TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Epilepsi atau dikenal dengan istilah kejang berasal dari Bahasa Yunani
Epilanbanmein yang berarti serangan atau penyakit yang timbul secara tibatiba. Epilepsi merupakan suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai macam
etiologi, yang dicirikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang berkala yang
diakibatkan oleh lepasnya muatan listrik neuron-neuron serebral secara eksesif.
Hal ini tergantung pada jenis gangguan dan daerah serebral yang secara berkala
melepaskan muatan listriknya4,5.
Kejang parsial (fokal) merupakan kejang yang tidak meliputi seluruh
tubuh (muncul hanya pada bagian tubuh tertentu) dengan manifestasi tanda-tanda
motorik, gejala otonom, somatosensori atau gejala sensorik khusus, atau gejala
psikis. Kejang ini berasal dari daerah fokus korteks serebral dan dapat menyebar
ke daerah kortikal lainnya secara unilateral atau bilateral6.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi epilepsi di negara maju sekitar berkisar antara 40-70 kasus per
100.000 orang per tahun. Insiden berkisar 100-190 kasus per 100.000 orang per
tahun di negara berkembang. Prevalensi epilepsi untuk di Indonesia belum ada
data yang pasti, namun diperkirakan terdapat 1-2 juta penderita epilepsi.
Prevalensinya berkisar 5-10 kasus per 1000 orang dan insiden berkisar 50 kasus
per 100.000 orang per tahun. Kejang parsial kompleks terjadi pada sekitar 35%
dari orang dengan epilepsi dimana kejang parsial lebih sering terjadi di negaranegara dengan prevalensi cysticercosis tinggi. Insiden kejang parsial pada orang
yang lebih muda dari 60 tahun adalah 20 kasus per 100.000 orang/tahun. Angka
ini meningkat 80 kasus per 100.000 orang/tahun pada orang berusia 60-80
tahun2,7.
2.3 ETIOLOGI
2
Epilepsi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Epilepsi dibagi menjadi 3 golongan
berdasarkan peyebabnya, antara lain5 :
a) Epilepsi Idiopatik
Penyebab dari epilepsi ini tidak diketahu secara pasti, meliputi 50 % dari
penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik,
awitannya biasanya pada usia > 3 tahun. Kelompok epilepsi ini semakin
berkurang karena kecanggihan perkembangan ilmu pengetahuan dan alatalat diagnostik. Lesi struktural di otak atau defisit neurologis ditemukan
pada epilepsi jenis ini. Sebagian dari jenis ini disebabkan oleh
abnormalitas konstitusional dari fisiologi serebral yang disebabkan oleh
interaksi beberapa faktor genetik.
b) Epilepsi Simptomatik
Epilepsi ini disebabkan oleh kelainan atau lesi struktural pada otak atau
susunan saraf pusat. Simptomatik terjadi bila fungsi otak terganggu oleh
berbagai kelainan intrakranial ataupun ekstrakranial. Penyebab intrakranial
seperti anomali kongenital, trauma otak, neoplasma otak, lesi iskemia,
ensefalopati, abses serebri, maupun jaringan parut. Penyebab ekstrakranial
seperti gagal jantung, gangguan pernafasan, gangguan metabolism
(hipoglikemia, hiperglikemia, uremia), gangguan keseimbangan elektrolit,
intoksikasi obat, gangguang hidrasi (dehidrasi).
c) Epilepsi Kriptogenik
Epilepsi jenis ini dianggap simptomatik tetapi penyebabnya belum
diketahui secara pasti. Sebagian besar lokasi yang berhubungan dengan
epilepsi tanpa disertai lesi yang mendasari atau lesi di otak tidak diketahui.
Gambaran klinisnya berupa ensefalopati difus. Jenis epilepsi yang
termasuk dalam golongan ini seperti sindrom West, sindroma Lennox
Gastaut, dan epilepsi mioklonik.
2.4 KLASIFIKASI
Menurut International League against Epilepsi, bangkitan epilepsi parsial
(fokal, lokal) diklasifikasikan menjadi3:
1. Bangkitan parsial sederhana (kesadaran tidak terganggu)
a. Dengan gejala motorik
-
versif
postural
Somatosensoris
Visual
Auditoris
Olfaktoris
Gustatoris
Vertigo
Disfasia
Dismensia
Kognitif
Afektif
Ilusi
Dengan automatisme
3. Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonikklonik, tonik, klonik)
a. Bangkitan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan
umum
b. Bangkitan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan
umum
Kejang jenis ini umumnya dimulai dengan aura berevolusi menjadi kejang
fokal kompleks kemudian menjadi kejang tonik-klonik umum. Akan tetapi kejang
fokal kompleks dapat berevolusi menjadi kejang umum atau suatu aura dapat
berlangsung berevolusi menjadi kejang umum tanpa kejang fokal kompleks yang
nyata10.
2.7 DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis epilepsi dilakukan melalui anamnesis, yang didukung
dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang1,11.
1. Anamnesis: auto dan allo-anamnesis dari orang tua atau saksi mata
mengenai hal berikut dibawah ini :
a) Gejala dan tanda sebelum, selama, dan pasca bangkitan
seperti
perubahan
perilaku,
rasa
lapar,
Selama bangkitan
Dapat ditanyakan apakah ada aura, gejala yang dirasakan
pada awal bangkita, bagaimana pola/bentuk bangkitan yang
dimulai dari deviasi mata, gerakan kepala, gerakan tubuh,
vokalisasi, automatisasi, gerakan pada salah satu atau kedua
lengan dan tungkai, bangkitan tonik/klonik, inkontinensia,
lidah
tergigit,
pucat,
berkeringat,
dan
sebagainya.
Pasca bangkitan
Sikap bingung, langsung sadar, nyeri kepala, tidur, dan
gaduh gelisah.
10
Obat alternatif
Gabapentin
Fenitoin
Topiramat
Lamotrigin
Levetiracetam
Asam valproat
Zonisamid
Okskarbanzepin
Tiagabin
Primidon
Fenobarbital
Felbamat
2.
4.
12
GABAA,
meningkatkan
sehingga
frekuensi
aktivasi
reseptor
pembukaan
benzodiazepin
akan
GABAA.
Dosis
reseptor
benzodiazepin untuk anak usia 2-5 tahun 0,5 mg/kg, anak usia 6-11 tahun
0,3 mg/kg, anak usia 12 tahun atau lebih 0,2 mg/kg, dan dewasa 4-40
mg/hari. Efek samping yang mungkin terjadi pada penggunaan
benzodiazepin adalah kehilangan kesadaran, pusing, depresi, mengantuk,
kemerahan dikulit, konstipasi, dan mual.13
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan
tanpa kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, penghentian sebaiknya
dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan
pada orang dewasa penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5
tahun. Ada 2 syarat yang penting diperhatikan ketika hendak menghentikan OAE,
yakni:1
1. Syarat umum yang meliputi :
Penghentian
OAE
telah
diduskusikan
terlebih
dahulu
dengan
13
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1
IDENTITAS
15
3.2
Nama
NWS
Umur
52 Tahun
Jenis kelamin
Perempuan
Bangsa
Indonesia
Suku
Bali
Agama
Hindu
Alamat
Pekerjaan
IRT
544413
Tanggal MRS
6 November 2015
Tanggal Pemeriksaan
7 November 2015
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama: Kejang pada separuh tubuh kanan
Pasien diantar oleh keluarga ke IGD RSUD Sanjiwani Gianyar
pada tanggal 6 November 2015 kira-kira pada pukul 14.00 WITA dengan
keluhan kejang pada separuh tubuh kanan yang dirasakan 15 menit sebelum
ke UGD. Pasien mengaku keluhan timbul tiba-tiba saat pasien sedang
duduk. Pasien sudah mendapati separuh tubuh kanannya kejang. Kejang
dirasakan berlangsung selama 3 menit. Pasien saat kejang masih sadar.
Kemudian pasien ke IGD RSUD Sanjiwani pukul 14.00 WITA akibat
kejangnya dan mendapat pengobatan diazepam. Namun pukul 15.00 WITA
keluhan kejang kembali terjadi. Pasien sadar dan kejang terjadi pada
separuh tubuh kanan. Total kejang yang dialami pasien 2 kali. Sebelumnya
separuh tubuh kanan pasien lemas sulit untuk digerakan sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit dan belum mendapat pengobatan. Separuh
tubuh kanan lemas diawali dengan rasa kesemutan sejak 2 minggu SMRS.
Kesemutan dirasakan hilang timbul dan pasien tidak ada mencari
pengobatan. Sebelumnya pasien juga mengeluhkan sakit kepala, dan pasien
berobat ke puskesmas, setelah minum obat sakit kepala dirasakan membaik.
Saat ini pasien masih mengeluhkan lemah separuh tubuh kanan,
belum BAB sejak 1 hari SMRS (3hari) dan sakit kepala. Keluhan suara pelo,
16
Lahir
Mulai bicara
b.
Gagap
Mulai membaca d.
Jalan waktu tidur f.
Mulai jalan
h.
Ngompol
j.
:Spontan
:Lupa
:Tidak pernah
:Lupa
:Tidak pernah
:Lupa
:Tidak pernah
Pendidikan
Kanan/kidal
Makanan
Minuman keras
Merokok
Kawin
k. Anak
l.
:SD
:Kanan
:Teratur
:Tidak pernah
:Tidak pernah
:Iya, 1 kali
:3
STATUS PRESENT
Berat
: 50 kg
Pernapasan
Tinggi
: 158 cm
Frekuensi
: 20 kali / menit
IMT
: 20,08 kg/m2
Pola
: Normal
Suhu Aksila
: 36,5 oC
Tekanan darah
Kanan : 120/80 mmHg
Kiri
: 120/80 mmHg
Nadi
Kanan: 96 kali / menit
Kiri
: 80 kali/menit
Kepala
17
Mata
THT
Telinga
Hidung
Leher
Arteri karotis komunis dextra teraba, bruit ( - )
Arteri karotis komunis sinistra teraba, bruit ( - )
Thoraks
Jantung,
Paru,
inspeksi
auskultasi
inspeksi
: dextra-sinistra simetris
auskultasi
: vesikuler ( + / + ); ronkhi ( - / - )
wheezing ( - / - )
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Hepar
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
Genitalia
3.4
: tidak dievaluasi
Ekstremitas
: akral hangat
Kulit
: sianosis ( - )
edema
STATUS NEUROLOGIS
Kesan Umum
Kesadaran
18
Kecerdasan
Kelainan jiwa
: tidak ada
Kaku dekortikasi
:(-)
Kaku deserebrasi
:(-)
:(-)
:(-)
Krisis okulogirik
:(-)
Opistotonus
:(-)
Kranium
bentuk
: normocephali
simetri
: simetris
fontanel
: normal tertutup
kedudukan
: normal
perkusi
: redup
palpasi
: benjolan (-)
: bruit (-)
Pemeriksaan Khusus
Rangsangan Selaput Otak
Kaku kuduk
: (-)
Tanda Kernig
: (- /-)
: (-/ -)
: (-/-)
Saraf Otak
Kanan
Kiri
Nervus I
Subjektif
Objektif
Nervus II
Visus
: >3/60 meter
19
>3/60 meter
Kampus
Hemianopsia
: tidak dievaluasi
Melihat warna
Skotom
: (-)
(-)
Fundus
: tidak dievaluasi
simetris
normal
Nistagmus
: (-)
(-)
Celah mata
: normal
normal
Ptosis
: (-)
(-)
bentuk
: bulat, isokor
bulat, isokor
ukuran
: 4 mm
4 mm
Pupil
Refleks pupil
r. cahaya langsung : (+)
(+)
(+)
r. akomodatif /
konvergen
: (+)
(+)
: (-)
(-)
: (-)
(-)
Motorik
Sensibilitas
langsung
: (+)
(+)
konsensuil
: (+)
(+)
mandibuler
: (-)
(-)
Refleks bersin
: (+)
(+)
r. pupil MarcusGunn
Tes Wartenberg
Nervus V
Refleks kornea
Refleks kornea-
Refleks nasal-
20
Becterew
: (-)
Refleks maseter
: (-)
Trismus
: (-)
Refleks menetek
: (-)
Refleks snout
: (-)
Nyeri tekan
: (-)
(-)
Nervus VII
Otot wajah saat istirahat : lipatan dahi simetris, sudut mata simetris,
tinggi ais simetris, sulkus nasolabialis
simetris, sudut bibir simetris
Mengerutkan dahi
simetris
Menutup mata
simetris
Meringis
simetris
Bersiul/mencucu
simetris
Gerakan involunter
Tic
: (-)
(-)
Spasmus
: (-)
(-)
Indera pengecap
Asin
Asam
Manis
Pahit
Hiperakusis
: (-)
(-)
Tanda Chvostek
: (-)
(-)
Refleks glabela
: (-)
Nervus VIII
Mendengar suara bisik
(gesekan jari tangan)
Rinne
: (+)
(+)
Schwabach
: (+)
(+)
21
Weber
: (+)
(+)
Bing
: (+)
(+)
Tinitus
: (-)
(-)
Keseimbangan
: tidak dievaluasi
Vertigo
: (-)
: simetris
Menelan
Disartri
: (-)
Disfoni
: (-)
Lidah
Tremor
: (-)
Atrofi
: (-)
Fasikulasi
: (-)
Refleks muntah
: (+)
Mengangkat bahu
: lemah
: lemah
Fungsi m. sternokleido-mastoideus
Anggota Atas
Kanan
Posisi
Kiri
: simetris
Tenaga
M. deltoid
(abduksi l. atas)
:1
M. biseps
22
(fleksi l. atas)
:1
:1
:1
M. triseps
(ekstensi l. atas)
Fleksi pergelangan
tangan
Ekstensi pergelangan
tangan
:1
:1
tangan
:1
Lainnya
Membuka jari-jari
tangan
Menutup jari-jari
Tonus
: menurun
normal
Tropik
: normal
normal
Biseps
:(+)
( ++ )
Triseps
:(+)
( ++ )
Radius
:(+)
(+)
Ulna
:(+)
(+)
Leri
: (-)
(+)
Pronasi-abduksi
: (-)
(+)
lengan (Grewel)
: (-)
(+)
Mayer
: (-)
(+)
Hoffman-Tromner : (-)
(-)
Memegang
: (-)
(-)
Palmomental
: (-)
(-)
Perasa raba
: normal
normal
Perasa nyeri
: normal
normal
Perasa suhu
: normal
normal
normal
Perasa vibrasi
normal
Refleks
Sensibilitas
: normal
23
Stereognosis
: normal
normal
Barognosis
: normal
normal
titik
: normal
normal
Grafestesia
: normal
normal
Topognosis
: normal
normal
Parestesia
: (-)
(-)
Diskriminasi dua
Koordinasi
Tes telunjuktelunjuk
normal
Tes hidungtelunjuk-hidung
: sulit dievaluasi
normal
(diadokokinesis)
: sulit dievaluasi
normal
: sulit dievaluasi
normal
Vasomotorik
: normal
normal
Sudomotorik
: normal
normal
Pilo arektor
: tidak dievaluasi
Tes pronasi-supinasi
Vegetatif
Gerakan involunter
Tremor
: (-)
(-)
Khorea
: (-)
(-)
Atetosis
: (-)
(-)
Balismus
: (-)
(-)
Mioklonus
: (-)
(-)
Distonia
: (-)
(-)
Spasmus
: (-)
(-)
(-)
Badan
Keadaan kolumna
vertebralis
24
Kelainan lokal
: (-)
Nyeri tekan /
ketok lokal
: (-)
Gerakan
Fleksi
: tidak dievaluasi
Ekstensi
: tidak dievaluasi
Deviasi lateral
: tidak dievaluasi
Rotasi
: tidak dievaluasi
Kanan
Keadaan otot-otot
Kiri
Refleks kulit
dinding perut atas
: (+)
(+)
perut bawah
: (+)
(+)
Refleks Kremaster
: tidak dievaluasi
Refleks anal
: tidak dievaluasi
Sensibilitas
Perasa raba
: normal
normal
Perasa nyeri
: normal
normal
Perasa suhu
: normal
normal
Koordinasi
Asinergia serebeler : tidak dievaluasi
Vegetatif
Kandung kencing
Rektum
Genitalia
: tidak dievaluasi
Gerakan involunter
: (-)
Anggota Bawah
Kanan
Posisi
: simetris
Tenaga
25
Kiri
Fleksi panggul
:1
Ekstensi panggul
:1
Fleksi lutut
:1
Ekstensi lutut
:1
Plantar-fleksi kaki : 1
Dorso-fleksi kaki
:1
:1
Tonus
: turun
normal
Trofik
: normal
normal
Lutut (KPR)
:(+)
( ++ )
Achilles (APR)
:(+)
( ++ )
kaki (Grewel)
: (-)
( ++)
Plantar
: (+)
(+)
Babinsky
:(+)
(-)
Oppenheim
:(-)
(-)
Chaddock
:(-)
(-)
Gordon
:(-)
(-)
Schaefer
:(-)
(-)
Stransky
:(-)
(-)
Gonda
:(-)
(-)
Bing
:(-)
(-)
Mendel-Bechterew : ( - )
(-)
Rossolimo
:(-)
(-)
Paha
:(-)
(-)
Kaki
:(-)
(-)
Perasa raba
: normal
normal
Perasa nyeri
: normal
normal
Refleks
Supinasi-fleksi
Klonus
Sensibilitas
26
Perasa suhu
: normal
normal
normal
Perasa vibrasi
: normal
normal
titik
: normal
normal
Grafestesia
: normal
normal
Topognosis
: normal
normal
Parestesia
: (-)
(-)
: sulit dievaluasi
normal
: sulit dievaluasi
normal
Diskriminasi dua
Koordinasi
Tes tumit-lutut-ibu
jari kaki
Tes ibu jari kakitelunjuk
Berjalan menuruti
garis lurus
Berjalan memutar
mundur
Lari ditempat
Langkah/gaya jalan
Berjalan maju-
Vegetatif
Vasomotorik
: normal
normal
Sudomotorik
: normal
normal
Pilo arektor
: tidak dievaluasi
Gerakan involunter
Tremor
:(-)
(-)
Khorea
:(-)
(-)
Atetosis
:(-)
(-)
Balismus
:(-)
(-)
Mioklonus
:(-)
(-)
Distonia
:(-)
(-)
27
Spasmus
:(-)
Tes Romberg
(-)
(-)
Fungsi Luhur
Afasia motorik
: (-)
Afasia sensorik
: (-)
Afasia amnestik
(anomik)
: (-)
Afasia konduksi
: (-)
Afasia global
: (-)
Agrafia
: (-)
Aleksia
: (-)
Apraksia
: (-)
Agnosia
: (-)
Akalkulia
: (-)
Pemeriksaan Lain
Tanda Naffziger
: (-)
Tanda Tinel
: (-)
Tanda Lasegue
: (-)
Bragad
: (-)
Sicard
: (-)
Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan pada tanggal 7 November 2015
pada pukul 08.49 WITA
TES
WBC
HGB
HCT
MCV
PLT
HASIL
15,8
20,4
58,2
85,4
173
UNIT
X103/L
g/dL
%
fL
X103/L
28
NORMAL
4.00-10.00
11.00-16.00
37.00-54.00
82.00-95.00
150.00-450.00
KET
tinggi
tinggi
Tinggi
HASIL
167
87
36
71
3,1
UNIT
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
NORMAL
<200
<200
>40
<130
2,6-5
KET
HASIL
115
28
0,7
27
29
UNIT
Mg/dL
Mg/dL
Mg/dL
U/L
U/L
NORMAL
80-120
18-55
0,7-1,2
< 35
< 41
KET
HASIL
136
3,5
97
UNIT
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
NORMAL
135-155
3,5-5,5
95-108
KET
29
3.5
RESUME
NWS, pasien perempuan berumur 52 tahun, kinan diantar oleh keluarga ke
IGD RSUD Sanjiwani Gianyar pada tanggal 6 November 2015 dengan
keluhan kejang pada separuh tubuh kanan.
Nadi
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu aksila
Status Neurologis :
GCS
Meningeal sign
N. Cranial
Motorik
tenaga
: 36,50C
: E4V5M6
: (-)
: paresis nervus XII dextra supranuklear
:
tonus
trofik
R. Fisiologis
3.6
++
++
R. Patologis
Koordinasi : dalam batas normal
Sensorik
: kesan normal
Vegetatif
: dalam batas normal
DIAGNOSIS TOPIK
Korteks Serebri Sinistra
3.7
DIAGNOSI BANDING
Bangkitan Parsial Sederhana ec Epilepsi Simptomatik (post SNH)
Bangkitan Parsial Sederhana ec Epilepsi Simptomatik ec SOL IC
3.8
DIAGNOSIS
Bangkitan Parsial Sederhana ec Epilepsi Simptomatik (post SNH)
3.9
PENATALAKSANAAN
1. IVFD RL 20tpm
2. Diazepam 10 mg iv pelan-pelan bila kejang
3. Citicoline 2x1 amp bila tekanan darah >120 mmHg
4. Vitamin B1B6B12 1x1 amp iv
5. Acetosal 1x80 mg po
6. Phennytoin 2x100 mg po
7. Laxadine syrup 3xCI po
3.10 PROGNOSIS
Ad Vitam
: Dubius ad bonam
Ad Functionam
: Dubius ad malam
31
BAB IV
PEMBAHASAN
Epilepsi merupakan suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai
macam etiologi, yang dicirikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang berkala
yang diakibatkan oleh lepasnya muatan listrik neuron-neuron serebral secara
eksesif. Sedangkan kejang parsial (fokal) merupakan kejang yang tidak meliputi
seluruh tubuh (muncul hanya pada bagian tubuh tertentu) dengan manifestasi
tanda-tanda motorik, gejala otonom, somatosensory atau gejala sensorik khusus,
atau gejala psikis. Prevalensi epilepsi di negara maju sekitar berkisar antara 40-70
kasus per 100.000 orang per tahun. Insiden kejang parsial pada orang yang lebih
muda dari 60 tahun adalah 20 kasus per 100.000 orang/tahun.
Kejang parsial sederhana merupakan kejang parsial tanpa disertai
gangguan kesadaran. Kejang parsial sederhana dapat bermanifestasi berupa
gangguan sensorik, motorik, otonom, dan atau psikis. Kejang jenis ini umumnya
berlangsung beberapa detik hingga menit. Apabila kejang berlangsung >30 menit
maka disebut status epileptikus fokal sederhana. Pada kasus ini NWS, pasien
perempuan berumur 52 tahun kinan diantar oleh keluarga ke IGD RSUD
32
Sanjiwani Gianyar pada tanggal 6 November 2015 dengan keluhan utama kejang
pada separuh tubuh kanan. Dengan onset akut, yaitu 15 menit sebelum MRS saat
pasien sedang duduk. Tidak didapat riwayat pingsan, mual maupun muntah. Dari
uraian tersebut, pada kasus menunjukkan suatu kejang parsial sederhana.
Untuk membedakan antara kejang parsial sederhana dan kompleks, dapat
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada kejang fokal kompleks
didapatkan kesadaran terganggu. Sedangkan pada kejang parsial sederhana
didapatkan kesadaran yang baik. Pada kasus ini didapatkan tidak ada riwayat
pingsan pada pasien saat terjadi kejang. Berdasarkan uraian diatas, kasus ini
cenderung mengarah pada terjadinya kejang parsial sederhana.
Pada pemeriksaan fisik neurologis didapatkan adanya hemiparesis dextra
derajat 1 yang didapat dari pemeriksaan tenaga pada tangan kanan yaitu 111dan
tenaga kaki kanan 111 . Dari pemeriksaan nervus kranialis didapatkan paresis
nervus XII dextra supranuklear. Pada hasil CT-Scan terdapat gambaran hipodens
yang menunjukan suatu infark pada area sentrum semiovale sinistra pasien. Hal
ini sesuai dengan lokasi kejang parsial pada pasien yakni di sebelah kanan.
Pada pasien ini diberikan penanganan umum sesuai dengan prinsip 6B.
Yang pertama adalah breathing dengan memperhatikan jalan nafas dan pernafasan
pasien. Saat ini pasien bernafas spontan, jadi tidak diperlukan oksigen tambahan.
Jika terdapat gangguan nafas dapat diatasi dengan memberikan oksigen melalui
nasal kanul (kecepatan 2 6 L/ menit) atau sungkup (kecepatan 6-12 L/ menit).
Blood,
pemantauan
terhadap
tekanan
darah,
gula
darah
(SNH). Sehingga terapi yang diberikan untuk penyebab dasar dari kejang ini
adalah terapi untuk SNH, yaitu acetosal. Acetosal atau acetylsalisilat acid
merupakan agen antiplatelet yang signifikan digunakan untu mengurangi
terjadinya stroke berulang. Pada pasien ini juga diberikan citicoline, tujuan
pemberian citicoline selain sebagai neuroprotektan juga membantu mempercepat
pemulihan dari stroke.
Bladder, pemantauan terhadap jumlah cairan masuk dan cairan keluar.
Pada pasien yang tidak sadarkan diri, pemantauan jumlah cairan masuk dan keluar
dapat dilihat dengan pemasangan urine catheter. Pada pasien yang kesadarannya
baik, seperti pada kasus jumlah cairan masuk dan keluar dapat kita pantau dengan
menanyakan keadaan buang air kecil dari pasien.
Bowel: Diet pemenuhan jumlah kalori (25 30 kkal/kg/hari). Kontrol
BAB minimal 1 kali dalam 3 hari. Apabila terjadi konstipasi berikan laksatif.
Pasien diberikan laxadine 3xCI karena mengeluhkan tidak bisa BAB sejak 1 hari
sebelum MRS (3 hari).
Bone & Skin: mobilisasi pasien untuk menghidari komplikasi akibat
berbaring dalam jangka waktu yang panjang (dekubitus dan kontraktur). Pada
pasien sebaiknya disarankan terutama pada keluarga pasien supaya posisi tidur
pasien dirubah-ubah yaitu miring kanan 2 jam, dan miring ke kiri selama 2 jam
untuk menghindari terjadinya dekubitus yang nantinya malah akan menambah
komplikasi yang terjadi.
Salah satu obat pilihan lini pertama sebagai anti epilepsi pada kejang
parsial sederhana yaitu phenytoin. Mekanisme aksi fenitoin adalah dengan
menghambat kanal sodium (Na+) yang mengakibatkan influk (pemasukan) ion
Na+ kedalam membran sel berkurang dan menghambat terjadinya potensial aksi
oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron. Benzodiazepine seperti diazepam
yang bekerja cepat dan merupakan pilihan utama bila terjadi status epileptikus.
Berikan diazepam 10mg IV bila terjadi kejang. Vitamin B1B6B12 (BComplex)
digunakan sebagai suplemen dalam pemeliharaan sel-sel otak.
34
BAB V
SIMPULAN
Epilepsi merupakan suatu gangguan serebral kronik dengan berbagai
macam etiologi, yang dicirikan oleh timbulnya serangan paroksismal yang berkala
yang diakibatkan oleh lepasnya muatan listrik neuron-neuron serebral secara
eksesif. Sedangkan kejang parsial (fokal) merupakan kejang yang tidak meliputi
seluruh tubuh (muncul hanya pada bagian tubuh tertentu) dengan manifestasi
tanda-tanda motorik, gejala otonom, somatosensory atau gejala sensorik khusus,
atau gejala psikis. Kejang jenis ini umumnya berlangsung beberapa detik hingga
menit.
Dalam kasus ini, pasien perempuan berumur 52 tahun diantar oleh
keluarga ke IGD RSUD Sanjiwani Gianyar pada tanggal 6 November 2015
dengan keluhan utama kejang pada separuh tubuh kanan. Dengan onset akut, yaitu
15 menit sebelum MRS saat pasien sedang duduk. Tidak didapatkan riwayat
pingsan. Dari uraian tersebut, pada kasus menunjukkan suatu kejang parsial
sederhana.
35
Pada pasien ini diberikan penanganan umum sesuai dengan prinsip 6B.
Obat anti epilepsi seperti phenytoin. Phenytoin merupakan salah satu obat pilihan
lini pertama untuk kejang parsial sederhana. Benzodiazepine seperti diazepam
yang bekerja cepat dan merupakan pilihan utama bila terjadi status epileptikus.
Diberikan diazepam 10mg IV bila terjadi kejang. Vitamin B1B6B12 (BComplex)
digunakan sebagai suplemen dalam pemeliharaan sel-sel otak. Terapi untuk SNH
yaitu acetosal atau acetylsalisilat acid merupakan agen antiplatelet yang signifikan
digunakan untu mengurangi terjadinya stroke berulang. Citicoline juga diberikan
sebagai neuroprotektan juga membantu mempercepat pemulihan dari stroke.
36