Anda di halaman 1dari 7

AL-ISLAM 1

PERTEMUAN PERTAMA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH TAHUN AKADEMIK 2015/2016
PENGERTIAN AGAMA DAN DINUL ISLAM
(Arti dan Ruang Lingkup Agama Islam, Klasifikasi Agama dan Agama Islam,
Salah Paham Terhadap Islam)
Dosen: Munawar Syah, MA

PENDAHULUAN
Dikalangan masyarakat Indonesia terdapat kesan bahwa Islam bersifat sempit.
Kesan itu timbul dari salah pengertian tentang hakekat Islam. Kekeliruan faham ini
terdapat bukan hanya terdapat di kalangan umat Non Islam, tetapi juga dikalangan
internal umat Islam sendiri, bahkan juga dikalangan sebagian agamawan-agamawan
Islam.
Kekeliruan faham itu terjadi, karena kurikulum pendidikan agama Islam yang
banyak dipakai di Indonesia ditekankan pada pengajaran ibadah, fikih, tauhid, tafsir,
hadits, dan bahasa Arab, oleh karena itu Islam di Indonesia banyak dikenal hanya dari
aspek ibadah, fikih, dan tauhid saja. Dan itupun, ibadah, fikih dan tauhid, biasanya
diajarkan hanya menurut satu mazhab dan aliran saja. Hal ini memberikan
pengetahuan yang sempit tentang Islam. (Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya, Jilid I, 1985) . Untuk mengatasi hal itu maka perlu ada reorientasi
pemahaman keislaman yang komprehensif, sehingga setidaknya akan menambah lebih
banyak lagi orang yang faham terhadap hakekat Islam yang sesungguhnya dan seiring
dengan itu meminimalisir orang yang masih salah mengerti tentang hakekat Islam.
A. Arti dan Ruang Lingkup Agama Islam
Pada awal pembelajaran kali ini kita akan mendiskusikan arti dan ruang lingkup
agama Islam, sebagai sebuah kajian dasar untuk lebih lanjut mengenal dan
mendiskusikan dinul Islam sebagai sebuah sistem kehidupan yang menyelamatkan.
Mengenai agama, perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa hal berikut. Perkataan
agama berasal dari bahasa Sangsekerta yang erat hubungannya dengan agama Hindu
dan Budha. Dalam kepustakaan dapat dijumpai uraian tentang perkataan ini. Akar kata
agama adalah gam yang mendapat awalan a dan akhiran a sehingga menjadi a-gam-a,
kadang-kadang i-gam-a, kadang-kadang u-gam-a. Kata go dalam bahasa Inggris sama
dengan gam: pergi. Namun setelah mendapat awalan dan akhiran a, pengertiannya
berubah menjadi jalan. Dalam bahasa Bali ketiganya mempunyai makna berikut.
Agama artinya peraturan, tata cara, upacara hubungan manusia dengan raja; Igama
artinya peraturan, tata cara, upacara dalam berhubungan dengan dewa-dewa; Ugama
ialah peraturan, tata cara dalam berhubungan antar manusia.
Dalam bahasa aslinya agama Islam disebut Din. Kita perlu memahami arti
perkataan Islam itu sendiri. Islam berarti ketundukan, ketaatan, kepatuhan, (kepada
1

kehendak Allah). Berasal dari kata salama artinya patuh atau menerima; berakar dari
huruf sin lam mim. Kata dasarnya adalah salima yang berarti sejahtera, tidak tercela,
tidak bercacat. Dari kata itu terbentuk kata masdar salamat (yang dalam bahasa
Indonesia berarti selamat). Dari akar kata itu juga terbentuk kata-kata salm, silm yang
berarti kedamaian, kepatuhan, penyerahan (diri). Dari uraian tersebut dapatlah
disimpulkan bahwa arti yang dikandung perkataan Islam adalah: kedamaian,
kesejahteraan, keselamatan, penyerahan (diri), ketaatan dan kepatuhan. (Prof, H.
Mohammad Daud Ali, S.H., Pendidikan Agama Islam, 2006)
Jika demikian, maka perkataan Islam intinya adalah berserah diri, tunduk, patuh,
dan taat dengan sepenuh hati kepada kehendak Allah. Kehendak ilahi yang wajib ditaati
dengan sepenuh hati oleh manusia itu, manfaatnya bukanlah untuk Allah tetapi untuk
kemaslahatan dan kebaikan manusia dan lingkungan hidupnya. Kehendak Allah telah
disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw sebagai Rasulnya
berupa wahyu yang kini dapat dibaca dan dikaji selengkapnya dalam Al-Quran. Rasul
pun telah memberi penjelasan, petunjuk dengan contoh bagaimana memahami dan
mengamalkan ayat-ayat Al-Quran dengan Sunnah beliau.
Islam itu bisa diibaratkan jalan tol yang lempang dan lurus, di dalamnya terdapat
rambu rambu, tanda-tanda serta jalur-jalur sebanyak aspek kehidupan manusia yang
harus dipatuhi pengguna jalan itu sebagai kenyamanan dan keselamatan, di kanan-kiri
jalan itu dipagari oleh Al-Quran dan As-Sunnah. Berpikir, bersikap dan berbuat sesuai
dengan ajaran Islam, tidak menabrak pagar Quran-Sunnah, apalagi keluar dari
keduanya. Selama pemikiran, sikap dan perbuatannya tidak menyimpang atau keluar
jalur Al-Quran dan Sunnah, selama itu pula pemikiran, sikap dan perbuatan mereka
dapat disebut sebagai seorang yang muslim.
Sebagai agama wahyu terakhir, agama Islam merupakan satu sistem akidah dan
syariah serta akhlak yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam berbagai
hubungan. Ruang lingkupnya lebih luas dari ruang lingkup agama Nasrani yang hanya
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Agama Islam tidak hanya mengatur
hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat termasuk dengan diri manusia
itu sendiri tetapi juga dengan alam sekitarnya. Menurut Wilfred Cantwell Smith,
dibandingkan dengan agama-agama lain, Islam adalah sui generis (sesuai dengan
wataknya, mempunyai corak dan sifat tersendiri dalam jenisnya), karena dalam banyak
hal agama Islam berbeda dengan agama lain. Sebagai contoh sederhana akan kita
bahas di bawah ini;
1. Berbeda dengan agama-agama lain yang nama-nya dihubungkan dengan
manusia yang mendirikan atau yang menyampaikan agama itu atau dengan
tempat lahir agama yang bersangkutan, seperti agama Budha (Budhism), agama
Kristen (Christianity) atau agama Yahudi (Judaism). Nama agama yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad ini tidak dihubungkan dengan namanya atau
nama tempat agama itu mula-mula tumbuh dan berkembang. Seperti agamaagama tersebut di atas, juga namanya tidak diberikan oleh para penganutnya
atau orang lain kemudian hari. Menurut Wilfred nama Islam yang diberikan
kepada ajaran yang disampaikan kepada Nabi Muhammad itu adalah nama yang
diberikan oleh Allah Swt sendiri melalui wahyu-Nya yang kini dapat dibaca dalam
Al-Quran surah Ali Imran: 19 yang berbunyi, Inna ad-diina indallahi al-Islam,
sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Penamaan
2

itu juga dapat kita jumpai dalam surah Al-Maidah bagian terakhir ayat 3 yang
berbunyi, Waradziitu lakum al-Islaama diinaa, ...dan aku ridhai Islam
sebagai agamamu.
2. Islam, seperti telah dikemukakan di atas, mengandung makna damai, sejahtera,
selamat, penyerahan diri, taat, patuh dan menerima kehendak Allah. Orang yang
mengaku beragama Islam disebut muslim. Penamaan orang yang memeluk
agama Islam inipun, menurut Wilfred terdapat dalam Al-Quran surat az-Zumar
ayat 12 yang berbunyi, wa umirtu li an akuuna awwalal muslimin dan aku
diperintahkan menjadi orang yang pertama-tama berserah diri.
Oleh karena itu kata Wilfred selanjutnya, Penamaan Mohammadanism untuk
agama Islam dan Mohammedan untuk orang-orang Islam yang telah dilakukan
berabad-abad oleh Barat, terutama oleh para orientalis, seperti dapat dibaca dalam
kepustakaan berbahasa Inggris, misalnya, adalah salah. Kesalahan ini disebabkan
karena para penulis Barat menyamakan agama Islam dengan agama-agama lain,
misalnya dengan Christianity yang diajarkan oleh Jesus Kristus. Budhism yang
diajarkan oleh Budha Gautama dan lain-lain. Penamaan yang salah ini telah
menyebabkan pemahaman yang keliru terhadap Islam yang akan dibicarakan kelak.
Orang yang mengaku beragama Islam dan menyakininya atau yang secara
bebas memilih untuk menyesuaikan kehendaknya dengan kehendak Tuhan, disebut
muslim. Seorang muslim yang benar adalah orang yang menerima petunjuk Tuhan dan
menyerahkan diri untuk mengikuti kemauan Ilahi. Artinya seorang muslim (yang benar)
adalah orang yang melalui akal bebasnya, mengikuti petunjuk Tuhan. (S.H. Nasr, 1981:
11). Seseorang yang karena kesadarannya bersyahadat, meyakini Islam dan
mengamalkan ajarannya, maka disebut sebagai muslim atau mukmin. Seseorang yang
tetap keimanan dan keislamannya secara meyakinkan, maka keislamannya itu tidak
lenyap darinya kecuali dengan sebab yang meyakinkan pula. Karena itu kehormatan
dan derajat kemuliaan diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada setiap orang disebabkan
keislamannya yang tidak diberikan kepada selain itu.
B. Klasifikasi Agama dan Agama Islam
Agama-agama yang dianut oleh manusia di dunia ini dapat diklasifikasikan
menjad dua golongan berdasarkan tolok ukur tertentu, salah satu tolok ukurnya yang
dapat dipergunakan adalah sumber asal ajaran agama, yaitu:
1) Agama Wahyu, (revealed religion) yang kadang-kadang disebut juga agama
langit, dan
2) Agama Budaya (cultural religion atau natural religion) yang kadang-kadang
disebut juga agama bumi atau agama alam.
Dengan mempergunakan tolok ukur dan klasifikasi tersebut, akan diketahui ciriciri masing-masing agama tersebut, adalah sebagai berikut;
1) Agama Langit, dapat dipastikan kelahirannya. Pada waktu agama wahyu
disampaikan malaikat (Jibril) kepada manusia pilihan yang disebut utusan atau
Rasul-Nya, pada waktu itulah agama wahyu lahir. Pada Agama Budaya tidak
dapat dipastikan kelahirannya karena mengalami proses pertumbuhan sesuai
3

2)

3)

4)

5)

6)

7)

8)

dengan proses pertumbuhan kebudayaan masyarakat atau perkembangan


pemikiran manusia yang memberikan ajaran agama budaya itu.
Agama Langit, disampaikan kepada manusia melalui utusan atau Rasul Allah
yang bertugas selain menyampaikan, juga menjelaskan wahyu yang diterimanya
dengan berbagai cara dan upaya. Pada Agama Budaya, tidak mengenal utusan
atau Rasul Allah. Yang mengajarkan agama budaya adalah filsuf atau pemimpin
kerohanian atau pendiri agama itu sendiri.
Agama langit, mempunyai kitab suci yang berisi himpunan wahyu yang
diturunkan Allah. Wahyu yang ada dalam kitab suci itu tidak boleh berubah atau
diubah. Yang berhak mengubahnya hanyalah Allah melalui wahyu-Nya juga.
Pada Agama Budaya tidak mempunyai kitab suci pada masyarakat sederhana.
Agama budaya masyarakat yang telah berperadaban mungkin mempunyai kitab
suci, namun isinya dapat berubah karena perubahan filsafat agama atau
kesadaran agama masyarakatnya.
Ajaran Agama Langit, mutlak benar karena berasal dari Allah karena mutlak
benar, Maha Mengetahui segala-galanya. Karena itu pula kebenaran tidak terikat
ruang dan waktu. Yang terikat pada ruang dan waktu adalah kebenaran
pemahaman atau penafsiran ajaran agama wahyu yang dilakukan oleh akal yang
terbatas kemampuannya dan terikat pada pengalaman pengetahuan manusia.
Pada Ajaran Agama Budaya, kebenarannya relatif, terikat pada ruang dan waktu
tertentu.
Pada Agama Langit, Sistem hubungan manusia dengan Allah, dalam agama
wahyu, ditentukan oleh Allah sendiri denga penjelasan lebih lanjut oleh
Rasulnya. Sistem hubungan ini tetap tidak berubah bagaimanapun dahsyatnya
perubahan karena perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Agama Budaya, Sistem hubungan manusia dengan Tuhan berasal dari akal
berdasarkan kepercayaan (yang berisi anggapan) dan pengetahuan serta
pengalaman manusia yang senantiasa berubah atau bertambah.
Pada Agama Langit, konsep ketuhanan ialah monoteisme murni sebagaimana
yang disebutkan dalam ajaran agama langit itu. Pada Agama Budaya, konsep
ketuhanan karena disusun oleh akal manusia, berkembang sesuai dengan
perkembangan akal manusia mulai dari dinamisme sampai kepada monoteisme
tidak murni atau monoteisme terbatas.
Pada Agama Langit, dasar-dasar ajaran bersifat mutlak berlaku bagi seluruh
ummat manusia. Pada Agama Budaya, dasar-dasar bersifat relatif karena
ditujukan kepada manusia dalam masyarakat tertentu yang belum tentu sesuai
dengan masyarakat lain.
Pada Agama Langit, sistem nilai ditentukan oleh Allah sendiri yang diselaraskan
dengan ukuran dan hakikat kemanusiaan. Yang bernilai baik diwajibkan untuk
dilaksanakan agar manusia mmperoleh keselamatan dan kebahagiaan, dan
yang bernilai buruk dilarang (ditinggalkan) untuk mencegah kecelakaan dan
penderitaan manusia di dunia ini dan diakhirat kelak. Pada Agama Budaya, Nilainilai ditentukan oleh manusia sesuai dengan cita-cita, pengalaman serta
penghayatan masyarakat yang menganutnya. Nilai-nilai itu mungkin sesuai untuk
suatu masyarakat pada suatu masa tertentu, mungkin juga harus diubah lagi
disuatu masyarakat pada masa yang lain.
4

9) Pada Agama Langit, Menyebut sesuatu tentang alam yang kemudian dibuktikan
kebenarannya oleh ilmu pengetahuan (sains) modern. Pada Agama Budaya, halhal yang disebut tentang alam sering dibuktikan kekeliruannya oleh sains.
10)Melalui agama wahyu Allah memberi petunjuk, pedoman, tuntunan, dan
peringatan kepada manusia dalam pembentukan insan kamil, yaitu manusia
sempurna, manusia baik yang bersih dari noda dan dosa. Pembentukan manusia
menurut agama budaya disandarkan kepada pengalaman dan penghayatan
masyarakat penganutnya yang belum tentu diakui oleh masyarakat lain yang
berbeda cita-cita, pengalaman dan penghayatannya.
C. Salah Paham Terhadap Islam
1) Salah memahami ruang lingkup Islam; salah paham terhadap Islam terjadi
karena orang salah memahami ruang lingkup agama Islam. Lambang yang sama
yakni perkataan agama dipakai untuk sistem ajaran yang berbeda, orang
menganggap bahwa sebagai agama, Islam pun ruang lingkupnyna hanya
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan belaka. Sesungguhnya tidaklah
begitu, karena ruang lingkup agama Islam dalam makna Dinul Islam seperti telah
berulang-ulang dikatakan di atas, tidak hanya mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan saja seperti yang terkandung dalam istilah religion, tetapi juga
mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan masyarakat, dan
alam lingkungan hidupnya.
2) Salah menggambarkan susunan bagian-bagian agama dan ajaran Islam;
Kesalahpahaman yang lain timbul karena penggambaran bagian-bagian agama
dan ajaran Islam tidak menyeluruh, tetapi sebagian-sebagian atau sepotongsepotong. Orang menggambarkan yang memberi kesan seakan-akan Islam
hanyalah akidah (iman) atau ilmu tauhid saja, atau Islam seolah-olah hanya
syariat (hukum) atau fikih belaka, atau Islam hanya ajaran akhlak, tasawuf, dan
tarikat semata-mata, tanpa memandang dan meletakkan bagian-bagian atau
segmen-segmen itu ke dalam kerangka agama dan ajaran Islam terpadu secara
keseluruhan. Karena penggambaran yang sepotong-sepotong inilah yang telah
menyebabkan Islam menjadi the most misunderstood religion in the world:
(agama yang paling disalahpahami dunia). Penggambaran Islam seperti ini
sering dilakukan oleh orang Islam sendiri tanpa disadari dan dengan maksudmaksud tertentu dengan sadar oleh para orientalis, terutama dimasa-masa
sebelum perang dunia kedua dahulu.
3) Salah mempergunakan metode mempelajari Islam; kesalahan mempergunakan
metode mempelajari Islam. Metode atau jalan yang ditempuh para orientalis,
terutama sebelum perang dunia kedua, adalah pendekatan yang menjadikan
Islam dan seluruh ajarannya semata-mata sebagai obyek studi dan analisis.
Laksana dokter bedah mayat, para orientalis meletakkan Islam di atas meja
operasi, memotongnya bagian demi bagian dan menganalisis bagian-bagian itu
dengan mempergunakan ukuran-ukuran yang un-Islamic/tidak sesuai dengan
ajaran Islam. (Fazlur Rahman, Islam,1966: 44).

Untuk menghindari salah paham terhadap Islam dan supaya dapat memahami
Islam secara baik dan benar, hal-hal berikut perlu diperhatikan ialah:
1) pelajarilah Islam dari sumbernya yang asli yakni al-Quran yang memuat wahyuwahyu Allah dan al-Hadits yang memuat Sunnah Nabi Muhammad. Dengan
mempelajari Islam dari kedua sumber tersebut akan jelas ruang lingkupnya. Jika
tidak (mampu) berbahasa Arab, sekarang banyak terjemahan al-Quran-Hadits
yang bisa diakses.
2) Islam tidak dipelajari secara parsial tetapi harus dipelajari secara
sumuliyah/integral. Artinya Islam tidak dipelajari sepotong-sepotong, tetapi
secara keseluruhan dan dipadukan kedalam satu kesatuan yang bulat.
Mempelajari dan memahami Islam secara sepotong-sepotong akan
menghasilkan pemahaman yang salah terhadap Islam, seperti pemahaman
empat orang normal tetapi buta sejak lahir. Mereka mencoba memahami seekor
gajah yang dirabanya dengan tangannya, maka akan menimbulkan banyak
pemahaman dan persepsi sesuai bagian yang mananya yang mereka raba.
Untuk menghindari pemahaman sepotong-sepotong, Islam harus dipelajari
secara menyeluruh, walaupun keseluruhan itu (mungkin) dalam garis-garis
besarnya saja.
3) Islam dipelajari dari karya atau kepustakaan yang ditulis oleh mereka yang telah
mengkaji dan memahami Islam secara baik dan benar. Pada umumnya mereka
adalah para ahli atau ulama, cendekiawan dan sarjana muslim yang diakui
otoritasnya.
4) Memahami Islam dengan menghubungkan berbagai persoalan asasi yang
dihadapi manusia dalam masyarakat dan dilihat relasi dan relevansinya dengan
persoalan-persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya sepanjang sejarah manusia
terutama sejarah umat Islam.
5) Memahami Islam dengan bantuan ilmu pengetahuan yang berkembang sampai
sekarang, seperti ilmu-ilmu alamiah, ilmu-ilmu sosial dan budaya, serta ilmu-ilmu
kemanusiaan (humaniora). Tiga bidang ilmu di atas beserta cabang dan
rantingnya merupakan ilmu-ilmu bantu dalam mengkaji dan memahami Islam.
6) Tidak menyamakan Islam dengan umat Islam, terutama dengan keadaan umat
Islam pada suatu masa di suatu tempat.
7) Pelajarilah Islam dengan metode yang selaras dengan agama dan ajaran Islam.
Menurut Ali Syariati, orang tidak dapat memilih hanya satu metode tunggal dari
sekian banyak metode yang dapat dipergunakan, karena Islam bukan agama
uni-dimensional (agama satu dimensi) saja. Untuk mempelajari Islam yang
banyak dimensinya itu, selain dari metode filosofis orang harus mempergunakan
juga metode-metode yang terdapat dalam ilmu-ilmu manusia dewasa ini (Ali
Syariati, 1982: 72). Ia menyebut metode sejarah dan sosiologi, soal-soal yang
bersifat kosmologis dan berkaitan dengan ilmu-ilmu alam serta gejala-gejala
alam, harus dipelajari dan dipahami menurut metodologi ilmu-ilmu alam (Ali
Syariati, 1982: 73).

Sumber Bacaan :
Ali Syariati, Islam Madzab Pemikiran dan Aksi, Bandung: Mizan, 1982.
Prof. H. Mohammad Daud Ali, S.H., Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006.
Prof. Dr. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta:
UI Press, 1985.
Fazlur Rahman, Islam Modern Tantangan Pembaruan Islam Terjemahan oleh
Rusdi Karim & Hamid Basyaib, Cet. ke-1, Yokyakarta: Salahuddin Press, 1987

Anda mungkin juga menyukai