KONSTRUKSI
Aspek Keselamatan Kerja dan Permasalahannya di
kegiatan Konstruksi
Disusun oleh :
Nama
NIM
Jurusan/Kls
: Erwin Baidhowi
: C.131.13.0061
: Teknik Sipil/B (Sore)
UNIVERSITAS SEMARANG
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Industri konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian
rangkaian kegiatan yang mendukung kegiatan konstruksi dimulai dari
penyediaan barang/material keperluan pekerjaan konstruksi sejak
pabrikan, suplai/pasokan (delivery) hingga ke pelaksanaan pekerjaan
konstruksi yang mencakup kegiatan : sipil, arsitektural, mekanikal,
elektrikal dan tata lingkungan masing- masing beserta
kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk
fisik lainnya sesuai dengan yang direncanakannya Pekerjaan
konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan
perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang
mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata
lingkungan masing masing beserta kelengkapannya, untuk
mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain Kegiatan
Konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan namun
dalam kegiatan konstruksi kecelakaan konstruksi relatif tinggi
dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Kegiatan konstruksi
menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan antara lain
yang menyangkut aspek keselamatan kerja dan lingkungan. Kegiatan
proyek konstruksi memiliki Karakteristik antara lain : bersifat sangat
kompleks, multi disiplin ilmu, melibatkan banyak unsur tenaga kerja
kasar dan berpendidikan relatif rendah, masa kerja terbatas,
intensitas kerja yang tinggi, tempat Kerja (terbuka, tertutup, lembab,
kering, panas, berdebu, kotor), menggunakan peralatan kerja
beragam, jenis, teknologi, kapasitas dan beragam berpotensi
bahaya, mobilisasi yang tinggi, peralatan, tenaga kerja, material dll
BAB 2
PEMBAHASAN
Kegiatan atau tahapan kerja pada bidang konstruksi meliputi :
a. Tahap Pra Konstruksi
Suatu tahapan kegiatan sebelum kegiatan pembangunan
dilaksanakan. Pada tahap ini kegiatan yang dilaksanakan meliputi
kegiatan survey pendahuluan dan kegiatan pembebasan lahan,
apabila belum tersedia lahan untuk kegiatan pembangunan. Apabila
di lokasi rencana pembangunan terdapat banyak permukiman
penduduk, maka perlu dilakukan kegiatan resettlement atau
pemindahan penduduk ke lokasi lain. Identifikasi dampak sosial pada
tahap ini meliputi keresahan sosial, perubahan mata pencahariaan,
pendapatan penduduk, sikap dan persepsi penduduk, dan konflik
sosial. Apabila terdapat kegiatan resettlement, maka kajian dampak
sosial menjadi lebih luas meliputi perubahan mata pencahariaan,
perubahan pola kebiasaan masyarakat di lokasi baru, serta konflik
sosial.
b. Tahap Konstruksi
Adalah suatu tahapan kegiatan pembangunan fisik dari rencana
proyek yang akan dilaksanakan. Pada tahap ini kegiata
pembangunan yang akan dilaksanakan sangat tergantung pada
rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. Tahapan kegiatan
konstruksi yang dianalisa meliputi : pembukaan lahan, cut and fill,
pemasangan tiang pancang, dan kegiatan pembangunan. Umumnya
pada tahap konstruksi dampak sosial yang dianalisa adalah sampai
sejauh mana kegiatan konstruksi dapat memberikan manfaat positif
bagi terciptanya peluang kerja dan usaha bagi masyarakat lokal.
Semakin besar dampak positif yang dapat dirasakan, maka dampak
kegiatan pembangunan semakin positif. Dampak negatif yang biasa
dianalisa terutama terkait dengan terjadinya persaingan antara
pekerja lokal dan pekerja non lokal. Diidentifikasi kemungkinan
BAB 3
PERMASALAHAN
Semakin besar proyek konstruksi, tentunya akan menimbulkan
permasalahan yang semakin kompleks pula, termasuk di dalamnya
permasalahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Pengelolaan proyek
yang baik, akan memperhatikan masalah K3 ini, sehingga akan
meminimalisir setiap potensi timbulnya kecelakaan kerja yang melibatkan
tenaga kerja. Keselamatan dan kesehatan tenaga kerja proyek konstruksi
menjadi prioritas yang harus selalu diperhatikan.
1. Data kecelakaan Sektor konstruksi
puncak kegiatan konst - th 1990 an
- Jumlah kasus 5.191 kasus
- Kerugian Rp. 6.4 milyar
2. Kondisi
- Kesadaran masyarakat thdp K3 masih rendah
- Kuantitas & kualitas Peg. Pengawas & Ahli K3 terbatas
- Juklak & Juknis operasional otada hrs memadai
3. Tantangan yang dihadapi
- Tuntutan global semakin mendesak
- Tuntutan HAM semakin kritis
- Resiko bahaya semakin meningkat
tenaga kerja yang tidak berpengalaman terhadap apa yang dia kerjakan,
peralatan yang sudah tidak layak untuk dipakai, kondisi lingkungan kerja
yang tidak aman, perilaku karyawan yang kurang peduli tehadap safety,
serta manajemen perusahaan yang kurang peduli sepenuhnya terhadap
safety, serta metode kerja yang tidak aman. Kecelakaan kerja dapat terjadi
bila bahaya yang timbul tidak dapat diantisipasi karena kegagalan Sistem
Pertahanan Keselamatan Kerja (SPKK)
BAB 4
PENYELESAIAN MASALAH
Program pengelolaan K3 dalam bidang konstruksi diatur dalam Undangundang dan Peraturan Pemerintah(PP) dengan dasar hukum UndangUndang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja dan Undang
Undang Jasa Konstruksi. Dasar Pelaksanaan K3 Konstruksi berdasarkan
Peraturan Perundangan di Bidang Konstruksi Bangunan :
92 Tahun 2010
PP No. 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi,
PENETAPAN KEBIJAKAN K3
PERENCANAAN K3
PELAKSANAAN RENCANA K3
PEMANTAUAN DAN EVALUASI KINERJA K3, dan
PENINJAUAN ULANG DAN PENINGKATAN KINERJA SMK3
Visi
Tujuan perusahaan
Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan
Kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan
secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.
Tindakan pengendalian
BAB 5
KESIMPULAN & SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan ; Kegiatan konstruksi menimbulkan
berbagai dampak yang tidak diinginkan antara lain yang menyangkut
aspek keselamatan kerja dan lingkungan. Kegiatan proyek konstruksi
memiliki Karakteristik antara lain : bersifat sangat kompleks, multi disiplin
ilmu, melibatkan banyak unsur tenaga kerja kasar dan berpendidikan relatif
rendah, masa kerja terbatas, intensitas kerja yang tinggi, tempat Kerja
(terbuka, tertutup, lembab, kering, panas, berdebu, kotor), menggunakan
peralatan kerja beragam, jenis, teknologi, kapasitas dan beragam
berpotensi bahaya, mobilisasi yang tinggi, peralatan, tenaga kerja,
material dll. Berbagai peristiwa kegagalan konstruksi, salah satu
penyebabnya adalah tidak mengikuti prosedur teknis konstruksi secara
benar. Selama proses pembuatan konstruksi, kegagalan konstruksi dapat
pula dikategorikan sebagai kecelakaan kerja.
5.2. Saran
Pengawasan harus dilakukan dengan ketat tidak hanya oleh Departemen
dan Dinas Tenaga Kerja setempat, tapi juga oleh Departemen Pekerjaan
Umum selaku pihak yang memahami aspek teknis konstruksi proyekproyek bangunan. Pengawasan harus dilakukan dengan ketat tidak hanya
oleh Departemen dan Dinas Tenaga Kerja setempat, tapi juga oleh
Departemen Pekerjaan Umum selaku pihak yang memahami aspek teknis
konstruksi proyek-proyek bangunan. Prosedur audit sistem keselamatan,
kalibrasi peralatan kerja, hingga sertifikasi keselamatan dan kesehatan
kerja seharusnya dijalankan dengan jauh lebih tegas.
BAB 6
PENUTUP
Kecelakaan kerja konstruksi masih merupakan masalah besar yang
memerlukan perhatian lebih oleh para partisipan proyek, karena angka
kecelakaan yang masih tinggi. Teori penyebab kecelakaan kerja konstruksi
telah berkembang, tidak hanya memandang dari aspek pekerja (personal)
saja, tetapi juga memandang dari aspek manajemen dan organisasi. Yang
berperan dalam meminimalkan kecelakaan tidak hanya dari pihak
kontraktor saja, tetapi semua pihak(partisipan) proyek harus ikut berperan.
Perencanaan keselamatan kerja konstruksi sebaiknya dilakukan jauh
sebelum tahap pelaksanaan, misalnya pada tahap disain atau bahkan pada
tahap konsepsi.