A. Pendahuluan
Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit kronis dan residif yang terjadi
paling sering selama masa bayi dan anak usia dini. Hal ini sering dikaitkan dengan
kelainan pada fungsi sawar kulit dan sensitisasi alergen.(1,2) Umumnya disertai gatal
yang sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat
atopi pada keluarga atau penderita (DA, rinitis alergik dan atau asma bronkial).
Kelainan kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami eksoriasi dan
likenifikasi, distribusinya dilipatan (fleksural).(2)
B. Epidemiologi
Dermatitis atopik (DA) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di
seluruh dunia, dengan prevalensi pada anak-anak dari 10% - 20% di Amerika Serikat,
Eropa utara dan barat, Afrika perkotaan, Jepang, Australia, dan Negara-Negara
industri lainnya. Prevalensi DA pada orang dewasa adalah sekitar 1% - 3% persen.
Menariknya, prevalensi DA jauh lebih rendah di negara-negara pertanian seperti Cina
dan di Eropa Timur, Afrika pedesaan, dan Asia Tengah. DA juga dominan pada
perempuan, dengan rasio secara keseluruhan 1,3: 1,0.(1,2)
produksi IFN- . IFN- akan mengahmbat proliferasi sel Th2, ekspresi IL-4 pada sel
T dan produksi IgE. IL-4 dan IL-13 berperang sebagai growth factor sel B dan dapat
meningkatkan regulasi VCAM-1 serta E-selectin sel endotel. IL-5 berperan sebagai
faktor diferensiasi sel B dan stimulator eosinofil. Pada umumnya sel T teraktivasi
oleh alergen hirup, alaergen makan, autoantigen dan superantigen (SAG) yang berasal
dari bakteri. Baru-baru ini diamati pula peran Pityosporum ovale sebagai pemicu lesi
DA. Lesi awal dermatitis atopik sering berkarakter urtikaria, manifestasi dari
hiperaktivitas Th2.
D. Gambaran klinis
Kulit penderita umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid diepidermis berkurang
dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin. Penderita
DA cenderung tipe astenik, dengan intelegensi di atas rata-rata, sering merasa cemas,
egois, frustasi atau merasa tertekan.(2)
Gejala utama DA adalah pruritus, dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi
umumnya lebih hebat dimalam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga
akan timbul bermacam-macam kelaianan dikulit berupa papul, likenifikasi, eritema,
erosi, eksoriasi, eksudasi dan krusta.(2)
DA dibagi kelompokkan dalam 3 fase, yaitu :
1. Dermatitis atopik fase bayi/infantil (3 bulan-2 tahun)
DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah usia 2
bulan. Lesi mulai dimuka (pipi, dahi) berupa eritema, papulo-vesikel yang halus,
karena gatal digosok, pecah, eksudatif dan akkhirnya terbentuk krusta. Lesi kemudian
meluas ketempat lain yaitu skalp, leher, pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Bila
anak mulai merangkak, lesi ditemukan dilutut, biasanya anak mulai menggaruk
setelah umur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak
gelisah, susah tidur dan sering menangis. Pada umumnya lesi DA infantil eksudatif,
banyak eksudat, erosi, krusta, dan dapat mengalami infeksi. Lesi dapat meluas
generalisata, bahkan walaupun jarang dapat menjadi eritroderma. Lambat laun lesi
menjadi kronis dan residif. Setelah 18 bulan mulai tampak likenifikasi.
2. Dermatitis atopik fase anak (3-12 tahun)
Merupakan kelanjutan bentuk infantil atau timbul sendiri. Lesi lebih kering, tidak
begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi dan sedikit skuma. Letak kelaian
kulit dilipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor, kelopak mata, leher,
jarang dimuka. Rasa gatal menyebabkan penderita sering menggaruk, dapat tterjadi
erosi, likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi sekunder. Rangsangan
menggaruk sering diluar kendali. Penderita sensitif terhadap wol, bulu kucing dan
anjing, bulu ayam, burung dan sejenisnya.
3. Dermatitis atopik fase dewasa
Pada bentuk ini dapat berupa plak papular eritodermatosa dan berskuama atau
plak likenifikasi yang gatal. Pada DA remaja lokalisa lesi dilipat siku, lipat lutut dan
samping leher, dahi, dan sekitar mata. Pada DA dewasa distribusi lesi kurang
karakteristik, sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula ditemukan
setempat misalnya dibibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu atau skalp.(2)
E.Gambar
Diagnosis
1. Prurigo papula
Diagnosis dermatitis atopik didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan
Radjka yang diperbaiki oleh kelompok kerja dari inggris yang dikoordinasi oleh
Williams (1994).(2)
Kriteria Mayor :
Pruritus
Dermatitis dimuka atau eksternsor
keluarganya
Kriteria Minor :
Xerosis
Infeksi kulit (Khususnya oleh S.
aureus dan Virus Herpes Simpleks)
Dermatitis non spesifik pada tangan
atau kaki
Ichtiosis/
hiperlinear
palmaris/
keratosis pilaris
Dermatitis di papilla mammae
White dermographism dan delayed
blanch response
Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Katarak subkapsular anterior
atau
pelarut lemak
Aksentuasi perifolikular
Hipersensitif terhadap makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi
oleh faktor lingkungan dan atau
emosi
Tes kulit alergi tipe dadakan positif
Kadar
IgE
didalam
serum
meningkat
Awitan pada usia dini
Xerosis/Ichtiosis/Hiperlinearis
Palmaris
Aksentuasi perifolikular
Fissura belakang telinga
Skuama di Skalp kronis.
F. Pemeriksaan laboratorium
G. Differensial diagnosis
1. Dermatitis kontak alergi (DKA)
hipersensitivitas tipe lambat (type IV) terhadap agen-agen eksogen. Fase akut
digambarkan dengan perkembangan eritema, likenifikasi, skuama, dengan beberapa
kasus memperlihatkan vesikulasi dan bula pada area yang terpapar.(5)
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah bahan kimia sederhana dengan berat
molekul umumnya rendah (<1000 dalton) merupakan allergen yang belum diproses,
disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum
Gambar 3. Gambar
dermatitis alergik
Erupsi mulai pada pada individu yang tersensitifitasi selama 48 jam atau
berhari-hari setelah kontak dengan allergen berulang kali. Gejala dan tanda dermatitis
kontak alergi pada fase akut dengan gambaran vesikel kecil, berair, serta krusta.
Sedangan pada dermatitis kontak alergi yang kronik dengan adanya gambaran
skuama, eritem, dan likenifikasi. Gatal, panas dan rasa seperti tertusuk-tusuk. Lesi
dapat tersebar pada tempat yang terpapar atau dengan pola yang asimetri, lesinya
berupa papul, vesikel dan macula eritem. Area yang terkena sering panas dan
bengkak, dengan eksudat dan krusta, gambarannya bisa seperti infeksi dan atau
diberatkan oleh adanya infeksi. Pola erupsi dapat mempermudah diagnosis, lokasinya
kadang dapat menunjukkan penyebabnya.(6)
Gejala klinik dermatitis kontak iritan tergantung dari faktor mekanik, termal
(panas), iklim dan faktor konstitusional. Pada ibu rumah tangga biasanya nampak
Iritan dengan tanda yang khas yaitu kulit ibu rumah tangga adalah kekeringan pada
telapak tangan dan ujung jari, terdapat fissura yang menimbulkan nyeri dan kulit yang
mengerut.(7)Gambaran klinik dari dermatitis kontak iritan sangat beragam menurut
iritan : ulserasi (asam kuat atau alkali), folikulitis (minyak dan lemak), miliaria
(alluminium clorida) hiperpigmentasi (logam berat) dan hipopigmentasi (p-tertbutylphenol).(9)
3. Dermatitis Seboroik
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan
berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas kedahi , glabela, telinga
posaurikular dan leher. Pada aderah dahi batasnya sering cembung.(2)
H. Pengobatan
Keberhasilan pengobatan DA membutuhkan pendekatan sistematis, kombinasi
yang menggabungkan hidrasi kulit, terapi farmakologis, dan identifikasi dan
penghapusan faktor iritasi, alergi, agen infeksi, dan stres emosional. Banyak faktor
yang menyebabkan kompleks gejala karakteristik DA. Dengan demikian, rencana
perawatan harus individual untuk mengatasi pola reaksi penyakit kulit setiap pasien,
termasuk ketajaman ruam, dan faktor-faktor pemicu yang unik untuk pasien tertentu.
Pada pasien refrakter terhadap bentuk konvensional terapi, agen anti-inflamasi dan
imunomodulator alternatif mungkin diperlukan.
1. Terapi topikal
HIDRASI KULIT
Kulit pasien DA telah mengalami penurunan fungsi sawar dan
kulit kering (xerosis) dan mudah retak, yang berfungsi sebagai portal masuk untuk
patogen kulit, iritasi, dan alergi.(1,2) Masalah ini dapat diperparah selama musim
dingin, kering dan dalam lingkungan kerja tertentu. Mandi dengan air hangat
setidaknya selama 20 menit diikuti dengan penerapan emolien oklusif untuk
mempertahankan kelembaban dapat mengurangi gejala-gejala yang sangat baik.(1)
sebagai
anti-inflamasi.
Karena
potensi
efek
samping,
kebanyakan
dokter
CALCINEURIN INHIBITOR
Tacrolimus
topikal
dan
pimecrolimus
telah
dikembangkan
sebagai
PERTIMBANGAN UMUM
Pasien DA lebih rentan terhadap iritasi daripada pengaruh individu. Dengan
demikian, penting untuk mengidentifikasi dan menghilangkan faktor yang
memberatkan yang memicu siklus garukan, termasuk sabun atau deterjen, kontak
dengan bahan kimia, asap, pakaian kasar, dan paparan ekstrem suhu dan kelembaban.
Pakaian baru, dicuci terlebih dahulu sebelum dipakai untuk mengurangi tingkat
formaldehida dan bahan kimia lainnya. Sisa deterjen pada pakaian bisa menyebabkan
iritasi. Penggunaan deterjen cairan dan mengulangi siklus bilas sebanyak dua kali
dapat mengurangi faktor iritasi dari deterjen.(1)
Rekomendasi mengenai kondisi kehidupan lingkungan harus mencakup
kontrol suhu dan kelembaban untuk menghindari masalah yang berkaitan dengan
panas, kelembaban, dan keringat. Setiap upaya harus dilakukan untuk memungkinkan
anak-anak agar beraktivitas normal seperti biasanya. Olahraga tertentu, seperti
berenang lebih baik daripada olahraga lain yang menyebabkan banyak keringat,
kontak fisik, atau pakaian berat dan peralatan. Meskipun sinar ultraviolet (UV) dapat
bermanfaat bagi beberapa pasien dengan DA, tabir surya harus digunakan untuk
menghindari sengatan matahari. Namun, karena tabir surya bisa menyebabkan iritasi,
harus digunakan identifikasi produk yang tidak menyebabkan iritasi.(1)
ALERGEN KHUSUS
Makanan dan aeroallergen seperti tungau debu, hewan danders, jamur, dan
serbuk sari telah terbukti memperburuk DA. Potensi alergen dapat diidentifikasi
dengan mengambil riwayat yang cermat dan melakukan tes tusuk kulit selektif atau
serum khusus kadar IgE. Tes kulit negatif atau tes serum untuk-IgE spesifik memiliki
nilai prediktif tinggi untuk mengesampingkan alergi yang dicurigai. Total serum IgE
normal, namun tidak menutup kemungkinan adanya IgE spesifik, kulit positif atau tes
in vitro, terutama untuk makanan, sering tidak berkorelasi dengan gejala klinis dan
harus dikonfirmasikan dengan tantangan untuk mengontrol makan dan eliminasi diet.
Dengan mengontrol makanan menghasilkan perbaikan klinis. Eliminasi diet yang luas
dalam beberapa kasus, jarang menyebabkan defisiensi nutrisi. Pada pasien DA yang
alergi terhadap debu dan tungau, menghindari pajanan dapat menghasilkan perbaikan
penyakit kulit mereka. Tindakan pencegahan yaitu membersihkan debu dan tungau
pada bantal, kasur; rendam sprei dengan air panas air panas setiap minggu; mengganti
karpet dikamar; dan menggunakan AC untuk menurunkan tingkat kelembaban dalam
ruangan. Karena banyak pemicu yang berkontribusi terhadap terjadinya DA,
perhatian harus difokuskan pada identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus yang
penting bagi masing-masing pasien. Bayi dan anak-anak lebih beresiko terkena alergi
makanan, sedangkan anak-anak dan orang dewasa lebih beresiko sensitif terhadap
lingkungan aeroallergen.(1)
PENCETUS STRES
Pasien DA yang frustrasi, malu, atau mengalami peristiwa stres lainnya dapat
menyababkan peningkatan pruritus dan menggaruk. Pemeriksaan psikologis atau
konseling harus dipertimbangkan pada pasien yang mengalami kesulitan dengan
pemicu emosional atau masalah psikologis, dapat memberikan kontribusi dalam
mengatasi kesulitan penyakit mereka. Mungkin sangat berguna pada remaja dan
dewasa muda yang menganggap penyakit kulit ini memperbutuk penampilannya.
Relaksasi dan merubah gaya hidup dapat membantu pasien menghilangkan kebiasaan
menggaruk.(1)
ANTI INFEKSI
Pada DA ditemukan peningkatan koloni S.aureus. untuk pasien yang belum reisisten
dapat diberikan eritromisin, asitromisin atau klaritomisin, sedang untuk pasien yang sudah
resisten bisa diberikan dicloxacillin, oksasilin, dikloksasilin atau generasi pertama
sefalasporin. Bila dicurigai terinfeksi oleh virus herpes simpleks, kortikosteroid dihentikan
sementara dan diberikan asiklovir 400 gm 3 kali perhari selama 10 hari. (2)
PRURITUS
3. Preparat tar
Preparat tar batubara memiliki efek antipruritus dan anti-inflamasi pada kulit.
Shampoo Tar dapat bermanfaat untuk dermatitis kulit kepala dan sering membantu
dalam mengurangi konsentrasi dan frekuensi aplikasi glukokortikoid topikal.
Persiapan Tar tidak boleh digunakan pada kulit peradangan akut, karena sering
menyebabkan iritasi kulit.(1)
4. Fototerapi
Sinar matahari alami sering bermanfaat bagi pasien dengan DA. Namun, sinar
matahari terjadi tanpa pengaturan panas atau kelembaban, sehingga memicu
berkeringat dan pruritus, mungkin merusak bagi pasien. (1)
Untuk DA yang berat dan luas dapat digunakan PUVA (photochemotherapy)
seperti yang dipakai pada psoriasis. Terapi UVB atau Goeckerman dengan UVB dan
ter juga efektif. Kombinasi UVB dan UVA lebih baik daripada hanya UVB. UVA
bekerja pada sel langerhans dan eosinofil, sedangkan UVB mempunyai efek
imunosupresif dengan cara memblokade fungsi sel langerhans dan mengubah
produksi sitokin keratinosit.(2)
5. Rawat inap
Pasien DA dengan eritroderma atau menderita penyakit kulit yang luas dan
resisten terhadap terapi rawat jalan harus dirawat di rumah sakit sebelum
pengobatan dengan siklosporin dalam jangka pendek. Dosis jangka pendek yang
dianjuarkan peroral: 5 mg/kg berat badan. Siklosporin adalah obat imunosupresif kuat
yang terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan cyclophilin (suatu protein
intraselular) menjadi satu kompleks yang akan menghambat calcineurin sehingga
transkripsi sitokin ditekan. Tetapi, bila pengobatan dengan siklosporin dihentikan
umumnya penyakitnya akan segera kambuh lagi. Efek samping yang mungkin timbul
yaitu peningkatan kreatinin dalam serum, atau bahkan terjadi penurunan fungsi ginjal
dan hipertensi.(2)
ANTIMETABOLIT
pada inflamasi sitokin dan sel sintesis kemotaksis. Methotrexate telah digunakan
untuk pasien DA. Azathioprine adalah analog purin dengan efek anti-inflamasi dan
antiproliferatif; azathioprine telah digunakan untuk DA yang kronik, meskipun tidak
ada uji coba yang telah dilaporkan. (1)
6. Terapi terbukti
INTERFERON-
IFN- dikenal untuk menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan
proliferasi sel Th2. Pengobatan dengan IFN- menghailkan perbaikan klinis, karena
dapat menurunkan jumlah eosinofil dalam sirkulasi.(1,2)
OMALIZUMAB
aeroallergen belum terbukti berkhasiat dalam pengobatan DA. Sebuah studi baru,
dengan
diobati dengan sinar UVA extracorporeal sistem. Perbaikan klinis pada lesi kulit yang
terkait dengan penurunan kadar IgE telah dilaporkan pada beberapa pasien DA
kronik.(1)
PROBIOTIK
Penyakit
dermatitis
atopik
umumnya
menguntungkan,
pada
kebanyakan anak yang mampu tumbuh melampaui kondisi tersebut saat remaja awal.
Namun pasien dengan berat, luas penyakit dan kondisi atopik bersamaan seperti asma
dan rhinitis alergi, kemungkinan akan mengalami hasil yang lebih buruk.(8)
DAFTAR PUSTAKA
1. Leung DYM, Eichenfield LF, Bogunewwicz M. Atopic dermatitis (atopic
eczema). In: Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DA,
ed. Fitzpatricks Dermatology in general medicine 7th ed. New York: Mc Graw
Hill, 2008; p. 146-57.
2. Sularsito Sri Adi dan Djuanda Suria. Dermatitis Atopik. In : Djuanda adi, Hamzah
Mochtar, Aisah Siti. Editors. Ilmu Penyakit KIulit dan Kelamin. 2. 6 th ed. 2011. p.
138-147.
3. Herfina Dahlan N. 2011. Pengaruh Pembarian Pelembab Terhadap Perbaikan
Sawar Kulit Pada Dermatitis Atopic Anak. Makassar: Universitas Hasanuddin.
4. Siregar, R S. Penyakit Kulit Alergi. In : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.
2th ed. 2013. p. 107-117.
5. Sularsito Sri Adi dan Djuanda Suria. Dermatitis Kontak Alergik. In : Djuanda adi,
Hamzah Mochtar, Aisah Siti. Editors. Ilmu Penyakit KIulit dan Kelamin. 2. 6 th ed.
2011. p. 133-138.
6. Cohen David dan Jacob Sharon E. Allergic contact Dermatitis. In : Wolf K,
Lowell a, Goldsmith Stephen I Katz, Barbara A, Paller Gilchrest Amy S, Leffell