengan HIV positifLA KLINIK
Tidak ada tanda-tanda spesifik HIV yang dapat ditemukan pada saat
lahir. Bila terinfeksi pada saat peripartum,tanda klinis dapat ditemukan pada
umur 2-6 minggu setelah lahir. Tetapi tes antibodi baru dapat dideteksi pada
umur 18 bulan untuk menentukan status HIV bayi.
GEJALA KLINIK
Gejala klinik tidak spesifik,menyerupai gejala infeksi virus pada umumnya.
Bila keadaan berlanjut dan terdapat defisiensi imun yang berat, maka yang terlihat
adalah gejala penyakit sekunder, sesuai dengan mikroba penyebabnya. Tampak pada
umur 1 tahun 23 % dan 4 tahun 40 %.
Gejala klinik yang biasa ditemukan adalah BBLR, Infeksi saluran nafas
berulang, PCP (Pneumocystis carinii Pneumonia), sinusitis, sepsis, moniliasis
berulang,
hepatosplenomegali
febris
yang
tidak
diketahui
penyebabnya
35
DIAGNOSIS berdasarkan :
1. HIV Persangkaan infeksi, gejala klinik, risiko penularan di daerah yang banyak
ditemukan
2. Tes serologi
3.
Pembuktian Virus HIV dalam darah, karena pada bayi masih terdapat antibodi
1000/ml) P24 Antigen test sudah tidak dipakai lagi untuk diagnostik, karena
dipandang kurang sensitif terutama untuk bayi (Richard Polin dan Cloherty) \
MANAJEMEN
a. MANAJEMEN UMUM
Bayi yang dilahirkan ibu dengan HIV positif maka :
- Hormati kerahasiaan ibu dan keluarganya, dan lakukan konseling pada
keluarga;
- Rawat bayi seperti bayi yang lain, dan perhatian khususnya pada
pencegahan infeksi;
36
- Bayi tetap diberi imunisasi rutin, kecuali terdapat tanda klinis defisiensi
imun yang berat, jangan diberi vaksin hidup (BCG, OPV, Campak,
MMR);
- Pada waktu pulang, periksa DL, hitung Lymphosit T, serologi anti HIV,
PCR DNA/RNA HIV.
Beri dukungan mental pada orang tuanya
Anjurkan suaminya memakai kondom, untuk pencegahan penularan infeksi.
37
38
ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Risiko penularan HIV melalui ASI
sekitar 15-20 %, risiko penularan HIV diperbesar dengan adanya lecet pada
payudara ibu dengan HIV ( menjadi 65 % ).
Terangkan pada Ibu tentang untung dan rugi pilihan cara pemberian minum :
-
ASI Eksklusif dapat segera dihentikan bila susu formula sudah dapat
disediakan. Hentikan ASI pada saat memberikan susu formula;
Pemberian ASI oleh Ibu susuan (Wet Nursing) yang jelas HIV
negatif;
Bantu ibu menilai kondisinya dan putuskan mana pilihan yang terbaik, dan
dukunglah pilihannya.
Bila ibu memilih untuk memberikan susu formula atau menyusui, berikan
petunjuk khusus (lihat bawah).
39
Anjurkan ibu untuk memberi susu formula 8 kali sehari, dan beri lagi
apabila bayi menginginkan.
40
Jelaskan
mengenai
risiko
memberi
susu
formula
dan
cara
menghindarinya.
Bayi akan diare apabila tangan Ibu, air atau alat-alat yang digunakan tidak
bersih dan steril, atau bila susu yang disediakan terlalu lama tidak diminumkan;
-
Nasihati Ibu untuk mengamati apakah terdapat tanda bahaya pada bayinya,
seperti :
Minum kurang dari 6 kali dalam sehari atau minum hanya sedikit;
Diare;
Pemberian ASI
41
Nasihati Ibu segera kembali apabila ada masalah pada payudara atau
putingnya, atau bayi mengalami kesulitan minum.
42
TANDA WITHDRAWEL
Terjadinya Onset Gejala Withdrawel Narcotic yang akut bervariasi waktunya,
dapat sejak lahir sampai umur 2 minggu, sedangkan simtom dapat dilihat pada 24
sampai 48 jam tergantung kapan pengguna memakai obatnya.yang terakhir kali, dan
dicampur dengan obat lain atau tidak. Ibu dengan Heroin, withdrawel dapat terjadi
pada 50-75 % bayi, biasanya mulai pada 48 jam pertama, tergantung dosis. Tandatanda withdrawel dapat dilihat pada tabel dibawah.
Withdrawel tergantung beberapa fakror, yaitu Dosis Obat yang dikonsumsi,
Durasi kecanduan, dan dosis terakhir yang dikonsumsi.
Bila dosis 6mg/hari, Bayi mengalami gejala ringan, atau tanpa gejala.
Bila kecanduan telah lebih dari satu tahun, withdrawel pada bayi
dapat terjadi lebih dari 70%.
Bila
obat
dikonsumsi
terutama
dalam
24
jam
sebelum
Timbul gejala segera sesudah lahir, hilang, kemudian timbul lagi pada umur 2
sampai 4 minggu.
43
Tanpa gejala, tapi baru timbul withdrawel pada 2 sampai 3 minggu setelah
lahir.
Beberapa bayi dapat mengalami BBLR, Lingkar Kepala kecil dari bayi
normal, defisit motoric, gangguan pendengaran, kejang, dan moro reflex
yang menetap, dan peningkatan risiko SIDS (Sudden Infant Death
Syndrome).
PENATALAKSANAAN
1. OBAT NARKOTIK
Tujuan penatalaksanaan adalah agar supaya bayi tidak mudah terangsang
(irritable), tidak muntah, tidak diare, dapat tidur diantara waktu minumnya, dan tidak
mengalami Withdrawel.
Jangan sekali-kali memberi Narcan (Naloxon) pada bayi dengan Ibu yang
kecanduan Methadone, karena dapat merangsang terjadinya reaksi withdrawel atau
kejang.
44
HRN
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
MTD
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
Coc
+
+
+
+
+
+
+
ONSET
1-144
1-14
1-3
jam
hari
Cloherty 5rd ed 2004 page 224-25
hari
Tanda
Ineffective Suck
Irritability
Jitteriness
Lethargy
Nasal Congestion
RavenousAppetide
Seizures
Sneezing/Yawning
Tremors
Tachypnea
Tachycardia
Vomiting
Poor State Control
Weight loss
DURATION
HRN
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
7-20
MTD
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
20-45
hari
hari
Dalam hal pemberian Narcotic pada Ibu yang akan dioperasi karena
kesakitan, bila pemberian dalam 4 jam sebelum melahirkan, bayi boleh diberi narcan
bila ada depresi napas, asal Ibu bukan Pecandu Narkotik, bila gejala timbul setelah 4
jam, mungkin bukan akibat dari efek narcotic obat tersebut.
ASI dari Ibu pengguna Cocain dapat menyebabkan Bayi dengan Hipertensi,
kejang Pengelolaan meliputi Terapi Simtomatik dan Obat.
1. Terapi Simtomatik
Sebanyak 40% hanya membutuhkan terapi simtomatik tanpa obat. Meliputi
penempatan di Ruang yang temeraman, dan tenang, dibedong, diayun perlahan agar
tidur tenang, diberi P-ASI formula 24 kalori per ons.
45
Coc
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
LEBIH
sampai gejala terkontrol
TERAPI KECANDUAN OBAT STIMULAN( COCAIN)
Beri terapi Phenobarbital loading dose 10 mg/kg BB, kemudian dosis
rumatan. SIDS mempunyai risiko 3 sampai 7 kali pada Ibu pecandu Cocain.
Tabel 4 :
SCORE
8-10
11-13
14-16
17 ATAU LEBIH
RUMATAN Phenobarbital
6 mg/Kg BB/hari dibagi tiap 8 jam
8 mg//kg BB/ hari dibagi tiap 8 jam
10 mg/kg BB/hari dibagi tiap 8 jam
12 mg/kg BB/hari dibagi tiap 8 jam
TINDAK LANJUT
46
47
BAB III
KESIMPULAN
Bayi Baru Lahir (BBL) yang terlahir dari Ibu yang bermasalah dalam arti
menderita suatu penyakit, tidak menunjukkan gejala sakit pada saat dilahirkan atau
beberapa waktu setelah lahir. Bukan berarti bayi baru lahir tersebut aman dari
gangguan akibat dari penyakit yang diderita ibu. Hal tersebut dapat menimbulkan
akibat yang merugikan bagi BBL dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
bayi. Ibu bermasalah disini diartikan sebagai Ibu yang menderita sakit, sebelum,
selama hamil, atau pada saat menghadapi proses persalinan. State of the Worlds
Newborn, Save The Children 2001 menyatakan lebih dari 7 juta bayi meninggal
setiap tahun antara lahir hingga umur 12 bulan.
Jika dilihat dari tahun ke tahun, angka kematian neonatus penurunannya
sangat lambat, dan menempati 47% dari angka kematian bayi, bahkan pada 2003
AKN 20 per seribu kelahiran. Dari angka tersebut, 79,4% kematian pada bayi baru
lahir berumur kurang dari tujuh hari. Bila dikaji lebih mendalam, ternyata dari
kematian tersebut, 87% dapat dicegah apabila deteksi dini bayi risiko cepat
diketahui, dan dapat segera dirujuk agar mendapat pertolongan yang akurat, dan
cepat. Diperkirakan tiap jam terdapat 12 neonatus meninggal. Dari sumber SKRT
2001, ternyata dari bayi yang mendapat masalah, yang mencari pertolongan pada
tenaga kesehatan hanyalah 36%. Oleh karena itu, tenaga kesehatan di lini terdepan
baik di pelayanan perifer ataupun di pusat, sangat diharapkan mempunyai
ketrampilan baik deteksi dini bayi risiko ataupun penanganan kegawatan, dan
menentukan waktu yang tepat kapan bayi akan dirujuk, dan persiapan apa yang harus
dilakukan. Bayi yang berumur kurang dari tujuh hari, kelainan yang di derita lebih
48
banyak terkait dengan kehamilan dan persalinan, sedangkan bayi berumur lebih dari
tujuh hari sampai dua bulan banyak terkait dengan pola penyakit anak.
Dalam referat ini dapat di bahas mengenai bayi baru lahir dari ibu yang
mengalami penyakit yang relatif sering, seperti Diabetes Mellitus, kecurigaan infeksi
Hepatitis B, Tuberkulosis, Sifilis, Malaria, Sifilis, Toksoplasma, infeksi intra uterin,
dan HIV yang tampaknya jumlah penderita semakin meningkat dan dapat
meningkatkan angka kematian bayi.
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Gomella L.T. Cunningham M.D. In a Lange Clinical Manual Neonatology, 5th
ed. New York, Chicago, Sydney. 2004; 461-64.
2. Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat,
Bidan di Rumah Sakit. Edisi Pertama. Kerjasama MNH-JHPIEGO-IDAI UKK
Perinatologi dan Departemen Kesehatan RI, 2004.
3. Polin R.A. Fetal and Neonatal Secrets, 1st ed. Hanley & Belfus Inc.
Philadhelphia. 2001; 90-2: 295-7.
4. Antonius H.P, Badriul H, Setyo H, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Edisi 2, Cetakan Pertama. Jakarta. 2011; 18-9: 20-9: 305.
5. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Kementerian Kesehatan RI.
Jakarta. 2010; 99: 100-2.
6. Tim Adaptasi Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Edisi Pertama. Kerjasama World Health Organization dengan Departemen
Kesehatan RI. Jakarta. 2009; 74-5.
7. Harlingue D.A Durand D.J. Recognation, Stabilization, and Transport of the
High- Risk Newborn. In. Care of The High-Risk Neonate Fanaroff A.A 5 TH ed
W.B Saunders London, New York 2001: 65-71, 93.
8. Polin R.A, Fetal and Neonatal Secrets, 1 st ed. 2001 Hanley & Belfus Inc.
Philadelphia, 90-2 : 295-7.
9. Arwin AP Akip. Infeksi HIV pada Bayi dan Anak. Sari Pediatri Vol. 6 No. 1
(Suplemen), Juni 2004.
10. Schechner. S. In.Cloherty J.P Manual of Neonatal Care 5th ed. 2004 Lippincot &
Wilkins. Philadelphia, Baltimore, New York p. 223-35 : 270-74.
11. Behrman R.E, Kliegman R.M, Jenson H.B Substance Abuse and Withdrawel In.
Nelson Text Book of Pediatric 16thed. W.B Saunders Co. Philadelphia, London.
2000 : 530-1.
50