Anda di halaman 1dari 15

1.

Penggunaan katalis dalam industri petroleum (yaitu pada proses cracking)


Catalytic Cracking
Untuk merngurangi kebutuhan energi yang cukup besar serta menghasilkan produk
dengan selektifitas yang tinggi, digunakan berbagai katalis termasuk dalam proses
perengkahan. Katalis perengkahan dalam industri minyak bumi umumnya
merupakan katalis heterogen atau padatan dengan luas permukaan dan keasaman
yang tinggi serta stabilitas termal yang cukup besar. Luas permukaan katalis yang
digunakan dalam proses ini berkisar antara 300m2/gram hingga 700 m2/gram. Bahan
padatan tersebut antara lain adalah g-alumina, Aluminium oksida (Al2O3), Silika
alumina, zeolit dan clay. Pada produksi gasolin, dilaporkan penggunaan katalis pada
perengkahan minyak bumi menghasilkan angka oktan yang tinggi. Mekanisme
dasarnya adalah pada pembentukan muatan elektrik suatu molekul yang disebabkan
oleh keasaman padatan katalis.
Dilakukan menggunakan katalis dengan luas permukaan spesifik yang tinggi (300
higga 700 m2/g), memiliki sifat asam dan stabil pada temperatur tinggi.
Mekanisme :
1. Catalytic Cracking terjadi melalui pembentukan karbokation dari mokekul yang
berlanjut pada penyerangan molkeul yang lain:
Pembentukan karbokation baru dan pemutusan ikatan C-C dari molekul didasarkan
pada kestabilan hiperkonjugasi yang mungkin dalam molekul. Karbokation yang
terbentuk bersifat sangat reaktif dan dapat menyerang parafin atau naften
menghasilkan karbokation baru.
RCH2-CH=CH2 + (CH3)3CH -----> (CH3)3C + RCH2-CH2-CH3
Senyawa aromatik tersubtitusi alkil dapat bereaksi dalam beberapa mekanisme ,
salah satunya pemutusan rantai
2. Aromatik tersubstitusi alkil dapat menghasilkan karbokation dan senyawa
aromatik

3. Perpindahan hidrogen (hidrogen shift) dan perpindahan metil (methyl shift) dari
karbokation dapat terjadi membentuk produk isomer.
4. Dapat terjadi siklisasi pada hidrokarbon rantai panjang
2. Pembuatan Katalis Pt
Persiapan Mendapatkan Katalis Platinum Tiga seri katalis, yaitu Ni, Co, dan Pt
sudah dipelajari, dengan dukungan pada hydrotalcites dan dipromosikan dengan
WOx. Berikut adalah penjelasan singkat penyusunan dari seri katalis Pt :
Hydrotalcite dipersiapkan dengan metode kopresipitasi menggunakan dua larutan
garam sebagai pelopor. Pertama, di dalam reactor pengaduk, larutan garam yang
terdiri dari Mg(NO3)2 dan Al(NO3)3 dengan rasio molar 2, dibuat (J.T.Baker).
kedua, larutan dari Na2CO3 sebanyak 5% dan NaOH (pH=10) dipersiapkan
(Carlo Erba). Lalu, berbeda dengan prosedur mendapatkan katalis Ni ataupun Co,
ada penambahan H2PtCl6 setelah larutan Mg(NO3)2 , Al(NO3)3 , Na2CO3, dan
NaOH mengalami kontak.
Jumlah konstan dari 0.35 wt% Pt dan beberapa konsentrasi Tungsten (W)
terbentuk : contoh tanpa W (contoh HT), 0.5 wt% W (contoh HT0.5W), 0.5 wt%
W dan Pt (contoh HTP0.5), 1 wt% W dan Pt (contoh HTP1W), 2 dan 3 wt% W
dan Pt (contoh HTP2W dan HTP3W). Setelah penambahan ini, suspense padat
diaduk selama 24 jam pada suhu 600C. Frasa padat kemudian dicuci tiga kali
dengan air suling dan akan kering pada suhu 1200C selama 24 jam dan dilabur
pada suhu 4500C selama 5 jam. Dan yang terakhir, katalis kemudian dikurangi
dan gas H2 mengalir (1.8 L/h) pada suhu 4500C untuk 2 jam.
Hasil dan Diskusi Produk
Katalis Pt/Hydrotalcite-WOx memproduksi: H2, CH3CHO, CO2, CH4, dan
CH2CH2. Dehidrasi etanol menuju kepada olefin dipengaruhi oleh adanya Pt.
Etilen dan asetaldehid adalah hasil menengah/hasil tengah yang dapat dibentuk
dari masing-masing reaksi dehidrogenasi dan dehidrasi. Perbedaan dalam
selektivitas H2 antara katalis HTP05W dan katalis Pt yang lain sangat kecil. Itu
dapat diketahui pula bahwa H2 dihasilkan dari beberapa reaksi, contohnya
dehidrogenasi, water gas shift reaction (WGS).
Semua perhitungan menunjukkan bahwa fraksi mol dari CO itu adalah di bawah
0.009 dan fraksi mol dari CH2CH2 dan CH3CHO adalah di bawah 0.1.Maka
perhitungan reaksi kesetimbangan gas kimia memungkinkan mendapatkan ide

dari produk mana yang paling mungkin terbentuk jika konstanta reaksi
kesetimbangan diketahui. Dalam perhitungan termodinamika juga dapat
memprediksi suhu operasi yang bereaksi dalam sistem untuk mendapatkan
konversi terbaik. Dalam kasus katalis Pt/Hydrotalcite-WOx, nilai (Dyi) untuk H2
dan CO2 adalah sangat mirip dengan nilai dari katalis Co. Perbedaan konversi
dalam kasus katalis Pt kurang dari dalam kasus katalis Co, oleh karena itu, katalis
Pt/Hydrotalcite-WOx ini lebih aktif dan juga laju katalis dari Pt lebih tinggi 1
tingkatan atau ukuran dibandingkan dengan tingkat reaksi katalis Co dan Ni.
Katalis HTP05W dan HTP1W (dengan konsentrasi W rendah) menunjukkan
fraksi molar terbesar untuk H2, dan konversi yang paling tinggi. Cara lain untuk
menjelaskan kesimpulan ini ialah bahwa telah diketahui katalis Pt ini mempunyai
konsentrasi W yang paling rendah, yang menunjukkan sifat mengkristal paling
tinggi dan stablitas yang paling tinggi pula selama reaksi reformasi uap etanol
berlangsung. Dan yang terakhir, didapat kesimpulan tingkat konversi dalam
katalis tersebut yaitu : Pt > Ni > Co dan reaksi rata-rata per gram nya yaitu : Pt
>> Ni = Co
3. Biodiesel dan reaksi-reaksi
Esterifikasi
Reaksi pembentukan biodiesel adalah rekasi antara asam lemak dengan alkohol baik
dengan adanya katalis ataupun tidak. Reaksi ini lazim disebut sebagai reaksi
esterifikasi karena menghasilkan biodiesel sebagai senyawa esternya. Reaksi
pembuatan biodiesel kerap juga disebut dengan reaksi alkoholisis karena
menggunakan alkohol sebagai bahan perekasi.
Adapun reaksi kimia antara asam lemak dan metanol membentuk biodiesel adalah
sebagai berikut :
katalis

O == RCOH + CH3OH
(Asam Lemak)

(Metanol)

O == RCOCH3 + H2O
Metil ester asam lemak

air
Reaksi esterifikasi biasanya memakai asam kuat sebagai katalisnya. Asam kuat yang
biasa dipakai sebagai katalis dalam proses esterifikasi adalah asam sulfat dan asam
klorida, namun asam sulfat lebih sering digunakan karena kandungan air yang lebih
sedikit.

Proses esterifikasi dilakukan secara dua tahap. Secara sederhana asam lemak bebas
dikonversi menjadi metil ester asam lemak dengan perlakuan katalis asam pada
tahap awal, dan pada tahap selanjutnya transesterifikasi sempurna dilakukan dengan
menggunakan katalis basa. Esterifikasi asam merupakan proses pendahuluan
menggunakan katalis asam untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga 2%,
katalis asam umumnya adalah asam sulfat dengan konsentrasi 0.5% (b/b CPO)
Esterifikasi dilakukan dalam wadah berpengaduk magnetik dengan kecepatan
konstan, hal ini penting untuk memastikan terjadinya reaksi diseluruh bagian reaktor,
kecepatan pengaduk sebesar 350 rpm.
Perbandingan mol yang sesuai antara metanol dan CPO pada proses transesterifikasi
basa adalah 9:1. Transesterifikasi menggunakan katalis basa dilakukan didalam
reaktor curah (batch reactor) pada suhu 60 oC. Waktu reaksi yang dibutuhkan untuk
mengkonversi trigliserida, digliserida dan monogliserida menjadi metil ester adalah
selama 60 menit. Konsentrasi katalis maksimum adalah 1% KOH (b/b CPO).
Transesterifikasi
Ester merupakan suatu senyawa turunan asam karboksilat dimana gugus hidroksi
dari asam karboksilat digantikan oleh gugus alkoksi.Esterifikasi merupakan reaksi
pembentukan ester antara asam karboksilat dan alkohol, esterifikasi adalah reaksi
ionik yang merupakan kombinasi dari reaksi adisi dan penyusunan ulang
(rearrangement).
Reaksi esterifikasi dapat dibagi atas dua jenis, diantaranya adalah sebagai berikut:
1

Esterifikasi langsung, yang merupakan reaksi antara alkohol dengan asam lemak.
RCOOH + R`OH RCOOR` + H2O
Reaksinya merupakan reaksi substitusi nukleofilik gugus asil.Reaksinya tidak
langsung secara substitusi, tetapi melalui 2 tahap. Tahap pertama adalah adisi
nukleofilik dan diikuti tahap kedua yaitu eliminasi.

Transesterifikasi, yang meliputi reaksi:

Alkoholisis, merupakan reaksi antara ester dengan alkohol membentuk ester yang
baru.
RCOOR` + R``OH RCOOR`` + R`OH

Asidolisis, merupakan reaksi antara ester dengan asam karboksilat membentuk ester
yang baru.

RCOOR` + R``COOH R``COOR` + RCOOH


c

Interesterifikasi merupakan suatu reaksi ester dengan ester lainnya atau disebut ester
interchange.
Transesterifikasi atau alkoholisis adalah reaksi pertukaran gugus alkohol dari suatu
ester dengan ester lain. Kehadiran katalis (asam kuat atau basa kuat) akan
mempercepat pembentukan ester. Transesterifikasi dapat dikatalisis oleh asam-asam
Brnsted, lebih sering digunakan sulfonat dan asam sulfat.
Reaksi antara minyak atau lemak dengan alkohol merupakan reaksi yang bersifat
bolak-balik. Oleh sebab itu alkohol harus ditambahkan berlebih untuk membuat
reaksi berjalan kearah kanan. Menurut azas Le Chatelier bahwa: Setiap perubahan
pada salah satu variabel sistem keseimbangan akan menggeser posisi keseimbangan
kearah tertentu yang akan menetralkan/ meniadakan pengaruh variabel yang berubah
tadi.
Biodiesel dapat berupa metil ester atau etil ester tergantung jenis alkohol yang
digunakan. Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester karena metanol
mudah didapat dan tidak mahal. Metanol lebih reaktif dibandingkan dengan etanol,
sehingga penggunaan metanol menghasilkan mono dan diasilgliserol yang relatif
lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan etanol pada kondisi reaksi yang sama
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan sehingga digunakan
metanol berlebih untuk menggeser arah reaksi kekanan. Transesterifikasi dilakukan
pada suhu 50 oC 70 oC dan pada kondisi tekanan atmosfer. Suhu reaksi pada
transesterifikasi minyak kelapa sawit yang sesuai adalah pada 60 oC, hal ini
disebabkan karena suhu ini mendekati titik didih metanol (65 oC) dan titik leleh CPO
(55 oC), pada suhu ini reaktan akan tercampur secara homogen.
Minyak dan lemak dengan kandungan asam lemak bebas dalam jumlah banyak tidak
dapat dikonversi secara langsung menjadi metil ester dengan menggunakan katalis
basa. Pengaruh negatif transesterifikasi katalis basa terhadap minyak dengan
kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan mengakibatkan asam lemak bebas
bereaksi dengan katalis yang ditambahkan dan selanjutnya bereaksi menghasilkan
sabun, disamping itu sebagian katalis akan dinetralisasi. Jika terdapat air dalam
reaksi, sabun akan terbentuk dengan terlebih dahulu membentuk emulsi dengan
metanol dan minyak, sehingga reaksi metanolisis tidak dapat terjadi. Adanya sabun

akan menyebabkan naiknya koefisien viskositas dan pembentukan gel yang akan
mengganggu jalannya reaksi serta berpengaruh terhadap proses pemisahan gliserol.
Reaksi yang terjadi selama proses pembuatan Biodiesel, yaitu:

2.3 Katalis yang digunakan pada pembuatan biodiesel


Katalis adalah zat yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi tetapi zat tersebut
tidak mengalami perubahan kimia pada akhir reaksi. Katalis tidak berpengaruh pada
energi bebas G 0, jadi juga tidak berpengaruh terhadap tetapan kesetimbangan k.
Umumnya kenaikan konsentrasi katalis juga menaikkan kecepatan reaksi, jadi
katalis ini ikut dalam reaksi tetapi pada akhir reaksi diperoleh kembali.
Berdasarkan fasanya, proses katalisis dapat digolongkan menjadi katalisis homogen
dan katalisis heterogen. Katalisis homogen ialah katalis yang mempunyai fasa sama
dengan fasa campuran reaksinya, sedangkan katalisis heterogen adalah katalis yang
berbeda fasa dengan campuran reaksinya. Katalisis homogen kurang efektif
dibandingkan dengan katalisis heterogen karena heterogenitas permukaannya. Pada
katalisis homogen katalis sukar dipisahkan dari produk dan sisa reaktanya sedangkan
katalisis heterogen pemisahan antara katalis dan produknya serta sisa reaktan mudah
dipisahkan dengan demikian, karena mudah dipisahkan dari campuran reaksinya dan
kestabilannya terhadap perlakuan panas, katalisis heterogen lebih banyak digunakan
dalam industri kimia.
Berikut penjelasan tentang teknologi pembuatan biodiesel dengan berbagai jenis
katalis yang digunakan menurut Luqman Buchori dkk tahun 2015.

Teknologi Transesterifikasi dengan Katalis Homogen


Transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa homogen merupakan metode
yang paling umum digunakan pada skala laboratorium maupun industri. Hal ini
karena proses transesterifikasinya menghasilkan yield yang tinggi (97% atau lebih)
dalam waktu yang singkat (10 menit sampai 2 jam) dengan temperatur reaksi rendah
(25-70oC). Katalis basa homogen yang biasa digunakan dalam produksi biodiesel
adalah logam hidroksida seperti natrium hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida
(KOH) dan alkoksida seperti K dan Na metoksida (NaOCH3, KOCH3). Katalis ini
biasa digunakan dalam industri biodiesel karena dapat digunakan pada temperatur
reaksi yang rendah, dapat mencapai konversi yang tinggi dalam waktu yang singkat,
dan selalu tersedia dengan harganya yang relatif murah. Kecepatan reaksi berkatalis
basa, 4000 kali lebih cepat dibandingkan dengan katalis asam. Reaksi berkatalis basa
ini sangat sensitif dengan kemurnian reaktan. Penggunaan katalis ini terbatas hanya
untuk minyak tumbuhan dengan kandungan FFA < 0.5% wt atau angka asam < 1
mg KOH/g. Jika kandungan FFA > 6% wt, maka katalis basa tidak sesuai untuk
digunakan. Minyak atau lemak yang mengandung FFA tinggi akan terbentuk sabun
yang sangat tidak diinginkan karena akan mendeaktifasi. Sabun yang terbentuk
dapat secara drastis mengurangi yield fatty acid methyl ester (FAME) dan
menghambat proses pemurnian biodiesel. Kandungan air yang tinggi juga
mempengaruhi yield metil ester. Pada temperatur yang tinggi, air dapat
menghidrolisa trigliserida menjadi digliserida dan membentuk asam lemak bebas
(free fatty acid). Untuk mencegah reaksi penyabunan ini maka kandungan FFA dan
air di dalam minyak harus < 0,5% wt dan 0,05% wt.
Karena proses transesterifikasi dengan katalis basa menimbulkan sedikit masalah
khususnya minyak atau lemak dengan konsentrasi FFA yang tinggi, maka
digunakanlah katalis asam. Katalis asam ini dapat mencegah terjadinya penyabunan
karena FFA akan secara langsung diubah menjadi ester melalui esterifikasi dan
gliserida akan diubah menjadi ester melalui transesterifikasi. Katalis asam dapat
digunakan untuk proses esterifikasi dan transesterifikasi, sedangkan katalis basa
hanya digunakan untuk proses transesterifikasi saja. Katalis yang banyak digunakan
untuk proses transesterifikasi ini adalah asam sulfat (H 2SO4), asam klorida (HCl),
asam sulfonat dan asam fosfat (H3PO4). Diantara katalis ini, yang paling umum
digunakan adalah H2SO4 karena mempunyai aktifitas katalitik yang bagus dan H2SO4
dapat ditambahkan langsung ke dalam metanol. Keuntungan menggunakan katalis

asam ini antara lain katalis asam tidak sensitif dengan adanya FFA di dalam bahan
baku dan dapat digunakan sebagai katalis untuk reaksi esterifikasi dan
transesterifikasi secara simultan. Katalis asam dapat secara langsung menghasilkan
biodiesel dari bahan baku bermutu rendah seperti minyak goreng bekas yang
mempunyai kandungan FFA > 6%. Katalis asam lebih efisien ketika jumlah FFA
melebihi 1% wt. Selain itu, secara ekonomi katalis asam dengan satu tahapan proses
lebih ekonomis daripada proses berkatalis basa yang membutuhkan tambahan proses
untuk mengubah FFA menjadi metil ester. Namun transesterifikasi dengan katalis
homogen asam ini sensitif dengan adanya air. Adanya air yang terbentuk di dalam
esterifikasi FFA harus dihilangkan karena akan menyebabkan penyabunan ester pada
kondisi basa. Sistem katalis asam ini juga mempunyai beberapa kekurangan,
diantaranya : kecepatan reaksinya rendah sehingga waktu reaksi lama, membutuhkan
temperatur reaksi yang tinggi, rasio molar alkohol/minyak tinggi, masalah
lingkungan yang serius, masalah korosi, pemisahan katalis dari produk, pengolahan
limbah air yang dihasilkan, kandungan FFA dan air yang mengganggu dalam reaksi
dan selektifitas yang rendah sehingga menghasilkan produk samping yang tidak
diinginkan.

Teknologi Transesterifikasi dengan Katalis Heterogen


Penggunaan katalis padat heterogen mengurangi masalah yang ditimbulkan oleh
katalis homogen. Katalis heterogen dapat direcycle dan digunakan beberapa kali
dengan pemisahan produk akhir lebih baik. Selain itu, penggunaan katalis ini juga
meminimalkan biaya bahan baku dan biaya produksi. Proses ini ramah lingkungan
dan dapat diterapkan untuk proses batch maupun kontinyu tanpa memerlukan tahap

permurnian. Katalis heterogen tidak seperti katalis homogen karena katalis ini
mengurangi biaya dan waktu pencucian air serta mengurangi tahap netralisasi untuk
memisahkan dan merecovery katalis. Kemurnian metil ester melebihi 99% dengan
yield mendekati 100%. Selain itu, proses transesterifikasi dengan katalis heterogen
menghasilkan gliserol sebagai hasil samping dengan kemurnian > 98%
dibandingkan dengan
katalis homogen yang hanya 80%. Katalis heterogen dapat diatur sesuai dengan
sifat-sifat katalis yang diinginkan sehingga adanya FFA atau air tidak mempengaruhi
tahapan reaksi selama transesterifikasi.
Transesterifikasi menggunakan katalis basa heterogen dapat menyederhanakan
proses produksi dan proses pemurnian, menurunkan jumlah limbah air, mengurangi
ukuran peralatan proses, mengurangi masalah lingkungan dan biaya proses. Namun
penggunaan katalis basa heterogen ini dibatasi oleh kandungan FFA yang ada dalam
umpan berkualitas rendah seperti minyak goreng bekas. Meskipun demikian, katalis
ini dapat digunakan ketika kualitas umpannya bagus. Beberapa keuntungan
penggunaan

katalis

basa

heterogen

adalah

penggunaan

kembali

katalis,

penyederhanaan dalam pemisahan katalis, temperatur reaksi rendah dan waktu reaksi
yang pendek. Penelitian mengenai katalis asam padat untuk reaksi transesterifikasi
terus dikembangkan karena katalis asam padat ini sangat potensial untuk
menggantikan katalis asam cair. Keuntungan menggunakan katalis asam padat
adalah katalis asam padat tidak sensitif terhadap kandungan FFA, esterifikasi dan
transesterifikasi terjadi secara simultan, menghilangkan tahap pencucian biodiesel,
pemisahan katalis mudah dari media reaksi sehingga tingkat kontaminasi produk
lebih rendah, regenerasi dan recycle katalis mudah dan mengurangi masalah korosi.
Selain itu, katalis asam heterogen juga mempunyai aktifitas katalitik yang rendah
sehingga membutuhkan temperatur reaksi yang tinggi (~200 oC) dan waktu reaksi
yang lama (8-20 jam). Katalis asam heterogen yang sering digunakan dalam
esterifikasi maupun transesterifikasi adalah resin ion exchange (amberlyst, nafion
silika), tungsten (WO3/ZrO2), katalis sulfat (SO42-/ZrO2, SO42-/TiO2), heteropolyacid,
Fe-Zn DMC (double metal cyanide catalysts) dan zinc stearat (Zn(C18H35O2)2).

Teknologi Transesterifikasi dengan Katalis Enzim


Katalis enzim biasa disebut biokatalis. Biokatalis ini diperoleh dari enzim yang
disebut dengan lipase yang dihasilkan dari mikroorganisme, hewan dan tumbuhan.
Transesterifikasi enzimatik mendapat perhatian besar dari para peneliti karena dapat
mengatasi masalah-masalah proses yang diakibatkan oleh transesterifikasi kimia.
Sejumlah besar air yang timbul dan sulitnya recovery gliserol merupakan masalah
yang pada akhirnya meningkatkan biaya produksi biodiesel dan masalah lingkungan.
Katalis enzim merupakan katalis yang memiliki keunggulan sifat (aktifitas tinggi,
selektifitas dan spesifik) sehingga dapat membantu proses-proses kimia kompleks
pada kondisi lunak dan ramah lingkungan. Keuntungan menggunakan katalis enzim
pada proses transesterifikasi adalah : katalis enzim tidak menghasilkan produk
samping, recovery produk mudah, kondisi reaksi yang rendah, tidak sensitif terhadap
minyak dengan kandungan FFA tinggi dan katalis dapat digunakan kembali. Namun
katalis enzim hanya dapat bereaksi pada rentang suhu tertentu dikarenakan apabila
terlalu tinggi maka protein dalam enzim akan terdenaturasi dan enzim tidak dapat
bekerja secara optimal. Penggunaan katalis enzim masih terbatas karena harganya
sangat mahal, kecepatan reaksi lambat, sering tidak stabil, mudah terhambat, dan
deaktifasi enzim.

4. Katalis Ziegler Nata


Katalis ZieglerNatta, dinamakan menurut nama Karl Ziegler dan Giulio Natta,
suatu katalis yang digunakan dalam sintesis polimer 1-alkena (-olefin). Dua kelas
yang luas dari katalis Ziegler-Natta yang digunakan, dibedakan oleh kelarutannya:
Katalis yang didukung secara heterogen berdasarkan pada senyawa yang digunakan
dalam reaksi polimerisasi dalam kombinasinya dengan kokatalis, senyawa
organologam seperti trietilaluminium, Al(C2H5)3. Kelas katalis ini mendominasi
industri.
Katalis homogen biasanya berdasarkan pada kompleks Ti, Zr atau Hf. Mereka ini
biasanya digunakan dalam kombinasinya dengan kokatalis organoaluminium yang
berbeda, metilaluminoksan (atau metilalumoksan, MAO). Katalis ini secara
tradisional termasuk metalosen tetapi juga fitur ligan multidentat berbasis oksigendan nitrogen.
Katalis ZieglerNatta digunakan untuk mempolimerisasi 1-alkena terminal (etilena
dan alkena dengan ikatan rangkap vinil):
n CH2=CHR [CH2CHR]n
Sekurang-kurangnya ada 10 polimer yang dibuat meng-gunakan katalis ZieglerNatta, yaitu:
Polietilena
Polipropilena
Kopolimer etilena dan 1-alkena
Polibutena-1
Polimetilpentena
Polisikloolefin
Polibutadiena
Poliisoprena
Poli-alfa-olefin amorf (APAO)
Poliasetilena.

5. Katalis gas buang


Catalytic Converter, pertama kali ditemukan tahun 1975 di Amerika Serikat. Alat ini
dibuat demi memenuhi standar emisi gas buang yang sangat ketat di negara tersebut.
Singkatnya Catalytic Converter ini adalah alat yang akan mereaksikan gas-gas
buang yang berbahaya melalui reaksi kimia sehingga nantinya gas-gas tersebut akan
berubah menjadi gas yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Atau minimal menjadi
gas yang tidak terlalu berbahaya. Catalytic Converter merupakan alat yang
digunakan sebagai alat pengontrol emisi gas buang yang diletakkan setelah exhaust
manifol pada sistem pembuangan kendaraan bermotor.
Catalytic converter merupakan salah satu inovasi terbesar di industri otomotif.
Pasalnya, peranti ini mampu mengubah zat-zat hasil pembakaran seperti,
hidrokarbon (HC), karbon oksida (CO), dan NOx, menjadi zat yang lebih ramah
lingkungan. Berdasarkan data Manufactures of Emission Controls Association
(MECA) AS sejak tahun 1970-an hingga saat ini, catalytic converters telah
membantu mengurangi bahan polutan sebanyak 1,5 miliar ton di AS dan 3 miliar ton
di

seluruh

dunia.

Bentuk catalytic converter seperti tabung bentuknya mirip sarang tawon. Bahannya
terbuat dari keramik dengan ukuran lubang penyaring antara 1 hingga 2 mm. Secara
umum

ada

dua

tipe

catalytic

converter

yang

dipakai,

yaitu

jenis pellet danmonolithic. Jenis monolithic merupakan catalytic converter yang


banyak dipakai saat ini. Alasannya, jenis tersebut memiliki tahanan gas buang yang
kecil, lebih ringan, dan cepat panas dibandingkan jenis pellet.
CC biasanya terdiri atas beberapa bagian :
1. Inti katalis (substrate). Penggunaan CC pada bidang otomotif biasanya
menggunakan inti dari keramik monolit dengan struktur sarang lebah (honeycomb).
Monolit

tersebut

dilapisi

oleh

FeCrAl pada
2. Washcoat. Washcoat adalah pembawa material katalis digunakan untuk
menyebarkan katalis tersebut pada area yang luas sehingga katalis mudah bereaksi
dengan gas buang. Washcoat biasanya terbuat dari aluminium oksida, titanium
oksida, silikon oksida dan campuran silika dan alumina. Washcoat dibuat dengan
permukaan agak kasar dan bentuk yang tidak biasa untuk memaksimalkan luas
permukaan yang kontak dengan gas buang sehingga katalis dapat bekerja secara

lebih

efektif

dan

efisien.

3. Katalis. Katalis biasanya terbuat dari logam mulia. Platina adalah katalis yang
paling aktif diantara logam mulia lainnya dan secara luas digunakan namun tidak
cocok dengan segala aplikasi karena adanya rekasi tambahan yang tidak diinginkan
serta harganya yang mahal. Palladium dan rhodium adalah jenis logam mulia lainnya
yang biasa digunakan secara bersamaan. Palladium berfungsi sebagai katalis reaksi
oksidasi, rhodium digunakan sebagai katalis rekasi reduksi dan platina dapat
melakukan kedua reaksi tersebut (oksidasi dan reduksi). Logam lain yang terkadang
digunakan walaupun secara terbatas adalah cerium, besi, mangan, tembaga dan
nikel. Digunakan secara terbatas karena memiliki produk sampingan yang juga
cukup berbahaya. Nikel dilarang di uni eropa karena reaksinya dengan CO
menghasilkan nikel tetrakarbonil. Tembaga dilarang di amerika utara karena
menghasilkan senyawa dioksin.
Untuk mengurangi gas polutan, catalytic converter menggunakan beberapa bahan
baku. Berdasarkan bahan baku yang dipakai, catalytic converter bisa dibagi menjadi
dua model, yaitu oxidation catalyst (OC) atau 2-way Catalyst dan three way catalyst
(TWC). Jenis OC menggunakan material platinum dan paladium, yang dapat
mengurangi CO dan HC. Sedangkan TWC mengandung platinum dan rhodium yang
mampu mengurangi CO, HC, dan NOx. 3-way Catalist digunakan pada mesin mobil
dan motor yang menggunakan bahan bakar bensin (Premium, dsb.). Ada tiga tahap
dalam proses ini yaitu :
1.
Reduksi Nitrogen Oksida menjadi nitrogen dan Oksigen : 2NO x
xO2+N2
2.

Oksidasi Carbon Monoksida menjadi Karbon Dioksida : 2CO + O 2

2CO2
3.

Oksidasi senyawa Hidrokarbon yang tak terbakar (HC) menjadi

Karbon Dioksida dan air : 2CxHy + (2x+y/2)O2 2xCO2 + yH2O


Reaksi-reaksi di atas akan berjalan efisien bila mesin bekerja dengan
perbandingan 14,7 bagian udara dengan 1 bagian bahan bakar. Oleh karena itu, CC
sulit diaplikasikan pada mesin yang masih menggunakan karburator untuk
pemasukan bahan bakar.CC paling ideal digunakan dengan mesin yang telah
menggunakan closed loop feedback fuel injection. Khusus untuk jenis TWC,
prosedur

kerjanya

dibagi

menjadi

tiga

bagian.

Tahap

pertama

disebut

dengan reduction catalyst. Molekul NOx disaring dan direaksikan menjadi atom

nitrogen dan oksigen. Atom nitrogen yang terperangkap dalam katalis tersebut diikat
dengan atom nitrogen lainnya, sehingga berubah menjadi N2. Sementara oksigen
yang

ada

diubah

menjadi

O2.

Proses kerja kedua disebut oxidization catalyst. Tujuannya mengurangi kadar


hidrokarbon juga mengubah CO menjadi gas CO2 yang tidak berbahaya. Adapun
mekanisme kerja ketiga adalah pengendalian yang memonitor arus gas buang.
"Informasi" yang diperoleh dipakai untuk mengatur campuran bahan bakar dengan
udara

agar

selalu

berada

dalam

komposisi

yang

ideal.

Sedangkan 2-way Catalist digunakan pada mesin diesel. Karena pada daur Mesin
Diesel tidak dihasilkan Nitrogen Oksida (NOx), maka daur yang terjadi hanyalah
daur nomor 2 dan 3 saja.
Catalytic converter ditempatkan di belakang exhaust manifold atau diantara muffler
dengan header. Alasannya, catalytic converter cepat panas ketika mesin dinyalakan.
Selain itu, sensor bisa segera bekerja untuk menginformasikan kebutuhan campuran
bahan bakar udara yang tepat ke Engine Control Machine (ECM). Peranti catalytic
converter baru bekerja efektif ketika kondisinya panas. Setiap mobil memiliki
jumlah alat sensor yang berbeda, bergantung pada kebutuhan dan teknologi
mesinnya. Umumnya mobil injeksi menggunakan dua sensor oksigen yang berbeda
tempat.
Ketika sensor, misalnya, mendeteksi temperatur gas buang terlalu tinggi akibat
jumlah bahan bakar yang sedikit dibandingkan udara, maka air-fuel ratio (AFR)
menjadi "miskin". Informasi inilah yang akan diteruskan ke ECM. Peranti ECM pun
segera bekerja melakukan penyetelan ulang komposisi bahan bakar dan udara
sehingga

proses

pembakaran

menjadi

ideal.

Pipa buang adalah pipa baja yang mengalirkan gas sisa pembakaran dari exhaust
manifold ke udara bebas. Konstruksinya dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu pipa
bagian depan, tengah, dan belakang. Susunannya sengaja dibuat demikian untuk
mempermudah saat penggantian catalytic converter atau muffler, tanpa perlu
melepas

keseluruhan

konstruksi

sistem

pembuangan.

Muffler berfungsi untuk mengurangi tekanan dan mendinginkan gas sisa


pembakaran. Ini karena gas sisa pembakaran yang dikeluarkan dari mesin memiliki
tekanan cukup tinggi, sekira 3 hingga 5 kg/cm2. Sedangkan suhunya bisa mencapai
600 hingga 800 derajat Celsius. Besaran panas ini kira-kira 34% dari energi panas
yang

dihasilkan

mesin.

Kalau gas ini langsung disalurkan ke udara luar tanpa muffler, gas akan
mengembang dengan cepat diiringi dengan suara ledakan yang cukup keras.
Catalytic Converter sangat peka terhadap logam-logam lain yang biasanya
terkandung dalam bensin ataupun solar misalnya timbal pada premium, belerang
pada solar, lalu seng, mangan, fosfor, silikon, dsb. Logam-logam tersebut bisa
merusak komponen dari Catalytic Converter. Oleh karena itu teknologi ini tidak bisa
digunakan di semua daerah terutama daerah yang premiumnya belum diganti oleh
Premium TT (Tanpa Timbal).
CC telah terbukti memiliki manfaat untuk mengurangi emisi kendaraan bermotor.
Namun, CC ternyata tetap memiliki beberapa efek pada lingkungan :
a. CC tidak mereduksi jumlah CO2 yang dihasilkan bahan bakar bahkan mengubah
CO menjadi CO2. Padahal telah kita ketahui bersama bahwa CO2 ditengarai
menjadi penyebab utama greenhouse effect yang mengakibatkan pemanasan global
diseluruh dunia. Bahkan CC juga melepas N2O yang ternyata setelah diteliti 3 kali
lebih besar efeknya dibandingkan CO2. EPA (Environmental Protection Agency),
badan lingkungan hidup Amerika Serikat mencatat bahwa 3 % emisi nitrogen oksida
dihasilkan

oleh

kendaraan

bermotor.

b. Air to fuel ratio kendaraan harus senantiasa pada kondisi stoikiometri saat
penggunaan CC. Akibatnya kadar CO2 yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan
mesin

dengan

campuran

miskin

(lean

burn

engine).

c. CC membutuhkan logam mulia palladium dan rhodium. Salah satu pensuplai


logam mulia ini adalah daerah industri Norilsk, Rusia. Ternyata industri untuk
mengekstrak palladium dan rhodium tersebut mengasilkan polusi ang paling besar
dibandingkan industri lainnya.

Anda mungkin juga menyukai