Anda di halaman 1dari 21

Makalah PBL

Blok 20
UROGENITAL II

Putri Bunga Cinta Agustin Tanamal


10-2011-235

Fakultas Kedokteran
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
2011

Pendahuluan
Glomerulonefritis akut adalah proses keradangan akut pada glomeruli akibat reaksi
imunologis terhadap bakteri atau virus tertentu. Glomerulonefritis merupakan penyebab
utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak
maupun pada dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab
yang tidak jelas dan sebagian besar tampak bersifat imunologis. Glomerulonefritis
menunjukkan kelainan yang terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur jaringan ginjal
yang lain seperti misalnya tubulus, jaringan interstitial maupun sistem vaskulernya.
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini
adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus,
bukan pada struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan
ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam gromerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria
dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromerulus, tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal.
Anamnesis
Merupakan komunikasi antara dokter dan pasien atau pengantar pasien untuk
mengetahui keluhan utama riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan
riwayat penyakit dalam keluarganya.
Anamnesis tentang penyakit pasien diawali dengan menanyakan identitas dan
keluhan utama. Perlu diperhatikan bahwa keluhan utama tidak selalu merupakan keluhan
yang pertama disampaikan orang tua anak; hal ini terutama pada orangtua yang
pendidikannya rendah, sehingga kurang dapat mengemukakan esensi masalah.1 Saat
menduga adanya penyakit ginjal, hal-hal yang perlu diketahui adalah:
1. Riwayat keluarga mengenai penyakit kandung kemih, nefritis herediter, dialisis, atau
transplantasi ginjal.
2. Riwayat penyakit akut maupun kronik sebelumnya atau dulu, misalnya infeksi saluran
kemih (ISK/UTI), faringitis, impetigo atau endokarditis.
3. Rash dan nyeri pada sendi (artritis).
4. Pertumbuhan yang terlambat atau gagal tumbuh.
5. Adanya poliuria, polidipsi, enuresis, frekuensi berkemih, atau disuria.
2

6.
7.
8.
9.

Dokumentasi tentang hematuria, proteinuria, atau perubahan warna pada urin.


Nyeri (di abdomen, costovertebra angle (CVA) atau panggul) atau trauma.
Peningkatan berat badan yang tiba-tiba, edema.
Pemakaian obat dan paparan toxin.2
Berdasarkan skenario, anamnesisnya:

Anak laki-laki umur 6 tahun


Bengkak pada kedua kelopak mata setelah bangun tidur
Sakit saat menelan dan disertai demam 2minggu yang lalu.

Pemeriksaan Pasien
A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis anak harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum,
yang mencakup kesan keadaan sakit, kesadaran, dan kesan status gizi. Dengan penilaian
keadaan umum ini akan diperoleh kesan apakah pasien distres akut yang memerlukan
pertolongan segera, atau pasien dalam keadaan yang relatif stabil sehingga pertolongan
dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisis lengkap.3
Setelah keadaan umum, hal kedua yang dinilai adalah tanda vital, yang mencakup
nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu. Penilaian nadi harus mencakup frekuensi atau
laju nadi, irama nadi, isi atau kualitas serta ekualitas nadi. Normal laju nadi pada anak
berumur 2-10 tahun adalah 70-110/menit dalam keadaan bangun.
Tekanan darah, idealnya diukur pada keempat ekstremitas. Pemeriksaan pada satu
ekstremitas dapat dibenarkan, apabila pada palpasi teraba denyut nadi yang normal pada
keempat ekstremitas (nadi pada ekstremitas dari a.brachialis atau a.radialis dan nadi
pada ekstremitas bawah a.femoralis atau a.dorsalis pedis). Pada pengukuran hendaknya
dicatat keadaan pasien saat tekanan darah diukur. Tekanan darah normal pada anak
berumur 5-10 tahun adalah 100/60 mmHg. Tekanan darah sistolik dan diastolik meninggi
pada pelbagai kelainan ginjal (hipertensi renal) baik kelainan reno-parenkim seperti,
glomerulonefritis, pielonefritis, kadang-kadang sindroma nefrotik, maupun kelainan renovaskular, seperti penyempitan a.renalis. 2

Pemeriksaan pernapasan mencakup laju pernapasan, irama atau keteraturan,


kedalamam dan pola pernapasan. Laju pernapasan normal pada anak berusia 5-9 tahun
adalah 15-30/menit.
Hal yang ketiga adalah data antropometrik, mencakup berat badan, tinggi badan,
dan rasio berat badan menurut tinggi badan. Kemudian berlanjut pada pemeriksaan fisis
lengkap. Aspek penting pada pemeriksaan fisik anak dalam menduga penyakit ginjal
yaitu : 2
o Mengetahui tinggi dan berat badan anak
o Saat inspeksi terlihat adanya lesi pada kulit, kepucatan, edema dan kelainan
tulang
o Anomali pada organ telinga, mata dan genitalia externa mungkin saja terjadi pada
penyakit ginjal
o Pengukuran tanda vital Tekanan darah harus diukur dengan manset yang
berada pada 2/3 lengan atas anak, dan denyut perifer dapat diraba
o Palpasi abdomen dengan perhatian yang tertuju pada ginjal, massa abdomen, otot
abdomen, dan adanya asites

B. Pemeriksaan Penunjang
Pada penderita glomerulonefritis akut dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium
untuk menunjang diagnosis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut ini
: 2,4
Pemeriksaan urinalisis dilihat dari segi makroskopis, mikroskopis dan kimia urin
pada glomerulonefritis poststreptococcal sering didapatkan hematuria makroskopis,
jumlah urin berkurang, berat jenis urin meninggi, ada proteinuria (albuminuria +),
eritrosit (+), leukosit (+), dan sedimen urin berupa silinder leukosit, eritorsit, hialin,
dan berbutir.
Leukosit PMN (Polymorphonuclear) dan sel epitel renal biasanya ditemukan pada
pasien glomerulonefritis post streptococcal pada fase awal.
Penentuan titer ASTO (Antibody terhadap Streptolisin O) mungkin kurang membantu
karena titer ini jarang meningkat beberapa hari pasca infeksi streprococcus, terutama
yang kena di kulit (impetigo). Penentuan titer antibody tunggal yang paling baik

untuk

glomerulonefritis

post

streptococcal

adalah

dengan

Tes

antideoksiribonuklease B, yakni mengukur titer terhadap antigen DNAse B.


Uji Streptozime yang merupakan suatu prosedur agglutination slide yang mendeteksi
antibody terhadap streptolisin O, DNAse B, hialuronidase, streptokinase dan
NADase.
Darah lengkap untuk mengetahui kadar protein darah (albumin serum rendah),
kreatinin serum (meninggi), ureum serum, elektroilit (hiperkalemia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia), pH darah (asidosis), eritrosit, leukosit, trombosit, dan Hb (menurun).
Kadar LED meninggi.
Kadar komplemen C3, pada pasien glomerulonefritis pascastreptococcus didapatkan
90% kadar komplemen C3 rendah. Kadar ini diperiksa sejak 2 minggu pertama sakit.

Pemeriksaan Patologi
Informasi histologis sangat berharga untuk diagnosis, perawatan, dan prognosis.

Evaluasi memuaskan dari jaringan ginjal memerlukan pemeriksaan oleh cahaya,


immunofluorescence, dan mikroskop elektron. Ketika biopsi diantisipasi, konsultasi
kepada nefrologist anak harus dilakukan. Pada anak-anak, biopsi prercutaneous ginjal
dengan jarum merupakan prosedur biopsi yang berisiko rendahmenghindari risiko atau
anestesi umumketika dilakukan oleh seorang dokter berpengalaman. Sebaiknya,
seorang ahli bedah yang melakukan prosedur biopsi jika operasi eksposur dari ginjal
diperlukan, jika terdapat faktor risiko yang meningkat (misalnya gangguan pendarahan),
atau jika biopsi "baji" lebih disukai.
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik
perdarahan pada korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena,
sehingga dapat disebut glomerulonefritis difusa.
Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan
lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi
sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan
mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat
gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama,
komplemen dan antigen Streptococcus.

Gambar 1. Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20


Keterangan gambar :Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya
(hematosylin dan eosin dengan pembesaran 25). Gambar menunjukkan
pembearan

glomerular

yang

membuat

pembesaran

ruang

urinary

dan

hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi
lekosit PMN

Gambar 2. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40

Gambar 3.Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron


Keterangan gambar :
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar menunjukan
proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang
bergabung dnegan deposit electron di subephitelia.(lihat tanda panah)

Gambar 4. Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi


Keterangan

gambar

:Gambar

diambil

dengan

menggunakan

mikroskop

immunofluoresensi dengan pembesaran 25. Gambar menunjukkan adanya


deposit immunoglobulin G (IgG) sepanjang membran basalis dan mesangium
dengan gambaran starry sky appearence.5,6

Working Diagnosis : Glomerulonefritis Akut


Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus (GNAPS)
adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman
streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering
mengenai anak-anak.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau
virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis
merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang
mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme
imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi
klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan
prognosis.2,4,7
Differential Diagnosis
1) NEFRITIS HEREDITER (SINDROM ALPORT)

Nefritis herediter biasa disebut sebagai sindrom Alport merupakan penyakit glomerulus yang
progresif terutama pada laki-laki sering disertai gangguan saraf pendengaran dan pengelihatan.
PEMERIKSAAN
1. urinalisis analisis air kemih
2. Pemeriksaan audiometri menunjukkan adanya ketulian
3. Biopsi ginjal meunjukkan glomeulonefritis kronis

dengan gambaran yang khas untuk

sindroma alport
DIAGNOSIS
Adanya riwayat penyakit ginjal disertai gangguan pendengaran pada anggota keluarga
merupakan tuntutan untuk mencurigai sindrom Alport. Hal ini dihubungkan dengan adanya
hematuria glomerulus persisten. Pada biopsi ginjal ditemukan adanya kelainan MBG.
Perkembangan klinis menuju pada progresivitas penyakit ginjal kronis serta bila mungkin tes
genetika adanya mutasi gen COL4A5, COL4A3,COL4A4.
GAMBARAN KLINIK
Biasanya manifestasi klinis berupa hematuria asimtomatik, jarang terjadi gross hematuri,
terjadi pada usia muda, mikrohematuri persisten sering terjadi terutama pada anak laki-laki. Pada
tahap awal biasanya kreatinin serum dan tekanan darah tidak mengalami perubahan, tetapi
dengan berjalannya waktu fungsi ginjal mengalami penurunan secara progresif yang ditandai
dengan proteinuria yang semakin persisten dan menjadi gagal ginjal tahap akhir pada usia 16
sampai 35 tahun. Variasi gambaran klinis ditentukan oleh besarnya mutasi genetik.
Gangguan eksternal yang paling sering didapati adalah hilangnya pendengaran, dimulai
dengan hilangnya kemampuan mendengarkan nada-nada tinggi dan akhirnya hilang kemampuan
mendengar percakapan normal. Pada mata dijumpai gangguan berupa kurangnya kemampuan
lengkung lensa mata ( anterior lenticonus), bintik putih atau kuning di daerah perimakular retina,
kelainan kornea berupa distrofi polimorfis posterior dan erosi kornea, dan berakhir dengan
mundurnya ketajaman penglihatan. Megatrombsitopenia dapat ditemukan pada tipe autosomal
dominant.1
8

GAMBARAN PATOLOGI
Biopsi ginjal yang dilakukan selama usia dekade pertama dapat menunjukkan sedikit
perubahan bila dilihat dengan mikroskop cahaya. Nantinya, pada glomerulus dapat terjadi
proliferasi mesangium dan penebalan dinding kapiler, menimbulkan sklerosis glomerulus
progresif. Atrofi tubulus, radang dan fibrosis interstitial, dan sel busa ( sel tubulus atau interstitial
penuh-lipid nonspesifik) terjadi jika penyakitnya menjelek. Pemeriksaan imunopatologi biasanya
negatif.2
Pada

kebanyakan

penderita,

pemeriksaan

mikroskop

elektron

menunjukkan

penebalan,penipisan, perobekan, dan pelapisan membrana basalis glomerulus dan tubulus, tetapi
lesi ini tidak spesifik untuk sindroma Alport dan mungkin tidak ditemukan pada keluarga tertentu
yang mempunyai manifestasi klinis khas sindrom ini.
ETIOLOGI
Ini adalah beberapa tipe nefritis herediter yang paling sering. Ada variabilitas yang mencolok
pada tanda klinis, riwayat alamiah, kelainan histologis, dan pola genetik. Sejak tahun 1980 dapat
dibuktikan bahwa kelainan Sindrom Alport terletak pada membrana basalis glomerulus (MBG)
akibat mutasi genetik pada collagen protein family tipe IV. Secara genetik merupakan penyakit
heterogenetik dengan x-linked inheritance, baik autosomal dominant variants maupun autosmal
recessive. Pada autosomal recessive sindrom Alport, mutasi berasal dari gen COL4A3, COL4A4,
atau COL4A6.
PATOGENESIS
MBG awalnya normal lalu mengalami perubahan menjadi bilaminer lalu multiminer dan
akhirnya mendesak lengkung kapiler glomerulus, glomerulus menjadi sklerotik, tubulus
mengalami atrofi, interstisium mengalami fibrosis. Dengan pemeriksaan antibodi monoklonal
dapat diketahui bahwa COL4A3,4, dan 5 terdistribusi secara normal pada MBG, kapsul bowman
dan juga pada membran basalis distal collecting tubule, serta pada membran-membran di koklea
mata, dengan demikian kerusakan yng terjadi pada organ tersebut mempunyai persamaan proses.
KOMPLIKASI

Jika fungsi ginjal memperburuk, hipertensi, infeksi saluran kencing, dan manifestasi
kegagalan ginjal kronis dapat muncul, ESRD.

2) SINDROM NEFROTIK
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuri
masif, hipoalbuminemi, edema, hiperlipidemi, lipiduri dan hiperkoagulabilitas yang disebabkan
oleh kelainan primer glomerulus dengan etiologi yang tidak diketahui atau berbagai penyakit
tertentu.
PEMERIKSAAN
1. urinalisis analisis air kemih
2. Pemeriksaan kolestrol serum, albumin serum, trigliserida serum,
3. Biopsi ginjal meunjukkan gambaran yang khas untuk sindroma nefrotik (histopatologi)
DIAGNOSIS
Diagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium berupa
proteinuri masif (> 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemi (<3 g/dl), edema,
hiperlipidemi, lipiduri dan hiperkoagulabilitas.

GAMBARAN KLINIK
Manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom
nefrotik di mana edema timbul secara lambat sehingga keluarga mengira anak bertambah gemuk.
Pada fase awal edema sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah
yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbital, skrotum atau labia).
Edema bersifat pitting semakin lama, edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka) yang
disertai kenaikan berat badan, timbul ascites dan/atau efusi pleura, penurunan curah urin. Edema
berkumpul pada tempat-tempat tergantung dan dari hari ke hari tampak berpindah dari muka dan
punggung ke prut, perineum, dan kaki.
10

GAMBARAN PATOLOGI
Tabel 3. Pemeriksaan Patologi pada Bentuk-Bentuk Sindrom Nefrotik8
Pemeriksaan

Sindrom nefrotik

Glomerulonefritis

Mikroskop biasa

kelainan minimal
Glomerulus terlihat

proliferatif
Peningkatan sel

segmental
Glomerulus

normal atau

mesangial yang difus

memperlihatkan

peningkatan minimal

dan matriks

proliferasi mesangial dan

pada sel mesangial


Mikroskop

dan matrixnya
Negatif

Glomerulosklerosis fokal

jaringan parut segmental


memperlihatkan jejak

adanya IgM dan C3 pada

immunoflourescence

1+ IgM mesangial

area yang mengalami

Mikroskop elektron

memperlihatkan

dan/atau IgA.
peningkatan dari sel

sclerosis.
jaringan parut segmental

hilangnya epithelial

mesangial dan matriks

pada glomerular tuft

cell foot processes

diikuti dengan

disertai dengan

(podosit) pada

menghilangnya sel

kerusakan pada lumen

glomerulus.

podosit.

kapiler glomerulus.

ETIOLOGI
Sebab pasti belum diketahui; akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit auto imun. Jadi
merupakan suatu antigen-antibodi. Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu

PATOGENESIS
Proses awal adalah kerusakan dinding kapiler glomerulus yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas terhadap protein plasma. Dinding kapiler glomerulus, endotel, membran basal
glomerulus, dan sel epitelnya berfungsi sebagai sawar yang harus dilalui oleh filtrat glomerulus.
11

Setiap peningkatan permeabilitas akibat perubahan struktur atau fisikokimia memungkinkan


protein lolos dari plasma ke dalam filtrat glomerulus. Hal ini dapat menyebabkan proteinuria
masif. Pada protinuria yang berlangsung lama atau berat, albumin serum cenderum menurun
sehingga terjadi hipoalbuminemia,dan terbaliknya rasio albumin-globulin.2
Edema generalisata pada sindrom nefrotik disebabkan oleh penurunan tekanan osmotik
karena hipoalbuminemia dan retensi primer garam dan air oleh ginjal. Karena cairan keluar dari
pembuluh darah dan masuk ke dalam jarinngan, volume plasma menurun sehingga filtrasi
glomerulus berkurang. Sekresi kompensatorik aldosteron, bersama dengan penurunan GFR dan
penurunan sekresi peptida natriuretik, mendorong retensi garam dan air oleh ginjal sehingga
edema menjadi semakin parah. Dengan berulangnya rangkaian kejadian ini, dapat terjadi
penimbulan cairan dalam jumlah sangat besar yang disebut dengan edema anasarka.2
Penyebab hiperlipidemia masih belum jelas. Diperkirakan hipoalbuminema memacu peningkatan
sintesis lipoprotein dalam hati.

KOMPLIKASI
Komplikasi tersering yang terjadi adalah infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang
disebabkan oleh streptococcus, staphylococcus; bronchopneumonia dan tuberculosis.

Etiologi Glomerulonefritis Akut


Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran
pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe
1, 4,12,18,25,49 dan 57. Jenis tertentu memang bersifat nefritogenik. Penykit glomerulonefritis
ini dapat timbul 3 minggu setelah infeksi kuman streptokokus. Pada 23% dari anak-anak yang
terkena infeksi kulit oleh streptokokus tipe 49 terkena nefritis dan hematuria. Infeksi kuman
streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska
streptokokus berkisar 10-15%.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya
GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis
12

akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab
lain diantaranya:
1. Bakteri :

streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,

Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi


2. Virus

hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis

epidemika dl
3. Parasit

: malaria dan toksoplasma 1,10

Streptokokus
Streptokokus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1miro meter. Dalam bentuk rantai yang
khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai. Streptokokus pathogen jika ditanam dalam
perbenihna cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah
kokus atau lebih.
Streptokokus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah positif gram, tetapi varietas
tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang negative gram. Pada
perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah berumur beberapa hari dapat
berubah menjadi negative gram. Tidak membentuk spora, kecuali beberapa strain yang hidup
saprofitik. Geraknya negative. Strain yang virulen membuat selubung yang mengandung
hyaluronic acid dan M type specific protein. Jika pada perbenihan biasa, kuman ini
pertumbuhannya akan kurang subur jika tidak ditambahkan darah atau serum. Kuman ini tumbuh
baik pada pH 7,4-7,6, suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 37oC.3,11

13

Epidemologi Glomerulonefritis Akut


Glomerulonefritis akut pasca streptokok yang klasik terutama menyerang anak dan orang dewasa
muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin berkurang. Pria lebih sering terkena
daripada wanita. Dengan perbandingan pria dan wanita 2:1. Lebih sering pada musim dingin dan
puncaknya pada musim semi. Paling sering pada anak-anak usia sekolah. Suku atau ras tidak
berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang
yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.12

Faktor Risiko

Diabetes adalah penyakit dimana tubuh kita tidak memproduksi cukup insulin atau tidak
bisa menggunakan insulin secara normal dan memadai. Hal ini meningkatkan kadar gula
di dalam darah, yang bisa menyebabkan masalah pada banyak organ tubuh Kita. Diabetes

adalah penyebab yang terdepan dari penyakit ginjal.


Tekanan darah tinggi adalah penyebab umum lain dari penyakit ginjal dan komplikasikomplikasi lain seperti serangan jantung dan stroke. Tekanan darah tinggi terjadi ketika
desakan darah pada dinding arteri bertambah. Ketika tekanan darah tinggi terkontrol,
resiko komplikasi seperti penyakit ginjal kronis dengan sendirinya akan menurun.

14

Infeksi-infeksi saluran kemih terjadi ketika kuman-kuman memasuki saluran kemih dan
menimbulkan gejala-gejala seperti rasa sakit atau rasa terbakar ketika buang air kecil dan
keinginan berkemih yang lebih sering. Infeksi-infeksi ini paling sering berakibat pada
kandung kemih, tetapi kadang-kadang menyebar keginjal-ginjal, dan bisa menyebabkan

demam dan rasa sakit pada bagian belakang.


Penyakit-penyakit bawaan juga dapat mempengaruhi ginjal. Hal ini biasanya berupa
masalah yang terjadi dalam saluran kemih ketika bayi tumbuh dalam kandungan ibunya.
Satu hal yang paling umum terjadi ialah ketika mekanisme seperti keran diantara
kandung kemih dan saluran kencing gagal bekerja dengan baik dan menyebabkan urine
tertarik kembali keginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan memungkinkan terjadinya

kerusakan ginjal.
Toksin dan obat-obatan bisa juga menyebabkan masalah-masalah ginjal. Penggunaan
dalam jumlah besar obat penghilang rasa sakit dalam waktu yang panjang dapat
membahayakan ginjal. Pengobatan tertentu, toksin, pestisida dan obat-obatan jalanan
seperti heroin bisa juga mengakibatkan kerusakan ginjal.13

Patogenesis Glomerulonefritis Akut


Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu
antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur membran plasma
sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi
kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran
basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik
leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan
enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon
terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan
selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan
protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal,
mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi
inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk
granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya
glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN. Penyakit ini merupakan
reaksi hypersensitivity tipe 3.5,8,10,12
15

Manifestasi Klinik Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut


Gejala klinis glomerulonefritis akut sangat bervariasi, dari keluhan-keluhan ringan atau tanpa
keluhan sampai timbul gejala-gejala berat dengan bendungan paru akut, gagal ginjal akut, atau
ensefalopati hipertensi.
Kumpulan gambaran klinis yang klasik dari glomerulonefritis akut dikenal dengan sindrom
nefritik akut. Bendungan paru akut dapat merupakan gambaran klinis dari glomerulonefritis akut
pada orang dewasa atau anak yang besar. Sebaliknya pada pasien anak-anak, ensefalopati akut
hipertensif sering merupakan gambaran klinis pertama. 6,8,10,12
1. Infeksi Streptokok
Riwayat klasik didahului (10-14 hari) oleh faringitis, tonsilitis atau infeksi kulit
(impetigo). Data-data epidemiologi membuktikan, bahwa prevalensi glomerulonefritis
meningkat mencapai 30% dari suatu epidemi infeksi saluran nafas. Insiden
glomerulonefritis akut pasca impetigo relatif rendah, sekitar 5-10%.
2. Gejala-gejala umum
Glomerulonefritis tidak memberikan keluhan dan ciri khusus. Keluhan-keluhan
seperti anoreksia, lemah badan, tidak jarang disertai panas badan, dapat ditemukan pada
setiap penyakit infeksi.
3. Keluhan saluran kemih
Hematuria makroskopis (gross) sering ditemukan, hampir 40% dari semua pasien.
Hematuria ini tidak jarang disertai keluhan-keluhan seperti infeksi saluran kemih bawah
walaupun tidak terbukti secara bakteriologis.
4. Hipertensi
Hipertensi sistolik dan atau diastolik sering ditemukan hampir pada semua pasien.
Hipertensi biasanya ringan atau sedang, dan kembali normotensi setelah terdapat diuresis
tanpa pemberian obat-obatan antihipertensi. Hipertensi berat dengan atau tanpa
esefalopati hanya dijumpai pada kira-kira 5-10% dari semua pasien.
5. Oedem dan bendungan paru akut
Hampir semua pasien dengan riwayat oedem pada kelopak mata atau pergelangan
kaki bawah, timbul pagi hari dan hilang siang hari. Bila perjalanan penyakit berat dan
progresif, oedem ini akan menetap atau persisten, tidak jarang disertai dengan asites dan
efusi rongga pleura.
16

Penatalaksanaan Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut


Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
Tatalaksana non-medikamentosa
1. Tirah baring mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8
minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu
dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1
g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan
biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan
IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi seperti natrium.
3. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan
lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif dan tranfusi tukar). Bila prosedur di
atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena
pun dapat dikerjakan dan ada kalanya menolong juga.
4. Lakukan follow up pasien selama periode penyembuhan (konvalesens) 12 minggu.
Jika setelah periode ini ternyata GFR masih rendah dan masih ada proteinuria serta
C3 tetap rendah maka diindikasikan untuk biopsy ginjal. 7,12

Tatalaksana medikamentosa
1.

Pemberian

penisilin

pada

fase

akut.

Pemberian

antibiotika

ini

tidak

mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya


infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan
17

hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya
sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen
lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika
alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 dosis.
2.
Pengobatan terhadap hipertensi meliputi pemberian vasodilator ( hidralazine 0,1
3 mg/kgbb tiap 4-6 jam ), beta blocker ( propanolol dosis awal 0,5 mg/kgbb/hari )
converting enzyme inhibitor ( reserpin 0,02 mg/kgbb/hari ).
3.
Pengobatan diuretika dengan hidrochlorotiazide 1-2

mg/kgbb/hari,

dan

furosemide 1-5 mg/kgbb/hari 3,4


4.
Penanganan hiperkalemia dapat diberikan diuretic (yang membuang kalium) atau
Ca gluconas 10% (100-200 mg/kg i.v selama 10-15 menit). Untuk Asidosisnya dapat
diterapi dengan pemberian Na-bicarbonat (2-3 mEq/kgBB) dan retriksi garam. Untuk
hipokalsemia dapat diberikan Ca gluconas 10% (100-200 mg/kg i.v selama 3-4 jam,
diteruskan dengan per oral 10-20 mg/kgBB/hari) dan untuk hiperfosfatemia dapat
dengan retriksi intake fosfat.2,4

Komplikasi Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut


Oligouria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari.

Terjadi sebagai akibat

berkurangnya filtrasi glomerolus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperfosfatemia, hiperkalemia, dan hidremia. Walaupun oligouria atau anuria yang lama jarang
terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialisis (bila perlu).
Ensefalopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi basah, kardimegali, dan
meningkatnya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga

18

disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping eritropoetik yang
menurun.1,2,12
Prognosis Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut pasca streptokok pada anak-anak mempunyai prognosis baik,
penyembuhan sempurna dapat mencapai 99% dan kematian kurang dari 1%. Penyembuhan
sempurna pada pasien dewasa mencapai 80-90%, meninggal selama fase akut 0-5%, terjun
menjadi sindrom RPGN 5-10%, dan menjadi kronis 5-10%.
Tanda-tanda prognosis buruk bila oliguria atau anuri berlangsung beberapa minggu,
penurunan LFG, hipokomplemenemi menetap, kenaikan konsentrasi circulating fibrinogenfibrin complexes, dan kenaikan konsentrasi Fibrin Degradation Product (FDP) dalam urin.

Pencegahan Pasien dengan Gejala Glomerulonefritis Akut


Saat ini tidak ada strategi pencegahan yang baik untuk menghindari perkembangan
glomerulonefritis .Deteksi dini ditambah intervensi merupakan pilihan terbaik yang tersedia saat
ini. Kontrol tekanan darah yang baik dan menghindari kerusakan ginjal lebih lanjut melalui
kontrol cairan dan elektrolit, bersama dengan manajemen nutrisi, akan mengurangi morbiditas
terkait dengan glomerulonefritis. Manajemen medis cepat dan tepat juga membantu mengurangi
angka kesakitan dan kematian yang terkait dengan glomerulonefritis.
Terapi antibiotik sistemik pada awal infeksi streptococcus tenggorokan dan kulit tidak akan
menghilangkan resiko glomerulonefritis. Anggota keluarga dengan lomerulonefritis akut harus
dibiak untuk streptococcus beta hemolitikus grup A dan diobati jika biakan positif. 7

19

Daftar Pustaka
1. Abdoerrachman MH, Affandi MB, Agusman S, et al. Glomerulonefritis akut. In: Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI;2007.h.835-9.
2. Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH.[et al].
Diagnosis Fisis pada Anak. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2003.h.270-89.
3. Jawetz, Melnick, & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Ed ; 23. Jakarta. 2007.
4. Markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P. Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2009.h.274-81.
5. Price, Sylvia A. Patofisiologi. Konsep klinis proses-proses penyakit. ed 6, vol 2. EGC :
Jakarta. 2006
6. Travis LB. Glomerulonefritis akut pascainfeksi. In: Buku Ajar Pediatri Rudolph. 20th ed,
2nd vol. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2007.p.1487-96, 1510.
7. Noer MS . Glomerulonefritis. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Buku
Ajar

Nefrologi

Anak.

2nd

Ed.

Jakarta

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Indonesia;2002.p.323-61.
8. Wilson LM. Glomerulonefritis. In: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
6th ed, 2nd vol. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.p.924-7.
9. Sindroma

nefrotik.

Edisi

25

agustus

2011.

Diunduh

dari

http://turunberatbadan.com/2291/sindrom-nefrotik/ , 16 Augustus 2014.


10. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Glomerulonefritis akut.Jakarta:infomedika;
2006.h.835-39
11. Staf Pengajar Fakultas Kedokteran universitas Indonesia.Mikrobiologi kedokteran. Edisi
4. Jakarta: Bagian Mikrobiologi FKUI;2002.h.112-20.
12. Nelson. Ilmu kesehatan anak. Vol 3 Ed 15. Glomerulonefritis akut pasca streptokokus.
Jakarta: EGC;2001.h. 1813-14
13. Travis LB. Glomerulonefritis akut pascainfeksi. In: Buku Ajar Pediatri Rudolph. 20th ed,
2nd vol. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2007.p.1487-96, 1510.
20

14. Nefropati IgA Idiopatik. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-5.Jakarta:Interna
Publishing;2009.hal 992-995.
15. Dr. M.S. Markum, Dr. Suhardjono, Dr. Endang Susalit, Dr. Jose Roesma. Nefropati
Imunoglobulin A. Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: PT. Kalbe Farma; 2000
16. Nefritis Herediter. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-5.Jakarta:Interna
Publishing;2009.hal 997-998.
17. Waldo E.Nelson.Neloson : Ilmu Kesehatan Anak vol.3. Edisi ke-15.Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2000.hal.1810-12.
.

21

Anda mungkin juga menyukai