ISI Kelainan Otot Tendon 2
ISI Kelainan Otot Tendon 2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Myastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah.
Penyakit ini merupakan penyakit neuromuscular yang merupakan gabungan
antara
cepatnya
terjadi
kelelahan
otot-otot
volunter
dan
lambatnya
pemulihan. Pada masa lampau kematian akibat dari penyakit ini bisa
mencapai 90%, tetapi setelah ditemukannya obat-obatan dan tersedianya
unit-unit perawatan pernafasan, maka sejak itulah jumlah kematian akibat
penyakit ini bisa dikurangi. Sindrom klinis ini ditemukan pertama kali pada
tahun 1600, dan pada akhir tahun 1800.
Myastenia gravis banyak timbul pada usia 20 tahun, perbandingan
antara wanita dan pria yang menderita penyakit ini adalah 3:1. Tingkat
manusia yang kedua yang paling sering terserang penyakit ini adalah pria
dewasa yang lebih tua. Kematian dari penyakit myastenia gravis biasanya
disebabkan oleh insufisiensi pernafasan, tetapi dapat dilakukannya perbaikan
dalam perawatan intensif untuk pertahanan sehingga komplikasi yang timbul
dapat ditangani dengan lebih baik. Penyembuhan dapat terjadi pada 10 %
hingga 20 % pasien dengan melakukan timektomi elektif pada pasien-pasien
tertentu dan yang paling cocok dengan jalan penyembuhan seperti ini.
HNP Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penyakit yang disebabkan
oleh trauma atau perubahan degeneratif yang menyerang massa nukleus
pada daerah vertebra L4-L5, L5-S1, atau C5-C6 yang menimbulkan nyeri
punggung bawah yang berat, kronik dan berulang atau kambuh. Menjelang
sehingga
terjadilah
penurunan
tekanan
intradiskal
yang
1.3
yang
sering
digunakan
dalam
pembahasan-pembahasan
makalah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
SEMESTER VI MODUL 21 (KEGAWATDARURATAN MEDIK)
SKENARIO 4
KASUS 1 LEMAH OTOT
Seorang pasien wanita, 44 tahun, datang ke Puskesmas dengan
keluhan otot-ototnya mudah lelah dan lambat untuk pulih. Keluhan
dirasakan terutama pada sore hari, dan pulih apabila istirahat.
Belakangan ia mengeluhkan bahwa kelopak mata bagian atasnya
seperti turun dan sulit menegakkan kepala.
KASUS 2 NYERI PINGGANG
Seorang laki-laki usia 42 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan
nyeri pada pinggang kanan yang dialami pasien sejak 5 hari ini. Nyeri
bersifat menjalar sampai ke ujung tungkai kanan. Riwayat jatuh
terduduk tidak ada, riwayat mengangkat berat dalam posisi salah (+).
Pada pemeriksaan Laseque test (+). Pada pemeriksaan fisik umum
didapati kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg,
denyut nadi 80 x/i reguler, frekuensi napas 18 x/i.
dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu
dipengaruhi oleh fungsi saraf kranial.
Myastenia gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang paling
umum terserang adalah otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata,
mengunyah, menelan, batuk dan ekspresi wajah. Bahu, pinggul, leher, otot yg
mengontrol gerakan badan serta otot yang membantu pernafasan juga dapat
terserang.
Miastenia
gravis
merupakan
sindroma
klinis
akibat
kegagalan
spesifik
organ.
Antibodi
merupakan antibodi
kehamilan.
2.2.2 Etiologi
Kelainan
primer
pada
myastenia
gravis
dihubungkan
dengan
ini membuka
Reseptor
saluran
(AChR)
ion
pada
pada
yang
kemudian
membran postsinaptik.
membran
serat
otot
dan
adalah 3 : 1. Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda,
yaitu sekitar 20 tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada
usia 40 tahun. Pada bayi, sekitar 20% bayi yang dilahirkan
penderita
myastenia
gravis
akan
memiliki
oleh
myastenia
ibu
tidak
spinalis dan batang otak mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf
ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranial
menuju ke perifer. Masing-masing saraf bercabang banyak sekali dan mampu
merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara saraf
motorik dan serabut-serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit mototrik.
Meskipun setiap neuron mototrik mempersarafi banyak serabut otot, tetapi
setiap serabut otot dipersarafi oleh hanya satu neuron motorik.
Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik
dan
serabut
otot
disebut
sinaps
neuromuskular
atau
hubungan
menonjol masuk ke dalamnya. Bagian ini mempunyai banyak lipatan (celahcelah subneural) yang sangat menambah luas permukaan. Membran
postsinaps memiliki reseptor-reseptor asetilkolin dan mampu menghasilkan
potensial lempeng akhir yang selanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi
otot. Pada membran postsinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat
menghancurkan asetilkolin yaitu asetilkolinesterase. Celah sinaps adalah
ruang yang terdapat antara membran presinaps dan postsinaps. Ruang
tersebut terisi semacam zatgelatin, dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel
dapat berdifusi.
Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromukular, maka membran
akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan
dilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan
bergabung
dengan
reseptor
asetilkolin
pada
membran
postsinaps.
ion
kalium
secara
tiba-tiba
menyababkan
depolarisasi
lempengakhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini
mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membran otot yang
tidak
berhubungan
dengan
saraf,
yang
akan
disalurkan
sepanjang
potensial
aksi.
Pada
myastenia
gravis,
konduksi
10
reseptor
asetilkolin
dan
mengurangi
efisiensi
hubungan
pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat
berupa serangan dispnea dan pasien tidak lagi mampu membersihkan lendir
dari trakea dan cabang-cabangnya. Pada kasus yang lebih lanjut, gelang
bahu dan panggul dapat terserang hingga terjadi kelemahan pada semua
otot-otot rangka.
Biasanya gejala
myastenia
gravis
memberikan
obat
dapat
diredakan
dengan
antikolinesterase.
Namun
oleh sebab:
1) Perubahan
keseimbangan
hormonal,
misalnya
selama
11
obat
yang
mempermudah
12
terjadinya
kelemahan
2.2.6 Pemeriksaan
Penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
gejala-gejala
seperti misalnya
ptosis,
5.
Uji Kinin, diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg, 3 jam kemudian
diberikan 3 tablet lagi (masing-masing 200 mg per tablet). Bila
kelemahan itu benar disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala
seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan bertambah berat. Untuk
uji ini, sebaiknya disiapkan juga injeksi prostigmin, agar gejala-gejala
miastenik tidak bertambah berat.
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis pasti adalah:
1.
Pemeriksaan Laboratorium
14
serum
beberapa
pasien
dengan
myastenia
gravis
menunjukkan adanya antibodi yang berikatan dalam pola crossstriational pada otot rangka dan otot jantung penderita. Antibodi ini
bereaksi dengan epitop pada reseptor protein titin dan ryanodine
(RyR). Antibodi ini selalu dikaitkan dengan pasien thymoma
dengan miastenia gravis pada usia muda. Terdeteksinya titin/RyR
antibody merupakan suatu kecurigaan yang kuat akan adanya
thymoma pada pasien muda dengan myastenia gravis.
2.
a)
Chest
Imaging
x-ray
(foto
roentgen
thorak),
dapat
dilakukan
dalam
posisi
sebagai
suatu
massa
pada
bagian
anterior
mediastinum.
b)
c)
MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan
rutin. MRI dapat digunakan apabila diagnosis myastenia gravis
tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lainnya
dan untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak.
3.
15
a)
b)
pasien
dengan
myastenia
gravis
harus
berada
dalam
memerlukan tidur selam 10 jam agar dapat bangun dalam keadaan segar,
dan perlu menyelingi kerja dengan istirahat. Selain itu mereka juga harus
menghindari factor-faktor pencetus dan harus minum obat tepat pada
waktunya.
Walaupun belum ada penelitian tentang strategi pengobatan yang pasti,
tetapi myastenia
dapat
gravis
merupakan
kelainan
neurologik
yang
paling
imunosupresif
dan
penunjang
ventilasi,
mampu
secara cepat dan terbukti memiliki onset lebih lambat tetapi memiliki efek
yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan.
Secara garis besar, pengobatan myastenia gravis berdasarkan 3
prinsip, yaitu:
1.
atauambenonium
diberikan
sesuai
toleransi
Pada
bayi
dapat
dimulai
dengan
dosis
10
dari
dosis
obat yang
adalah kesembuhan
kelemahan
pasien,
mengurangi
tahun. Dengan
timektomi, setelah
tahun
25%
dosis
perlahan-lahan
diinginkan.
Kerja
tunggal
Dimulai
atau
alternating
dengan
sampai dicapai
kortikosteroid
untuk
dosis
kecil,
dosis
yang
dengan
menggunakan
Cyclophosphamide
azathioprin
(CPM).
Azathioprine,
Namun
Cyclosporine,
biasanya
digunakan
18
Memberikan
penjelasan
mengenai
penyakitnya
untuk
mencegah
problem psikis
b)
myastenia
gravis
dengan
ptosis
diberikan
kaca
mata
Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan suatu bentuk pencegahan yang
dilakukan pada saat individu belum menderita sakit. Bentuk upaya yang
dilakukan yaitu dengan cara promosi kesehatan atau penyuluhan degan
cara memberikan pengetahuan bagaimana penanggulangan dari
penyakit myastenia gravis yang dapat dilakukan dengan:
a. Memberi pengetahuan untuk tidak mengkonsumsi minumminuman beralkohol, khususnya
apabila minuman
keras
dan menjaga
19
kondisi
Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini ditujukan pada individu yang sudah mulai
sakit dan menunjukkan adanya tanda dan gejala. Pada tahap ini yang
dapat dilakukan adalah dengan cara pengobatan antara lain dengan
mempengaruhi proses imunologik pada tubuh
dilaksanakan
dengan timektomi,
individu,
yang
bisa
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier (rehabilitasi), pada bentuk pencegahan ini
mengusahakan agar penyakit yang di derita tidak menjadi hambatan
bagi individu serta tidak terjadi komplikasi pada individu. Yang dapat
dilakukan dengan:
a.
Mencegah
untuk
tidak
terjadinya
penyakit
infeksi
pada
c.
Pada
myastenia
diberikan
gravis
dengan
ptosis,
yaitu
dapat
kelopak mata.
d.
Mengontrol
pasien
myastenia
gravis
untuk
2.2.9 Prognosis
20
tidak
minum
Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik dari pada
orang dewasa. Dalam perjalanan penyakit, semua otot serat lintang dapat
diserang, terutama otot-otot tubuh bagian atas, 10% myastenia gravis tetap
terbatas pada otot-otot mata, 20% mengalami insufisiensi pernapasan yang
dapat fatal, 10%,cepat atau lambat akan mengalami atrofi otot. Progresi
penyakit lambat, mencapai puncak sesudah 3-5 tahun, kemudian berangsurangsur baik dalam 15-20 tahun dan 20% antaranya mengalami remisi.
Remisi spontan pada awal penyakit terjadi pada 10% myastenia gravis.
21
2.3.4 Patofisiologi
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan
perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein
polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus.
Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan
pada herniasi nukleus. Setela trauma jatuh, kecelakaan, dan stress minor
berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera. Pada kebanyakan
pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini
disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa
bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya
mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan
nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal
saat muncul dari kolumna spinal.
Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus
pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria
radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat
herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak
ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus
23
kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis
tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah
terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis
sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami hernisasi
pulposus, kandungan air diskus berkurang bersamaan dengan bertambahnya
usia. Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang
membantu perubahan yang mengakibatkan herniasi nukleus purpolus melalui
anulus dengan menekan akar akar syaraf spinal.
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara L4 sampai L5, atau
L5 sampai S1. Arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena
radiks saraf pada daerah lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar
melalui foramena neuralis, maka herniasi discus antara L5 dan S1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan
24
timbulnya
nyeri
radikular.
Jika
penekanan
sudah
c. L5
Nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L5,
parestesis dan kemungkinan atrofi otot ekstensor halusis longus dan
digitorium brevis, tidak ada reflex tibialis posterior.
d. S1
Nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom S1,
paresis otot peronealis dan triseps surae, hilangnya reflex triseps
surae (reflex tendon Achilles).
26
c. Hernia thorakalis
-
Nyeri radikal
2.3.6 Diagnosis
Menurut Deyo dan Rainville, untuk pasien dengan keluhan LBP dan
nyeri yang dijalarkan ke tungkai, pemeriksaan awal cukup meliputi:
27
a. Tes laseque
b. Tes kekuatan dorsofleksi pergelangan kaki dan ibu jari kaki.
Kelemahan menunjukkan gangguan akar saraf L4-5
c. Tes refleks tendon achilles untuk menilai radiks saraf S1
d. Tes sensorik kaki sisi medial (L4), dorsal (L5) dan lateral (S1)
e. Tes laseque silang merupakan tanda yang spesifik untuk HNP.
Bila tes ini positif, berarti ada HNP, namun bila negatif tidak berarti tidak
ada HNP. Pemeriksaan yang singkat ini cukup untuk menjaring HNP L4-S1
yang mencakup 90% kejadian HNP. Namun pemeriksaan ini tidak cukup
untuk menjaring HNP yang jarang di L2-3 dan L3-4 yang secara klinis sulit
didiagnosis hanya dengan pemeriksaan fisik saja.
2.3.7 Penatalaksanaan
1. Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
2. Pembedahan
a. Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami
nyeri menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua
28
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Myastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh
suatu
kelemahan
abnormal
dan
progresif
pada
otot
rangka
yang
dewasa.
Secara
garis
besar,
pengobatan
Myastenia
gravis
30
3.2 Saran
Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi
para pembaca dan mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah
berikutnya :
DAFTAR PUSTAKA
-
Edition, Mcgraw-Hill.
Benjamin, MA. 2009. Herniated Disk. UCSF Department of Orthopaedic
Surgery.URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000442.ht
m
Chandrasoma, Parakrama, Clive R.Taylor. 2005. Ringkasan Patologi
32