Anda di halaman 1dari 13

JURNAL SKRIPSI

HUBUNGAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DENGAN KEJADIAN


INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT ( ISPA ) PADA BALITA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PACIRAN
KABUPATEN LAMONGAN

MOH. MIFTAHUR ROHIM


201001027

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2014

PERNYATAAN

Dengan ini kami selaku Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Majapahit
Mojokerto:

Nama

: MOH. MIFTAHUR ROHIM

NIM

: 201001027

Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan

Setuju/tidak setuju*) naskah jurnal ilmiah yang disusun oleh yang bersangkutan
setelah arahan dari Pembimbing, dipublikasikan dengan/tanpa*) mencantumkan
nama tim pembimbing sebagai co-author.

Demikian harap maklum.

Mojokerto,

Juni 2015

MOH. MIFTAHUR ROHIM


NIM. 201001027

Pembimbing I

Iis Fatimawati, S.Kep.Ns., M.Kes

Pembimbing II

Ike Prafita Sari, S.Kep,Ns

HALAMAN PENGESAHAN
JURNAL SKRIPSI
HUBUNGAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DENGAN KEJADIAN
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT ( ISPA ) PADA BALITA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PACIRAN
KABUPATEN LAMONGAN

MOH. MIFTAHUR ROHIM


201001027

Pembimbing I

Iis Fatimawati, S.Kep.Ns., M.Kes

Pembimbing II

Ike Prafita Sari, S.Kep,Ns

HUBUNGAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DENGAN KEJADIAN


INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT ( ISPA ) PADA BALITA
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PACIRAN
KABUPATEN LAMONGAN
MOH. MIFTAHUR ROHIM
S1 Keperawatan
miftahur_99@yahoo.co.id

ABSTRAK
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi di setiap tahunnya di
Indonesia, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan merokok anggota
keluarga dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut ( ISPA ) pada balita.
Jenis penelitian observasional, dengan rancang bangun Cross sectional,
variabel independen merokok anggota keluarga dan variabel dependen ISPA Pada
Balita. Populasi seluruh keluarga yang memilki Balita di wilayah kerja Puskesmas
Paciran Kabupaten Lamongan. Menggunakan consecutive sampling. Diolah
melalui editing, coding, processing/entry, cleaning. Dianalisis dengan uji chi
square tingkat kemaknaan 0,05 atau p 0,05 Ho ditolak bila /p < 0,05.
Hasil penelitian diketahui bahwa kebiasaan merokok di wilayah kerja
Puskesmas Paciran Kabupaten lamongan yaitu 23 responden (65.7%) dan
Kejadian ISPA sebagian besar terdapat pada anak laki-laki yaitu sebanyak 11 anak
(31.4%)
Hasil chi square nilai p = 0,020 dimana < 0,05 , Ha diterima dan Ho
ditolak artinya terdapat hubungan antara anggota keluarga yang merokok dengan
kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Paciran Kabupaten
Lamongan.
Keluarga harus lebih menyadari bahwa dampak dari asap rokok sangat
mengganggu kesehatan anggota keluarga yang lain terutama bagi balita keluarga
hendaknya menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih dari asap rokok untuk
mengurangi kejadian ISPA pada balita.
Kata Kunci : Merokok, kejadian ISPA, Balita
ABSTRACT
ARI is still an important health problem because it causes the death of
infants and toddlers are quite high in each year , in Indonesia, this research aims
know to relationships with family members smoked incidence of acute respiratory
infections ( ARI ) in infants .
Observational research, the cross-sectional design, the independent
variable smoking family members and dependent variables ARI In Toddlers . The
population of the entire family, which owns Toddlers in Puskesmas Paciran
Lamongan. using consecutive sampling. Processed through editing, coding,
processing / entry, cleaning. Analyzed by chi square test of significance level
0.05 or p 0.05 Ho rejected when / p < 0.05.

Results reveal that the habit of smoking in Puskesmas Paciran Lamongan


regency is 23 respondents ( 65.7 % ) and the incidence of respiratory infection
mostly found in boys as many as 11 children ( 31.4 % ).
Results of chi-square p-value = 0.020 where < 0.05 , Ha is accepted and
Ho is rejected it means there is a relationship between family members who
smoke with ARI incidence in infants in Puskesmas Paciran Lamongan.
Families should be aware that the effects of cigarette smoke is very
disturbing other family members' health especially for toddlers family should
create a healthy and clean environment from cigarette smoke to reduce the
incidence of respiratory infection in infants.
Keywords : Smoking , the incidence of ARI , Toddler
PENDAHULUAN
Tujuan pembangunan kesehatan yang telah tercantum

dalam

Sistem

Kesehatan Nasional adalah suatu upaya penyelenggaraan kesehatan yang


dilaksanakan oleh bangsa Indonesia guna mendapatkan kemampuan hidup sehat
bagi setiap masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
yang mana dikatakan bahwa peningkatan derajat kesehatan masyarakat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, pelayanan kesehatan,
tindakan, serta genetik (Depkes, 2008). ISPA akan menyerang host apabila
ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Bayi di bawah lima tahun adalah
kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap
berbagai penyakit (Probowo, 2012). Dalam program pemberantasan penyakit,
ISPA mendapat prioritas utama dalam rangka menurunkan angka kematian bayi,
balita, dan anak. ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi di setiap tahunnya
(Rasmaliya, 2009).
World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian
balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15% - 20% pertahun pada
golongan usia balita. Menurut WHO 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap
tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di Negara berkembang,
dimana pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan
membunuh 4 juta anak balita setiap tahun (Depkes, 2000 dalam Asrun, 2006). Di
Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati urutan
pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga

sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Di provinsi jawa
timur penyebab utama kematian bayi salah satunya adalah

infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA). Penemuan ISPA pada balita di jawa timur, sejak tahun
2007 sampai 2008 berturut-turut adalah 62.126 kasus (31,45%), 72.357 kasus
(35,94%) (Lajamudi, 2009).
Menurut Ditjen PPM & PL Depkes RI, faktor beresiko untuk terjangkitnya
atau mempengaruhi timbulnya infeksi saluran pernapasan akut, yaitu; gizi kurang,
berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI memadai, polusi udara, termasuk
asap rokok, kepadatan tempat tinggal, imunisasi tidak memadai, defisiensi vitamin
A, tingkat sosial ekonomi rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, dan tingkat
pelayanan

kesehatan rendah (Salman Mubarok, 2009). Penyakit ISPA

dipengaruhi oleh kualitas udara dalam rumah. (Chahaya dan Nurmaini, 2005).
Ventilasi ruangan mempunyai pengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita.
Selain itu, pencemaran udara di dalam rumah dilihat dari paparan asap rokok.
Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang
dapat menimbulkan kanker (karsinogen). Bahkan bahan berbahaya dan racun
dalam rokok tidak hanya mengakibatkan gangguan kesehatan pada orang yang
merokok, namun juga kepada orang-orang di sekitarnya yang tidak merokok yang
sebagian besar adalah bayi, anak-anak dan ibu-ibu yang terpaksa menjadi perokok
pasif oleh karena ayah atau suami mereka merokok di rumah. Padahal perokok
pasif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita ISPA, kanker paru-paru dan
penyakit jantung ishkemia. Sedangkan pada janin, bayi dan anak-anak mempunyai
risiko yang lebih besar untuk menderita kejadian berat badan lahir rendah,
bronchitis dan pneumonia, infeksi rongga telinga dan asma ( Depkes, 2008 ).
Untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak dan balita antara lain
memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua tentang kebersihan, sanitasi,
penyakit ISPA dan pencegahann, selain itu kualitas udara dalam rumah dan
ventilasi udara di ruangan sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Banyak orang
tua tidak mengerti bahawa kejadian ISPA dipengaruhi kebersihan udara termasuk
asap rokok. Dalam asap rokok banyak kandungan kimia yang beracun dan bahan
yang dapat menimbulkan kanker. Setelah diberi pendidikan kesehatan supaya
orang tua tahu dan mengerti faktor-faktor penyebab terjadinya ISPA dan

mencegah lebih awal serta mengetahui lebih awal tanda-tanda ISPA dan ikut serta
aktif.

METODE
Jenis penelitian observasional, dengan rancang bangun Cross sectional,
variabel independen merokok anggota keluarga dan variabel dependen ISPA Pada
Balita. Populasi seluruh keluarga yang memilki Balita di wilayah kerja Puskesmas
Paciran Kabupaten Lamongan. Menggunakan consecutive sampling. Diolah
melalui editing, coding, processing/entry, cleaning. Dianalisis dengan uji chi
square tingkat kemaknaan 0,05 atau p 0,05 Ho ditolak bila /p < 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1

Tabulasi Silang Hubungan merokok anggota keluarga dengan


kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Paciran Kabupaten
lamongan
Kejadian ISPA
Merokok anggota
Total
keluarga
ISPA
Tidak ISPA
Merokok
17
6
23
48.6%
17.1%
65.7%
Tidak merokok
4
8
12
11.4%
22.9%
34.3%
Total
21
14
35
60.0%
40.0%
100%
Berdasarkan tabel 1 diperoleh data bahwa sebagian besar anggota keluarga
merokok sebanyak 23 responden (65.7%) dengan kejadian ISPA pada balita
terjadi ISPA sebanyak 17 balita (48.6%) dan tidak terjadi ISPA sebanyak 6 balita
(17.1%). Sedangkan pada anggota keluarga yang tidak merokok sebanyak 12
responden (34.3%) balitanya terjadi ISPA hanya 4 balita (11.4%) dan terjadi ISPA
sebanyak 8 balita (22.9%).
Untuk mengetahui hubungan merokok anggota keluarga dengan kejadian
ISPA pada balita peneliti menggunakan uji chi square yang menunjukkan nilai
pearson chi square = 5.411 dengan p= 0,020 dimana < 0,05 H1 diterima artinya
ada hubungan antara anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Paciran Kabupaten Lamongan.

Pembahasan
1.

Merokok Anggota Keluarga


Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
keluarga merokok sebanyak 23 responden (65.7%).
Rokok merupakan salah satu zat adiktif, yang bila digunakan dapat
mengakibatkan bahaya kesehatan bagi individu dan masyarakat. Berdasarkan
PP No. 19 tahun 2003, diketahui bahwa rokok adalah hasil olahan tembakau
yang dibungkus, termasuk cerutu ataupun bentuk lainnya yang dihasilkan dari
tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya, atau
sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan dan atau bahan
tambahan. Perokok aktif adalah seseorang yang benar-benar memiliki
kebiasaan merokok. Merokok sudah menjadi bagian hidupnya, sehingga
rasanya tak enak bila sehari saja tidak merokok. Oleh karena itu, ia akan
melakukan apa pun demi mendapatkan rokok, kemudian merokok (Lisa
Ellizabet A, 2010). Sedangkan perokok pasif ialah seseorang yang tidak
memiliki kebiasaan merokok, namun terpaksa harus menghisap asap rokok
yang dihembuskan oleh orang lain yang kebetulan ada di dekatnya. Dalam
keseharian, ia tak berniat dan tak memiliki kebiasaan merokok. Jika tak
merokok ia tak merasakan apa-apa dan terganggu aktifitasnya. Balita-balita
mudah terserang asma, meninggal pada usia muda infeksi paru-apru, mudah
mengalami alergi dan gampang terkena TBC paru-paru. Perokok pasif
mempunyai risiko yang sama dengan perokok aktif karena perokok pasif juga
menghirup kandungan karsinogen(zat yang memudahkan timbulnya kanker
yang ada dalam asap rokok) dan 4.000 partikel lain yang ada di asap rokok,
sebagaimana yang dihirup oleh perokok aktif. Maka sebaiknya kita
mengingatkan perokok aktif agar tidak merokok di sembarangan tempat (Lisa
Ellizabet A, 2010).
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa sebagian besar kepala keluarga
merupakan perokok aktif, hal ini dapat mengganggu perokok pasif yaitu
anggota keluarga yang tidak merokok namun terkena asap rokok, terutama
balita-balita yang sering terkena dampaknya. Karena perokok pasif lebih
sering berada di dekat keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok

sehingga udara yang dihirupnya sudah terkontaminasi oleh asap rokok yang
mengakibatkan radang tenggorokan, penyakit asma dan penyakit pernafasan
lainya. Untuk menghindari hal tersebut maka diperlukan kesadaran diri dan
saling mengerti bagi keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok untuk
tidak merokok di dalam rumah dan bahkan dilingkungan rumah hal ini
bertujuan untuk meminimalisir terjadinya penyakit pernapasan yang
disebabkan oleh asap rokok. Kebiasaan merokok pada kepala keluarga
seringkali dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pada penelitian ini kepala
keluarga yang dikategorikan perokok aktif tingkat pendidikanya hanya pada
tingkat pendidikan dasar sebanyak 16 orang (45.7%) dari 21 orang. Hal ini
karena dengan rendahnya pendidikan mempengaruhi perilaku seseorang,
terutama pada kebiasaan merokok, dengan pendidikan rendah pengetahuan
tentang bahaya rokok terhadap anggota keluarga masih kurang, sehingga
mereka dengan bebasnya merokok baik didalam rumah maupun diluar rumah,
karena tidak menghiraukan bahaya rokok terhadap kesehatan orang lain.
Kebiasaan merokok juga tidak lepas dari status pekerjaan seseorang,
pada penelitian ini kepala keluarga yang merokok ditemukan pada keluarga
yang pekerjaanya pedagang atau wirausaha yaitu sebanyak 6 orang (17.1%)
dari 8 orang, hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan dagang identik dengan
mudahnya memperoleh rokok, karena dalam keseharian mereka memperjual
belikan rokok sehingga keinginan untuk merokok akan semakin kuat hal itu
akan menjadi suatu kebiasaan. Berbeda dengan kepala keluarga yang
pekerjaanya sebagai pegawai swasta, sebanyak 3 responden (8.6%) dari 3
responden hanya 1 orang yang merokok, hal ini karena dengan menjadi
pegawai swasta gaji yang diperoleh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
merokok sehingga dapat meminimalisir kebiasaan merokok.
2.

Kejadian ISPA
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
balitanya terjadi ISPA sebanyak 21 responden (60.0%).
Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan
Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya
Mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga

menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung


hingga Alveoli beserta organ Adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah
dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14
hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, kurang dari 14 hari.
Biasanya diperlukan waktu penyembuhan 5 14 hari. Berdasarkan pengertian
di atas, maka ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari,
yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan
atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
(saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga
tengah dan pleura (Nurrijal, 2009).
Kejadian ISPA pada balita balita tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
asap rokok yang ditimbulkan dari keluarga yang mempunyai kebiasaan
merokok, karena pada hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keluarga
yang merokok namun tidak terjadi ISPA, begitu sebaliknya fakta ditempat
penelitian ditemukan keluarga yang tidak merokok, balitanya terkena ISPA.
Hal ini dapat diketahui bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya ISPA bisa
karena faktor lingkungan, atau tempat tinggal yang kurang mempunyai
ventilasi yang cukup untuk sirkulasi udara. Ditinjau dari segi jenis kelamin
anak kejadian ispa sebagian besar terdapat pada anak dengan jenis kelamin
laki-laki yaitu sebanyak 11 anak (31.4%) dari 16 anak.
Dari segi aktivitas anak laki-laki lebih dekat dengan ayah, pada seorang
ayah yang mempunyai kebiasaan merokok maka akan semakin mudah
terkena asap rokok dan kemungkinan besar akan memicu terjadinya ISPA.
Dari segi usia ditemukan sebanyak 11 anak (31.4%) yang mempunyai usia
25-36 bulan dari 17 anak. Sebagaimana pada teori dijelaskan bahwa
kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia
muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut
(Hidayat, 2009).

3.

Hubungan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita


Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa sebagian besar
anggota keluarga merokok sebanyak 23 responden (65.7%) dengan kejadian
ISPA pada balita terjadi ISPA sebanyak 17 balita (48.6%) dan tidak terjadi
ISPA sebanyak 6 balita (17.1%). Sedangkan pada anggota keluarga yang
tidak merokok sebanyak 12 responden (34.3%) balitanya terjadi ISPA hanya
4 balita (11.4%) dan terjadi ISPA sebanyak 8 balita (22.9%).
Untuk mengetahui hubungan merokok anggota keluarga dengan
kejadian ISPA pada balita peneliti menggunakan uji chi square yang
menunjukkan nilai pearson chi square = 5.411 dengan p= 0,020 dimana <
0,05 H1 diterima artinya ada hubungan antara anggota keluarga yang
merokok dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Paciran Kabupaten Lamongan.
Pada keluarga yang merokok, secara statistik balitanya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan balita dari
keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa
episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Hidayat,
2009). Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar
sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang
efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun
partikel dan gas yang ada diudara amat tergantung pada tiga unsur alami yang
selalu terdapat pada orang sehat yaitu bagaimana keutuhan epitel mukosa dan
gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi (Pugud, 2008). Paparan asap
rokok berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita, dimana balita yang
terpapar asap rokok berisiko lebih besar untuk terkena ISPA dibanding balita
yang tidak terpapar asap rokok (Hidayat, 2005). Asap rokok yang dihisap,
baik oleh perokok aktif maupun perokok pasif akan menyebabkan fungsi
ciliary terganggu, volume lendir meningkat, humoral terhadap antigen
diubah, serta kuantitatif dan kualitatif perubahan dalam komponen selular
terjadi. Beberapa perubahan dalam mekanisme pertahanan tidak akan kembali
normal sebelum terbebas dari paparan asap rokok. Sehingga selama penderita
ISPA masih mendapatkan paparan asap rokok, proses pertahanan tubuh

terhadap infeksi tetap akan terganggu dan akan memperlama waktu yang
dibutuhkan untuk penyembuhannya (Marcy TW, 2007).
Dari fakta diatas menunjukkan bahwa kejadian ISPA sebagian besar
terjadi pada balita yang keluarganya mempunyai kebiasaan merokok. hal ini
disebabkan karena balita-balita merupakan perokok pasif yang mudah terkena
saluran pernapasan akut atau seringkali kita sebut sebagai ISPA. Paparan asap
rokok yang ditimbulkan oleh anggota keluarga sangat mengganggu sirkulasi
udara yang terus menerus dihirup oleh anggota keluarga lainya yang tidak
merokok khususnya balita-balita.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan dari penelitian ini didapatkan anggota keluarga yang mempunyai
kebiasaan merokok di wilayah kerja Puskesmas Paciran Kabupaten lamongan
yaitu 23 responden (65.7%), kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Paciran
Kabupaten Lamongan yaitu 21 responden (60.0%), dan ada hubungan antara
anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Paciran Kabupaten Lamongan. Berdasarkan hasil uji chi square
yang menunjukkan nilai pearson chi square = 5.411 dengan p = 0,020 dimana <
0,05.
Saran bagi peneliti selanjutnya hendaknya penelitian ini dapat dijadikan
tambahan referensi dalam pengembangan ilmu kesehatan yang berhubungan
dengan kejadian ISPA pada balita yang disebabkan oleh perilaku merokok
anggota keluarga. Agar penelitian lebih berkembangan maka hendaknya peneliti
selanjutnya menambahkan faktor-faktor yang melatarbekangi kejadian ISPA pada
balita, bagi Puskesmas sebagai tempat atau sumber informasi tentang kesehatan,
diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat dalam rangka
mengurangi kejadian ISPA pada balita dan memberikan konseling tentang bahaya
merokok sehingga penerapan hidup bebas dari asap rokok bisa terrealisasikan
dengan baik, bagi Masyarakat hendaknya dijadikan tambahan wawasan baru
tentang kejadian ISPA dan pencegahan lebih awal. Mengetahui akan bahaya
rokok terhadap kesehatan serta untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat
yang optimal. Sedangkan bagi keluarga harus lebih menyadari bahwa dampak dari

asap rokok sangat mengganggu kesehatan anggota keluarga yang lain terutama
bagi balita-balita sehingga anggota keluarga dapat meninggalkan kebiasan
merokok dan menciptakan lingkungan yang sehat dan bersih dari asap rokok
untuk mengurangi kejadian ISPA pada balita.
DAFTAR PUSTAKA
Aula, Lisa Ellizabet. 2010. Stop merokok. Jogjakarta: Garailmu
Ngastiyah. 2005. Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Jawa Timur. 2010. Profil Kesehatan Jawa Timur.
Surabaya
Kusumawati, Ita. 2010. Hubungan status merokok anggota keluarga dengan lama
pengobatan ISPA balita.Tesis. universitas sebelas maret surakarta.
Online http://eprints.uns.ac.id. Diakses tangga 15 Oktober 2013
Maryani, Anik. 2010. Ilmu kesehatan anak dalam kebidanan.. Jakarta: EGC
Rasmaliyah. 2004. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan
Penanggulangannya.
Universitas
Sumatra
Utara.
Online
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3775/1/fkm-rasmaliah9.
pdf. Diakses tanggal 11 November 2013
Nursalam. 2008. Konsep dan pedoman metodologi penelitian ilmu keperawatan.
Salemba Medika: Jakarta
Suprayetno. 2004. Asuhan keperawatan keluarga. EGC: Jakarta
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan
kebidanan. Jakarta: Salemba
Wong, Dona L. 2004. Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC
Lauyuk, Ribka Rerung dkk. 2013. Faktor yang berhubungan dengan kejadian
ISPA
pada
balita
di
Lembang
Batu
sura.
Online
http://repository.unhas.ac.id. Diakses tanggal 22 Oktober 2013
Dodds, Bill. 2008. 1440 alasan berhenti merokok. Jakarta: Hikmah
Styawan, Dodiet A. 2012. konsep dasar keluarga.Online http://adityasetyawan.
files.wordpress.com. Diakses tanggal 11 November 2013
Fajar, Ibnu dkk. 2009. Statistika Untuk Praktisi Kesehatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Ali, H. Zaidin. 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC
Marhamah dkk. 2013. Faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada
anak balita didesa Bontongan kabupaten Enrekang. Online
http://marhamah_k11109323.pdf. Diakses tanggal 21 Oktober 2013
Santoso, Soemadi. 2010. Hubungan antara kebiasaan merokok dan kejadian
karsinoma
nasofaring.
Online
http://portalgaruda.org/
download_article.php?article=81409. Diakses tanggal 19 November
2013

Anda mungkin juga menyukai