Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
October 27, 2011 Medicinesia 3 Comments Analisis Semen dan Sperma, Biopsi testis, Estradiol, fertilitas, Follicle Stimulating Hormone, Hitung
sperma, Hysterosalpingogram, Hysteroscopy, Laparoscopy, Lutenizing Hormone, Morfologi Sperma,Motilitas sperma, pria, Progesteron
darah, Reproduksi, Tes Penetrasi Sperma, Volume dan konsentrasi semen, Wanita
I. Pemeriksaan umum:
A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik lengkap diperlukan jika memang tidak ada kondisi medis yang nampak. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada ruangan yang
hangat, untuk mencegah refleks kremaster yang berlebihan. Struktur yang dievaluasi meliputi penis, skrotum, testes, epididimis, spermatic cord dan
vas deferens, prostate, vesika seminalis dan kelenjar Cowpers. Namun, tidak semuanya dapat dipalpasi dengan mudah.
Pasien juga harus diperiksa apakah seks sekundernya berkembang sesuai dengan usianya, apakah terjadi ginekomastia atau hirsutism. Juga, perlu
diperhatikan apakah terdapat bekas luka pada abdomen atau pangkal paha, diskolorisasi skrotum, testikel yang tidak simetris, dan lokasi maupun
ukuran meatus penis. Pemeriksaan fisik juga dapat menemukan regresi tanda seks sekunder seperti hilangnya rambut dan kemungkinan hilangnya
massa otot. Pasien yang menggunakan steroid dapat memiliki otot rangka yang hipertrofi, jerawat, ginekomastia dan striae yang disertai atrofi
testikular.
Palpasi sangat penting pada pemeriksaan fisik. Tonus otot tunica dartos dapat menentukan ukuran skrotum. Pemeriksaan disarankan dilakukan pada
ruangan yang hangat karena pada lingkungan yang dingin, otot tunica dartos dapat menyebabkan skrotum berkontraksi. Skrotum harus dipalpasi
secara teliti dan menyeluruh serta dikonfirmasi seluruh strukturnya termasuk ukuran dan konsistensinya. Indurasi epididimis kemungkinan dapat
ditemukan selama pemeriksaan fisik. Pasien juga mungkin memiliki testikel yang teraba pada kanalis inguinalis, tidak bisa digerakan ke skrotum atau
bahkan tidak dapat dipalpasi sama sekali. Pemeriksaan fisik dapat menemukan pula ketiadaan vas deferens baik unilateral maupun bilateral atau celah
yang dapat diraba pada vas deferens. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilengkapi dengan pemeriksaan rektal jika ada keluhan ejakulasi.
Varikokel dapat diperbesar ukurannya untuk pemeriksaan dengan melakukan valsava manuver sambil berdiri. Jika varikokel cukup besar, dapat
terjadi pembengkakan skrotum, dengan kebiruan pada kulit skrotum.Varikokel yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan atrofi
testikular. Jika besar, bahkan varikokel dapat nampak pada inspeksi (bag of worms).
2
Jumlah gula (fruktosa) pada sperma akan diukur.Karena fruktosa ditambahkan ke air mani di epididimis, tidak adanya fruktosa menunjukkan bahwa
obstruksi terjadi baik dalam vas deferens atau epididimis. Sebaliknya, jika ada fruktosa dalam air mani tetapi tidak ada sperma, maka saluran dari
epididimis terbuka tetapi ada cacat dalam produksi sperma.
Faktor lain juga dapat diukur:
Hitung sperma. Sebuah jumlah sperma rendah tidak harus dilihat sebagai diagnosis definitif infertilitas melainkan sebagai salah satu indikator
dari masalah kesuburan. Secara umum, jumlah sperma yang normal dianggap 20 juta per mililiter semen.
Motilitas sperma. Motilitas (kecepatan dan kualitas gerakan) dinilai pada 1 4 sistem peringkat. Untuk kesuburan, motilitas harus lebih besar
dari 2.
4
Kelas 1. Sperma bergerak lamban dan membuat sedikit kemajuan. (Sperma yang, pada kenyataannya,
mengumpul mungkin menunjukkan bahwa adanya antibodi terhadap sperma.
Kelas 2. Sperma bergerak maju, tetapi mereka baik sangat lambat atau tidak bergerak dalam garis
lurus.
Kelas 3. Sperma bergerak dalam garis lurus pada kecepatan yang wajar dan dapat menuju telur
dengan akurat.
Kelas 4. Sperma seakurat kelas 3 sperma, tetapi bergerak dengan kecepatan yang sangat cepat.
Morfologi Sperma. Morfologi bentuk dan struktur sperma. Menentukan morfologi sperma sangat penting bagi keberhasilan treatment
kesuburan in vitro fertilization (IVF) dan injeksi sperma intracytoplasmic (ICSI).
Tes Penetrasi Sperma.
Cervical Mucus Penetration Test. Tes post-coital dirancang untuk mengevaluasi efek dari lendir leher rahim wanita pada sperma pria.
Biasanya, seorang wanita diminta untuk datang ke kantor dokter dalam waktu 2 24 jam setelah hubungan seksual di pertengahan siklus (saat ovulasi
seharusnya terjadi). Sebuah sampel kecil dari lendir serviks nya diperiksa di bawah mikroskop. Jika dokter mengamati tidak ada sperma yang masih
hidup atau tidak ada sperma sama sekali, lendir leher rahim kemudian harus dikultur untuk melihat kemungkinan adanya infeksi. Tes ini tidak dapat
mengevaluasi gerakan sperma dari leher rahim ke tuba falopi atau kemampuan sperma untuk membuahi sel telur.
MicroPenetrasi Assay Test. Tes ini memeriksa untuk melihat apakah sperma bisa menembus sel telur hamster. Jika kurang dari 5 20% dari
telur yang menembus, didiagnosis infertilitas.
Pada analisis semen dan sperma, hasilnya dapat disimpulkan normal apabila memenuhi kriteria sebagai berikut.
Volume antara 1,5-5 mililiter tiap ejakulasi
Jumlah sperma antara 20 sampai 150 juta sperma tiap mililiter
Sedikitnya 60% sperma dalam bentuk normal dan menunjukan pergerakan maju yang normal (motilitas)
Namun, nilai normal pada masing-masing laboratorium dapat sedikit berbeda.
C. Pemeriksaan darah:
Pemeriksaan darah untuk menguji fertilitas seorang pria adalah dengan mengukur kadar FSH dan testosteron dalam darah. Pada pria, FSH berperan
dalam spermatogenesis (pembentukan sperma). Sedangkan testosteron berperan dalam spermatogenesis dan stimulasi libido.
Pengujian kadar hormon diindikasikan jika hasil analisis semen menunjukan abnormalitas, terutama jika konsentrasi sperma kurang dari 10 juta per
milimeter atau ada indikasi lain yang mengarah pada kelainan hormonal. Biasanya, uji testosteron dan FSH yang pertama kali diukur. Jika kadar
testosteron rendah, kadar LH diukur.
Rendahnya kadar ketiga hormon tersebut menandakan diagnosis hipogonadotropik hipogonadism. Kadar FSH yang tinggi dengan kadar hormon lain
yang normal mengindikasikan abnormalitas pada inisiasi produksi sperma. Hal tersebut dapat terjadi apabila testikel mengalami defek berat, yang
menyebabkan sindrom sel sertoli, sehingga sel perakit sperma tidak ada.
Kadar FSH normal pada pria adalah sebagai berikut.
4
A. Biopsi testis
Biopsi testis dilakukan untuk melakukan pemeriksaan mikroskopis terhadap jaringan tersebut melalui operasi minor. Akan diambil sampel kecil
jaringan dari salah satu atau kedua testis untuk diperiksa di bawah mikroskop guna mengevaluasi kemampuan reproduksi seorang pria. Meski jarang,
biopsi testis dilakukan untuk membantu menentukan penyebab infertilitas pria. Biopsi testis dilakukan pada kondisi air mani manusia tidak memiliki
sperma sedangkan hasil tes menunjukan bahwa hormonal berada dalam kisaran normal. Biopsi testis juga dapat dilakukan untuk mengambil sperma
untuk fertilisasi in vitro untuk injeksi sperma intracytoplasmic (IVF-ICSI). Namun, biopsi testis tidak dilakukan pada kecurigaan kanker testis karena
cenderung dapat menyebar. Sebagai gantinya dilakukan pemeriksaan USG atau pembedahan terbuka (orchiectomy).
Jika perkembangan sperma normal padahal tes analisis semen menunjukkan sperma berkurang atau tidak ada, dicurigai terjadi penyumbatan tabung
vas deferens dari testis ke uretra. Penyumbatan tersebut biasanya dapat diperbaiki dengan operasi.
8
B. Vasografi
Vasografi bertujuan untuk menilai ada tidaknya sumbatan pada organ reproduksi pria menggunakan sinar-x khusus. Vasografi merupakan gold standar
pemeriksaan obstruksi pada vasa distal serta duktus ejakulatorius. Vasografi tidak hanya sebatas menginjeksikan kontras radiologis pada vas deferens,
melainkan juga mengambil sampel cairan vasa dan memperkirakan resistensi aliran pada injeksi. Saat biopsi testis menunjukan spermatogenesis
yang normal pada individu yang azoospermik, kemungkinan besar terjadi obstruksi. Eksplorasi skrotum dan vasografi dibutuhkan untuk diagnosis
obstruksi tersebut secara akurat. Vasografi dapat menunjukan gambaran vas deferens, vesikula seminalis, dan duktus ejakulatorius sehingga lokasi
sumbatan dapat diketahui.
Penemuan sperma dalam vas deferens dapat mengekslusikan obstruksi epididimis, atau yang berarti juga obstruksi terjadi pada tempat yang lebih
distal atau duktus ejakulatorius. Tekanan resistensi normal standar pada duktus ejakulatorius sebenarnya tidak ada, tetapi penilaian secara subjektif
dengan dikombinasikan vasografi, cukup membantu.
9
10
Eksplorasi pembedahan dengan perbesaran mikroskopik diperlukan untuk melakukan vasografi. Vas deferens dijangkau melalui kulit skrotum, dan
diisolasi untuk mencegah terkelupasnya pembuluh perivasal secara berlebihan Selanjutnya, angiokateter dimasukan secara intralumen dan larutan
media kontras dan carmine indigo diinjeksikan dari testikel menuju kanalis inguinalis. Sesudah vasografi selesai, vas deferens diperbaiki kembali.
Obstruksi pada epididimis hanya dapat dipastikan dengan eksplorasi dan pemeriksaan konten tubular. Melakukan visualisasi epididimis secara
radiografi dapat menyebabkan gangguan pada tubulus epididimis.Lokasi obstruksi pada epididimis hanya bisa ditentukan dengan eksplorasi dengan
mikrosurgery pada epididimis.
9
10
III. c
Pencitraan USG dapat digunakan untuk secara akurat menentukan ukuran testis atau untuk mendeteksi kista, tumor, aliran darah abnormal, atau
varicoceles yang terlalu kecil (meskipun vena kecil mungkin memiliki sedikit efek pada kesuburan). Hal ini juga dapat membantu mendeteksi kanker
testis.
USG dapat menunjukan epididimis, dan vas deferens yang menghubungkan testikel dengan prostat. Sebuah transduser digunakan untuk
mengirimkan gelombang suara ke komputer yang akan mengkonversinya menjadi gambar yang ditampilkan pada monitor. USG dapat digunakan
untuk:
4
I. Pemeriksaan darah:
Ketika ovulasi tidak teratur, tes darah sederhana dilakukan pada berbagai titik dalam siklus menstruasi (hormon yang berbeda puncak pada waktu
yang berbeda) untuk menemukan hormon yang hilang, kurang, atau berlebih. Dengan asumsi panjang siklus 28-hari, pada hari 2 atau 3 siklus, FSH,
LH, dan estradiol (sejenis estrogen) diukur. Lalu, selama fase luteal (dari 22-24 hari), tingkat progesteron diukur. Juga, dilakukan pemeriksaan
gonadotropin-releasing hormone (GnRH) dan kadar androgen. Kadar prolaktin dapat diperiksa setiap saat selama siklus Anda. Tes paling baik
dilakukan di pagi hari, dengan menghindari menyentuh payudara sebelum tes. Menyentuh puting atau payudara Anda, misalnya, dapat menstimulasi
hormon menyebabkan hasil yang tidak akurat.
11
Lutenizing Hormone/LH
Disekresi oleh hipofisis anterior, berperan pada stimulasi pematangan ovum (sel telur) dan ovulasi (pengeluaran sel telur dari ovarium). Kadar LH
normal bagi perempuan biasanya antara 6 dan 30 U / L. Hasil normal untuk pria biasanya antara 7 dan 24 U / L.
Kadar LH abnormal dapat memiliki efek banyak pada kesuburan. Lonjakan LH diperlukan untuk menginduksi ovulasi pada wanita, sehingga kadar
LH rendah dapat mencegah ovulasi. Hal ini akan mencegah kehamilan. Tingginya kadar LH selama waktu yang salah dari siklus Anda juga dapat
berkontribusi pada infertilitas, gangguan menstruasi dan ovulasi.
Prolaktin
Merupakan hormon peptida yang fungsi utamanya adalah pada proses laktasi. Kadar hormon prolaktin yang tinggi dapat menekan FSH. Normalnya,
kadar prolaktin pada hari ketiga siklus adalah <24 ng/ml.
Estradiol
Sebagian besar hormon estradiol diproduksi dan dilepaskan oleh ovarium (indung telur) sehingga pemeriksaan ini dapat menilai fungsi ovarium.
Kadar estradiol normal adalah 25-75 pg/ml pada hari tiga siklus.
Progesteron darah
Hormon yang dihasilkan indung telur ini memegang peranan penting terjadinya pengeluaran sel telur dari indung telur. Tes ini penting bagi wanita
yang mengalami amenore (tidak ada periode) atau amenore kronis. Uji ini dapat menentukan apakah amenore disebabkan oleh kelainan rahim atau
ketidakseimbangan hormon. Kadar progesteron normal pada wanita adalah sebagai fase folikular: 0.3-0.8 ng/ml dan fase luteal 4-20 ng/ml.
Uji yang berkaitan dengan progesteron, salah satunya adalah progresteron withdrawal test. Progesteron diberikan secara oral atau suntikan untuk
menginduksi withdrawal bleeding. Jika, perdarahan muncul, masalah terletak pada salah satu hormon.
11
13
Pemeriksaan dengan USG dapat menentukan ada atau tidaknya kelainan uterus (rahim) , saluran telur, serta ovarium (indung telur). USG standar saat
ini adalah USG vaginal dan digunakan untuk mendapatkan gambaran organ pelvis. Gambaran yang didapatkan lebih jelas dan tajam karena lebih
dekat dengan struktur pelvis. Meskipun dapat melihat fibroid, kista ovarium dan kehamilan ektopik, USG tidak cukup bagus untuk menilai normal
tidaknya tuba.
Scan ovulasi dapat untuk menentukan secara akurat kapan telur matang dan kapan ovulasi. Pada kasus infertilitas, scan harian dilakukan untuk
melihat pertumbuhan folikel, yang akan nampak gelembung-gelembung hitam . Selain itu, dengan USG didapatkan juga gambaran ketebalan
endometrium. Folikel yang matang akan menghasilkan estrogen yang menyebabkan penebalan endometrium. Dengan begitu, dapat diperkirakan juga
sebeerapa banyak estrogen yang dihasilkan berdasarkan ketebalan endometrium pada scan USG.
Salah satu hal yang sering ditemukan pada pemeriksaan USG adalah kista ovarium. Kista merupakan pengumpulan cairan yang dikelilingi dinding
tebal yang berkembang di ovarium. Kista ovarium biasanya fungsional dan menghilang dengan sendirinya. Contoh kista yang fungsional adalah kista
korpus luteum ketika korpus luteum terisi darah. Kista fungsional normalnya menghilang dalam 60 hari tanpa perawatan. Jika lebih dari 6 cm atau
tetap ada dalam 6 minggu atau lebih, harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Kondisi kista yang patologis contohnya adalah penyakit polikistik
ovarian, kista endometriotik atau tumor ovarium.
13
VII. Hysterosalpingogram/HSG
HSG dilakukan untuk mengevaluasi kondisi rahim dan tuba fallopi. Cairan disuntikkan ke dalam rahim, kemudian diperiksa dengan menggunakan
sinar X untuk mengetahui apakah rongga normal serta memastikan cairan dapat melalui tuba fallopi. Penyumbatan sering dapat ditemukan dan dapat
dikoreksi dengan operasi. Jika hasilnya menunjukkan penyumbatan, tes mungkin perlu diulang. Dalam kasus penyumbatan, hysterosalpingography
dapat mengungkapkan sejumlah kondisi, termasuk polip endometrium, tumor fibroid, atau kelainan struktural dari rahim dan saluran.
14
VIII.Hysteroscopy
Digunakan untuk menilai bagian dalam dari uterus. Histeroskopi adalah prosedur yang dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan endometriosis,
fibroid, polip, jaringan parut panggul, dan penyumbatan pada ujung tuba falopi. Beberapa kondisi ini dapat diperbaiki selama prosedur dengan
memotong setiap jaringan parut yang mengikat organ-organ dapat bersama-sama atau dengan menghancurkan implan endometrium.
Prosedur ini menggunakan tabung fleksibel panjang yang disebut hysteroscope, yang dimasukkan ke dalam vagina, melalui leher rahim untuk
mencapai rahim. Sebuah sumber cahaya serat optik dan kamera kecil di tabung memungkinkan dokter untuk melihat rongga. Rahim diisi dengan
garam atau karbon dioksida untuk mengembangkan rongga rahim dan memberikan tampilan yang lebih baik. Hal ini sering menyebabkan kram.
Ada resiko kecil dari perdarahan, infeksi, dan reaksi terhadap anestesi. Banyak pasien mengalami ketidaknyamanan sementara di bahu setelah operasi
karena residu karbon dioksida yang memberikan tekanan pada diafragma.
IX.Laparoscopy
Pemeriksaan ini lebih invasif dan hanya dilakukan bila pemeriksaan sebelumnya menunjukan kelainan pada organ tertentu (misalnya ovarium) atau
bila penyebab infertilitas tidak dapat ditemukan. Pemeriksaan ini dilakukan di bawah anestesi umum. Prosedur ini dilakukan dengan membuat
sayatan kecil (8 hingga 10 milimeter) di bawah pusar dan memasukkan perangkat tipis untuk memeriksa saluran tuba, indung telur dan rahim.
Masalah yang paling umum yang diidentifikasi dengan laparoskopi adalah endometriosis dan jaringan parut. Juga, dapat dideteksi penyumbatan atau
penyimpangan pada saluran tuba dan rahim. Laparoskopi biasanya dilakukan secara rawat jalan.
14