Anda di halaman 1dari 21

Management Control System Point of

View Sun Zi

Kelompok 10
Kelas Paralel A
Nama Anggota :
Fernando Alexander 3133014
Mey Li

3133022

Yessica

3133064

Arief Kalisda

3133087

Caroline Sutanto

3133210

FAKULTAS BISNIS DAN EKONOMIKA


SEMESTER GASAL 2015-2016

RINGKASAN MATERI
The most successful business know that developing talent is their top
priority (Fortune). Manusia adalah aspek sekaligus aset terpenting dalam sebuah
organisasi. Mereka adalah pelaku yang menentukan sukses tidaknya organisasi.
Sebagai elemen penentu, manusia juga merupakan elemen yang paling sulit untuk
dikendalikan. Ada tiga golongan masalah pada kinerja manusia dalam organisasi
yang terdiri dari tidak tahu, tidak mau, dan tidak mampu. Tidak tahu adalah
kurangnya pemahaman atau pengetahuan atas tanggung jawab dan wewenang
bawahan dalam pekerjaan, sehingga bawahan sulit memahami dan mengerti
kemauan pihak manajemen. Tidak mau adalah masalah motivasi, dimana
keinginan dan visi serta misi dari bawahan tidak sesuai dengan tujuan dari
organisasi. Tidak mampu adalah kondisi dimana ketidaksesuaian perilaku
bawahan dengan tujuan organisasi disebabkan kurangnya kemampuan, keahlian,
atau kompetensi seseorang.
Sistem

Pengendalian

Manajemen

adalah

bagaimana

perusahaan

memperlakukan bawahan secara efektif untuk mengendalikan perilaku bawahan


agar sesuai dengan tujuan organisasi (Efferin & Soeherman, 2010). Pengendalian
yang dirancang oleh manajemen harus selaras dengan strategi yang disusun oleh
organisasi, bukan perangkat yang berdiri sendiri. Sebaik apapun strategi bisnis
sebuah organisasi, jika tidak didukung sistem pengendalian manajemen yang
selaras, maka organisasi tersebut tidak akan sanggup mencapai tujuannya. Ada
tiga jenis pengendalian yang bersifat saling melengkapi, yaitu pengendalian hasil,
proses dan budaya. Pengendalian hasil adalah pengendalian yang berfokus pada
output yang ingin dicapai. Pengendalian proses adalah pengendalian yang
berfokus pada metode yang digunakan. Pengendalian budaya berfokus pada
penciptaan budaya organisasi yang baik agar perilaku bawahan konsisten dengan
tujuan organisasi.
Sistem Pengendalian Manajemen dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandang. Salah satunya adalah dengan sudut pandang seni perang Sun Tzu. Sun
Tzu adalah sebuah seni alam berperang. Perang dan dunia bisnis memiliki

kesamaan dalam beberapa aspek sehingga dapat dimetaforakan. Dalam perang,


apabila pasukan gagal melakukan perencanaan maka akan menghilangkan banyak
nyawa, peralatan dan kekalahan dalam perang, maka bila dalam bisnis akan
menjatuhkan berbagi sektor ekonomi. Dalam dunia bisnis akan selalu ada
kecurigan, tanpa ampun dan memukul competitor dalam rutinitasnya. Maka dari
itu dalam filosofi China mengatakan The business world is like battlefield
Sun Tzu menjadi dikenal karena kisahnya mengenai training perang
terhadap 180 selir kerajaan. Saat itu, Sun Tzu membagi mereka dalam 2 kelompok
besar dan memilih dua orang selir favorit raja sebagai komandan. Sun Tzu lalu
memberikan perintah kepada 180 selir untuk menaati sinyal dari bunyi drum.
Pertama kali drum dibunyikan mereka semua hanya tertawa dan tidak melakukan
perintah. Sun Tzu berpikir mungkin ada kesalahan dalam pemberian instruksi
kepada mereka. Sun Tzu pun mengulangi instruksi tersebut. Setelah itu, kedua
kali drum dibunyikan mereka tetap tidak mengikutinya akhirnya Sun Tzu
menyimpulkan bila perintah sudah diberikan dan diulang lalu tetap tidak
dijalankan maka yang salah adalah mereka yang berada di lapangan. Akhirnya
kedua komandan itu di eksekusi dan digantikan oleh komandan baru. Akhirnya
mereka mengikuti perintah. Setelah itu, raja pun percaya terhadap Sun Tzu.
Menurut Sun Tzu:
Know your enemy, know yourself and your victory will not be threatened. Know
the terrain, know the weather and your victory will be complete.
Sun Tzu menggunakan cara berpikir yang multidimensi dalam setiap
penyusunan strategi. Strategi yang baik harus dilandasi dengan cara berpikir yang
filosofis, bukan hanya sudut pandang yang berdimensi tunggal. Strategi yang
multidimensi juga harus dikendalikan secara multidimensi. Sistem Pengendalian
Manajemen yang ditinjau dari perspektif seni perang Sun Tzu diharapkan akan
menghasikan sebuah sistem pengendalian yang filosofis.
Dilihat dari sudut pandang seni perang Sun Tzu, ada paradigma yang
multidimensi dalam menyusun suatu strategi. Dimensi tersebut yaitu tao/pengaruh
moral, iklim, medan, komando/kepemimpinan, dan regulasi. Pengaruh moral

adalah apa yang membuat pikiran pasukan selaras dengan pemimpin sehingga
pemimpin bisa mengendalikan bawahan secara total. Iklim adalah faktor yang
tidak dapat dikendalikan berupa cuaca, temperatur, dan musim pada sebuah
wilayah. Medan meliputi situasi tempat kita berada, seperti kondisi jalan, titik
vital dan lain lain. Komando adalah kebijaksanaan, integritas, rasa kemanusiaan,
keberanian dan disiplin seorang pemimpin. Regulasi adalah struktur organisasi,
rantai komando, saluran komunikasi dan doktrin pasukan. Regulasi yang baik
membuat pasukan lebih tertib dan efektif dalam setiap pertempuran.
Selain 5 dimensi tersebut, terdapat beberapa persyaratan yang lain yaitu
1. Kekuatan
Perusahaan harus mengerti sumber-sumber kekuatannya dengan seksama.
2. Pelatihan
Kekuatan bala tentara tidak hanya ditentukan dari jumlahnya, tetapi
mereka yang bisa memanfaatkan situasi.Jadi, menjalankan strategi secara
efektif sangat penting.
3. Disiplin (Reward and Punisnment)
Jangan menghukum mereka bila ketaatan dan loyalitas karyawan belum
terbentuk. Semua peraturan harus sama rata di semua tingkatan maka
semua akan patuh karena akan ada saling percaya antara komandan dan
bawahan.
Dimensi dan syarat tersebut menunjukkan seni perang Sun Tzu
menggunakan pertimbangan berbagai aspek yang holistik. Dimensi yang
menjiwai seni perang tersebut adalah:
1. Wawasan mikro-makro
Seni perang Sun Tzu memperhatikan kondisi organisasi dan kondisi
lingkungan makro dimana pasukan, atau dalam konteks ini organisasi,
berada.
2. Aspek controllable dan uncontrollable
Seni perang Sun Tzu memperhatikan faktor yang dapat dikendalikan
maupun tidak dapat dikendalikan dari sebuah organisasi.
3. Komponen manusia dan nonmanusia
Kesuksesan ditentukan ketika kita berhasil mengelola sumber daya baik
sumber daya manusia maupun sumber daya nonmanusia.

4. Kekuatan statis dan dinamis


Organisasi harus memahami hal-hal yang bisa dipersiapkan sejak awal dan
juga memahami hal-hal yang harus direspon secara spontan
5. Aset berwujud dan tidak berwujud
Organisasi harus mendayagunakan segala sesuatu untuk kepentingan
dalam menghadapi musuh baik bawahan hingga kompetitor. Mengalahkan
musuh berarti manajer harus memenangkan bawahan yang bermasalah
menjadi aset luar biasa.
Dengan sudut pandang seni perang Sun Tzu, penyusunan strategi bersifat
holistik dan multidimensi. Oleh karena itu, sistem pengendalian dari strategi
tersebut juga harus bersifat multidimensi dan menyeluruh. Ketiga bentuk
pengendalian yang saling melengkapi seperti yang sudah disebutkan sebelumnya,
yaitu pengendalian hasil, proses dan budaya, haruslah mempertimbangkan
berbagai faktor yang ada dalam strategi itu sendiri. Sudut pandang Sun Tzu juga
akan digunakan di dalam meninjau bentuk pengendalian yang ada.
Setelah memiliki strategi, perusahaan akan menciptakan sebuah sistem
pengendalian. Translating strategy into action as everyone and everyday job yang
artinya, sebuah organisasi harus mampu menerjemahkan strategi yang sifatnya
masih luas menjadi tujuan yang teraplikasi untuk seluruh tingkat manajemen.
Dalam penerapan strategi, sebuah organisasi harus mampu menjabarkan tujuantujuannya, setiap tujuan kemudian diturunkan menjadi sebuah target yang spesifik
yang wajib ditindaklanjuti dengan proses kendali yang jelas. Target-target yang
ditetapkan oleh perusahaan perlu dibandingkan dengan hasil dari pengukuran
kinerja perusahaan (aktualisasi), sehingga atas perbandingan antara target dengan
aktualisasinya akan terdapat penghargaan (reward) dan hukuman (punishment).
Pengendalian hasil merupakan bentuk pengendalian yang berorientasi pada
hasil. Terlepas dari bagaimana prosesnya, yang penting hasil yang diharapkan
tercapai. Implementasi pengendalian hasil melibatkan 3 tahap utama yaitu:
1. Mendefinisikan dimensi kinerja.
Mendefinisikan dimensi kinerja merupakan tahapan yang paling kritis dan
berkaitan erat dengan pertimbangan tujuan dan strategi organisasi. Penentuan
dimensi kerja harus dilakukan dengan cermat. Kesalahan dalam penentuan ini

juga akan berdampak pada tahap-tahap implementasi berikutnya yang pada


akhirnya akan membengkakkan biaya pengendalian.
2. Menentukan ukuran dan target kinerja.
Terdapat 2 jenis ukuran untuk pihak manajemen dalam menentukkan
ukuran-ukuran yang paling tepat bagi objek kendali yaitu dalam unit
(manajemen tingkat tengah atau bawah) dan dalam nilai finansial (Manajemen
tingkat atas). Untuk mengembangkan ukuran kinerja, sering kali pebisnis
memanfaatkan KPI (Key Performance Indicator). KPI merupakan ukuran yang
didefinisikan untuk memastikan kinerja organisasi selalu selaras dengan tujuan
strategis, rencana, inisiatif atau proses bisnis kunci.
3. Mengevaluasi dan menyediakan penghargaan atau hukuman.
Pada akhir periode, pihak pusat cukup melakukan perbandingan antara
target yang sudah ditetapkan dengan realisasi atau aktualisasi dari setiap anak
perusahaan ataupun devisi di sebuah perusahaan. Dengan mengevaluasi
analisis varians dari setiap anak perusahaan ataupun divisi maka pihak pusat
dapat memberikan keputusan apakah memberikan reward atau punishment
(R&P) pada anak perusahaan ataupun devisinya.
Pengendalian hasil tidak dapat berdiri sendiri, sehingga pengendalian hasil
akan efektif jika didukung dengan pengendalian lainnya yang umumnya disebut
aplikasi multiple forms of control.
Pengendalian manajemen memungkinkan atasan dan bawahan memiliki
kesamaan perspektif dan memahami visi, misi, tujuan dan sasaran organisasi
dengan baik sehingga memiliki kesamaan strategi untuk menghadapi masalah
yang terjadi. Pengendalian proses penting untuk memastikan strategi terlaksana
dengan baik. Sehingga perusahaan bisa menentukan strategi yang tepat
disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat itu.
Kedisiplinan merupakan dasar untuk segala aturan dan prosedur yang
dibuat dapat ditepati. Untuk membangun kedisiplinan tidaklah mudah. Sebelum
pemimpin dapat mengajarkan kedisiplinan bagi bawahannya, pemimpin harus
bisa untuk mendisiplinkan dirinya terlebih dahulu. Sehingga jika semua pihak

dalam organisasi memiliki disiplin yang tinggi, maka semua tindakan yang harus
dilakukan dapat terlaksana dengan baik.
Prinsip-prinsip pengendalian proses
1. Sistem Komando dan Pemisahan Fungsi
Dalam perusahaan dapat dilakukan beberapa aktivitas yang dapat
mengendalikan proses, yaitu job description, pertanggungjawaban, pendelegasian
wewenang, Standard Operating Procedures (SOP) dan monitoring. Aktivitas
tersebut dilakukan untuk mengatur posisi dan membatasi kegiatan karyawan.
2. Prosedur yang Adaptif
Prosedur merupakan bentuk kendali langsung karena dengan tata cara atau
panduan tahap-tahapan, yang akan membuat aktivitas seseorang akan diatur.
Meski prosedur yang dibuat secara matang, prosedur tetap harus siap beradaptasi
merespon perubahan diluar prediksi.
3. Preaction Review
Sebelum pelaksanaan aktivitas hendaknya perusahaan melakukan kontrol
ulang sekali lagi untuk memastikan pelaksanaan tersebut terhindar dari banyak
penyimpangan. Biasanya dalam perusahaan akan melakukan briefing terlebih
dahulu sebelum mulainya operasional perusahaan, guna menghindari terjadinya
kesalahan.
4. Prinsip Sekuritas dan Kerahasiaan
Dalam era bisnis sekarang, keamanan lebih sering diterapkan ke
perlindungan perangkat fisik seperti adanya penggunaan password pada komputer
perusahaan. Kerahasiaan juga perlu diperhatikan, pemimpin harus bisa memilah
informasi untuk dirinya sendiri maupun untuk bawahannya, agar informasi yang
ada tidak jatuh ketangan yang salah.
5. Imbalan dan Hukuman
Pengendalian proses juga membutuhkan imbalan dan hukuman sebagai
simbol apresiasi terhadap kinerja bawahan. Penegakan disiplin juga dibutuhkan
untuk memberikan pemahaman tentang keterkaitan tindakan, ketentuan dan
konsekuensi dari tindakan tersebut.

Prasyarat yang harus dipenuhi dalam melakukan pengendalian proses


adalah:
1. Atasan memiliki pemahaman yang baik atas proses/tindakan yang
diharapkan
2. Atasan mengetahui bahwa proses/tindakan yang diharapkan mungkin
untuk dilaksanakan.
3. Jenis pekerjaan yang hendak dikendalikan memiliki pola/urutan
tertentu yang berulang-ulang agar dapat terselesaikan dengan baik.
Pembatasan dan pengaturan setiap detail aktivitas tentunya akan
meniadakan aspek kebebasan berkreasi dan intuisi para pelaksana. Hal ini
merupakan keterbatasan pengendalian proses. Pengendalian proses tidak cocok
untuk jenis pekerjaan yang dinamis dan membutuhkan kreativitas dan inovasi
tingkat tinggi. Dengan adanya kelemahan dari pengendalian proses, maka
pengendalian proses perlu untuk bersinergi dengan pengendalian lain, seperti
pengendalian hasil untuk dapat melakukan proses pengendalian dalam
perusahaan.
Pemimpin memiliki peran yang paling penting dalam membentuk sebuah
budaya, tetapi sebelum pemimpin menentukkan budaya apa yang diinginkan,
haruslah seorang pemimpin perlu memahami tao organisasinya terlebih dahulu.
Tao merupakan jalan/sumber moralitas dalam organisasi yang diwujudkan dalam
bentuk kearifan/kebijaksanaan dalam mengatasi persoalan yang ada. Untuk
memahami tao lebih mendalam seorang pemimpin harus mempelajari pengalaman
dan akumulasi pengetahuan pada sebuah kelompok kecil yang dapat ditransfer ke
kelompok lain yang lebih besar. Setelah tao telah dipahami, maka pemimpin dapat
mengindentifikasikan budaya organisasi apa yang cocok dan diperkuat.
Budaya organisasi dapat diartikan sebagai seperangkat nilai, norma,
keyakinan, asumsi dan kebiasaan yang berlaku di sebuah organisasi, dipelihara,
dimodifikasi, dan diwariskan dari orang-orang lama ke orang-orang baru. Manfaat
dari

memahami

Tao

adalah

memungkinkan

seorang

pemimpin

untuk

mempersatukan hati dan pikiran bawahannya sehingga organisasi semakin efektif


dalam mencapai tujuan dan melaksanakan strategi yang telah digariskan.
Berikut adalah metode untuk menciptakan pengendalian budaya

1.

Birokrasi Formal
Menciptakan pengendalian budaya dalam jangka panjang. Beberapa

manifestasi dari birokrasi formal dalam hal ini, antara lain: seleksi penerimaan
karyawan dan aturan kekaryawanan beserta sistem R&P. Jika sebuah organisasi
ingin mendapatkan kualitas SDM yang baik (kreatif, patuh terhadap atasan, dan
memiliki etika yang baik) maka organisasi tersebut harus memiliki standar seleksi
penerimaan karyawan yang sesuai, dan setelah karyawan tersebut bekerja maka
perlu adanya aturan untuk mengendalikan karyawan tersebut yang didukung
dengan pemberian reward atau punishment yang menjadi salah satu alat birokrasi
formal. Dan dalam pemberian R&P haruslah ada keadilan jangan sampai ada
diskriminasi terhadap manajemen tingkat rendah.
2.

Pendekatan Pribadi
Pemimpin harus memiliki keseimbangan antara hati dan pikiran. Aspek

hati merujuk pada perasaan atau emosi yang terlibat untuk memenangkan hati
bawahan dalam rangka mendapatkan kesetiaan, kebangaan dan dukungan moral.
Perasaan atau ikatan emosional yang terlibat antara pemimpin dan bawahannya
merupakan pengikat hubungan yang membuat hubungan kerja lebih dari sekedar
hubungan transaksional antara pembeli dan penyedia jasa.
3.

Pelatihan Khusus
Pelatihan yang dilakukan oleh sebuah organisasi terhadap karyawannya

yang tidak hanya berkaitan dengan keterampilan, melainkan pengetahuan dan


mental karyawan.
4.

Simbol Fisik dan Non-Fisik


Seorang pemimpin tidak dapat berada di sisi karyawan setiap saat untuk

mengingatkan

mengenai

budaya

organisasi.

Sehingga

Pemimpin

perlu

menggunakan simbol organisasi baik fisik maupun non-fisik untuk mengingatkan


karyawan mengenai nilai-nilai yang dianut oleh organisasi dan budaya organisasi.
5.

Metode-metode lainnya
Metode-metode yang dilakukan oleh perusahaan untuk membentuk

budaya organisasi yang diinginkan, yang didalamnya termasuk: teladan


keseharian seorang pemimpin, rotas/mutasi karyawan dengan tujuan orientasi diri,

pembuatan buku saku kode etik beserta penetapan mekanisme penegakkan etika
dalam organisasi, dan sebagainya.
Dalam pengendalian budaya tidak memerlukan persyaratan tertentu,
melainkan persayatan yang merupakan keberadaan sebuah organisasi yang kuat,
yaitu ada ikatan emosional yang cukup tinggi diantara para anggota organisasi.
Jika ikatan emosional antar anggota sudah menguat makan lebih mudah untuk
organisasi untuk menanamkan budaya yang baik, sehingga pengendalian dapat
dilakukan melalui budaya organisasi tersebut.
Selain bentuk-bentuk pengendalian yang sudah disebutkan di atas, faktor
pemimpin juga merupakan unsur penting dalam sebuah sistem pengendalian.
Mempersatukan orang-orang yang berkompeten dan memiliki kompetensi untuk
berkembang dalam perusahaan tidaklah mudah. Dibutuhkan keahlian untuk
mengendalikan orang yang memiliki potensi. Dengan kata lain, figur pemimpin
adalah pusat dari efektivitas pengendalian manajemen. Pemimpin adalah orang
yang memiliki pengaruh terbesar dalam menggerakkan anggotanya untuk fokus
pada visi yang sama. Kondisi kerja dalam sebuah organisasi akan mencerminkan
model kepemimpinan yang ada. Kualitas kepemimpinan yang tertinggi adalah saat
yang dipimpin tidak menyadari bahwa yang dipimpin sedang dikendalikan.
Menurut Sun Tzu, seorang pemimipin wajib memenangkan hati dan
pikiran dari seluruh bawahannya. Hati menunjuk pada perasaan dan emosi dari
bawahan. Pikiran menunjuk pada rasionalitas yang terlibat. Dalam membuat
strategi, bawahan perlu menggunakan pikiran. Sedangkan dalam implementasi
rencana, pemimpin perlu mengedepankan hati. Seorang pemimpin yang efektif
memiliki beberapa karakteristik.
a.

Wisdom (Kebijaksanaan). Pemimpin memiliki kebijaksanaan untuk

b.
c.

mempertimbangkan dan memprediksi segala situasi dan bertindak hati-hati


Sincerity (Ketulusan). Pemimpin memiliki kepercayaan terhadap bawahan
Benevolence (Kebajikan) Pemimpin memiliki cinta dan simpati pada yang
lain serta mengapresiasi semua orang

d.

Courage (Keberanian) Pemimpin memiliki keberanian, tidak ragu, dalam


mengambil keputusan dan punya kemampuan mendapatkan kemenangan

e.

dengan memanfaatkan semua peluang tanpa ragu


Strictness (Disiplin) Pemimpin memiliki kedisiplinan dan menghormati
pemimpin karena kagum dan takut terhadap hukuman.
Karena manusia adalah unsur terpenting yang menentukan kesuksesan

organisasi, diperlukan strategi khusus untuk mengelola dan mengeluarkan usaha


yang terbaik dari setiap manusia, dalam hal ini bawahan. Strategi terkait faktor
manusia tersebut adalah
Penguasa (Top-Level Manager)
Faktor terpenting adalah kesatuan yaitu kesatuan pikiran dari atas sampai
bawah. Mereka yang bisa membuat para bawahannya loyal maka penguasa
tersebut membawa pengaruh yang baik. Seorang penguasa tidak boleh melakukan
intervensi kepada panglima, karena dia tidak mengetahui ilmu perang dan akan
menyebabkan kelambatan informasi. Maka dari itu penguasa yang bijak
membicarakan rencananya ke panglima dan panglima yang menjalankannya. Jika
diimplementasikan ke dalam bisnis, dapat dimaknai bahwa jajaran top
management seharusnya bisa memberi kepercayaan penuh kepada mereka yang
bertanggung jawab di lapangan. Selama pengaruh moral dari organisasi dan dari
top management sudah tertanam kuat, middle level manager tidak akan bergerak
menyimpang dari tujuan organisasi.
Panglima (Middle-Level Manager)
Sifat yang harus dimiliki panglima:
1. Berhati-hati, yaitu kemampuan membuat rencana, perbekalan pasukannya,
memanfaatkan

peluang

dan

membuat

keputusan.

Kemudian,

melaksanakan rencana dengan efektif. Panglima juga harus memotivasi


pasukan untuk mencapai moral serta dedikasi yang tinggi.
2. Keberanian, tidak hanya berani mengambil keputusan yang berisiko tinggi
tapi harus bertanggung jawab penuh bila kalah.

3. Pengendalian diri dan jangan sampai terhasut dengan pesaing. Tidak boleh
emosi. Sementara kemarahan dapat dikembalikan kebahagian dan
kebencian dijadikan menyenangkan; suatu negara yang hancur tidak dapat
dibangun kembali dan orang yang meninggal tidak dapat hidup kembali.
4. Pragmatisme
Panglima itu tidak boleh puas akan sesuatu maupun pesimis sebelum
melakukan. Jadi apapun yang diperbuat oleh panglima harus dilakukan
untuk negara, bukan untuk keharuman nama pribadi.
5. Ketulusan
Panglima harus mengerti bawahannya dan percaya pada mereka. Tetapi
panglima tetap harus menjaga jarak supaya tetap ada respect diantara
mereka. Harus menghargai manusia / memanusiakan manusia dengan
memahami masalah bawahan dan menghargai pekerjaan mereka.
Tentara (Low-Level Manager)
1. Pengendalian
Hal yang berhubungan adalah doktrin Apabila panglima itu lemah
dan tidak disiplin, jika pelatihan dan perintah tidak jelas, bila tugas dan
perwira tidak berbeda, dan susunan pasukan itu lamban, maka hasilnya
adalah disorganisasi mutlak dan disiplin Jika seorang panglima
membelai pasukannya tetapi tidak dapat menggunakannya; jika ia
menyayangi mereka secara berlebihan tetapi tidak dapat memberi perintah;
jika pasukannya tidak teratur tetapi dia tidak dapat mendisiplinkan
mereka; maka mereka mirip gerombolan yang dimanjakan dan tidak
berguna sama sekali yang menentukan pengorganisasian tentara.
2. Komunikasi
Panglima harus terus menerima informasi tentang jalannya
pertempuran baik dari pasukan kita maupun musuh, sehingga dibutuhkan
komunikasi yang efektif.
3. Moral pasukan kita dan pasukan musuh harus diketahui. Bila
kemenangan tertunda terlalu lama, semangat dan moral pasukan akan
menurun. Ada 3 faktor yang mempengaruhi kesiagaan pasukan:

a. Moral: semangat atau pikiran. Jadi mereka yang bijak akan


memilih tidak menyerang saat semangat masih tinggi tapi
menyerang saat mereka semangatnya mengendor dan ingin pulang
b. Emosi: terkait dengan hati. Gunakan disiplin dan ketertiban untuk
mengimbangi ketidaktertiban musuh dan gunakan ketenangan
untuk menangani situasi yang kacau.
c. Kebutuhan fisik: Memanfaatkan kedekatan dengan medan perang
untuk mengimbangi jarak musuh, gunakan istirahat untuk
mengimbangi kelelahan musuh, bergizi baik untuk mengimbangi
kelaparan musuh
Keberlangsungan hidup serta pertumbuhan sebuah perusahaan juga
bergantung pada dinamika yang terjadi pada konsumen, pemerintah, supplier,
karyawan, media massa, dan masyarakat umum serta bagaimana dinamika
tersebut memenuhi hubungan antara perusahaan dengan pihak luar. Seni perang
Sun Tzu menekankan pada pentingnya membaca dan beradaptasi dengan
lingkungan yang di gambarkan sebagai iklim dan medan. Dalam sistem
pengendalian manajemen yang merupakan alat-alat organisasional memiliki
hubungan yang saling terkait dengan lingkungannya. Prinsip-prinsip manajerial
yang berbeda juga dibutuhkan pada kondisi lingkungan yang berbeda. Tuntutan
lingkungan dapat dibedakan menjadi dua yaitu, teknis dan institusional. Desain
dan implementasi SPM perlu menyesuaikan dengan tuntutan tersebut.
Faktor-faktor lingkungan dapat muncul sebagai sebuah keunikan dari
sebuah negara atau daerah. Besar kecilnya perusahaan bukan merupakan hal yang
menentukan keberhasilan bisnis, namun kemampuan dalam memahami dan
memanfaatkan karakteristik sebuah negara/daerah untuk keuntungannya yang
memberikan kesuksesan dalam mencapai tujuan.
1. Institusi Ekonomi
Sebuah perusahaan dapat mengendalikan tindakan dan sumber daya dalam
batasan-batasan tertentu. Tetapi tidak selamanya manajemen memiliki fleksibilitas
penuh karena ada faktor-faktor ekonomi yang harus diperhatikan, seperti inflasi

dan daya beli masyarakat, nilai tukar, pertumbuhan ekonomi, pendapatan per
kapita, serikat pekerja, persaingan bisnis, dan blok perdagangan.
2. Institusi Politik dan Hukum
Pemerintah sebuah negara seringkali bekerjasama dengan sektor swasta
dalam upaya pengembangan perekonomian dan peningkatan investasi untuk
membuka lapangan kerja baru. Namun terkadang, banyak praktik yang tidak
sesuai bermunculan sehingga pemerintah harus membuat batasan-batasan bagi
perusahaan dalam merekrut, mengelolah, dan mengendalikan karyawan serta
menjalankan aktivitas bisnis.
3. Tingkat Penggunaan Teknologi
Perkembangan teknologi memberikan pilihan bagi perusahaan, apakah
perusahaan mau menggunakan teknologi untuk pengembangan perusahaan.
Dengan teknologi dapat mendukung pelaksanaan strategi dan SPM sebuah
perusahaan.

Penerapan

teknologi

informasi

dalam

perusahaan

dapat

mempengaruhi iklim kerja, interaksi antar anggotanya organisasi, ekspektasi


karyawan, struktur organisasi, dan daya inovasi. Karena perubahan teknologi
menuntut untuk adanya perubahan kebiasaan dan metode kerja untuk dapat keluar
dari zona nyaman dalam perusahaan.
4. Kepedulian Ekologi
Perusahaan sebaiknya tidak hanya mencari keuntungan saja melainkan
lingkungan sekitar juga harus tetap diperhatikan agar tetap lestari dan
menciptakan lingkungan yang sehat. Pemerintah dari berbagai negara telah
mengeluarkan berbagai peraturan untuk membatasi perusahaan yang melakukan
eksploitasi terhadap lingkungan demi tujuan bisnis. Dengan perusahaan peduli
terhadap lingkungan, maka akan diperlukan dukungan upaya cost-efficiency
dalam perusahaan tanpa mengorbankan aktivitas terkait pengelolaan lingkungan
hidup.
5. Faktor-Faktor Sosiokultural
Faktor-faktor sosiokultural yang meliputi demografi dan budaya
masyarakat dapat mempengaruhi praktik bisnis termasuk desain dan implementasi
SPM dalam perusahaan. Demografi adalah struktur dan dinamika sebuah populai

yang terdiri dari sejumlah penduduk dan pertumbuhannya, gender, usia, migrasi
dari populasi tersebut. Budaya masyarakat meliputi budaya dominan atau beragam
budaya yang ada dalam sebuah masyarakat yang multikultur.
SPM tidak hanya dapat bersifat pasif, tetapi juga berfungsi proaktif
sebagai katalisator untuk transformasi perusahaan. Transformasi ini sangat
dibutuhkan perusahaan terkait dengan antisipasi tuntutan lingkungan yang
dinamis sehingga dapat menjawab tantangan yang telah ada maupun yang akan
datang untuk mempertahankan keberlangsungan hidup perusahaan. Ada 4 aspek
yang harus dipenuhi oleh perusahaan sebagai syarat sebuah perusahaan untuk
dapat bertransformasi:

Redifinisi inti bisnis


Hal ini terkait dengan perubahan bidang bisnis tradisional yang dirubah
mengikuti berbagai perkembangan yang ada, melihat perubahan harapan
stakeholder yang diberikan oleh perusahaan kita. Redifinisi inti bisnis ini
juga dapat menghindarkan persaingan langsung dengan pasar dan justru

membuka pasar baru yang belum memiliki kompetitor.


Mengarahkan orientasi fokus layanan ke stakeholder
Jika sebelum tahun 1970an sebagian besar pihak masih beranggapan
bahwa yang menjadi fokus utama adalah menjalin hubungan baik dengan
pemegang saham yang telah melakukan investasi di perusahaan kita, sejak
tahun 1990an mulai lahir istilah CSR yang didasari oleh konsep triple

bottom line: people, profit, planet


Pemberdayaan SDM yang bertalenta
Organisasi yang berisikan karyawan bertalenta dapat disebut sebagai
organisasi yang adaptif yang memiliki budaya kerja efisien, partisipatif,
reponsif, saling percaya, dan berbasis teamwork yang kuat. Kompleksitas
lingkungan bisnis masa depan hanya dapat dikelola dengan baik oleh

orang-orang yang bertalenta ini.


Kepemimpinan transformasional
Untuk menjalankan transformasi organisasi ini dibutuhkan pemimpin yang
sanggup memenangkan hati dan pikiran karywananya, sehingga seluruh
aktivitas di dalam organisasi mendapat dukungan penuh dari seluruh
anggota organisasi untuk menjalankannya.

PEMBAHASAN KASUS

Kasus
Dalam kronologis itu dapat diketahui bahwa setelah mata bor mencapai
kedalaman 1.091meter Lapindo melanjutkan pengeboran tanpa menggunakan
selubung pelindung ( casing) apapun. Pada 27 Mei, selang 10 menit setelah
gempa mengguncang Yogyakarta -Jawa tengah pukul 06:02 WIB terjadi loss,
masuknya lumpur ke dalam lubang pengeboran. Lapindo meneruskan pengeboran
selama 6 jam sampai mencapai kedalaman 2.834 meter. Lapindo memutuskan
untuk menghentikan pengeboran dan menarik mata bor ke permukaan tanah.
Ketika bor sudah keluar semua, lumpur mulai mengalir dari lubang.
Lapindo berusaha menutup lubang dengan semen dan berhasil. Lumpur tidak lagi
keluar dari lubang pengeboran itu. Esok harinya, 28 Mei, terjadi kick, cairan yang
mengaliri seluruh lubang bor menendang lapisan tanah di seputar lubang
pengeboran yang ternyata tidak cukup kuat menahan tekanan dari cairan itu.
Akibatnya, lapisan tanah di sekeliling lubang pengeboran retak, dan cairan
itu keluar dari retakan-retakan itu. Kejadian ini disebut sebagai blow out. Davies
et al. (2008). menolak argumentasi gempa bumi sebagai penyebab semburan
karena there were other earthquakes, which were larger, closer and generated
stroner shaking, did not intitate an eruption (635). Singkatnya, kondisi geologis
di Sidoarjo dan sekitarnya potensial untuk terjadinya gunung lumpur mengingat
ada beberapa gunung lumpur aktif saat ini, yang dibutuhkan adalah pemicunya.
Dalam wawancaranya di ANTV (05/04/2009), Bakrie mengataka n bahwa
Lapindo hanyalah perusahaan kecil dibandingkan seluruh unit usahanya, tapi telah
menyebabkan masalah besar baginya karena Lapindo harus membayar lebih dari
3,8 trilliun rupiah (sekitar 421 juta US Dollar). Lanjutnya, tidak pernah ada ganti
rugi yang ada adalah transaksi jual -beli antara penduduk sebagai penjual dan
Lapindo sebagai pembeli, sesuai dengan Peraturan Presiden 14/2007, pasal 15.
Lapindo (dan Bakrie) berada pada posisi bahwa penyebab semburan lumpur panas

itu adalah akibat gempa bumi kare nanya bencana ini bukanlah bencana teknologi
yang karena kesalahan Lapindo, namun bencana ini adalah bencana alam.
Dikarenakan ini adalah bencana alam, maka Lapindo merupakan salah
satu korban dari bencana ini, bukan penyebab bencana. Bakrie menggunakan hasil
sidang pengadilan negeri Jakarta Selatan tanggal 22 Januari 2008 yang
memutuskan bahwa semburan lumpur sebagai fenomena alam dan tidak ada
hubungannya dengan aktivitas pengeboran Lapindo.
Pembahasan
Aburizal Bakrie yang sering disapa Bakrie merupakan seorang pemimpin
di Bakrie & Brothers Group. Bakrie disni sebagai seorang panglima dalam
perusahaannya yang memegang wewenang penuh terhadap segala keputusan yang
ada disini. Menurut kasus diatas dapat terlihat bagaimana Bakrie mengendalikan
perusahaannya dan menghasilkan hasil yang buruk terhadap perusahaannya.
Dalam sistem pengendaliannya terlihat bahwa kepemimpinan Bakrie tidak dapat
diandalkan karena Bakrie mengalihkan tanggung jawabnya dalam pernyataannya
saat wawancara bahwa Lapindo juga merupakan korban. Disini menunjukan
tidak mau bertanggung jawab.
Selain itu dari pengelolahan internal control pengeboran yang tidak sesuai
dengan SOP yang ada menunjukan pihak bawahannya pun tidak mampu
melaksanakan tanggung jawab yang ada sehingga terjadi bencana ini. Artinya
tidak ada kontrol atasan terhadap bawahannya.
Saran menurut pandangan Sun Tzu
1. Reorientasi Stakeholder
Fokus utama bisnis harus mulai memperhatikan konsep triple bottom line
sehingga melahirkan CSR yang membawa kebaikan bagi orang sekitarnya
pula dengan menjunjung kepedulian ekologi yang tinggi.
2. Harus ada keadilan terhadap peraturan agar semua level mendapat perlakuan
yang sama dan mendapat punishment yang sama pula.

3. Pengendalian Bakrie sebagai panglima itu lemah dan tidak disiplin, jika
pelatihan dan perintah tidak jelas, bila tugas dan perwira tidak berbeda, dan
susunan pasukan itu lamban, maka hasilnya adalah disorganisasi mutlak.
Maka dari itu yang perlu dirapikan adalah moral dari Panglima itu sendiri.
Dengan pemimpin yang bermoral maka akan mempunyai pengaruh moral
terhadap bawahannya sehingga bawahannya pun ikut mempunyai budaya
yang bertanggung jawab
4.

KESIMPULAN
Dari sudut seni perang yang dimiliki oleh Sun Tzu, kita dapat
menganalogikan perang sebagai kondisi bisnis karena kedua hal ini memiliki
beberapa aspek yang sama dan dapat saling dijelaskan keterkaitannya. Sama
halnya dengan peperangan, di dalam dunia bisnis pun manusia merupakan aset
penting yang dimiliki perusahaan. Tanpa manajer dan karyawan lainnya sebuah
perusahaan tidak akan mampu untuk berjalan menghadapi kompetitor bisnis
mereka sama halnya di dalam peperangan, tanpa pasukan dan panglima yang
memimpinnya maka tidak akan ada kemenangan yang dapat diperoleh. Untuk
dapat menjalankan perang/dunia bisnis ini dengan baik maka dibutuhkan
pengetahuan

akan

dimensi

dari

Sun

Tzu

moral,

iklim,

medan,

komando/kepemimpinan, dan regulasi.


Dalam prakteknya, untuk mengendalikan orang lain ditemukan kendalakendala yang susah untuk diatasi yaitu, masalah kinerja manusia dalam organisasi
yang terdiri dari tidak tahu, tidak mau, dan tidak mampu. Oleh karena itu terdapat
tiga jenis pengendalian yang bersifat saling melengkapi, yaitu pengendalian hasil,
proses dan budaya untuk mengatasi meminimalkan masalah ini serta membantu
perusahaan untuk dapat mencapai tujuan utamanya.
Seiring dengan berkembangnya jaman ternyata, tuntutan para stakeholder
juga ikut berubah sesuai. Inilah tantangan yang harus dipecahkan perusahaan
untuk dapat tetap bersaing dengan kompetitornya. Perusahaan dapat menerapkan
SPM untuk mengambil langkah proaktif dalam melakukan transformasi
organisasi. Transformasi organisasi dilakukan dalam rangaka untuk dapat
beradaptasi dan mengatasi lingkungan yang dinamis ini.

DAFTAR PUSTAKA
Hou, Wee Chow, dkk. 1991. Sun Tzu War & Management. Addison-Wesley
Publishing Company: Singapore.
Sun Tzu. 1994. Sun Tzu Art of War. Diterjemahkan oleh Lionel Giles. Project
Gutenberg.
Novenanto, Anton. 2010. Melihat Kasus Lapindo Sebagai Bencana Sosial,
(online), (http://journal.unair.ac.id, diakses tanggal 13 November 2015).

Anda mungkin juga menyukai