PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
GBS merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas,
suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri.
Kelainan ini ditandai oleh adanya disfungsi motorik, sensorik, dan otonom.
Guillain Barre Syndrome (GBS) atau yang dikenal dengan Acute Inflammatory Idiopathic
Polyneuropathy (AIIP) atau yang bisa juga disebut sebagai Acute Inflammatory
Demyelinating Polyneuropathy (AIDP) adalah suatu penyakit pada susunan saraf yang terjadi
secara akut dan menyeluruh, terutama mengenai radiks dan saraf tepi, kadang-kadang
mengenai saraf otak yang didahului oleh infeksi. Penyakit ini merupakan penyakit dimana
sistem imunitas tubuh menyerang sel saraf.
B.
ETIOLOGI
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya
dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan
mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:
Infeksi
Vaksinasi
Pembedahan
Penyakit sistematik :
Keganasan
Systemic lupus erythematosus
Tiroiditis
Penyakit Addison
Kehamilan atau dalam masa nifas
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus
SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu
sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi
gastrointestinal
Salah satu hipotis menyatakan bahwa infeksi virus menyebabkan reaksi autoimun
yang menyerang mielin saraf perifer.
Definite
Probable
Possible
C.
Virus
CMVEBV
HIVVaricellazosterVaccinia/smallpox
InfluenzaMeaslesMumps
Rubella
Hepatitis
Coxsackie
Echo
Bakteri
Campylobacter Jejeni
Mycoplasma
Pneumonia
Typhoid
Borrelia
BParatyphoidBrucellosis
Chlamydia
Legionella
Listeria
1.
Kelumpuhan
Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower motor
neurone. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah
kemudian menyebar secara asenderen ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis.
Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian
menyebar ke badan dan saraf kranialis.
Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia.
Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian distal, tapi
dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal.
2.
Gangguan sensibilitas
Parestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, muka juga bisa dikenai
dengan distribusi sirkumoral . Defisit sensoris objektif biasanya minimal dan sering dengan
distribusi seperti pola kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif lebih sering
dikenal dari pada sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot sering ditemui seperti rasa nyeri
setelah suatu aktifitas fisik.
3.
Saraf Kranialis
Saraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII. Kelumpuhan otot-otot muka
sering dimulai pada satu sisi tapi kemudian segera menjadi bilateral, sehingga bisa ditemukan
berat antara kedua sisi. Semua saraf kranialis bisa dikenai kecuali N.I dan N.VIII. Diplopia
bisa terjadi akibat terkenanya N.IV atau N.III. Bila N.IX dan N.X terkena akan menyebabkan
gangguan berupa sukar menelan, disfonia dan pada kasus yang berat menyebabkan kegagalan
pernafasan karena paralisis n. laringeus.
4.
Kegagalan pernafasan
Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang dapat berakibat fatal bila
tidak ditangani dengan baik. Kegagalan pernafasan ini disebabkan oleh paralisis diafragma
dan kelumpuhan otot-otot pernafasan, yang dijumpai pada 10-33 persen penderita
6.
Papiledema
Kadang-kadang dijumpai papiledema, penyebabnya belum diketahui dengan pasti.
Diduga karena peninggian kadar protein dalam cairan otot yang menyebabkan penyumbatan
villi arachoidales sehingga absorbsi cairan otak berkurang .
D.
PATOFISIOLOGI
Tidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat
menyerang sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa sistem
imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang disebut sebagai
penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan organisme
pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai menghancurkan selubung myelin yang
mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu sendiri. Terdapat sejumlah teori
mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba menyerang saraf, namun teori yang dikenal
adalah suatu teori yang menyebutkan bahwa organisme (misalnya infeksi virus ataupun
bakteri) telah mengubah keadaan alamiah sel-sel sistem saraf, sehingga sistem imun
mengenalinya sebagai sel-sel asing. Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel imun,
seperti halnya limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi
bersama dengan limfosit B akan memproduksi antibodi melawan komponen-komponen
selubung myelin dan menyebabkan destruksi dari myelin.
Akson adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis; berfungsi
sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh suatu selubung yang dikenal
sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang terbungkus plastik. Selubung myelin
bersifat insulator dan melindungi sel-sel saraf. Selubung ini akan meningkatkan baik
kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang ditransmisikan. Sebagai contoh, sinyal dari otak ke
otot dapat ditransmisikan pada kecepatan lebih dari 50 km/jam.
Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak diantaranya,
yang dikenal sebagai Nodus Ranvier; dimana daerah ini merupakan daerah yang rentan
diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada daerah ini, sehingga semakin
banyak terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan semakin lambat.
Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap
adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun virus. Antibodi yang
bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin serta merusaknya, dengan bantuan sel-sel
leukosit, sehingga terjadi inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret
kimiawi yang akan mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya membentuk materi lemak
penghasil myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin akan berkurang, sementara pada
waktu bersamaan, myelin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh. Seiring dengan
serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap. Saraf motorik,
sensorik, dan otonom akan diserang; transmisi sinyal melambat, terblok, atau terganggu;
sehingga mempengaruhi tubuh penderita. Hal ini akan menyebabkan kelemahan otot,
kesemutan, kebas, serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk
berjalan.10 Untungnya, fase ini bersifat sementara, sehingga apabila sistem imun telah
kembali normal, serangan itu akan berhenti dan pasien akan kembali pulih.
Seluruh saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak dan medulla
spinalis, merupakan bagian dari sistem saraf perifer, yakni terdiri dari saraf kranialis dan saraf
spinal. Saraf-saraf perifer mentransmisikan sinyal dari otak dan medulla spinalis, menuju dan
dari otot, organ, serta kulit. Tergantung fungsinya, saraf dapat diklasifikasikan sebagai saraf
perifer motorik, sensorik, dan otonom (involunter).
Pada GBS, terjadi malfungsi pada sistem imunitas sehingga muncul kerusakan
sementara pada saraf perifer, dan timbullah gangguan sensorik, kelemahan yang bersifat
progresif, ataupun paralisis akut. Karena itulah GBS dikenal sebagai neuropati perifer. GBS
dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi. Bila selubung myelin
yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi sinyal saraf yang melaluinya akan
terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi abnormal ataupun kelemahan. Ini adalah
tipe demyelinasi; dan prosesnya sendiri dinamai demyelinasi primer.
Akson merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2. Selubung
myelin berbentuk bungkus, yang melapisi sekitar akson dalam beberapa lapis. Pada tipe
aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam proses demyelinasi sekunder; hal ini terjadi
pada pasien dengan fase inflamasi yang berat. Apabila akson ini putus, sinyal saraf akan
diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih lanjut, sehingga timbul kelemahan dan paralisis
pada area tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Tipe ini terjadi paling sering setelah gejala
diare, dan memiliki prognosis yang kurang baik, karena regenerasi akson membutuhkan
waktu yang panjang dibandingkan selubung myelin, yang sembuh lebih cepat.
Tipe campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang pada
penderita diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung saraf. Sarafsaraf perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi, namun, saraf-saraf
kranialis dapat juga ikut terlibat.
E.
PATHWAY
F.
KOMPLIKASI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dapat merawat pasien dengan SGB adalah untuuk memberikan
pemeliharaan fungsi sistem tubuh. Dengan cepat mengatasi krisis-krisis yang mengancam
jiwa, mencegah infeksi dan komplikasi imobilitas, dan memberikan dukungan psikologis
untuk pasien dan keluarga.
1. Dukungan pernafasan dan kardiovaskuler
oleh
perawat.
5. Gangguan tidur
Gangguan tidur dapat menjadi masalah berat untuk pasien dengan gangguan
ini,terutama karena nyeri tampak meningkat pada malam hari. Tindakan yang memberikan
kenyamanan, analgesic dan kontrol lingkungan yang cermat (mis, mematikan lampu,
memberikan suasana ruangan yang tenang) dapat membantu untuk meningkatkan tidur dan
istirahat. Juga harus selalu diingat bahwa pasien yang mengalami paralise dan mungkin pada
ventilasi mekanik dapat sangat ketakutan sendiri pada malam hari, karena ketakutan tidak
mampu mendapat bantuan jika ia mendapat masalah. Harus disediakan cara atau lampu
pemanggil sehingga pasien mengetahui bahwa ia dapat meminta bantuan. Membuat jadwal
rutin pemeriksaan pasien juga dapat membantu mengatasi ketakutan.
6. Dukungan emosional
Ketakutan, keputusasaan, dan ketidakberdayaan semua dapat terlihat pada pasien dan
keluarga sepanjang perjalanan terjadinya gangguan. Penjelasan yang teratur tentang
intervensi dan kemajuan dapat sangat berguna. Pasien harus diperbolehkan untuk membuat
keputusan sebanyak mungkin sepanjang perjalanan pemulihan. Kadang pasien seperti sangat
sulit untuk dirawat karena mereka membutuhkan banyak waktu perawat. Mereka dapat
menggunakan bel pemanggil secara berlebihan jika merasa tidak aman. Perawat harus
mempertimbangkan untuk membiarkan keluarga menghabiskan sebagian waktu lebih banyak
bersama pasien. Dengan menyediakan perawat primer dapat memberikan pasien dan keluarga
rasa aman, mengetahui bahwa ada seseorang yang dapat menjadi sumber informasi dengan
konsisten. Pertemuan tim dengan pasien dan keluarga harus dilakukan secara.
TERAPI FARMAKOLOGI
Sindroma Guillain-Barre dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dan pasien
diatasi di unit intensif care. Pasien yang mengalami masalah pernapasan memerlukan
ventilator yang kadang-kadang dalam waktu yang lama.
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum
bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu
dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi
sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya
penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).
1. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak
mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.
2. Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang
baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih
sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti
200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan
saat awal onset gejala (minggu pertama).
3. Pengobatan imunosupresan:
- Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan
plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg
BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari
sampai sembuh.
- Obat sitotoksik
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN SINDROM GUILLAIN
BARE
A.
PENGKAJIAN
Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien GBS meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku
klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya
baik dalam keluarga ataupun masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu
timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama
masa stres meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang
telah diketahui dan perubahan perilaku akibat stres.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini memberi dampak
pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang
tidak sedikit. Perawat juga memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan
dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif
keperawatan dalam mengkaji terdiri dari dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan
oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana pelayanan
yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis di dalam sistem dukungan
individu.
b. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik
pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.
Pada klien GBS biasanya didapatkan suhu tubuh normal. Penurunan denyut nadi
terjadi berhubungan dengan tanda-tanda penurunan curah jantung. Peningkatan frekuensi
pernapasan berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi
pada sistem pernapasan dan adanya akumulasi sekret akibat insufisiensi pernapasan. TD
didapatkan ortostatik hipotensi atau TD meningkat (hipertensi transien) berhubungan dengan
penurunan reaksi saraf simpatis dan parasimpatis.
-
B1 (Breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan karena infeksi saluran
pernapasan dan paling sering didapatkan pada klien GBS adalah penurunan frekuensi
pernapasan karena melemahnya fungsi otot-otot pernapasan. Palpasi biasanya taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
GBS berhubungan akumulasi sekret dari infeksi saluran napas.
- B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler pada klien GBS didapatkan bradikardi yang
berhubungan dengan penurunan perfusi perifer.Tekanan darah didapatkan
ortostatik Hipotensi atau TD meningkat ( hipertensi transien ) berhubungan dengan
penurunan reaksi saraf simpatis dan parasimpatis.
-
B3 (Brain)
Merupakan pengkajian focus meliputi :
a. Tingkat kesadaran
Pada klien GBS biasanya kesadaran compos mentis ( CM ). Apabila klien mengalami
penurunan tingkat kesadaran maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai dan sebagai
bahan evaluasi untuk monitoring pemberian asuhan keperawatan.
b. Fungsi serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan
observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik yang pada klien GBS tahap lanjut disertai
penurunan tingkat kesadaran biasanya status mental klien mengalam perubahan.
c. Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I. Biasanya pada klien GBS tidak ada kelainan dan fungsi penciuman
Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Saraf III, IV, dan VI. Penurunan kemampuan membuka dan menutup kelopak mata, paralis
ocular.
Saraf V. Pada klien GBS didapatkan paralis pada otot wajah sehingga mengganggu proses
mengunyah.
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis
unilateral.
Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X. paralisi otot orofaring, kesukaran berbicara, mengunyah, dan menelan.
Kamampuan menelan kurang baik sehngga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral.
Saraf XI. Tidak ada atrof otot sternokleinomastoideus dan trapezius.kemampuan mobliisasi
leher baik.
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
d. System motorik
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada klien GBS tahap lanjut
mengalami perubahan. Klien mengalami kelemahan motorik secara umum sehingga
menggaganggu moblitas fisik .
e. Pemeriksaan reflexs
Pemeriksaan reflex dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, periosteum derajat reflexs
dalam respons normal.
f. Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kejang, Tic,dan distonia.
g. System sensorik
Parestesia ( kesemutan kebas ) dan kelemahan otot kaki, yang dapat berkembang ke
ekstrimtas atas, batang tubuh, dan otot wajah. Klien mengalami penurunan kemampuan
penilaian sensorik raba, nyeri, dan suhu.
B4 (Bladder)
Terdapat penurunan volume haluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi
dan penurunan curah jantung ke ginjal.
- B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan
nutris pada klien GBS menurun karena anoreksia dan kelemahan otot-otot pengunyah serta
gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan via oral kurang terpenuhi.
- B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menururnkan mobilitas pasien
secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebh banyak dibantu orang lain.
c.
Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis GBS sangat bergantung pada :
Riwayat penyakit dan perkembangan gejala-gejala klinik.
Lumbal pungs dapat menunjukkan kadar protein normal pada awalnya dengan kenaikan
pada mnggu ke-4 sampai ke-6. Cairan spinal memperlihatkan adanya peningkatan
konsentrasi protein dengan menghitung jumlah sel normal.
Pemeriksaan konduksi saraf mencatat transmisi impuls sepanjang serabut saraf. Pengujan
elektrofisiologis diperlihatkan dalam bentuk lambatnya laju konduksi saraf.
Sekitar 25% orang dengan penyakit ini mempunyai antibody baik terhadap
cytomegalovirus atau virus Epstein-Barr. Telah ditunjukkan bahwa perubahan respons imun
pada antigen saraf tepi menunjang perkembangan gangguan.
Uj fungsi pulmonal dapat dilakukan jika GBS terduga, sehingga dapat ditetapkan nilai
dasar untuk perbandingan sebagai kemajuan penyakit. Penurunan kapasitas pulmonal dapat
menunjukkan kebutuhan akan ventilasi mekanik.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yakni :
Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kelemahan progresif cepat otototot pernapasan dan ancaman gagal pernapasan
Resiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan perubahan
frekuensi, irama, dan konduksi listrik jantung.
Resiko gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan mengunyah dan menelan makanan.
C.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kelemahan progresif cepat
otot-otot pernapasan dan ancaman gagal pernapasan
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan pola napas kembali efektif.
Criteria hasil : secara subjektif sesak napas (-),RR 16-20x/menit. Tidak menggunakan
otot bantu pernapasan, gerakan dada normal
Intervensi
Rasional
Kolaborasi :
Pemberian humidifikasi oksigen
3L/Menit
Catat murmur
Kolaborasi :
Berikan O2 tambahan sesuai indikasi
Cemas yang berhubungan dengan kondisi sakit dan prognosis penyakit yang
buruk
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi kecemasan hilang atau
berkurang
Criteria hasil : mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau factor
yang mempengaruhinya, dan menyatakan cemas berkurang
Intervensi
Rasonal
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
o Sindroma Landry Guillain Barre adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf
perifer; dan biasanya dicetuskan oleh suatu proses infeksi yang akut.
o Sindroma ini dapat disebabkan oleh adanya Infeksi, Vaksinasi, Pembedahan, Penyakit
sistematik.
o Kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma Guillain bare adalah melalui mekanisme
imunlogi.
o Manifestasi Klinis dari Sindrom Guillain Bare ini, antara lain: kelumpuhan, gangguan
sensibilitas, gangguan saraf kranial, gangguan fungsi otonom, kegagalan pernapasan, dan
papiledema.
o Asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi,
dan evaluasi.
o Pengkajian meliputi: anamnesa: identitas klien, keluhan, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan diagnostic.
o Keluhan yang paling sering ditemukan pada klien GBS dan merupakan komplikasi yang
paling berat dari GBS adalah gagal napas.
o Pada klien GBS biasanya didapatkan suhu tubuh normal. Penurunan denyut nadi terjadi
berhubungan dengan tanda-tanda penurunan curah jantung. Peningkatan frekuensi
pernapasan berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi
pada sistem pernapasan dan adanya akumulasi sekret akibat insufisiensi pernapasan.
o Beberapa diagnosa muncul berdasarkan gejala yang terjadi pada klien yang mengalami
Sindrom Guillain Bare.