Anda di halaman 1dari 19

1.

Definisi
Pneumonia adalah infeksi akut pada jaringan paru oleh
mikroorganisme, merupakan infeksi saluran napas bagian bawah.
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang terjadi
secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. (Elizabeth J. Corwin,
2009)
Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh
proses infeksi akut yang merupakan penyebabnya yang tersering,
sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk proses non infeksi.
(Aru W. Sudaya, dkk, 2009).
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat
konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang
dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.
Sedangkan menurut Betz dan Sowden (2002) pneumonia adalah
inflamasi atau infeksi pada parenkim paru yang disebabkan oleh satu
atau lebih agens berikut virus, bakteri, mikoplasma dan aspirasi
substansi asing. Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi
paru-paru yang disebabkan oleh bakteria, virus atau fungal (kulat). Ia
juga

dikenali

sebagai

pneumonitis,

bronchopneumonia

dan

'community-acquired pneumonia
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan
paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,
parasit).

Pneumonia

yang

disebabkan

oleh

Mycobacterium

tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang


disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi
bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (PDDI,
2003).
Berdasarkan tempat terjadinya pneumonia dibagi menjadi : CAP
(community-acquired pneumonia), pneumonia yang didapat di
masyarakat. dan HAP (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia), pneumonia yang didapat di rumah sakit.
2. Etiologi dan Faktor Resiko
Pneumonia dapat disebabkan

oleh

berbagai

macam

mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari

kepustakaan CAP yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak


disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit
banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia
aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob (PDPI, 2003).
Pneumonia bisa diakibatkan adanya perubahan keadaan pasien
seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan,
dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat hingga menimbulkan
perubahan karakteristik pada kuman. Etiologi pneumonia berbedabeda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini berdampak
kepada obat yang akan di berikan. Mikroorganisme penyebab yang
tersering adalah bakteri, yang jenisnya berbeda antar Negara, antara
suatu daerah dengan daerah yang lain pada suatu Negara, maupun
bakteri yang berasal dari lingkungan rumah sakit ataupun dari
lingkungan luar. Karena itu perlu diketahui dengan baik pola kuman di
suatu tempat.
Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi antara lain :
a. Bakteri
Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme gram-positif
atau

gram-negatif

seperti

Steptococcus

pneumonia

(pneumokokus), Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus,


Klebsiela pneumoniae, Legionella, hemophilus influenzae.
b. Virus
Influenzae virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial
adenovirus, chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus,
Virus herves simpleks, Virus sinial pernapasan, hantavirus.
c. Fungi
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplasma
kapsulatum.
Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga bisa di sebabkan
oleh bahan-bahan lain/non infeksi :
a. Pneumonia Lipid : Disebabkan karena aspirasi minyak mineral
b. Pneumonia Kimiawi : Inhalasi bahan-bahan organik dan anorganik
atau uap kimia seperti berillium

c. Extrinsik allergic alveolitis : Inhalasi bahan debu yang mengandung


alergen seperti spora aktinomisetes termofilik yang terdapat pada
ampas debu di pabrik gula
d. Pneumonia karena obat : Nitofurantoin, busulfan, metotreksat
e. Pneumonia karena radiasi
f. Pneumonia dengan penyebab tak jelas.
g. Pada bayi dan anak-anak penyebab yang paling sering adalah:
virus sinsisial pernafasan, Adenovirus,]virus parainfluenza, virus
influenza.
Data PDPI
Indonesia

akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di

menunjukkan

bahwa

bakteri

yang

ditemukan

dari

pemeriksaan dahak penderita CAP adalah bakteri Gram negatif.


Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di
Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan
cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi yang
berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut :
a. Klebsiella pneumoniae 45,18%
b. Streptococcus pneumoniae 14,04%
c. Streptococcus viridans 9,21%
d. Staphylococcus aureus 9%
e. Pseudomonas aeruginosa 8,56%
f. Steptococcus hemolyticus 7,89%
g. Enterobacter 5,26%
h. Pseudomonas spp 0,9%
Beberapa keadaan seperti malnutrisi, usia muda, kelengkapan
imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zn,
paparan asap rokok secara pasif dan faktor lingkungan (polusi udara)
merupakan faktor resiko terjadinya pneumonia.
3. Patofisiologi
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme
pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan
ketidakseimbangan

antara

daya

tahan

tubuh,

sehingga

mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya


infeksi penyakit.
Mikroorganisme masuk ke saluran nafas atas menyebabkan
reaksi

imun

dan

mekanisme

pertahanan

terganggu

kemudian

membentuk kolonisasi mikroorganisme sehingga terjadi inflamasi.


Selain itu toksin yang dikeluarkan bakteri dapat secara langsung
merusak sel-sel sistem pernafasan bawah, termasuk produksi
surfaktan alveolar II. Pneumonia bakteri mengakibatkan respon imun
dan inflamasi yang paling mencolok yang perjalanannya tergambar
jelas pada pneumonia pneumokokus (Corwin, 2008).
Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari
Ig A. Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial
yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan
tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas
sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan
jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli
membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium,
yaitu :
a. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia,
mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin
dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka

perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering


mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi
sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena
adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi
sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi
pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi
sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin
dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula.
4. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung
kuan penyebab, usia, status imunologis dan beratnya penyakit.
Manifestasi klinis beratt yaitu sesak dan sianosis. Gejala dan tanda
pneumonia dibedakan gejala non spesifik, pulmonal, pleural dan
ekstrapulmonal.
a. Gejala spesifik
1) Demam
2) Menggigil
3) Sefalgia
4) Gelisah
5) Gangguan Gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare
atau sakit perut
b. Gejala pulmonal

1) Nafas cuping hidung


2) Takipnea, dispnea dan apnea
3) Menggunakan otot interkostal dan abdominal
4) Batuk
5) Wheezing
c. Gejala Pleura
Nyeri dada yang disebabkan oleh Streptococus pneumoniae
dan Staphylococus aureus
d. Gejala Ekstrapulmonal

1) Abses kulit atau jaringan lunak pada kasus pneumonia


karena Staphylococus aureus
2) Otitis media, konjuntivitis, sinusitis dapat ditemukan pada
kasus infeksi karena Streptococus pneumoniae atau H.
Influenza
5. Komplikasi
a. Efusi pleura
b. Empiema
c. Pneumotoraks
d. Piopneumotoraks
e. Pneumatosel
f. Abses Paru
g. Sepsis
h. Gagal nafas
i. Ileus paralitik fungsional
6. Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat
diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu
keadaan

yang

dapat

meningkatkan

risiko

infeksi

dengan

mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae yang


resisten penisilin. Menurut ATS (2001), yang termasuk dalam faktor
modifikasis adalah:
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin
1) Umur lebih dari 65 tahun
2) Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan
terakhir
3) Pecandu alkohol

4) Penyakit gangguan kekebalan


5) Penyakit penyerta yang multipel
b. Bakteri enterik Gram negatif
1) Penghuni rumah jompo
2) Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
3) Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
4) Riwayat pengobatan antibiotik
c. Pseudomonas aeruginosa
1) Bronkiektasis
2) Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
3) Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
4) Gizi kurang
Penatalaksanaan CAP dibagi menjadi:
a. Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik
1) Istirahat di tempat tidur
2) Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
3) Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun
panas
4) Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
5) Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang
dari 8 jam
b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
Pengobatan suportif / simptomatik
1) Pemberian terapi oksigen
2) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit.
3) Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang
dari 8 jam.
c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
1) Pengobatan suportif / simptomatik

a) Pemberian terapi oksigen.


b) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan

elektrolit
c) Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik,
mukolitik.
2) Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam.
3) Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik.

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Gambaran Radiologis
Foto thorax (PA/Lateral) yang merupakan pemeriksaan penunjang
utama untuk menegakkan diagnosis
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang sampai 30.000/ul,
dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta
terjadi peningkatan LED. Untuk pemeriksaan diagnosis etiologi
dibutuhkan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur
darah dapat positif pada 20-25 persen penderita yang tidak diobati.
Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik (PDPI, 2003).

8. Pathway

9. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
3) Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat
diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan kakeksia (malnutrisi)
4) Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)

5) Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk),
imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit
untuk membatasi gerakan)
6) Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas),
dispnea.
Tanda :

- sputum: merah muda, berkarat


- perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
- premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat
dengan konsolidasi
- Bunyi nafas menurun
- Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku

7) Keamanan

Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS,


penggunaan steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar
8) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan
alkohol kronis
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 8 hari
Rencana pemulangan: bantuan dengan perawatan diri,
tugas pemeliharaan rumah
b. Diagnosis Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi
trachea bronchial, pembentukan edema, peningkatan produksi
sputum.
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan Proses inflamasi
3) Resiko tinggi terhadap infeksi (penyebaran) berhubungan
dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder (adanya infeksi
penekanan imun), penyakit kronis, malnutrisi.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
5) Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru,
batuk menetap.
6) Takut/cemas

berhubungan

dengan

kesulitan

bernapas

prosedur dan lingkungan tidak dikenal,] kurang terpajan,


kesalahan interpretasi.
c. Rencana Keperawatan
Bersihan jalan nafas, tak efektif, dapat berhubungan dengan :
inflamasi trakeabranchial, pembentukan edema, peningkatan
produksi

sputum,

nyeri

fleuritik.

Penurunan

energi,

kelemahan.
Tujuan : Menunjukkan prilaku mencapai bersihan jalan nafas,
menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tak ada
dispnoe.
Tindakan / intervensi :

o Mandiri
1) Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran
udara dan bunyi nafas, misalnya : krekels, mengi.
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area
konsolidasi dengan cairan, bunyi nafas bronchial ( normal
pada bronchus ) dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
Krekels dan ronchi dan mengi terdengar pada inspirasi dan /
atau ekspirasi pada respon terhadap pengumpulan cairan,
secret kental dan spasme jalan nafas / obstruksi.
2) Bantu pasien latihan nafas sering. Tunjukkan / Bantu pasien
mempelajari melakukan batuk, missal menekan dada dan
batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.
Rasional : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum
paru-paru/jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme
pembersihan jalan nafas alami, membantu silia untuk
mempertahankan jalan nafas paten.
3) Pengisapan sesuai indikasi
Rasional : Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas
secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan
karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
4) Berikan cairan sedikitnya 2500 ml ml/hari ( kecuali
kontraindikasi ). Tawarkan air hangat dari pada dingin.
Rasional : Cairan kususnya yang hangat memobilisasi dan
mengeluarkan sekret.
o Kolaborasi
1) Bantu mengawasi efek pengobatan
Rasional : Memudahkan pengenceran dan pembuangan
sekret.
2) Berikan

obat

sesuai

indikasi,

mukoliti,

ekspentoran,

bronchodilator & analgesik


Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronchus dengan
mobilisasi sekret. Analgesik untuk memperbaiki batuk

dengan menurunkan ketidaknyaman tapi harus digunakan


secara hati-hati karena dapat menekan pernafasan.
Pola

Napas

tidak

efektif

berhubungan

dengan

proses

Inflamasi.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
dengan GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distress
pernafasan.
Tindakan / intervensi :
o Mandiri :
1) Kaji frekwensi, kedalaman dan kemudahan bernafas.
Rasional : manifestasi distress pernafasan tergantung pada
indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan
umum.
2) Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, catat
adanya sianosis perifer ( kuku ) atau sianosis sentral.
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau
espon tubuh terhadap demam / menggigil.
3) Kaji status mental
Rasional : Gelisah, mudah terangsang, bingung dan
somnolen dapat menunjukkan hipoksemia / penurunan
oksigenasi serebral.
4) Awasi suhu tubuh sesuai indikasi
Rasional : Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan
metabolik

dan

kebutuhan

oksigen

dan

mengganggu

oksigenasi selular.
o Kolaborasi
1) Berikan terapi oksigen dengan benar.
Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan
PaO2 di atas 60 mmHg. Oksigen diberikan dengan metode
yang memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien.
Infeksi, Risiko tinggi terhadap penyebaran, Kemungkinan
berhubungan dengan : ketidakadekuatan pertahanan utama

( penurunan kerja silia, perlengketan sekret pernafasan ).,


tidak adekuatnya pertahanan sekunder, penyakit kronis,
malnutrisi.
Tujuan : Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa
komplikasi,

mengidentifikasi

intervensi

untuk

mencegah/menurunkan risiko infeksi.


Tindakan / intervensi :
o Mandiri
1) Pantau tanda vital dengan ketat, khusus selama awal terapi.
Rasional : selama periode waktu ini, potensial komplikasi
fatal dapat terjadi.
2) Anjurkan pasien memperhatikan pengeluaran sekret dan
melaporkan perubahan warna, jumlah dan bau sekret.
Rasional : Pengeluaran sputum amat penting, perubahan
karakteristik sputum menunjukkan perbaikan pneumonia
atau terjadinya infeksi sekunder.
3) Tunjukkan / dorong tehnik mencuci tangan yang baik
Rasional

Efektif

berarti

menurunkan

penyebaran

tambahan infeksi
4) Ubah posisi dengan sering dan berikan pembuangan paru
yang baik
Rasional : meningkatkan pengeluaran, pembersihan infeksi.
5) Batasi pengunjung sesuai indikasi
Rasional : menurunkan pemajanan terhadap patogen infeksi
lain.
6) Lakukan isolasi pencegahan sesuai individual
Rasional : mencegah penyebaran / melindungi pasien dari
proses infeksi lain.
7) Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktifitas
sedang. Tingkatkan masukan nutrisi adekuat.
Rasional

Memudahkan

proses

meningkatkan tahanan alamiah.

penyembuhan

dan

o Kolaborasi :
1) Berikan antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur
sputum / darah, misalnya penicillin, eritromisin, tetrasiklin,
amikain, sepalosporin & amantadin.
Rasional

untuk

membunuh

kebanyakan

microbial.

Komplikasi antiviral dan antijamur mungkin digunakan bila


pneumonia diakibatkan oleh organisme campuran.
Intoleransi aktifitas kemungkinan berhubungan dengan :
ktidak seimbangan anatar suplai dan kebutuhan oksigen,
kelemahan umum, kelelahan.
Tujuan : Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap
aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnoe, kelemahan
berlebihan dan tanda vital dalam rentang normal.
Tindakan / intervensi :
o Mandiri
1) Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas.
Rasional : menetapkan kemampuan n/ kebutuhan pasien
dan memudahkan pilihan intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama
fase akut sesuai indikasi .
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan
dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut
untuk menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energi
untuk penyembuhan.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan /
atau tidur
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala lebih
tinggi.

Takut/cemas berhubungan dengan : kesulitan bernapas


prosedur dan lingkungan tidak dikenal, kurang terpajan,
kesalahan interpretasi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman kondisi, proses penyakit, dan
pengobatan, melakukan perubahan pola hidup dan
berpartisipasi dalam program pengobatan.
Tindakan / intervensi :
1) Kaji fungsi normal paru, patologi kondisi
Rasional : Meningkatkan pemahaman situasi yang ada dan
penting menghu bungkan dengan program pengobatan.
2) Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya
penyembuhan,

dan

harapan

kesembuhan

identifikasi

perawatan diri dan kebutuhan / sumber pemeliharaan rumah


Rasional : informasi dapat meningkatkan koping dan
menurunkan ansietas dan masalah berlebihan. Gejala
pernafasan mungkin lambat untuk membaik, dan kelemahan
dan kelelahan dapat menetap selama periode yang panjang.
3) Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan / atau verbal
Rasional : Kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi
kemampuan untuk mengasimilasi informasi / mengikuti
program medik.
4) Tekankan pentingnya melanjutkan batauk efektif / latihan
pernafasan.
Rasional : selama awal 6 8 minggui setelah pulang, pasien
beresiko besar untuk kambuh pneumonia.
5) Tekankan pentingnya melanjutkan terapi antibiotik selama
periode yang dianjurkan.
Rasional : Penghentian dini antibiotik dapat mengakibatkan
iritasi mukosa bronchus, dan menghambat makrofag,
alveolar, mempengaruhi pertahanan alami tubuh melawan
infeksi.

Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim varul, batuk

menetap
Intervensi:
1) Tentukan karakteristik nyeri, misal kejan, konstan ditusuk.
Rasional: nyeri dada biasanya ada dalam seberapa derajat
pada pneumonia, juga dapat timbul karena pneumonia seperti
perikarditis dan endokarditis.
2) Pantau tanda vital
Rasional: Perubahan FC jantung/TD menu bawa Pc mengalami
nyeri, khusus bila alasan lain tanda perubahan tanda vital telah
terlihat.
3) Berikan tindakan nyaman pijatan punggung, perubahan posisi,
musik tenang / berbincangan.
Rasional: tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan
lembut

dapat

menghilangkan

ketidaknyamanan

dan

memperbesar efek derajat analgesik.


4) Aturkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama
episode batuk.
Rasional:

alat

untuk

mengontrol

ketidaknyamanan

dada

sementara meningkat keefektifan upaya batuk.


Kolaborasi
1) Berikan analgesik dan antitusik sesuai indikasi
Rasional: obat dapat digunakan untuk menekan batuk non
produktif atau menurunkan mukosa berlebihan meningkat
kenyamanan istirahat umum.
d. Implementasi
Dilakukan sesuai dengan rencana tindakan menjelaskan setiap
tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan pedoman atau
prosedur teknik yang telah ditentukan.
e. Evaluasi
Kriteria keberhasilan: Berhasil, Tuliskan kriteria keberhasilannya
dan tindakan dihentikan. Tidak berhasil : Tuliskan mana yang
belum berhasil dan lanjutkan tindakan.

Daftar Pustaka
Asih, Retno. (2006). Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI
Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak Kuliah Pneumonia.
Corwin, J. (2008). Buku Saku Patofisiologi, Ed.3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Djojodibroto, D. (2007). Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges, Marilynn, E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
PPDI.

(2003). Pneumonia
Penatalaksanaan.

Komuniti

Pedoman

Diagnosis

dan

Wong L, Donna. (2004) . Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta:


EGC.

Anda mungkin juga menyukai