Anda di halaman 1dari 22

DERMATITIS ATOPIK

Eka Ramadhani Darwanti, Rohana Sari Suaib

A. Pendahuluan
Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit kronis dan residif yang terjadi
paling sering selama masa bayi dan anak usia dini. Hal ini sering dikaitkan dengan
kelainan pada fungsi sawar kulit dan sensitisasi alergen.(1,2) Umumnya disertai gatal
yang sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat
atopi pada keluarga atau penderita (DA, rinitis alergik dan atau asma bronkial).
Kelainan kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami eksoriasi dan
likenifikasi, distribusinya dilipatan (fleksural).(2)
B. Epidemiologi
Dermatitis atopik (DA) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di
seluruh dunia, dengan prevalensi pada anak-anak dari 10% - 20% di Amerika Serikat,
Eropa utara dan barat, Afrika perkotaan, Jepang, Australia, dan Negara-Negara
industri lainnya. Prevalensi DA pada orang dewasa adalah sekitar 1% - 3% persen.
Menariknya, prevalensi DA jauh lebih rendah di negara-negara pertanian seperti Cina
dan di Eropa Timur, Afrika pedesaan, dan Asia Tengah. DA juga dominan pada
perempuan, dengan rasio secara keseluruhan 1,3: 1,0.(1,2)

Berbagai faktor lingkungan berpengaruh terhadap prevalensi DA misalnya


jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu makin tinggi, penghasilan meningkat, migrasi
dari desa ke kota dan meningkatnya penggunaan antibiotik berpotensi menaikkan
jumlah penderita DA. Sedangkan rumah yang berpenghuni banyak, meningkatnya
jumlah keluarga, urutan lahir makin belakang, sering mengalami infeksi waktu kecil
akan melindungan kemungkinan timbulnya DA dikemudian hari. (2)
C. Etiopatogenesis(3)
1. Disfungsi sawar kulit
Disfungsi sawar kulit di pengaruhi oleh gaya hidup, misalnya penggunaan sabun
dan sampo berlebihan, deterjen yang tertinggal pada pakaian, antigen lingkungan
yang mampu berpenetrasi dikulit akibat pengaruh pendingin ruangan (air
conditioner), ventilasi yang buruk dan perubahan tingkat higiene.
Disfungsi sawat kulit akan merangsang pengeluaran sitokin, misalnya yang
berasal dari keratinosit. Pasien atopi akan mengalami disfungsi sawar kulit bahkan
pada kulit yang normal. Dapat di anggap bahwa selalu terjadi kasakade sitokin akibat
rangsangan pada disfungsi sawar.
2. Anbormalitas imunologik
Peristiwa imunologik pada penderita individual termasuk aktivitas dari imun
respon Th2, dengan sintesis sitokin IL-4, IL-5, IL-10 dan IL-13 dan penghambat
respon Th1. Sel Th1 akan memproduksi IFR-, TNF, IL-12 dan IL-17, IL-4 dan IL-5
menyebabkan peningkatan level IgE dan eosinofilia pada jaringan dan darah perifer
eosinofil serta menginduksi molekul adesi yang terlibat pada migrasi dari sel
inflamasi ke sel kulit. Perkembangan sel T menjadi sel Th2 dipacu oleh IL-10 dan
prostaglandin. IL-10 menghambat tipe hipersensitifitas tipe lambat. IL-4 mengatur

produksi IFN- . IFN- akan mengahmbat proliferasi sel Th2, ekspresi IL-4 pada sel
T dan produksi IgE. IL-4 dan IL-13 berperang sebagai growth factor sel B dan dapat
meningkatkan regulasi VCAM-1 serta E-selectin sel endotel. IL-5 berperan sebagai
faktor diferensiasi sel B dan stimulator eosinofil. Pada umumnya sel T teraktivasi
oleh alergen hirup, alaergen makan, autoantigen dan superantigen (SAG) yang berasal
dari bakteri. Baru-baru ini diamati pula peran Pityosporum ovale sebagai pemicu lesi
DA. Lesi awal dermatitis atopik sering berkarakter urtikaria, manifestasi dari
hiperaktivitas Th2.
D. Gambaran klinis
Kulit penderita umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid diepidermis berkurang
dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin. Penderita
DA cenderung tipe astenik, dengan intelegensi di atas rata-rata, sering merasa cemas,
egois, frustasi atau merasa tertekan.(2)
Gejala utama DA adalah pruritus, dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi
umumnya lebih hebat dimalam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga
akan timbul bermacam-macam kelaianan dikulit berupa papul, likenifikasi, eritema,
erosi, eksoriasi, eksudasi dan krusta.(2)
DA dibagi kelompokkan dalam 3 fase, yaitu :
1. Dermatitis atopik fase bayi/infantil (3 bulan-2 tahun)
DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah usia 2
bulan. Lesi mulai dimuka (pipi, dahi) berupa eritema, papulo-vesikel yang halus,
karena gatal digosok, pecah, eksudatif dan akkhirnya terbentuk krusta. Lesi kemudian
meluas ketempat lain yaitu skalp, leher, pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Bila
anak mulai merangkak, lesi ditemukan dilutut, biasanya anak mulai menggaruk

setelah umur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak
gelisah, susah tidur dan sering menangis. Pada umumnya lesi DA infantil eksudatif,
banyak eksudat, erosi, krusta, dan dapat mengalami infeksi. Lesi dapat meluas
generalisata, bahkan walaupun jarang dapat menjadi eritroderma. Lambat laun lesi
menjadi kronis dan residif. Setelah 18 bulan mulai tampak likenifikasi.
2. Dermatitis atopik fase anak (3-12 tahun)
Merupakan kelanjutan bentuk infantil atau timbul sendiri. Lesi lebih kering, tidak
begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi dan sedikit skuma. Letak kelaian
kulit dilipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor, kelopak mata, leher,
jarang dimuka. Rasa gatal menyebabkan penderita sering menggaruk, dapat tterjadi
erosi, likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi sekunder. Rangsangan
menggaruk sering diluar kendali. Penderita sensitif terhadap wol, bulu kucing dan
anjing, bulu ayam, burung dan sejenisnya.
3. Dermatitis atopik fase dewasa
Pada bentuk ini dapat berupa plak papular eritodermatosa dan berskuama atau
plak likenifikasi yang gatal. Pada DA remaja lokalisa lesi dilipat siku, lipat lutut dan
samping leher, dahi, dan sekitar mata. Pada DA dewasa distribusi lesi kurang
karakteristik, sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula ditemukan
setempat misalnya dibibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu atau skalp.(2)

E.Gambar
Diagnosis
1. Prurigo papula

Gambar 2. Dermatitis atopic.


terlihat papul, eskoriasi dan
pengerasan kulit.

Diagnosis dermatitis atopik didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan
Radjka yang diperbaiki oleh kelompok kerja dari inggris yang dikoordinasi oleh
Williams (1994).(2)
Kriteria Mayor :
Pruritus
Dermatitis dimuka atau eksternsor

Dermatitis kroni atau residif


Riwayat atopik pada penderita atau

pada bayi dan anak


Dermatitis di fleksura pada dewasa

keluarganya

Kriteria Minor :
Xerosis
Infeksi kulit (Khususnya oleh S.
aureus dan Virus Herpes Simpleks)
Dermatitis non spesifik pada tangan
atau kaki
Ichtiosis/

hiperlinear

palmaris/

keratosis pilaris
Dermatitis di papilla mammae
White dermographism dan delayed

blanch response
Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Katarak subkapsular anterior

Orbita menjadi gelap


Muka pucat atau eritem
Gatal bila berkeringat
Intolerans terhadap wool

atau

pelarut lemak
Aksentuasi perifolikular
Hipersensitif terhadap makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi
oleh faktor lingkungan dan atau
emosi
Tes kulit alergi tipe dadakan positif
Kadar
IgE
didalam
serum
meningkat
Awitan pada usia dini

Diagnosis DA harus mempunyai 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor.

Untuk bayi, criteria diagnosis dimodifikasi,

3 kriteria mayor berupa :


Riwayat atopi pada keluarga,

Dermatitis dimuka atau eksternsor,


Pruritus

Xerosis/Ichtiosis/Hiperlinearis

Ditambah 3 kriteria minor :

Palmaris
Aksentuasi perifolikular
Fissura belakang telinga
Skuama di Skalp kronis.

F. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan dalam evaluasi rutin dan


pengobatan DA. Serum IgE meningkat sekitar 70% sampai 80% persen pada pasien
DA. Hal ini dikaitkan dengan sensitisasi terhadap inhalan dan alergen makanan
dan/atau bersamaan rhinitis alergi dan asthrna. Selebihnya, 20% sampai 30% persen
pasien DA memiliki kadar serum IgE normal. Selain itu, beberapa pasien
menunjukkan reaksi positif menggunakan uji tempel atopi, meskipun hasil tes kulit
negatif.(1)

Percobaan acetilkolin akan menimbulkan vasokonstriksi kulit yang tampak


sebagai garis pucat selama satu jam.(4)

G. Differensial diagnosis
1. Dermatitis kontak alergi (DKA)

Dermatitis kontak alergi merupakan gambaran klasik dari respon reaksi

hipersensitivitas tipe lambat (type IV) terhadap agen-agen eksogen. Fase akut
digambarkan dengan perkembangan eritema, likenifikasi, skuama, dengan beberapa
kasus memperlihatkan vesikulasi dan bula pada area yang terpapar.(5)

Penyebab dermatitis kontak alergi adalah bahan kimia sederhana dengan berat

molekul umumnya rendah (<1000 dalton) merupakan allergen yang belum diproses,
disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum

sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup). Mekanisme terjadinya


kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti respon imun yang
diperantarai oleh sel atau reaksi imunoligi type IV. Reaksi ini terjadi melalui dua fase,
yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami
sensitisasi yang dapat menderita dermatitis kontak alergi.(6)

Gambar 3. Gambar
dermatitis alergik

Erupsi mulai pada pada individu yang tersensitifitasi selama 48 jam atau

berhari-hari setelah kontak dengan allergen berulang kali. Gejala dan tanda dermatitis
kontak alergi pada fase akut dengan gambaran vesikel kecil, berair, serta krusta.
Sedangan pada dermatitis kontak alergi yang kronik dengan adanya gambaran
skuama, eritem, dan likenifikasi. Gatal, panas dan rasa seperti tertusuk-tusuk. Lesi
dapat tersebar pada tempat yang terpapar atau dengan pola yang asimetri, lesinya
berupa papul, vesikel dan macula eritem. Area yang terkena sering panas dan
bengkak, dengan eksudat dan krusta, gambarannya bisa seperti infeksi dan atau

diberatkan oleh adanya infeksi. Pola erupsi dapat mempermudah diagnosis, lokasinya
kadang dapat menunjukkan penyebabnya.(6)

2. Dermatitis Kontak Iritan (DKI)


Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik,
jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. (9) DKI dapat
disebabkan oleh iritan primer seperti asam dan basa kuat, serta pelarut organik dan
dapat pula dipengaruhi oleh lingkungan yang banyak mengandung basa dan asam
kuat lebih besar kemungkinan terkena. Merupakan penyakit multifaktorial dimana
yang memegang peranan adalah faktor eksogen (iritan dan lingkungan) dan faktor
endogen (pejamu).(7)

Gejala klinik dermatitis kontak iritan tergantung dari faktor mekanik, termal

(panas), iklim dan faktor konstitusional. Pada ibu rumah tangga biasanya nampak
Iritan dengan tanda yang khas yaitu kulit ibu rumah tangga adalah kekeringan pada
telapak tangan dan ujung jari, terdapat fissura yang menimbulkan nyeri dan kulit yang
mengerut.(7)Gambaran klinik dari dermatitis kontak iritan sangat beragam menurut
iritan : ulserasi (asam kuat atau alkali), folikulitis (minyak dan lemak), miliaria
(alluminium clorida) hiperpigmentasi (logam berat) dan hipopigmentasi (p-tertbutylphenol).(9)

Gambar 4. dermatitis kontak iritan

3. Dermatitis Seboroik

DS dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor


konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. Kelainan kulitnya
terdiri dari eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak
kurang tegas. DS yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama
yang halus, mulai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan
skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut disebut pitiriasis sika
(ketombe). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai
eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada bagian itu mempunya
kecendrungan untuk rentok, mulai di bagian verteks dan frontal.(2)

Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan

berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas kedahi , glabela, telinga
posaurikular dan leher. Pada aderah dahi batasnya sering cembung.(2)

Gambar 5. dermatitis seboroik

H. Pengobatan
Keberhasilan pengobatan DA membutuhkan pendekatan sistematis, kombinasi
yang menggabungkan hidrasi kulit, terapi farmakologis, dan identifikasi dan
penghapusan faktor iritasi, alergi, agen infeksi, dan stres emosional. Banyak faktor
yang menyebabkan kompleks gejala karakteristik DA. Dengan demikian, rencana
perawatan harus individual untuk mengatasi pola reaksi penyakit kulit setiap pasien,
termasuk ketajaman ruam, dan faktor-faktor pemicu yang unik untuk pasien tertentu.
Pada pasien refrakter terhadap bentuk konvensional terapi, agen anti-inflamasi dan
imunomodulator alternatif mungkin diperlukan.

1. Terapi topikal

HIDRASI KULIT
Kulit pasien DA telah mengalami penurunan fungsi sawar dan
kulit kering (xerosis) dan mudah retak, yang berfungsi sebagai portal masuk untuk
patogen kulit, iritasi, dan alergi.(1,2) Masalah ini dapat diperparah selama musim
dingin, kering dan dalam lingkungan kerja tertentu. Mandi dengan air hangat
setidaknya selama 20 menit diikuti dengan penerapan emolien oklusif untuk
mempertahankan kelembaban dapat mengurangi gejala-gejala yang sangat baik.(1)

Penggunaan emolien yang efektif dikombinasikan dengan terapi hidrasi


membantu untuk mengembalikan dan melestarikan penghalang stratum korneum dan
dapat mengurangi kebutuhan glukokortikoid topikal. Pelembab tersedia dalam bentuk
lotion, krim, atau salep. Beberapa lotion dan krim dapat mengiritasi karena bahan
pengawet yang ditambahkan, solubilizers, dan wewangian.(1)
GLUKOKORTIKOID TOPIKAL

Glukokortikoid topikal adalah dasar pengobatan untuk penyakit kulit eksim

sebagai

anti-inflamasi.

Karena

potensi

efek

samping,

kebanyakan

dokter

menggunakan glukokortikoid topikal hanya untuk mengontrol eksaserbasi akut DA,


Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa setelah pengendalian DA dicapai dengan
regimen harian glukokortikoid topikal, kontrol jangka panjang dapat dilakukan dalam
subset dari pasien dengan aplikasi dua kali seminggu dari fluticasone topikal untuk
daerah-daerah yang telah sembuh tetapi rentan untuk berkembang menjadi eksim.(1)
Pada bayi dipakai salap steroid berpotensi rendah, misalnya hidrokortison 1%2.5%. Pada anak dipakai kortiosteroid potensi menengah, misalnya triamsinolon.
Kecuali pada wajah, genitalia dan intertriginosa dipakai steroid berpotensi lebih
rendah. Bila aktivitas penyakit telah terkontrol dipakai secara intermiten selama 2 kali
seminggu untuk mencegah agar tidak cepat kambuh. Kortikosterois sistemik hanya
digunakan untuk mengendalikan eksaserbasi akut, dalam jangka pendek dan dosis
rendah. Diberikan berselang-seling atau diturunkan bertahap, kemudian segera
diganti dengan kortikosteroid topikal.(2)

CALCINEURIN INHIBITOR
Tacrolimus

topikal

dan

pimecrolimus

telah

dikembangkan

sebagai

imunomodulator nonsteroid. Tacrolimus salep 0,03% telah disetujui untuk


pengobatan intermiten sedang sampai berat pada anak usia 2 tahun dan yang lebih
tua, tacrolimus salep 0,1% disetujui untuk digunakan pada orang dewasa, sedangkan
krim pimekrolimus 1% disetujui untuk pengobatan pasien berusia 2 tahun dan yang
lebih tua dengan DA ringan sampai sedang. Kedua obat telah terbukti efektif dengan
profil keamanan yang baik untuk pengobatan sampai 4 tahun dengan tacrolimus salep
dan sampai 2 tahun dengan pimecrolimus krim. Efek samping yang sering didapatkan
dengan inhibitor kalsineurin topikal adalah sensasi terbakar sementara pada kulit.
Yang penting, pengobatan dengan inhibitor kalsineurin topikal tidak terkait dengan
atrofi kulit, sehingga akan sangat berguna untuk pengobatan berbagai lokasi seperti
wajah dan daerah intertriginosa.(1)
2. Identifikasi dan menghilangkan faktor pencetus

PERTIMBANGAN UMUM
Pasien DA lebih rentan terhadap iritasi daripada pengaruh individu. Dengan
demikian, penting untuk mengidentifikasi dan menghilangkan faktor yang
memberatkan yang memicu siklus garukan, termasuk sabun atau deterjen, kontak
dengan bahan kimia, asap, pakaian kasar, dan paparan ekstrem suhu dan kelembaban.
Pakaian baru, dicuci terlebih dahulu sebelum dipakai untuk mengurangi tingkat
formaldehida dan bahan kimia lainnya. Sisa deterjen pada pakaian bisa menyebabkan

iritasi. Penggunaan deterjen cairan dan mengulangi siklus bilas sebanyak dua kali
dapat mengurangi faktor iritasi dari deterjen.(1)
Rekomendasi mengenai kondisi kehidupan lingkungan harus mencakup
kontrol suhu dan kelembaban untuk menghindari masalah yang berkaitan dengan
panas, kelembaban, dan keringat. Setiap upaya harus dilakukan untuk memungkinkan
anak-anak agar beraktivitas normal seperti biasanya. Olahraga tertentu, seperti
berenang lebih baik daripada olahraga lain yang menyebabkan banyak keringat,
kontak fisik, atau pakaian berat dan peralatan. Meskipun sinar ultraviolet (UV) dapat
bermanfaat bagi beberapa pasien dengan DA, tabir surya harus digunakan untuk
menghindari sengatan matahari. Namun, karena tabir surya bisa menyebabkan iritasi,
harus digunakan identifikasi produk yang tidak menyebabkan iritasi.(1)
ALERGEN KHUSUS
Makanan dan aeroallergen seperti tungau debu, hewan danders, jamur, dan
serbuk sari telah terbukti memperburuk DA. Potensi alergen dapat diidentifikasi
dengan mengambil riwayat yang cermat dan melakukan tes tusuk kulit selektif atau
serum khusus kadar IgE. Tes kulit negatif atau tes serum untuk-IgE spesifik memiliki
nilai prediktif tinggi untuk mengesampingkan alergi yang dicurigai. Total serum IgE
normal, namun tidak menutup kemungkinan adanya IgE spesifik, kulit positif atau tes
in vitro, terutama untuk makanan, sering tidak berkorelasi dengan gejala klinis dan
harus dikonfirmasikan dengan tantangan untuk mengontrol makan dan eliminasi diet.

Dengan mengontrol makanan menghasilkan perbaikan klinis. Eliminasi diet yang luas
dalam beberapa kasus, jarang menyebabkan defisiensi nutrisi. Pada pasien DA yang
alergi terhadap debu dan tungau, menghindari pajanan dapat menghasilkan perbaikan
penyakit kulit mereka. Tindakan pencegahan yaitu membersihkan debu dan tungau
pada bantal, kasur; rendam sprei dengan air panas air panas setiap minggu; mengganti
karpet dikamar; dan menggunakan AC untuk menurunkan tingkat kelembaban dalam
ruangan. Karena banyak pemicu yang berkontribusi terhadap terjadinya DA,
perhatian harus difokuskan pada identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus yang
penting bagi masing-masing pasien. Bayi dan anak-anak lebih beresiko terkena alergi
makanan, sedangkan anak-anak dan orang dewasa lebih beresiko sensitif terhadap
lingkungan aeroallergen.(1)
PENCETUS STRES

Meskipun stres tidak menyebabkan DA, tapi sering memperburuk penyakit.

Pasien DA yang frustrasi, malu, atau mengalami peristiwa stres lainnya dapat
menyababkan peningkatan pruritus dan menggaruk. Pemeriksaan psikologis atau
konseling harus dipertimbangkan pada pasien yang mengalami kesulitan dengan
pemicu emosional atau masalah psikologis, dapat memberikan kontribusi dalam
mengatasi kesulitan penyakit mereka. Mungkin sangat berguna pada remaja dan
dewasa muda yang menganggap penyakit kulit ini memperbutuk penampilannya.
Relaksasi dan merubah gaya hidup dapat membantu pasien menghilangkan kebiasaan
menggaruk.(1)

ANTI INFEKSI
Pada DA ditemukan peningkatan koloni S.aureus. untuk pasien yang belum reisisten
dapat diberikan eritromisin, asitromisin atau klaritomisin, sedang untuk pasien yang sudah
resisten bisa diberikan dicloxacillin, oksasilin, dikloksasilin atau generasi pertama
sefalasporin. Bila dicurigai terinfeksi oleh virus herpes simpleks, kortikosteroid dihentikan
sementara dan diberikan asiklovir 400 gm 3 kali perhari selama 10 hari. (2)

PRURITUS

Pengobatan pruritus pada DA harus diarahkan pada penyebab yang

mendasari. Penurunan fungsi sawar kulit dan kekeringan, dapat diberikan


glukokortikoid topikal dan hidrasi kulit, terapi tersebut dapat mengurangi gejala
pruritus.(1)

Pruritus biasanya lebih hebat di malam hari, pemberian antihistamin

sedatif misalnya, hydroxyzine atau diphenhydramine, memberikan keuntungan


dengan efek samping obat tidur ketika digunakan pada waktu tidur.(1) Pada kasus
yang lebih sulit dapat diberikan oksepin hidroklorida yang memiliki efek
antidepresan dan memblokade reseptor histamin H1 dan H2 dengan dosis 10-75 mg
secara oral di malam hari pada orang dewasa.(2)

3. Preparat tar

Preparat tar batubara memiliki efek antipruritus dan anti-inflamasi pada kulit.

Shampoo Tar dapat bermanfaat untuk dermatitis kulit kepala dan sering membantu
dalam mengurangi konsentrasi dan frekuensi aplikasi glukokortikoid topikal.
Persiapan Tar tidak boleh digunakan pada kulit peradangan akut, karena sering
menyebabkan iritasi kulit.(1)
4. Fototerapi
Sinar matahari alami sering bermanfaat bagi pasien dengan DA. Namun, sinar
matahari terjadi tanpa pengaturan panas atau kelembaban, sehingga memicu
berkeringat dan pruritus, mungkin merusak bagi pasien. (1)
Untuk DA yang berat dan luas dapat digunakan PUVA (photochemotherapy)
seperti yang dipakai pada psoriasis. Terapi UVB atau Goeckerman dengan UVB dan
ter juga efektif. Kombinasi UVB dan UVA lebih baik daripada hanya UVB. UVA
bekerja pada sel langerhans dan eosinofil, sedangkan UVB mempunyai efek
imunosupresif dengan cara memblokade fungsi sel langerhans dan mengubah
produksi sitokin keratinosit.(2)
5. Rawat inap

Pasien DA dengan eritroderma atau menderita penyakit kulit yang luas dan

resisten terhadap terapi rawat jalan harus dirawat di rumah sakit sebelum

mempertimbangkan terapi alternatif sistemik. Dalam banyak kasus, menjauhkan


pasien dari alergen lingkungan atau tekanan emosional, memberikan edukasi pada
pasien, dan jaminan sesuai dengan hasil terapi perbaikan berkelanjutan dalam DA.
Tindakan membersihkan kulit pasien selama dirawat dirumah sakit juga
memungkinkan pasien untuk menjalani tes kulit alergi dan pengendalian yang tepat
untuk mengidentifikasi alergen potensial.(1)
GLUKOKORTIKOID
Penggunaan kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk mengendalikan
eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah, diberikan berselang-seling
(alternate) atau diturunkan bertahap (tapering), kemudian segera diganti dengan
kortikosteroid topikal. Pemakaian jangka panjang menimbulkan berbagai efek
samping dan bila dihentikan, lesi yang lebih berat akan timbul kembali.(2)
SIKLOSPORIN

DA yang sulit diatasi dengan pengobatan konvensional dapat diberikan

pengobatan dengan siklosporin dalam jangka pendek. Dosis jangka pendek yang
dianjuarkan peroral: 5 mg/kg berat badan. Siklosporin adalah obat imunosupresif kuat
yang terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan cyclophilin (suatu protein
intraselular) menjadi satu kompleks yang akan menghambat calcineurin sehingga
transkripsi sitokin ditekan. Tetapi, bila pengobatan dengan siklosporin dihentikan
umumnya penyakitnya akan segera kambuh lagi. Efek samping yang mungkin timbul

yaitu peningkatan kreatinin dalam serum, atau bahkan terjadi penurunan fungsi ginjal
dan hipertensi.(2)

ANTIMETABOLIT

Mycophenolate mofetil adalah inhibitor biosintesis purin digunakan

sebagai imunosupresan dalam transplantasi organ, yang telah digunakan untuk


pengobatan gangguan kulit inf1ammatory refraktori. Studi melaporkan bahwa jangka
pendek mycophenolate mofetil, 2 g sehari, sebagai monoterapi pada pembukaan lesi
kulit pada orang dewasa yang resisten terhadap pengobatan lainnya, termasuk steroid
topikal dan sistemik dan psoralen dan sinar UVA.(1)

Methotrexate adalah antimetabolit dengan efek penghambatan ampuh

pada inflamasi sitokin dan sel sintesis kemotaksis. Methotrexate telah digunakan
untuk pasien DA. Azathioprine adalah analog purin dengan efek anti-inflamasi dan
antiproliferatif; azathioprine telah digunakan untuk DA yang kronik, meskipun tidak
ada uji coba yang telah dilaporkan. (1)
6. Terapi terbukti
INTERFERON-

IFN- dikenal untuk menekan respon IgE dan menurunkan fungsi dan

proliferasi sel Th2. Pengobatan dengan IFN- menghailkan perbaikan klinis, karena
dapat menurunkan jumlah eosinofil dalam sirkulasi.(1,2)
OMALIZUMAB

Pengobatan pasien dengan DA yang kronik dan serum kadar IgE

dengan monoklonal anti-IgE telah menunjukkan keberhasilan yang kurang signifikan


pada tiga pasien dewasa dan perbaikan yang signifikan pada tiga pasien remaja.(1)
IMUNOTERAPI ALERGEN

Seperti rhinitis alergi dan asma ekstrinsik, imunoterapi dengan

aeroallergen belum terbukti berkhasiat dalam pengobatan DA. Sebuah studi baru,
dengan

immunoterapi spesifik selama 12 bulan pada orang dewasa yang peka

terhadap tungau, debu, alergen menunjukkan perbaikan di SCORAD serta


mengurangi penggunaan steroid topikal.(1)
EXTRACORPOREAL PHOTOPHERESIS

Extracorporeal photopheresis terdiri dari bagian leukosit psoralen yang

diobati dengan sinar UVA extracorporeal sistem. Perbaikan klinis pada lesi kulit yang
terkait dengan penurunan kadar IgE telah dilaporkan pada beberapa pasien DA
kronik.(1)
PROBIOTIK

Bagian perinatal dari probiotik Lactobacillus rhamnosus GG menyatakan bahwa


dapat mengurangi kejadian DA pada anak-anak yang berisiko selama 2 tahun
pertama kehidupan. Ibu diberi plasebo atau lactobacillus GG setiap hari selama 4
minggu sebelum diturunkan kepada bayi (jika menyusui), bayi dilanjutkan
dengan terapi setiap hari selama 6 bulan. Dalam sebuah penelitian lanjutan,
kelompok yang sama dinyatakan mempunyai potensi untuk terhindar dari DA
samapi usia 4 tahun.(1)

OBAT HERBAL CINA


Beberapa percobaan klinis menyarankan bahwa pasien dengan DA kronik
dapat mengambil manfaat dari pengobatan dengan terapi herbal Cina. Terapi herbal
Cina secara signifikan mengurangi penyakit kulit dan penurunan pruritus. Respon
terapi herbal Cina, hanya bersifat sementara dan efektivitas menurun meskipun
pengobatan dilanjutankan. Bahan-bahan khusus dari obat herbal juga harus dijelaskan
dan beberapa bahan telah ditemukan mengandung kortikosteroid.
I. Prognosis

Penyakit

dermatitis

atopik

umumnya

menguntungkan,

pada

kebanyakan anak yang mampu tumbuh melampaui kondisi tersebut saat remaja awal.
Namun pasien dengan berat, luas penyakit dan kondisi atopik bersamaan seperti asma
dan rhinitis alergi, kemungkinan akan mengalami hasil yang lebih buruk.(8)

DAFTAR PUSTAKA
1. Leung DYM, Eichenfield LF, Bogunewwicz M. Atopic dermatitis (atopic
eczema). In: Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DA,
ed. Fitzpatricks Dermatology in general medicine 7th ed. New York: Mc Graw
Hill, 2008; p. 146-57.
2. Sularsito Sri Adi dan Djuanda Suria. Dermatitis Atopik. In : Djuanda adi, Hamzah
Mochtar, Aisah Siti. Editors. Ilmu Penyakit KIulit dan Kelamin. 2. 6 th ed. 2011. p.
138-147.
3. Herfina Dahlan N. 2011. Pengaruh Pembarian Pelembab Terhadap Perbaikan
Sawar Kulit Pada Dermatitis Atopic Anak. Makassar: Universitas Hasanuddin.
4. Siregar, R S. Penyakit Kulit Alergi. In : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.
2th ed. 2013. p. 107-117.
5. Sularsito Sri Adi dan Djuanda Suria. Dermatitis Kontak Alergik. In : Djuanda adi,
Hamzah Mochtar, Aisah Siti. Editors. Ilmu Penyakit KIulit dan Kelamin. 2. 6 th ed.
2011. p. 133-138.
6. Cohen David dan Jacob Sharon E. Allergic contact Dermatitis. In : Wolf K,
Lowell a, Goldsmith Stephen I Katz, Barbara A, Paller Gilchrest Amy S, Leffell

David J. editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 2. 7 th e d. 2008.


p. 135-146.
7. Brown, Robin Garaham. Exogenous eczema. In : Dermatology Lecture Notes.
2011. p. 61-65
8. Watson Wade, Kapur Sandeep. Atopik dermatitis. In : allergy, Asthma & clinical
immunology. 2011. AACI journal.
9. Amado Antonie, Tailor James S, Sood Apra. Irritan contact Dermatitis. In : Wolf
K, Lowell a, Goldsmith Stephen I Katz, Barbara A, Paller Gilchrest Amy S,
Leffell David J. editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 2. 7th ed.
2008. p. 395-401.

Anda mungkin juga menyukai