Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis
1. Dismenore
a. Pengertian
Dismenore adalah nyeri kram (tegang) daerah perut mulai
terjadi pada 24 jam sebelum terjadinya perdarahan haid dan dapat
bertahan selama 24-36 jam meskipun beratnya hanya berlangsung
selama 24 jam pertama. Kram tersebut terutama dirasakan di daerah
perut bagian bawah tetapi dapat menjalar ke punggung atau permukaan
dalam paha, yang terkadang menyebabkan penderita tidak berdaya
dalam menahan nyerinya tersebut (Hendrik, 2006).
b. Jenis-jenis dismenore
Smeltzer (2002) menyebutkan bahwa dismenore ada dua yaitu primer
dan sekunder.
1) Dismenore Primer
Dismenore primer adalah menstruasi yang sangat nyeri,
tanpa patologi pelvis yang dapat diidentifikasi, dapat terjadi pada
waktu menarche atau segera setelahnya. Dismenore ditandai oleh
nyeri kram yang dimulai sebelum atau segera setelah awitan aliran
menstrual dan berlanjut selama 48 jam hingga 72 jam. Pemeriksaan
pelvis menunjukkan temuan yang normal. Dismenore diduga

sebagai akibat dari pembentukan prostaglandin yang berlebihan,


yang menyebabkan uterus untuk berkontraksi secara berlebihan
dan

juga

mengakibatkan

vasospasme

arteriolar.

Dengan

bertambahnya usia wanita, nyeri cenderung untuk menurun dan


akhirnya hilang sama sekali setelah melahirkan anak (Smeltzer,
2002).
Bisa juga nyeri pada pantat, rasa nyeri pada paha bagian
dalam, mual, muntah, diare, pusing atau bahkan pingsan. Jadi Anda
menderita dismenore, biasanya keluhan-keluhan yang paling hebat
muncul pada hari pertama haid. Keluhan akan mulai berkurang
pada hari-hari berikutnya. Umumnya berlangsung tidak lebih dari
12-16 jam. Namun, ada juga wanita yang mengalami mulai dari
awal hingga hari terakhir haid, yaitu sekitar 5-6 hari (Ramaiah,
2006).
2) Dismenore Sekunder
Dismenore sekunder berhubungan dengan kelainan yang
jelas, kelainan anatomis ini kemungkinan adalah haid disertai
infeksi, endometriosis, mioma uteri, polip endometrial, stenosis
serviks, IUD juga dapat merupakan penyebab dismenore ini
(Bobak, 2004).
Pasien dismenore sekunder sering mengalami nyeri yang
terjadi beberapa hari sebelum haid disertai ovulasi dan kadangkala
pada saat melakukan hubungan seksual (Smeltzer, 2002).

c. Derajat Nyeri Haid (Dismenore)


Riyanto (2002) menyebutkan bahwa derajat dimenore ada empat yaitu
derajat 0-3.
1) Derajat 0
Tanpa rasa nyeri dan aktifitas sehari-hari tak terpengaruhi.
2) Derajat 1
Nyeri ringan dan memerlukan obat rasa nyeri, namun aktifitas
jarang terpengaruh.
3) Derajat 2
Nyeri sedang dan tertolong dengan obat penghilang nyeri namun
aktifitas sehari-hari terganggu.
4) Derajat 3
Nyeri

sangat

hebat

dan

tak

berkurang

walaupun

telah

menggunakan obat dan tidak dapat bekerja, kasus ini segera


ditangani dokter.
Sementara itu menurut Potter (2005), karakakteristik paling
subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri
tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai
nyeri ringan, sedang atau parah. Skala deskriptif merupakan alat
pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala
pendeskripsi verbal (Verbal Deskriptor Scale, VDS) merupakan sebuah
garis yang terdiri dari 3-5 kata. Pendeskripsi ini dirangking dari tidak
terasa nyeri sampai nyeri yang tidak tertahankan. Alat VDS ini

memungkinkan klien untuk mendeskripsi nyeri. Skala penilaian


numerik (Numerical Rating Scale, NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri
dengan menggunakan skala 0-10.
Gambar 1 Skala Intensitas Nyeri menurut Potter (2005)
Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10
l

10

Tidak nyeri

Sangat nyeri

Skala Intensitas Nyeri Deskriptif Sederhana


l

Tidak

Nyeri

Nyeri

Nyeri

Nyeri yang

nyeri

ringan

sedang

berat

tidak tertahankan

Skala Analog Visual (VAS)


l

Tidak nyeri

Nyeri yang
tidak tertahankan

d. Etiologi (Penyebab)
Banyak teori dikemukakan untuk menerangkan penyebab
dismenore primer, tetapi tetap belum jelas penyebabnya hingga saat
ini. Dahulu disebutkan faktor keturunan, psikis, dan lingkungan dapat
mempengaruhi penyebab hal itu, namun penelitian dalam tahun-tahun

10

terakhir ini menunjukkan adanya pengaruh zat kimia dalam tubuh yang
disebut prostaglandin.
Diantara sekian banyak hormon yang beredar dalam darah,
terdapat senyawa kimia yang disebut prostaglandin. Telah dibuktikan,
prostaglandin berperan dalam mengatur berbagai proses dalam tubuh,
termasuk aktifitas usus, perubahan diameter pembuluh darah dan
kontraksi uterus. Para ahli berpendapat, bila pada keadaan tertentu,
dimana kadar prostaglandin berlebihan, maka kontraksi uterus (rahim)
akan bertambah. Hal ini menyebabkan terjadi nyeri yang hebat yang
disebut dismenore.
Juga beredarnya prostaglandin yang berlebihan ke seluruh
tubuh akan berakibat meningkatkan aktifitas usus besar. Jadi
prostaglandin inilah yang menimbulkan gejala nyeri kepala, pusing,
rasa panas dan dingin pada muka, diare serta mual yang mengiringi
nyeri pada waktu haid (Widjajanto, 2005).

e. Patofisiologi
Selama fase luteal dan menstruasi, prostaglandin

F2 alfa

(PGF2), disekresi. Pelepasan PGF2 yang berlebihan meningkatkan


amplitudo

dan

frekuensi

kontraksi

vasospasme arteriol uterus, sehingga

uterus

dan

menyebabkan

mengakibatkan iskemia dan

kram abdomen bawah yang bersifat siklik. Respon sistemik terhadap

11

PGF2 meliputi nyeri punggung, kelemahan, pengeluaran keringat,


gejala saluran cerna (anoreksia, mual, muntah, dan diare) dan gejala
sistem syaraf pusat meliputi: pusing, sinkop, nyeri kepala dan
konsentrasi buruk (Bobak, 2004).
f. Gejala Klinis
Gejala dismenore yang paling umum adalah nyeri mirip kram
di bagian bawah perut yang menyebar ke punggung dan kaki. Gejala
terkait lainya adalah muntah, sakit kepala, cemas, kelelahan, diare,
pusing, dan kembung atau perut terasa penuh bahkan. Bebera wanita
mengalami nyeri sebelum menstruasi dimulai dan bisa berlangsung
hingga beberapa hari (Ramaiah, 2006).
Sedangkan menurut Riyanto (2002) menyebutkan bahwa
gejala-gejala klinis biasanya dimulai sehari sebelum haid berlangsung
selama hari pertama haid dan jarang terjadi setelah itu. Nyeri biasanya
merupakan nyeri di garis tengah perut (pada abdomen bawah),
punggung, tulang kemaluan. Nyeri terasa timbul, tajam dan
bergelombang. Biasanya mengikuti kontraksi dan dapat menjalar ke
arah pinggang belakang. Selain rasa nyeri, dapat pula disertai mual,
sakit kepala, dan mudah tersinggung / depresi.
g. Penatalaksanaan
Untuk beberapa wanita yang sedang dismenore biasanya nyeri
dapat dikurangi dengan pemberian panas (kompres panas atau mandi

12

air panas), masase, latihan fisik, dan tidur cukup untuk meredakan
dismenore primer. Panas meredakan iskemia dengan menurunkan
kontraksi dan meningkatkan sirkulasi. Perubahan diet dengan
mengurangi garam dan peningkatan penggunaan diuretik alami, seperti
asparagus atau daun sup dapat mengurangi edema dan rasa tidak
nyaman yang timbul. Penggunaan obat analgesik, obat-obatan anti
radang bukan steroid (Non Steroid Anti Inflammatory Drugs) dan
diuretik untuk relaksasi uterus. Sebagai upaya terahir untuk mengatasi
dismenore yang tidak dapat dikendalikan pembedahan dapat
diindikasikan (Bobak, 2004).
Ramaiah (2006) menyebutkan bahwa, salah satu cara yang
sangat efektif untuk mencegah nyeri dismenore ini adalah melakukan
aktifitas olahraga. Beberapa latihan dapat meningkatkan pasokan darah
ke organ reproduksi sehingga memperlancar peredaran darah.
Olahraga teratur seperti berjalan kaki, jogging, berlari, bersepeda,
renang atau senam aerobik dapat memperbaiki kesehatan secara umum
dan membantu menjaga siklus menstruasi yang teratur. Olahraga
setidaknya dilakukan tiga hingga empat kali seminggu, khususnya
selama paruh kedua siklus menstruasi. Riset menunjukkan bahwa
perempuan yang berolahraga teratur dapat meningkatkan sekresi
hormon dan pemanfaatannya, khususnya estrogen.
Olahraga penting untuk remaja putri yang menderita
dismenore karena latihan yang sedang dan teratur meningkatkan

13

pelepasan endorfin beta (penghilang nyeri alami) ke dalam aliran darah


sehingga dapat mengurangi nyeri dismenore. Beberapa penelitian telah
mengkaitkan nyeri dismenore dengan perubahan kadar endorfin beta
(Rager, 1999).
2. Olahraga
Di atas telah disebutkan bahwa salah satu penatalaksanaan dari
nyeri dismenore adalah dengan latihan fisik (olahraga). Sebelum
membahas perubahan-perubahan yang terjadi akibat berolahraga maka
sebaiknya kita mengetahui dulu tentang apa yang dimaksud olahraga.
Banyak yang memandang kegiatan ini sebagai sekadar aktifitas fisik untuk
menggerakkan tubuh, meningkatkan metabolisme tubuh dan mengeluarkan
keringat. Di bawah ini akan diuraikan semua tentang olahraga.
a. Jenis-jenis Olahraga
Triangto (2005) menyebutkan bahwa olahraga terbagi menjadi dua jenis,
yaitu olahraga aerobik dan anaerobik.
1) Olahraga Aerobik
Yaitu olahraga yang membutuhkan oksigen sebagai sumber
energi utama bagi tubuh untuk bergerak. Definisinya adalah olahraga
yang sifatnya ringan, gerakan yang dilakukan sama dan dilakukan
berulang-ulang, selain itu waktu untuk melakukannya lama.
Olahraga jenis inilah yang dapat digunakan untuk meningkatkan

14

derajat kesehatan. Contoh olahraga aerobik adalah jalan cepat,


jogging, renang, lari dan sepeda jarak jauh.
2) Olahraga Anaerobik
Olahraga anaerobik membutuhkan asam laktat sebagai
energi utama. Definisinya adalah olahraga yang dilakukan dengan
intensitas yang berat, gerakannya tidak selalu harus dilakukan
berulang-ulang dan waktu melakukannya pendek. Tujuan dari
olahraga ini adalah untuk meningkatkan penampilan fisik dan
meningkatkan prestasi atlet seperti membesarkan, menguatkan otot
tubuh dan menambah daya ledak (explosive power) otot. Contoh
olahraga jenis ini adalah angkat besi, binaraga, lari dan sepeda jarak
pendek / sprint.
b. Manfaat Olahraga
Sebagian

besar

gejala-gejala

medis

yang

diakibatkan

kurangnya kegiatan merupakan hal yang menakutkan. Harus disadari


bahwa apabila tubuh tidak pernah / sedikit dipakai, maka kerja paru
menjadi tidak efisien, jantung melemah, kelenturan pembuluhpembuluh darah berkurang, ketegangan otot-otot menghilang dan
seluruh tubuh menjadi lemah, yang menjadi sasaran empuk bagi
berbagai macam penyakit. Latihan olahraga yang baik ialah latihan
yang digunakan untuk mencapai kesegaran jasmani dengan kebutuhan
tiap individu. Latihan yang berlebihan malah merugikan.

15

Menurut Tjokronegoro (2004), latihan olahraga menghasilkan


keuntungan sebagai berikut:
1) Peningkatan efisiensi kerja paru
Seorang terlatih dapat menyediakan oksigen hampir dua kali lipat
per menit daripada yang tidak terlatih.
2) Peningkatan efisiensi kerja jantung
Jantung semakin kuat dan dapat memompa lebih banyak darah.
Akibatnya orang terlatih, denyut jantungnya lebih lambat 20 kali
per menit daripada yang tidak terlatih.
3) Peningkatan jumlah dan ukuran pembuluh-pembuluh darah yang
menyalurkan darah ke seluruh tubuh.
4) Peningkatan volum darah yang mengalir ke seluruh tubuh.
5) Peningkatan ketegangan otot-otot dan pembuluh darah, yang
seringkali bisa menurunkan tegangan darah tinggi.
6) Mengubah tubuh yang berlemak menjadi tubuh yang tegap dan
berisi.
7) Peningkatan konsumsi oksigen maksimal.
Dalam hal ini, terjadi peningkatan kondisi tubuh secara
menyeluruh terutama organ-organ penting seperti paru, jantung,
pembuluh darah dan seluruh jaringan tubuh, sehingga akan
memperkuat daya tahan tubuh terhadap berbagai macam penyakit.

16

8) Menambah kepercayaan pada diri sendiri.


c. Kategori Tingkat Kebugaran
Menurut Tim Pengembangan Sumber Daya Manusia Yayasan
Pendidikan Haster (1996), ada 5 kategori tingkat kebugaran, yakni:
1) Kategori 1 (Buruk sekali)
Mereka yang termasuk kategori ini antara lain pekerja di
belakang meja, penonton TV, orang yang terlalu banyak merokok
dan makan, serta mereka yang selalu mengeluh tidak enak badan.
2) Kategori 2 (Buruk)
Mereka yang termasuk kategori ini adalah orang-orang yang
hanya sekali seminggu berolahraga ringan, seperti main golf
setiap Sabtu.
3) Kategori 3 (Sedang)
Mereka yang termasuk kategori ini adalah orang-oarang yang
berjalan kaki tiap pagi hari, selalu mengisi waktu berolahraga
dan tekun dari minggu ke minggu sepanjang tahun.
4) Kategori 4 (Baik)
5) Kategori 5 (Baik sekali)
Mereka yang termasuk kategori ini adalah orang-orang atau para
pemain olahraga kompetisi (professional), latihan tekun setiap
hari dan sekali-kali melakukan kompetisi.

17

Sedangkan menurut Dariyo (2003), para ahli menunjukkan


beberapa tipe kegiatan fisik yang dapat membantu mempertahankan dan
meningkatkan taraf kesehatan individu. Berikut ini tercakup kriteria
kegiatan latihan ringan, cukup dan berat. Masing-masing kegiatan
memiliki tujuan yang berbeda, yaitu:
1) Latihan ringan
Latihan ringan adalah kegiatan-kegiatan yang memiliki porsi
untuk orang awam (bukan atlet) terutama bagi orang yang tidak
pernah atau jarang melakukan kegiatan olahraga. Bila ia melakukan
olahraga dengan porsi yang melebihi kapasitasnya, akan berdampak
tidak baik bagi kondisi kesehatan fisiknya. Untuk itulah, disarankan
agar kegiatan latihan ringan bertujuan untuk meningkatkan taraf
kesehatan dan kebugaran badan. Yang tergolong latihan ringan ini,
antara lain berjalan lambat, bersepeda, berenang, bermain golf,
bowling, memancing, dan merawat rumah atau berkebun.
2) Latihan cukup
Bagi orang awam (bukan atlet) yang sering melakukan kegiatan
olahraga (misalnya seminggu 1-3 kali), dapat melakukan latihan
yang cukup proposinya. Ia dapat melakukan latihan yang melebihi
dari latihan ringan, tetapi tidak melebihi standar seorang atlet.
Tujuan dari latihan cukup ini, selain dapat mencegah gangguan
penyakit, juga dapat menciptakan kestabilan taraf kesehatan agar

18

dapat meningkatkan prestasi di luar bidan olahraga, misalnya prestasi


kerja, prestasi kerja, prestasi sekolah atau kuliah. Latihan yang cukup
ini, misalnya jogging, bersepeda, berenang, tenis meja dan
memancing atau mengecat rumah.
3) Latihan berat
Bagi seorang atlet, sudah sewajarnya kalau ia memilaki taraf
latihan olahraga yang intensif dan cenderung keras karena tujuannya
mencapai puncak prestasi. Bahkan, dapat dikatakan olahraga
merupakan kegiatan utama yang dijadikan sumber penghasilan
dalam hidupnya. Orang-orang ini akan melakukan kegiatan latihan
yang berat, misalnya latihan 6 kali seminggu, berjalan setiap hari,
bersepeda cepat 4 kali seminggu, latihan panjat tebing, memancing
dan memindahkan furniture berat atau latihan sejenis.
d. Takaran Latihan Olahraga
Helena (2000) menyebutkan bahwa takaran olahraga yang perlu
diperhatikan adalah intensitas, lama dan frekuensi latihan
1) Intensitas Latihan
Intensitas latihan merupakan faktor terpenting dalam olahraga.
Untuk mendapat kesegaran jasmani yang diharapkan, olahraga harus
dilakukan dalam takaran yang cukup. Untuk mengetahui apakah
intensitas latihan yang dilakukan sudah cukup, secara sederhana
dapat diuikur dengan menghitung detak nadi saat melakukan

19

olahraga. Denyut nadi maksimal (DNM) bagi seseorang tergantung


pada usianya dan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
DNM = 220 usia (dalam tahun)
2) Lama latihan
Lama latihan olahraga juga ada takarannya. Setiap melakukan
olahraga sebaiknya zona sasaran harus dicapai dan dipertahankan
paling sedikit 25 menit. Latihan mencapai zona sasaran yang
dilakukan lebih lama memberikan efek yang lebih baik. Pada waktu
melakukan olahraga yang lamanya mencapai 40-90 menit.
3) Frekuensi Latihan
Yang dimaksud frekuensi latihan adalah frekuensi latihan
setiap minggu. Latihan olahraga yang dilakukan 3 kali dalam
seminggu akan memberikan efek yang berarti bagi kesehatan dan
kebugaran.Lakukan dengan intensitas rendah yang makin lama
makin ditingkatkan intensitasnya. Usahakan agar olahraga dilakukan
3-5 kali per minggu dengan durasi 30-60 menit yang jika tidak
memungkinkan dilakukan dalam satu kali latihan, dibagi dalam tiap
latihan 10 menit.
Apapun olahraga yang dilakukan, tetap jalankan sesuai
kaidah olahraga. Yakni tetap lakukan pemanasan yang sesuai dengan
nomor olahraga dan sesudahnya juga lakukan pendinginan. Pastikan

20

ada waktu istirahat yang cukup, jangan memaksakan diri dan


melakukan gerakan yang dinyatakan berbahaya.
3. Olahraga dan dismenore
Berikut ini merupakan pengaruh olahraga terhadap penurunan
dismenore yang dialami oleh remaja putri dari Tjokronegoro (2004) dan
Rager (1999):
a. Peningkatan efisiensi kerja paru
Seorang terlatih dapat menyediakan oksigen hampir dua kali
lipat per menit daripada yang tidak terlatih. Sehingga ketika terjadi
dismenore, oksigen dapat tersalurkan ke pembuluh-pembuluh darah di
organ reproduksi yang saat itu terjadi vasokonstriksi sehingga
menyebabkan timbulnya rasa nyeri, disebabkan respon dari oksigen
yang tidak tersampaikan ke pembuluh darah paling ujung. Tetapi bila
seseorang rutin melakukan olahraga, maka dia dapat menyediakan
oksigen hampir dua kali lipat per menit sehingga oksigen tersampaikan
ke pembuluh darah yangmengalami

vasokonstriksi. Dan akan

menyebabkan terjadinya penurunan nyeri dismenore.


b. Peningkatan efisiensi kerja jantung
Jantung semakin kuat dan dapat memompa lebih banyak darah.
Akibatnya orang terlatih, denyut jantungnya lebih lambat 20 kali per
menit daripada yang tidak terlatih. Konsepnya hampir sama dengan
penjelasan di atas, pada orang yang melakukan olahraga darah

21

dipompa lebih banyak ke pembuluh darah organ reproduksi yang


mengalami vasokonstriksi. Karena aliran pembuluh darah lancar, maka
nyeri dismenore tidak begitu dirasakan.
c. Peningkatan jumlah dan ukuran pembuluh-pembuluh darah yang
menyalurkan darah ke seluruh tubuh, termasuk organ reproduksi.
Pada seseorang yang rutin olahraga, terjadi peningkatan jumlah
dan ukuran pembuluh darah yang menyalurkan darah ke seluruh tubuh,
termasuk organ reproduksi sehingga memperlancar aliran darah ketika
terjadi dismenore dan terjadi penurunan dismenore.
d. Peningkatan volum darah yang mengalir ke seluruh tubuh, termasuk
organ reproduksi.
Dengan olahraga rutin terjadi peningkatan volum darah yang
mengalir ke seluruh tubuh, termasuk organ reproduksi. Sehingga
memperlancar pasokan oksigen ke pembuluh darah yang mengalami
vasokonstriksi, sehingga nyeri dismenore dapat berkurang.
e. Olahraga penting untuk remaja putri yang menderita dismenore karena
latihan yang sedang dan teratur meningkatkan pelepasan endorfin beta
(penghilang nyeri alami) ke dalam aliran darah sehingga dapat
mengurangi nyeri dismenore.

22

B. Kerangka Teori
Faktor yang
mempengaruhi nyeri:
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Pengalaman
d. Tingkat pendidikan
Penyebab:
a. Pelepasan prostaglandin
b. Peningkatan frekuensi
kontraksi uterus
c. Vasospasme arteriol uterus

Nyeri dismenore

Penurunan
dismenore

Penatalaksanaan dismenore:
1. Latihan fisik (olahraga):
a. Jalan cepat
b. Jogging
c. Renang
d. Lari
e. Senam
f. Sepeda jarak jauh
g. Merawat rumah
2. Kompres hangat
3. Massase
4. Istirahat cukup
5. Perubahan diet: kurangi garam,
diuretik alami
6. Obat analgesik
Skema 1
Kerangka Teori dikutip dari Bobak (2004), Tjokronegoro (2004), Rager (1999)
Keterangan: Fokus penelitian pada tulisan yang dicetak tebal.

23

C. Kerangka Konsep
Variabel independen

Variabel dependen

Remaja putri yang rutin olahraga

Nyeri dismenore

Remaja putri yang jarang olahraga

Nyeri dismenore

Skema 2
Kerangka konsep
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain
(Nursalam, 2003). Pada penelitian ini variabel bebasnya adalah faktor
yang dapat mempengaruhi berat dan ringannya dismenore yaitu pada
remaja putri yang rutin olahraga dan yang jarang olahraga.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang ditentukan oleh variabel lain
(Nursalam, 2003). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat
dismenore
E. Hipotesa
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat dismenore
pada remaja putri antara yang rutin melakukan olahraga dengan yang jarang
melakukan olahraga.

24

Anda mungkin juga menyukai