Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE MIELOBLASTIK LEUKIMIA

1. Definisi AML
Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloblastic Leukemia (AML) sering juga dikenal
dengan istilah Acute Myelogenous Leukemia atau Acute Granulocytic Leukemia merupakan

penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi abnormal sel
induk hematopoetik yang bersifat sistemik dan secara malignan melakukan
transformasi sehingga menyebabkan penekanan dan penggantian komponen sumsum
tulang belakang yang normal. Pada kebanyakan kasus AML, tubuh memproduksi terlalu
banyak sel darah putih yang disebut myeloblas yang masih bersifat imatur. Sel-sel darah yang
imatur ini tidak sebaik sel darah putih yang telah matur dalam melawan adanya infeksi. Pada

AML, mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit) berubah
menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di sumsum
tulang. 4,5
2. Klasifikasi
AML terbagi atas berbagai macam subtipe. Hal ini berdasarkan morfologi,
diferensiasi dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta
penelitian sitokimia. Mengetahui subtipe AML sangat penting, karena dapat
membantu dalam memberikan terapi yang terbaik.6
Klasifikasi AML yang sering digunakan adalah klasifikasi yang dibuat oleh
French American British (FAB) yang mengklasifikasikan leukemia mieloid akut
menjadi 7 subtipe yaitu sebagai berikut 7-12:

Subtipe Menurut FAB

Nama Lazim

(French American British)

( % Kasus)

MO

Leukimia
Mieloblastik
diferensiasi Minimal (3%)

M1

Leukimia Mieloblastik Akut tanpa maturasi


(15-20%)

M2

Leukimia Mieloblastik Akut dengan maturasi


granulositik (25-30%)

M3

Leukimia Promielositik Akut

M4

Leukimia Mielomonositik Akut (20%)

M4Eo

Leukimia Mielomonositik
eosinofil abnormal (5-10%)

Akut

(5-10%)

Akut

M5

Leukimia Monositik Akut (2-9%)

M6

Eritroleukimia (3-5%)

M7

Leukimia Megakariositik Akut


Tabel 1. Klasifikasi AML menurut FAB 7

dengan

dengan

(3-12%)

Gambar 1. Gambaran Hasil BMA pada AML


3. Epidemiologi
Kejadian AML berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, hal ini
berkaitan dengan cara diagnosis dan pelaporannya. AML mengenai semua kelompok
usia, tetapi kejadiannya meningkat dengan bertambahnya usia. AML merupakan 20%
kasus leukemia pada anak. Sekitar 10.000 anak menderita AML setiap tahunnya di
seluruh dunia. AML pada anak berjumlah kira-kira 15% dari leukimia, dengan
insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun, meningkat sedikit pada masa
remaja. Di Amerika setiap tahunnya sekitar 2,4 per 100.000 penduduk atau sekitar
500 sampai 600 orang berusia kurang dari 21 tahun menderita leukemia mielositik
akut dan insiden ini meningkat sejalan dengan umur, puncaknya 12,6 per 100.000
penduduk dewasa yang berumur 65 tahun atau lebih.

Yayasan Onkologi Anak

Indonesia menyatakan, setiap tahun ditemukan 650 kasus leukemia di seluruh


Indonesia, 150 kasus di antaranya terdapat di Jakarta dan sekitar 38% menderita jenis
AML.11-14
Sekitar 80% anak di bawah usia 2 tahun dengan AML biasanya menderita AML
subtipe M4 atau M5. Subtipe M7 umumnya diderita anak berusia di bawah 3 tahun,
3

terutama dengan Sindrom Down. Penelitian sitogenetik mengidentifikasi adanya


keabnormalan kromosom pada sel darah di sumsum tulang terdapat lebih dari 70%
anak yang baru didiagnosis LMA. Keabnormalan itu terletak pada t (8;21), t (15;17),
inversi 16, translokasi pita 11q23, dan trisomi 8.1
4. Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. 14-18
Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan
risiko timbulnya penyakit leukemia. Faktor risiko tersebut adalah15-20:

Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom atom
di Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan insiden
penyakit ini. Terapi medis yang menggunakan radiasi juga merupakan sumber
radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya rontgen),
dosisnya jauh lebih rendah dan tidak berhubungan dengan peningkatan kejadian
leukemia.

Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida, pestisida

Obat obatan : golongan alkilasi (sitostatika), kloramfenikol, fenilbutazon,


heksaklorosiklokeksan

Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat
menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis alkylating agents.
Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh diberikan dengan
pertimbangan rasio manfaat-risikonya.

Faktor keluarga / genetik : pada kembar identik bila salah satu menderita AML
maka kembarannya berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan insiden

leukemia pada saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu saudaranya
menderita AML.

Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang
disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.

Kondisi perinatal : penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi oksigen,


asfiksia post partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi saat hamil dan
ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol.

Human T-Cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan


leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat
menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline.

Sindroma mielodisplastik : sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan


pembentukkan

sel

darah

yang

ditandai

berkurangnya

kepadatan

sel

(hiposelularitas) pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan sebagai


pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk berkembang
menjadi leukemia.
5. Patofisiologi
AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan klonklon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa
berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel induk
hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan
induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan membentuk sel T
dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel eritrosit, granulositmonosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan
menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui penyebabnya. Bila hal ini terjadi
5

maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel muda akan meningkat dan menekan
pembentukan sel darah normal dalam sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat
masuk kedalam sirkulasi darah yang kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga
menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi organ.21
AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid dan
berasal dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami neoplastik sel yang
mengalami transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui studi molekular
tetapi defek kritis bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui progeni sel.22 Defek
kualitatif dan kuantitatif pada semua garis sel mieloid, yang berproliferasi pada gaya
tak terkontrol dan menggantikan sel normal. 23
Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan
menggantikan

sel-sel

yang

menghasilkan

sel

darah

yang

normal.

Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ
lainnya, dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri.
Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan
bisa menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ
lainnya.25
Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan
sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh
infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.26

6. Gejala Klinis
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel
darah yang normal dalam jumlah yang memadai. Gejala pasien leukemia bevariasi
tergantung dari jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel abnormal tersebut.
Adapun gejala-gejala umum yang dapat ditemukan pada pasien AML antara lain 1,5,6:
a. Kelemahan Badan dan Malaise
Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata
mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Sekitar 90 %
mengeluhkan kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-rata
didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosis
AML dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala
kelemahan badan ini sebanding dengan anemia.
b. Febris
Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya febris
juga didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap AML. Umumnya demam
ini timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia. Pada waktu
febris juga didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-tanda infeksi
lain.
c. Perdarahan
Simptom lain yang sering disebabkan adalah fenomena perdarahan, dimana
penderita mengeluh sering mudah gusi berdarah, lebam, petechiae, epitaksis, purpura

dan lain-lain. Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat dengan beratnya


trombositopenia. 27
d. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan didapatkan pada 50 % penderita tetapi penurunan berat
badan ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama. Penurunan berat
badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise atau kelemahan
badan.
e. Nyeri tulang
Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri ini
disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang
mengakibatkan terjadi infark tulang.
Sedangkan tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien
AML13:
a. Kepucatan, takikardi, murmur
Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah
pucat karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan
simptom kaardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur, sinkope
dan angina.
b. Pembesaran organ-organ
Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa abnomen
atau limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita AML.
8

Splenomegali lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang


memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika terjadi infark.
c. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi
Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML tertentu,
misalnya leukemia monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit (FAB M4).
Kelainan kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu,
multiple dan general, dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat
infiltrasi sel-sel leukemia dan bisa dilihat pada 15 % penderita varian M5b, 50 % M5a
dan 50 % M4. Namun hanya didapatkan sekitar 5 % pada subtipe AML yang lain.28
7. Diagnosis
Diagnosis AML dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah rutin, sediaan
darah tepi dan dibuktikan aspirasi sumsum tulang belakang, pemeriksaan
immnunophenotype, karyotype, atau dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).

7,29,30

Aspirasi sumsum tulang belakang (Bone Marrow Aspiration) merupakan syarat


mutlak untuk menegakkan diagnosa definitif dan menentukan jenis leukemia akut.31-32
Pemeriksaan immunophenotypic sangat penting untuk mendiagnosis acute
megakaryoblastic leukemia (AMLK), leukemia myeloid dengan diferensiasi minimal
dan leukemia myeloid/limpoid (mixed, biphenotype). Keabnormalan genetik pada
pasien AML terlihat dalam tabel berikut :33

10

Tabel 2. Keabnormalan Genetik pada Berbagai Subtipe AML


8. Terapi
Penatalaksanaan pasien AML adalah berupa terapi suportif, simptomatis dan
kausatif. Terapi suportif dilakukan untuk menjaga balance cairan melalui infus dan
menaikkan kadar Hb pasien melalu tranfusi. Pada AML, terapi suportif tidak
menunjukkan hasil yang memuaskan. Sedangkan terapi simptomatis diberikan untuk
meringankan gejala klnis yang muncul seperti pemberian penurun panas. Yang paling
penting adalah terapi kausatif, dimana tujuannya adalah menghancurkan sel-sel
leukemik dalam tubuh pasien AML. Terapi kausatif yang dilakukan yaitu kemoterapi.
34,35

Penatalaksanaan terapi AML pada anak telah digunakan sejak tahun 1970an.
Angka Five years survival meningkat dari kurang dari 5% pada tahun 1970 menjadi
43% sekarang ini. Hal ini merupakan manfaat dari pengobatan intensif, gabungan
dari transplantasi stem sel sebagai terapi primer dan adanya perawatan suportif.1
Anak yang menderita AML memerlukan terapi intensif dengan menekan
produksi sumsum tulang dan perawatan di rumah sakit. Terapi yang pertama kali
dilakukan adalah menangani keadaan seperti demam, infeksi, perdarahan,
leukositosis dan sindrom tumor lisis. Kemajuan terapi juga ditentukan oleh
penggunaan antibiotik spektrum luas segera dan transfusi trombosit sebagai
profilaksis juga memegang peranan penting dalam upaya survival. 1
Berdasarkan terapi yang sesuai protokol, penderita AML pada anak dapat
mengalami angka remisi total sebesar 75-90%. Pada beberapa pasien yang tidak

11

berhasil mengalami remisi, setengah populasinya akan mengalami leukemia resistan


dan separuhnya lagi akan meninggal akibat komplikasi penyakit tersebut atau akibat
efek samping pengobatan itu sendiri. Terapi AML merupakan kombinasi antara
cytarabine dan daunorubicin. Biasanya regimen terapi untuk anak digunakan
cytarabine dan anthracyclin yang dikombinasikan dengan agen lain seperti etoposide
dan atau thioguanine. Anthracycline yang paling banyak digunakan untuk terapi AML
pada anak adalah daunorubicin.

Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa

Regimen Cytosine arabinase, Daunorubicin, & Etoposide (ADE) lebih memberikan


hasil yang memuaskan daripada regimen Daunorubisin, Cytosine arabinase &
Thioguanine (DAT).36

Tabel 3. Dosis Kemoterapi

12

Tantangan paling besar dalam terapi AML pada anak adalah untuk
memperpanjang durasi remisi inisial dengan kemoterapi atau transplantasi sumsum
tulang. Pada prakteknya, kebanyakan pasien yang diterapi dengan kemoterapi intensif
setelah remisi dicapai karena hanya sebagian subset yang cocok dengan donor
keluarga.1
Setelah tercapai remisi, diberikan kemoterapi tambahan (kemoterapi
konsolidasi) beberapa minggu atau beberapa bulan setelah kemoterapi induksi.
Kemoterapi konsolidasi jangka pendek telah membuktikan bahwa terapi dosis tinggi
dan ASCT (Autologous Stem Cell Transplantation) cukup efektif.36 Pencangkokan
tulang bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap
pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon
terhadap pengobatan.37 Pada AML terapi rumatan tidak menunjukkan hasil yang
memuaskan.
Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan, yang apabila
diberikan kemoterapi dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan (untolerable
side effect). Sebelum memberikan kemoterapi perlu pertimbangan sebagai berikut14:
1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

status penampilan 2
Jumlah lekosit 3000/ml
Jumlah trombosit 120.0000/ul
Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10
Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam)
Bilirubin < 2 mg/dl ,SGOT dan SGPT dalam batas normal
Elektrolit dalam batas normal.
Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada usia
diatas 70 tahun.

13

Kemoterapi pada AML sering menimbulkan efek samping yang bervariasi tiap
individu antara lain rambut rontok, mulut kering, luka pada mulut (stomatitis), susah
atau sakit menelan (esophagitis), mual, muntah, diare, konstipasi, kelelahan,
pendarahan, lebih mudah terkena infeksi, infertilitas, hilangnya nafsu makan, dan
kerusakan hati.38 Pasien AML hanya memberikan respon terhadap obat tertentu dan
pengobatan seringkali membuat penderita lebih sakit sebelum mereka membaik.
Penderita menjadi lebih sakit karena pengobatan menekan aktivitias sumsum tulang,
sehingga jumlah sel darah putih semakin sedikit (terutama granulosit) dan hal ini
menyebabkan penderita mudah mengalami infeksi.39
9. Prognosis
Lowenberg et al mengelompokkan prognosis pasien AML menjadi 3
kelompok berdasarkan temuan klinis dan laboratoris yaitu baik (favorable),
menengah (intermediate) dan buruk (unfavorable). Kelompok dengan prognosis baik
meliputi pasien usia < 60 tahun atau > 2 tahun, kelainan kromosomal minimal,
infiltrasi sel blas multiorgan minimal, kadar leukosit < 20.000/mm3, respon yang baik
terhadap kemoterapi induksi, tidak resisten terhadap multidrug therapy, tidak
ditemukan leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder. Angka harapan hidup 2
tahun kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah 50-85% 29
Sedangkan kelompok dengan prognosis buruk meliputi pasien usia > 60 tahun
atau < 2 tahun, ditemukan dua atau lebih kelainan kromosomal, infiltrasi sel blas
pada banyak organ, kadar leukosit > 20.000/mm3, respon yang buruk terhadap
kemoterapi induksi, resisten terhadap multidrug therapy, serta ditemukannya
leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder.11,29 Angka harapan hidup 2 tahun
kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah 10-20%.6 Sedangkan
14

kelompok dengan prognosis menengah adalah peralihan dari baik dan buruk dan
mencakup faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam kelompok prognosis baik
maupun buruk dengan angka harapan hidup 2 tahun kedepan (2 years survival rate)
sekitar 40-50% .29

Tabel 4. Prognosis AML33


15

16

Anda mungkin juga menyukai