Anda di halaman 1dari 14

Penanganan Hipertensi dalam Masa Kehamilan

Pebriyanti Salipadang
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
email : pebribebe@gmail.com
Pendahuluan
Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistole, yang tingginya tergantung umur individu yang
terkena tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur,
dan tingkat stres yang dialami.
Gangguan hipertensi pada kehamilan sering terjadi dan membentuk satu dari tiga trias
mematikan, bersama dengan perdarahan dan infeksi, yag merupakan penyebab tersering
morbiditas dan mortalitas terkait-kehamilan.
Diagnosis hipertensi gestasional ditegakkan pada wanita yang tekanan darahnya mencapai
140/90 mmHg atau leih untuk pertama kali selama kehamilan, tetapi belum mengalami
proteinuria. Hipertensi gestasional disebut hipertensi sementara jika tidak mengalami
preeklamsia dan tekanan darah kembali normal dalam 12 minggu pascapartum. Akan tetapi,
yang penting adalah bahwa wanita dengan hipertensi gestasional dapat memperlihatkan
tanda-tanda lain preeklamsia misalnya nyeri kepala, nyeri epigastrium, atau trombositopenia
yang memengaruhi penanganan.
Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai
proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan
dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria. Hipertensi dalam kehamilan
(hipertensi gestasional) didefinisikan sebagai kenaikan tekanan darah yang timbul pada paruh
kedu masa kehamilan atau dalam waktu 24 jam setelah persalinan. Kenaikan tekanan darah
ini tidak disertai dengan tanda-tanda lain preeklamsi atau hipertensi kronis yang
mendasarinya dan bisa sembuh dalam waktu 10 hari setelah persalinan.1-3
Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat
penyakit dan menegakkan diagnosis.Anamnesis yang baik meliputi :1

Identitas Meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, alamat,

pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, dan agama.


Keluhan Utama Keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke
dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama harus disertai

dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.


Riwayat Penyakit Sekarang Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang
kronologis, terperinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum

keluhan utama sampai pasien datang berobat.


Riwayat Penyakit Dahulu Bertujuan

untuk

mengetahui

kemungkinan-

kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan


-

penyakitnya sekarang.
Riwayat Keluarga Riwayat keluarga juga penting dalam anamnesis karena
beberapa penyakit disebabkan oleh genetik sehingga kecurigaan akan penyakit

menahun keluarga juga wajib ditanyakan.


Riwayat Pribadi Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan,
dan kebiasaan. Perlu ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam
sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan, dan sebagainya. Kebiasaan pasien
juga harus ditanyakan, seperti makanannya dan aktifitas kesehariannya, lingkungan
tempat tinggal pasien, dan sebagainya.

Pemeriksaan Fisik
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, kita melakukan pemeriksaan keadaan umum
terlebih dahulu, dan lihat tampak sakitnya bagaimana, lalu setelah itu lakukan pemeriksaan
tanda tanda vital, diantara mengukur suhu, denyut nadi, frekuensi pernafasan, dan tekanan
darah. Setelah selesai lakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan fisik ini diantara nya meliputi
seperti :1
Inspeksi, palpasi, perkusi, dan aukultasi
Pemeriksaan Penunjang
-

Pemeriksaan darah lengkap


Pada pemeriksaan darah lengkap dengan kasus hipertensi ini biasanya lebih di
perhatikan

pada

trombositnya,

karena

bila

trombositnya

menunjukan

trombositophenia biasanya adalah ciri dari penyakit hipertensi preeklamsia yang


-

berat.1
Urinalisis

Urinalisis adalah Tes ini merupakan salah satu tes yang sering diminta
oleh paraklinisi. Tes urin menjadi
menegakkandiagnosis,

lebih

populer

mendapatkan informasi

dan metabolismetubuh.
Selain
itu
tes urin

dapat

karena dapat membantu


mengenai fungsi

mendeteksi

kelainan

organ
yang

asimptomatik ,mengikuti pejalanan penyakit dan hasil pengobatan. Dengan


demikian hasiltes urin haruslah teliti , tepat dan cepat.Jadi bila terdapat protein (+)
dalam kasus ini, berarti diagnosisnya akan lebih mengarah ke hipertensi pre-eklamsia
ataupun hipertensi eklamsia.1
Klasifikasi hipertensi pada kehamilan
Terdapat 4 jenis hipertensi yang terdapat pada saat kehamilan, yaitu:
1. Preeklamsia-eklamsia atau disebut juga sebagai hipertensi yang diakibatkan
kehamilan. Preeklamsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria.
2. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
3. Preeklamsia pada hipertensi kronik. Hipertensi kronik dengan superposed preeklamsi
adalah hipertensi kronik di sertai tanda-tanda preeklamsi atau hipertensi kronik
disertai proteinuria.
4. Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat.
Hipertensi gestasional (transient hypertensi) adalah hipertensi yang timbul pada
kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalin, kehamilan dengan preeklamsi tetapi tanpa proteinuria.3,4
Working diagnosis
Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional didiagnosis pada wanita dengan tekanan darah mencapai 140/90
mmHg atau lebih besar, untuk pertama kalinya selama kehamilan tetapi tidak terdapat
proteinuria. Hipertensi gestasional disebut juga transient hypertension jika preeklampsia
tidak berkembang dan tekanan darah telah kembali normal pada 12 minggu postpartum.
Apabila tekanan darah naik cukup tinggi selama setengah kehamilan terakhir, hal ini
berbahaya terutama untuk janin, walaupun proteinuria tidak pernah ditemukan. Seperti yang

ditegaskan oleh Chesley (1985), 10% eklamsi berkembang sebelum proteinuria yang nyata
diidentifikasi. Dengan demikian, jelas bahwa apabila tekanan darah mulai naik, ibu dan janin
menghadapi risiko yang meningkat. Proteinuria adalah suatu tanda dari penyakit hipertensi
yang memburuk, terutama preeklampsia. Proteinuria yang nyata dan terus-menerus
meningkatkan risiko ibu dan janin.5,6
Kriteria Diagnosis pada hipertensi gestasional yaitu :
-

TD 140/90 mmHg yang timbul pertama kali selama kehamilan.

Tidak ada proteinuria.

TD kembali normal < 12 minggu postpartum.

Diagnosis akhir baru bisa ditegakkan postpartum.


-

Mungkin ada gejala preeklampsia lain yang timbul, contohnya nyeri epigastrium atau
trombositopenia.

Etiologi
Keturunan/genetik, obesitas, stress, rokok, pola makan yang salah, emosioal, wanita yang
mengandung bayi kembar, ketidak sesuaian RH, sakit ginjal, hiper/hypothyroid, koarktasi
aorta, gangguan kelenjar adrenal, gangguan kelenjar parathyroid.7

Epidemiologi
Wanita kulit hitam memiliki kecenderungan mengalami preeklamsi dibandingkan
kelompok rasial lainnya, hal ini dikarenakan wanita kulit hitam memiliki prevalensi yang
lebih besar terhadap hipertensi kronis. Diantara wanita yang berusia 30-39 tahun, hipertensi
kronis terdapat pada 22,3% wanita kulit hitam, 4,6% kulit putih, dan 6,2% pada wanita
Amerika Meksiko.
Preeklamsi umumnya terjadi pada usia maternal ekstrim (< 18 tahun atau > 35 tahun).
Peningkatan prevalensi hipertensi kronis pada wanita > 35 tahun dapat menjelaskan mengapa
terjadi peningkatan frekuensi preeklamsi diantara gravida tua.
Selain itu, meskipun merokok selama kehamilan dapat menyebabkan berbagai
hal yang merugikan, ironisnya merokok telah dihubungkan secara konsisten dengan

risiko hipertensi yang menurun selama kehamilan. Placenta previa juga telah
dilaporkan dapat mengurangi risiko gangguan-gangguan hipertensi pada kehamilan.
Patofisiologi
Walaupun mekanisme patofisiologi yang jelas tidak dimengerti, preeklamsi merupakan
suatu kelainan pada fungsi endotel yaitu vasospasme. Pada beberapa kasus, mikroskop
cahaya menunjukkan bukti insufisiensi plasenta akibat kelainan tersebut, seperti trombosis
plasenta difus, inflamasi vaskulopati desidua plasenta, dan invasi abnormal trofoblastik pada
endometrium. Hal-hal ini menjelaskan bahwa pertumbuhan plasenta yang abnormal atau
kerusakan plasenta akibat mikrotrombosis difus merupakan pusat perkembangan kelainan ini.
Hipertensi yang terjadi pada preeklamsi adalah akibat vasospasme, dengan konstriksi
arterial dan penurunan volume intravaskular relatif dibandingkan dengan kehamilan normal.
Sistem vaskular pada wanita hamil menunjukkan adanya penurunan respon terhadap peptida
vasoaktif seperti angiotensin II dan epinefrin. Wanita yang mengalami preeklamsi
menunjukkan hiperresponsif terhadap hormon-hormon ini dan hal ini merupakan gangguan
yang dapat terlihat bahkan sebelum hipertensi tampak jelas. Pemeliharaan tekanan darah pada
level normal dalam kehamilan tergantung pada interaksi antara curah jantung dan resistensi
vaskular perifer, tetapi masing-masing secara signifikan terganggu dalam kehamilan. Curah
jantung meningkat 30-50% karena peningkatan nadi dan volume sekuncup. Walaupun
angiotensin dan renin yang bersirkulasi meningkat pada trimester II, tekanan darah cenderung
untuk menurun, menunjukkan adanya reduksi resistensi vaskular sistemik. Reduksi
diakibatkan karena penurunan viskositas darah dan sensivitas pembuluh darah terhadap
angiotensin karena adanya prostaglandin vasodilator.
Ada bukti yang menunjukkan bahwa adanya respon imun maternal yang
terganggu terhadap jaringan plasenta atau janin memiliki kontribusi terhadap perkembangan
preeklamsi. Disfungsi endotel yang luas menimbulkan manifestasi klinis berupa disfungsi
multi organ, meliputi susunan saraf pusat, hepar, pulmonal, renal, dan sistem hematologi.
Kerusakan endotel menyebabkan kebocoran kapiler patologis yang dapat bermanifestasi pada
ibu berupa kenaikan berat badan yang cepat, edema non dependen (muka atau tangan), edema
pulmonal, dan hemokonsentrasi. Ketika plasenta ikut terkena kelainan, janin dapat terkena
dampaknya akibat penurunan aliran darah utero-plasenta. Penurunan perfusi ini menimbulkan
manifestasi klinis seperti tes laju jantung janin yang non-reassuring, skor rendah profil
biofisik, oligohidramnion, dan pertumbuhan janin terhambat pada kasus-kasus yang berat.

Selama kehamilan normal, tekanan darah sistolik hanya berubah sedikit, sedangkan
tekanan darah diastolik turun sekitar 10 mmHg pada usia kehamilan muda (13-20 minggu)
dan naik kembali pada trimester ke III. Pembentukkan ruangan intervillair, yang menurunkan
resistensi vaskular, lebih lanjut akan menurunkan tekanan darah.
Patogenesis pada konvulsi eklamsi masih menjadi subyek penelitian dan
spekulasi. Beberapa teori dan mekanisme etiologi telah dipercaya sebagai etiologi yang
paling mungkin, tetapi tidak ada satupun yang dengan jelas terbukti. Beberapa mekanisme
etiologi yang dipercaya sebagai patogenesis dari konvulsi eklamsi meliputi vasokonstriksi
atau vasospame serebral, hipertensi ensefalopati, infark atau edema serebral, perdarahan
serebral, dan ensefalopati metabolik. Akan tetapi, tidak ada kejelasan apakah penemuan ini
merupakan sebab atau efek akibat konvulsi.8
Diagnosis dan Gejala Klinis Hipertensi dalam Kehamilan
Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan mortalitas
rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklamsi sukar dicegah, tetapi berat dan
terdinya eklamsi biasanya dapat dihindari dengan mengenal secara dini penyakit tersebut dan
dengan penanganan secara sempurna.
Tekanan darah sebaiknya diukur pada posisi duduk dengan posisi cuff setinggi jantung.
Adanya penekanan vena kava inferior oleh uterus gravid pada posisi berbaring dapat
mengganggu pengukuran sehingga terjadi pengukuran yang lebih rendah. Sebelum
pengukuran, wanita hamil dianjurkan untuk duduk tenang 5-10 menit.
Hipertensi didiagnosa apabila tekanan darah pada waktu beristirahat 140/90 mmHg
atau lebih besar, fase ke V Korotkoff digunakan untuk menentukan tekanan darah diastolik..
Pada masa lalu, telah dianjurkan agar peningkatan tambahan tekanan diastolik 15 mmHg atau
sistolik 30 mmHg digunakan sebagai kriteria diagnostik, bahkan apabila tekanan darah saat
diukur di bawah 140/90 mmHg. Kriteria tersebut sekarang ini tidak lagi dianjurkan karena
bukti menunjukkan bahwa wanita tersebut tidak memiliki kecenderungan untuk mengalami
efek samping merugikan saat kehamilan. Sebagai tambahan, tekanan darah biasanya menurun
pada trimester ke-II kehamilan dan tekanan diastolik pada primigravida dengan kehamilan
normotensi kadang-kadang naik sebesar 15 mmHg. Oedem telah ditinggalkan sebagai kriteria
diagnostik karena hal tersebut juga banyak terjadi pada wanita hamil yang normotensi.

Oedem dianggap patologis bila menyeluruh dan meliputi tangan, muka, dan tungkai. Sebagai
catatan, oedem tidak selalu terdapat pada pasien preeklamsi maupun eklamsi.9
Different diagnosis
Hipertensi esensial/primer

Hipertensi esensial

adalah penyakit hipertensi yang

faktor herediter, faktor emosi dan lingkungan. Wanita

disebabkan

hamil dengan hipertensi

oleh
esensial

memiliki tekanan darah sekitar 140/90 mmHg sampai 160/100 mmHg. Gejala-gejala lain
seperti kelainan jantung, arteriosklerosis, perdarahan otak, dan penyakit ginjal akan timbul
setelah

dalam

waktu

dalam kehamilan akan


dari wanita

yang

lama

dan penyakit

berlangsung normalsampai

hamil akan

menunjukkan

terus

berlanjut. Hipertensi esensial

usia kehamilan aterm.


kenaikan tekanan

Sekitar

20%

darah,

dapat

dalam kehamilan adalah: wanita

hamil

disertai proteinuria dan edema.


Faktor

resiko hipertensi esensial

multipara dengan usia lanjut dan kasus toksemia gravidarum. Penanganan dilakukan saat
dalam kehamilan dan

dalam

persalinan.

kehamilan meliputi: pemeriksaan antenatal yang

teratur;

Penanganan dalam
cukup istirahat;

monitor

penambahan berat badan; dan melakukan pengawasan ibu dan janin; pemberian obat
(anti hipertensi dan

penenang)

terminasi kehamilan dilakukan

jika

ada

tanda-

tanda hipertensi ganas.


Penanganan dalam persalinan meliputi: pengawasan pada

setiap

kala

persalinan;

secsio sesarea dilakukan pada wanita primitua dengan anak hidup. Prognosis untuk ibu
dan janin kurang baik. Beberapa nasehat yang dapat diberikan pada wanita hamil adalah:
pemakaian alat kontrasepsi bagi wanita dengan jumlah anak belum cukup. 9

Pilihan obat anti hipertensi


Tujuan utama dalam mengobati hipertensi kronis dalam kehamilan adalah
menurunkan risiko maternal, tetapi pemilihan obat anti hipertensi lebih memperhatikan
keselamatan janin. Terapi lini I yang banyak disukai adalah metil dopa, berdasarkan laporan

tentang stabilnya aliran darah uteroplasental dan hemodinamika janin dan ketiadaan efek
samping yang buruk pada pertumbuhan anak yang terpapar metil dopa saat dalam kandungan.
Preeklamsi lebih umum diderita pada wanita dengan hipertensi kronis, dengan
insidensi sekitar 25%. Faktor risiko untuk superimposed preeklamsi meliputi insufisiensi
ginjal, riwayat menderita hipertensi selama 4 tahun atau lebih, dan hipertensi pada kehamilan
sebelumnya. Pencegahan pada preeklamsi meliputi identifikasi wanita risiko tinggi, deteksi
dini secara klinis dan laboratorium, pengamatan intensif atau terminasi kehamilan jika ada
indikasi. Penatalaksanaan preeklamsi meliputi perawatan di rumah sakit, kontrol tekanan
darah, profilaksis konvulsi pada impending eklamsi, dan terminasi pada waktunya. Banyak
wanita dengan preeklamsi mempunyai sejarah normotensi sebelumnya sehingga peningkatan
tekanan darah secara akut bahkan pada tingkat terendah (150/100 mmHg) dapat
menyebabkan simptomatologi yang signifikan dan memerlukan terapi. Penatalaksanaan tidak
mengganggu patofisiologi penyakit, tetapi dapat memperlambat progresi penyakit dan
menyediakan waktu bagi fetus untuk mencapai maturitas. Preeklamsi kadang-kadang dapat
sembuh sendiri walau jarang dan pada kebanyakkan kasus adalah memburuk sejalan dengan
waktu.
Ketika persalinan mungkin dapat menjadi terapi yang tepat bagi ibu, haruslah
memperhatikan masa gestasi fetus yang < 32 minggu. Selain memperhatikan masa gestasi,
bila didapatkan tanda-tanda gawat janin intra uterin, atau IUGR atau gangguan maternal
seperti hipertensi berat, hemolisis, peningkatan enzim hati, hitung trombosit yang rendah,
gangguan fungsi ginjal, pandangan kabur, dan sakit kepala. Persalinan per vaginam lebih
disukai daripada seksio untuk menghindari penambahan stress akibat operasi.
Terapi anti hipertensi harus memperhatikan keamanan maternal. Seleksi obat anti
hipertensi dan rute pemberian tergantung pada antisipasi waktu persalinan. Jika persalinan
terjadi lebih dari 48 jam kemudian, metil dopa oral lebih disukai karena keamanannya.
Alternatif lain seperti labetalol oral dan beta bloker serta antagonis kalsium juga dapat
dipergunakan. Jika persalinan sudah akan terjadi, pemberian parenteral adalah praktis dan
efektif. Anti hipertensi diberikan sebelum induksi persalinan untuk tekanan darah diastol 105110 mmHg atau lebih dengan tujuan menurunkannya sampai 95-105 mmHg.
Jenis-jenis obat yang dipergunakan dalam penanganan hipertensi dalam
kehamilan :10

1. Hidralazine
Merupakan obat pilihan, golongan vasodilator arteri secara langsung yang dapat
menyebabkan takikardi dan meningkatkan cardiac output akibat hasil respon simpatis
sekunder yang dimediasi oleh baroreseptor. Efek meningkatkan cardiac output penting
karena dapat meningkatkan aliran darah uterus. Hidralazin dimetabolisme oleh hepar.
Hidralazine diberikan dengan cara intravena ketika tekanan diastol mencapai 110
mmHg atau lebih atau tekanan sistolik mencapai lebih dari 160 mmHg. Dosis hidralazine
adalah 5-10 mg setiap interval 15-20 menit sampai tercapai hasil yang memuaskan, yaitu
tekanan darah diastol turun sampai 90-100 mmHg tetapi tidak terdapat penurunan perfusi
plasenta. Efek puncak tercapai dalam 30-60 menit dan lama kerja 4-6 jam. Efek samping
seperti flushing, dizziness, palpitasi, dan angina. Hidralazine telah terbukti dapat menurunkan
angka kejadian perdarahan serebral dan efektif dalam menurunkan tekanan darah dalam 95%
kasus preeklamsi.
2. Labetalol
Labetalol merupakan penghambat beta non selektif dan penghambat 1-adrenergik post
sinaps yang tersedia dalam bentuk oral maupun intra vena.
Labetalol diberikan secara intravena, merupakan pemblok 1 dan non selektif , dan
digunakan juga untuk mengobati hipertensi akut pada kehamilan. Pada sebuah penelitian
yang membandingkan labetalol dengan hidralazine menunjukkan bahwa labetalol
menurunkan tekanan darah lebih cepat dan efek takikardi minimal, tetapi hidralazine
menurunkan tekanan arteri rata-rata lebih efektif. Protokol pemberian adalah 10 mg
intravena. Jika tekanan darah belum turun dalam 10 menit, maka diberikan 20 mg labetalol.
Kemudian 10 menit berikutnya 40 mg, selanjutnya 80 mg, pemberian diteruskan sampai dosis
maksimal kumulatif mencapai 300 mg atau tekanan darah sudah terkontrol. Onset kerja
adalah 5 menit, efek puncak 10-20 menit, dan durasi kerja 45 menit-6 jam. Pemberian
labetalol secara intra vena tidak mempengaruhi aliran darah uteroplasenter. Pengalaman
membuktikan bahwa labetalol dapat ditoleransi baik oleh ibu maupun janin. Menurut
NHBPEP, pemberian labetalol tidak melebihi 220 mg tiap episode pengobatan.
3. Metil dopa
Merupakan agonis -adrenergik, dan merupakan satu-satunya obat anti hipertensi yang
telah terbukti keamanan jangka panjang untuk janin dan ibu. Obat ini menurunkan resistensi
total perifer tanpa menyebabkan perubahan pada laju jantung dan cardiac output. Obat ini

menurunkan tekanan darah dengan menstimulasi reseptor sentral -2 lewat -metil


norefinefrin yang merupakan bentuk aktif metil dopa. Sebagai tambahan, dapat berfungsi
sebagai penghambat -2 perifer lewat efek neurotransmitter palsu. Jika metil dopa digunakan
sendiri, sering terjadi retensi cairan dan efek anti hipertensi yang berkurang. Oleh karena itu,
metil dopa biasanya dikombinasikan dengan diuretik untuk terapi pada pasien yang tidak
hamil. Dosis awal 250 mg 3 kali sehari dan ditingkatkan 2 gram/hari. Puncak plasma terjadi
2-3 jam setelah pemberian. Paruh wakti 2 jam. Efek maksimal terjadi dlam 4-6 jam setelah
dosis oral. Kebanyakan disekresi lewat ginjal. Efek samping yang sering dilaporkan adalah
sedasi dan hipotensi postural. Terapi lama (6-12 bulan) dengan obat ini dapat menyebabkan
anemia hemolitik dan merupakan indikasi untuk memberhentikan obat ini.
4. Klonidin
Merupakan agonis -adrenergik lainnya. Terapi biasanya dimulai dengan dosis 0.1 mg
2 kali sehari dan ditingkatkan secara incremental 0.1-0.2 mg/hari sampai 2.4 mg/hari.
Tekanan darah menurun 30-60 mmHg. Efek maksimal 2-4 jam dan lama kerja 6-8 jam. Aliran
darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus dapat terjaga, tetapi cardiac output menurun namun
tetap berespon terhadap latihan fisik. Efek samping adalah xerostomia dan sedasi.
Penghentian klonidin dapat menyebabkan krisis hipertensi yang dapat diatasi dengan
pemberian kembali klonidin. Sampai sekarang belum ada penelitian besar yang mempelajari
klonidin seperti metil dopa.10
5. Prazosin
Merupakan pemblok kompetitif pada reseptor 1-adrenergik. Obat ini dapat
menyebabkan vasodilatasi pada resistensi dan kapasitas pembuluh darah sehingga
menurunkan preload dan afterload. Prazosin menurunkan tekanan darah tanpa menurunkan
laju jantung, curah jantung, aliran darah ginjal, dan laju filtrasi glomerulus. Obat ini
dimetabolisme hampir seluruhnya di hepar. Sekitar 90% ekskresi obat melalui kandung
empedu ke dalam faeses. Selama kehamilan, absorbsi menjadi lambat dan waktu paruh
menjadi lebih panjang. Dalam sebuah penelitian, kadar puncak tercapai dalam 165 menit
pada wanita hamil. Prazosin dapat menyebabkan hipotensi mendadak dalam 30-90 menit
setelah pemberian. Hal ini dapat dihindari dengan pemberian sebelum tidur. Percobaan
binatang menunjukkan tidak ada efek teratogenik. Prazosin bukan merupakan obat yang kuat
sehingga sering dikombinasikan dengan beta bloker.10
6. Diuretik

Obat ini memiliki efek menurunkan plasma dan ECF sehingga curah jantung dan
tekanan darah menurun, juga menurunkan resistensi vaskular akibat konsentrasi sodium
interselular pada sel otot polos.
Obat diuretika yang poten dapat menyebabkan penurunan perfusi plasenta karena efek
segera meliputi pengurangan volume intravaskular, dimana volume tersebut sudah berkurang
akibat preeklamsi dibandingkan dengan keadaan normal. Oleh karena itu, diuretik tidak lagi
digunakan untuk menurunkan tekanan darah karena dapat meningkatkan hemokonsentrasi
darah ibu dan menyebabkan efek samping terhadap ibu dan janin. Pemakaian furosemid saat
ante partum dibatasi pada kasus khusus dimana terdapat edema pulmonal. Obat diuretika
seperti triamterene dihindari karena merupakan antagonis asam folat dan dapat meningkatkan
risiko defek janin.
8.

Penghambat ACE
Obat ini menginduksi vasodilatasi dengan menginhibisi enzim yang mengkonversi

angiotensi 1 menjadi angiotensin 2 (vasokonstriktor poten), tanpa penurunan curah jantung.


Sebagai tambahan, obat ini juga meningkatkan sintesis prostaglandin vasodilatasi dan
menurunkan inaktivasi bradikinin (vasodilator poten). Contoh obat ini seperti captopril,
enalapril, dam lisinopril.
Efek Samping Obat
Efek samping obat-obat anti hipertensi antara lain, yaitu :
1. ACE inhibitor
Digunakan pada trimester dua dan tiga telah menyebabkan disfungsi ginjal
pada fetus yang mengakibatkan oligohidramnion dan anuria. ACE inhibitor telah
dihubungkan dengan hipoplasia pulmoner, pertumbuhan terhambat, kelainan
ginjal dan hipoplasia lain pada tulang tengkorak.
2. Diantara golongan penghambat beta, atenolol
Terutama ketika dimulai pada awal kehamilan, berhubungan dengan
pertumbuhan janin terhambat pada beberapa penelitian yang tidak terkontrol dan
sebuah penelitian kecil. Pada kebanyakan penelitian, penyebab asal dari hubungan
tersebut tidak jelas karena beberapa obat telah digunakan bersama-sama atau

karena ketidakmampuan untuk membedakan apakah ini adalah efek dari


patofisiologi ibu atau efek dari obat.
3. Diuretika
Memiliki efek samping terhadap ibu maupun janin. Efek maternal seperti
hipokalemia, hiponatremia, hiperglikemi, hiperurikemi, hiperlipid, dan penurunan
volume plasma sehingga dapat menganggu pertumbuhan janin. Efek terhadap
janin adalah gangguan elektrolit, trombositopeni, dan IUGR.
Beberapa efek obat anti hipertensi terhadap pemberian ASI, yaitu :
-

Diuretik thiazide sebaiknya dihindari karena dapat menurunkan produksi ASI dan
digunakan untuk mensupresi laktasi.

Metil dopa kemungkinan aman selama pemberian ASI, dimana tingkat plasma
yang rendah ditemukan pada janin.

- Beta bloker lain selain propranolol ditemukan dalam konsentrasi besar dalam susu
ibu daripada plasma ibu.
- Klonidin ditemukan dalam jumlah sedikit di ASI. Hal yang sama terdapat pada
ACE inhibitor.
Komplikasi
-

Stroke
Kegagalan jantung
Kerusakan ginjal

Pencegahan
Pola hidup sehat akan meningkatkan potensi ibu untuk terhindar dari hipertensi pada
kehamilan. Jauhi minuman yang beralkohol, jangan biasakan merokok, hindari stress, pola
makan yang sehat (konsumsi makanan berprotein tinggi, hindari konsumsi berlebih makanan
yang mengandung hidrat arang dan garam berlebih) dan rajin berolahraga.Selain itu ibu bisa
mengkonsumsi beberapa makanan yang dapat membantu menurunkan tekanan darah seperti
coklat, ikan, buah jeruk, buah pisang dan ikan. Lakukan kontrol rutin terhadap kehamilan ibu
dan ikuti petunjuk yang disarankan oleh dokter.6
Ibu hamil yang sudah terlanjur terkena hipertensi tidak perlu terlalu khawatir, asal
dilakukan pemantauan yang ketat terhadap tekanan darah diharapkan komplikasi yang
membahayakan tidak terjadi.Tujuan utama penanganan adalah mencegah terjadinya

komplikasi saat melahirkan janin dan melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya.
Penanganan hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi menjadi dua, yaitu penanganan
terhadap tekanan darah tinggi ibu itu sendiri, dan penanganan terhadap janin yang akan
dilahirkan. Penanganan tekanan darah tinggi ibu dapat dengan obat-obatan penurun tekanan
darah untuk tekanan darah tinggi yang berat, ataupun hanya dengan perubahan posisi waktu
istirahat, disertai diet vitamin, antioksidan bila tekanan darahnya belum terlalu tinggi. Untuk
janin, perlu dipantau pertumbuhan janin misal dengan alat USG, dan dilakukan penilaian
ancaman kegawatan janin misal dengan melihat gerakan janin, denyut jantung janin, volume
air ketuban, gerakan pernapasan janin.6
Apabila dinilai, janin sudah cukup kuat untuk dapat hidup di luar, maka dilakukan
pengakhiran kehamilan. Yang terpenting lakukanlah pemeriksaan selama kehamilan secara
teratur, dan konsultasikanlah apabila ada sesuatu masalah yang terjadi dalam kehamilan
seperti contohnya hipertensi dalam kehamilan ibu.6
Prognosis
Prognosis untuk hipertensi gestasional ini akan baik apabila ditangani dengan cepat,
namun tidak menutup kemungkinan juga prognosis bisa menjadi buruk apabila diagnosis
ditegakkan lama dan penanganan yang tidak adekuat.
Kesimpulan
Hipertensi karena kehamilan yaitu : tekanan darah yang lebih tinggi dari
140/90mmHg yang disebabkan karena kehamilan itu sendiri, memiliki potensi yang
menyebabkan gangguan serius pada kehamilan. Nilai normal tekanan darah seseorang yang
disesuaikan tingkat aktifitas dan keseatan secara umum adalah 120/80mmHg. Tetapi secara
umum, angka pemeriksaan tekanan darah menurun saat tidur dan meningkat saat beraktifitas
atau berolahraga

Daftar pustaka
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.
2. Tambayong Jan. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC; 2008.h.94
3. Baradero Mary, Dayrit Mary Wilfrid, Siswadi Yakobus. Klien Ganggua Kardiovaskular.
Jakarta:EGC; 2008.h.49

4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, etall. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6. Jakarta:
InternaPublishing; 2014. h.4005
5. Cunningham FG, dkk. 2006. Preeklamsia, dalam:Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: Buku
Penerbit Kedokteran EGC, 394-5
6. Prawirohardjo, Sarwono, 2008, Hipertensi Dalam Kehamilan, dalam: Ilmu Kebidanan,
Jakarta: PT. Bina Pustaka, hlm 530-554
7. Maryunani A, Yulianingsih. 2009. Asuhan Kegawat daruratan Dalam Kebidanan. Jakarta:
Trans Info Media,137-54
8. Tanto C, Liwang F, Hanifati S .kapita selekta kedokteran jilid 2 edisi ke-4. Jakarta: Media
Aesculapius;2014.
9. Wiknjosastro H. 2007.Hipertensi Pada Kehamilan. dalam: Wiknjosastro, Hanifa,. Ilmu
Kebidanan. Edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 281-96
10. Sulistia G, Rianto S, Elysabeth ( dkk ). Farmakologi dan terapi. Obat otonom. Edisi- 5.
FKUI. Jakarta ; 2005.

Anda mungkin juga menyukai