Anda di halaman 1dari 16

Kini tiba gilirannya pemeriksaan yang lumayan rumit dan panjang lebar sehingga mungkin tidak

bisa dalam 1 posting, jadi saya beri judul ada angka 1, berarti mungkin ada 2 dst. Setelah
pemeriksaan Myopia, Hypermetropia maka sekarang saatnya Astigmatisme atau cylinder baik
ada myopianya atau hypermetopia.
Sekilas tentang astigmatisme, bahwa seorang yang astigmatisme bisa saja menempati salah satu
jenis astigmatisme pada mata satunya dan jenis lain pada mata yang satunya. Kit adah tahu
bahwa astigmatisme adalah sinar-sinar sejajar yang masuk ke dalam mata
Jenis astigmatisme ada 5 yaitu:
1. Astigmatisme Myopia Simplek, atau simple atau sederhana, yaitu kondisi astigmatisme di
mana sinar yang jatuh ke mata satu meredian jatuh di retina dan satu lagi jatuh di depan
retina. misal resepnya C-1.0090
2. Astigmatisme Hypermetropia Simplek, di mana sinar yang jatuh ke mata satu meredian
jatuh di retina dan satunya jatuh di belakang retina. Misal resepnya C+1.0090
3. Astigmatisme myopia kompositus, di mana kedua meredian sinar itu jatuh di depan
retina. Misal resepnya S-1.00-1.0090
4. Astigmatisme hypermetropia kompositus, dimana kedua meredian sinar itu jatuh di
belakang retina. Misal resepnya S+1.00+1.0090
5. Astigmatisme Mixtus, dimana sinar jatuh dengan satu meredian di depan retina dan satu
lagi di belakang retina. Misal resepnya S +1.00-1.0090
Untuk contoh resep dan penulisan sebenarnya bisa di buat cyl atau + itu masalah transposisi aja
dan sudah pernah saya bahas di pembagian lensa menurut ukurannya mengenai lensa cylinder.
Kalau mau tahu lagi cari aja di kotak pencarian.
Nah, periksanya kapan?
Ok, kita mulai yaa.,
Tapi karena pemeriksaan ini menggunakan CC (Cross Cylinder) maka kita harus mengenal dulu
setidaknya sedikit tentang CC.
CC adalah lensa dengan ukuran + pada satu meredian dan pada meredian tegak lurusnya,
dengan nominal yang sama, misal cc +- 0.25. Lensa ini kalau di ukur di lensometer akan
mengikuti kaidah ukuran lensa seperti yang pernah saya bahas di artikel mengenai lensa. misal
nilainya menjadi S +0.25 -0.50 X.
Kalau di phoroptor, pada CC itu ada pemutar, tanda titik merah dan titik putih serta ada tanda
dengan huruf P. Nah, variable itu yang nantinya akan di pakai jadi anda harus ingat.

Pemutar untuk yaaa memutar atau tepatnya sebagai flip bolak-balik aja.
Tanda titik merah dan putih acuan arah gerakan dan keputusan yang akan di ambil terhadap axis
dan power nantinya, dengan memperhatikan jawaban pasien.
Huruf P sebagai acuan saat mencari power cylindernya.
Langkah pertama mencari axis dan jika sudah di temukan (kayak hilang aja), maksudnya jika
sudah di dapat di lanjutkan mencari power cylindernya.
Saat mencari Axis ini kembali melihat alat yang di pakai dan history sebelumnya. Maksudnya,
jika anda sudah memakai autorefraktometer atau periksa dengan komputer maka axis sudah
barang tentu di dapat dari hasil pemeriksaan komputer tersebut, paling yaaa tinggal penghalusan
5 10 derajat saja. Dan itu tentu gak usah di bahas lengkap di sini.
Oleh karena itu bahasan di sini di tujukan untuk yang tidak ada komputer dan bisa jadi tanpa ada
kacamata lama, jadi blank, tanpa petunjuk untuk mencari axis dan cylinder pasien tersebut.
Perjalanan mencari cinta, e e axis dengan di mulai pada penempatan pemutar pada arah 45
derajat, dan akan bergerak selalu mengikuti titik merah dimana pasien menjawab lebih baik
dengan langkah 25, 10, 5.
Perjalanan power di mulai dengan menempatkan huruf P pada posisi dimana axis sudah di
temukan sampai terdengar bunyi kunci locked klek, dengan selalu megejar arah posisi titik
merah sesuai dengan jawaban pasien.
Untuk jelasnya ikuti pemeriksaan astigmatisme sesi 2 (kayak cinta fitri session 2 aja)
Sebelumnya anda harus sudah membaca artikel pemeriksaan hypermetropia atau pemeriksaan
myopia terlebih dahulu.
Silakan baca dan berhenti pada:
Berarti sekarang kita harus ubah haluan dengan menambahkan lensa minus, misal -0.50
(pemberian ukuran kita usahakan yang lebih memberikan perubahan yang signifikan, misal jika
pasien hanya bisa melihat huruf E besar yaitu 20/400 maka penambahan +- 0.50 kurang berasa,
maka anda bisa langsung memberikan penambahan +- 1.00 atau +- 2.00. Tapi kalo pasien udah
bisa melihat pada visus misal 20/30 atau 20/25 maka penambahannya bisa +- 0.25. Begitu lebih
efesien dan efektif
Nah, pasti dengan penambahan -0.50 penglihatan lebih baik, namun jika tidak lebih baik itu
juga bisa saja terjadi karena bisa jadi pasien hanya astigmat saja atau ada kelainan organik.
(Karena tidak dalam topik ini maka kita lewat dulu)
1. Setelah penambahan baik atau + ternyata visus tidak bisa sampai 6/6 atau 20/20 maka
lakukan pin hole tes, caranya ada di pemeriksaan hypermetropia.

2. Kita anggap pasien visusnya maju dengan pin hole, sehingga dugaan atau diagnosa
sementara adalah adanya astigmatisme.
3. Untuk pembahasan kali ini saya ingin menggunakan teknik CC (Cross cylinder +- 0.25)
menggunakan phoroptor dan satu lagi dengan teknik Fogging (pengaburan) akan di bahas
di lain waktu InsyaAllah.
4. Setelah BVS dan tidak 20/20, maka Langkah pertama adalah mencari axis.
5. Asumsi kita adalah tidak ada komputer atau kacamata lama, jadi blank dari awal
6. Pasang CC pada tempatnya (di depan mata) dengan posisi pemutar ada pada 45, dengan
objek berupa dots atau titik-titik.
7. Tanyakan pada pasien mana posisi yang kelihatan titik-titik itu bagus bentuknya, tidak
menceng-menceng, tidak ada bayangannya.
8. Beri pilihan dengan memutar alat pemutar pada phoroptor tersebut, pilih posisi pertama
atau kedua.
9. Patokannya adalah kita selalu mengejar titik merah di mana pasien menjawab bagus
bentuknya.
10. Misal, saat pertama pemutar pada 45 titik merah berada di 90 dan titik putih ada di
180, sedang setelah dilakukan pemutaran sekali maka titik merah akan berpindah ke
180 dan titik merah berada di 90, sedang pasien memilih posisi kedua lebih baik maka
arah pergerakan axis pasien tersebut adalah ke arah hosrizontal atau ke arah 180.
11. Berapa gerakan yang kita lakukan untuk merubah axisnya?
12. Kita bisa melihat dari 90 kita posisikan di 45 berarti setengahnya, maka selanjutnya kita
bisa bergerak sejauh 22.5 atau karena hal itu sulit maka kita bulatkan saja bergerak
sekitar 20, selanjutnya 10, selanjutnya 5, maka setelah itu sebenarnya axis pasti sudah
ketemu.
13. Prinsipnya adalah mempersempit daerah axisnya.
14. Untuk kasus di atas maka kita arahkan axis dengan memutar roda CC ( bukan pemutar),
ke posisi 25 (roda pemutar lurus dengan 25)
15. Selanjutnya kita putar lagi dengan pertanyaan yang sama: Bapak Kastam coba
bandingkan mana yang bentuk titik-titiknya lebih bagus, posisi pertama ( titik merah di
160) atau posisi kedua (titik merah di 70), jika di jawab posisi pertama maka roda CC
di gerakkan mengikuti arah titik merah yaitu kearah 0 sejauh 10, sehingga roda pemutar
sekarang lurus dengan posisi 15.

16. Begitu seterusnya sampai ketemu 5 pergerakkannya.


17. Jika pasien bingung maka anda harus bisamengambil inisiatif untuk berhenti dan akan
mengevaluasi lagi setelah power di ketemukan.
18. Kapan axis di nyatakan ketemu?
19. Jika sudah sama bagus bentuk titik-titiknya pada kedua posisi, atau hampir sama atau
bahkan sama jelek juga.
20. Selanjutnya kita mencari power cylindernya.
21. Kita lihat pemeriksaan astigmat session ketiga yaaa.
Akhirnya sampai juga pada bagian 3 dari seri pemeriksaan mata untuk astigmatisme ini.
Ok, anda pasti sudah membaca dan sudah mengerti bagaimana mencari BVS dan Axis.
Selanjutnya kita akan melaukan tahapan selanjutnya yaitu mencari power dari cylinder.

Siap
Nah, dari bahasan terdahulu anggap saja kita mendapatkan axis pada 10. Selanjutnya ikuti
langkah berikut:
1. Putar roda CC dan himpitkan atau luruskan huruf P dengan axis yang sudah ketemu tadi
atau putar ke arah kanan sedikit sampai terdengar bunti Klek.
2. Dengan objek yang sama, yaitu dots, maka kita lihat posisi titik merah dan putih berada
di atas dan di bawah, sejauh 45 dari pemutar.
3. Prosedur selanjutnya tanyakan kepada pasien posisi mana yang lebih jelas antara posisi
pertama dengan kedua dengan memberi jarak waktu untuk berfikir dan dengan serta
merta memutar roda pemutar.
4. Penilaiannya, jika titik merah di P dan pasien bilang ini lebih jelas maka berikan cylinder
-0.50 dan tambahkan S+0.25
5. Langkah di atas di lakukan berulang sampai pasien menjawab kedua posisi sama jelas
atau sama jelek atau hampir sama. Dan setiap perubahan maka selalu berikan Cyl -0.50
dan S+0.25 ini adalah nilai CC
6. Jika sudah di dapat kondisi sama jelas maka berhenti dan power cyl sudah kita dapatkan

7. Selanjutnya kita putar CC ke arah kiri atau roda pemutar selurus dengan axis yang
didapat, sama dengan ketika kita sedang mencari axis, tujuannya adalah kita akan
mencari axis yang paling tepat sampai ketelitian 5, anda cukup bertanya 1 atau 2 kali
dan lakukan pergerakan axis 5.
8. Kemudian lakukan penghalusan axis dengan cara alat CC di buka.
9. Kita kembali ke visus, baca snellen dari yang tadinya terakhir bisa dan di lanjut sampai
visus 20/20.
10. Lakukan penghalusan cyl dengan mencoba mengurangi cyl -0.25 dan tanyakan apakah
pada visus 20/20 masih bisa terbca dengan jelas.
11. Lakukan tes duochrome lagi untuk memastikan apak spheris yang kita berikan tidak
under atau over.
12. selesai

Laporan Pratikum fisiologi"Pemeriksaan Mata (anomali refraksi)


A.JUDUL
"Pemeriksaan Mata (Anomali Refraksi)
B.TUJUAN
-Untuk mengetahui penyebab dari penyakit mata.
-Untuk mengetahui macam-macam kelainan mata.
-Untuk mengetahui ketajaman yang dimiliki seseorang.
C.ALAT DAN BAHAN
-Optotip Snellen
-Lensa
-Probandus
D.DASAR TEORI
Refraksi mata adalah pembiasan sinar-sinar di dalam mata, dimana mata dalam keadaaan
istirahat. Pembiasan atau perubahan arah sinar terjadi karena sinar-sinar berjalan dari medium
yang satu melewati medium lain yang kepadatannya berbeda-beda.
Media refraksi semuanya bersifat transparan dan terdiri dari kornea, kamera okuli anterior, lensa,
kamera okuli posterior, badan kaca dan retina. Yang berperan paling besar adalah kornea dan
lensa.
Mata dapat dianggap sebagai kamera potret, dimana sistem refraksinya menghasilkan bayangan
kecil yang terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh batang dan kerucut di retina, yang
diteruskan melalui saraf optik (N.II) ke kortex serebri pusat penglihatan, yang kemudian tampak
sebagai bayangan tegak.

Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata
demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat
di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan
akomodasi.
Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Pungtum Prosksimum merupakan titik
terdekat dengan akomodasi maksimum bayangan masih bisa dibias pasa retina. Pungtum
Remotum adalah titik terjauh tanpa akomodasi, dimana bayangan masih dibias pada retina.
AKOMODASI
Akomodasi adalah kemampuan lensa mata untuk menambah daya bias lensa dengan kontraksi
otot siliar, yang menyebabkan penambahan tebal dan kecembungan lensa sehingga bayangan
benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus di retina.
Dikenal beberapa teori akomodasi seperti :
Teori akomodasi Helmholtz: Dimana zonula Zinn mengendur akibat kontraksi otot siliar sirkular,
mengakibatkan lensa yang elastis mencembung. Ini merupakan proses aktif.
Teori akomodasi Tscherning: Dasarnya adalah bahwa nucleus lensa tidak dapat berubah bentuk
sedang yang dapat berubah bentuk adalah bagian lensa superficial atau kortex lensa. Pada waktu
akomodasi terjadi tegangan pada zonula Zinn sehingga nucleus lensa terjepit dan bagian lensa
superfisial menjadi cembung. Ini merupakan proses pasif.
PRESBIOPIA
Presbiopia adalah kemunduran kemampuan lensa mencembung karena bertambahnya usia,
sehingga memberikan kesukaran melihat dekat tetapi untuk melihat jauh tetap normal.
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat :
- Kelemahan otot akomodasi
- Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa.
Akibat gangguan akomodasi ini, maka pada pasien yang berumur 40 tahun atau lebih, akan
memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa lelah, berair dan sering terasa perih.
Pada pasien presbiopia diperlukan kacamata baca atau adisi untuk membaca dekat yang
berkekuatan tertentu, dimana bagian atas lensa untuk melihat jauh sedang bagian bawah untuk
melihat dekat, biasanya :
+ 1,0 D untuk usia 40 tahun
+ 1,5 D untuk usia 45 tahun
+ 2,0 D untuk usia 50 tahun
+ 2,5 D untuk usia 55 tahun
+ 3,0 D untuk usia 60 tahun
Pemeriksaan adisi untuk membaca perIu disesuaikan dengan kebutuhan jarak kerja pasien pada
waktu membaca, pemeriksaan sangat subjektif sehingga angka-angka di atas tidak merupakan
angka yang tetap.

EMETROPIA
Emetropia berasal dari kata Yunani, emetros yang berarti ukuran normal atau dalam
keseimbangan wajar, sedang arti opsis adalah penglihatan. Mata dengan sifat emetropia adalah
mata tanpa adanya kelainan refraksi. Pada mata ini daya bias mata adalah normal, dimana sinar
yang sejajar atau jauh difokuskan oleh system optik mata tepat di daerah macula lutea tanpa mata
melakukan akomodasi.
Pada mata emetropia terdapat keseimbangan antara kekuatan pembiasan sinar dengan
panjangnya bola mata. Kesimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan
sinar terkuat dibanding media refraksi lain. Lensa memegang peranan terutama pada saat
melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola mata seseorang dapat
berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar atau mencembung)
atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar normal
tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai Anomali Refraksi (ametropia)
dapat berupa myopia, hipermetropia atau astigmatisme.
ANOMALI REFRAKSI
Anomali refraksi atau ametropia adalah kelainan refraksi mata, di mana sinar sejajar yang datang
tidak terfokus pada retina karena ketidakseimbangan kekuatan pembiasan media penglihatan
dengan panjang bola mata.
Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk kelainan:
Miopia
Hipermetropia
Astigmatisme
Presbiopia
Kelainan refraksi ini dapat dikoreksi dengan memakai kacamata ataupun lensa kontak.
MIOPIA
Miopia adalah bentuk anomali refraksi, dimana sinar-sinar pada mata yang istirahat akan
dibiaskan pada satu titik di depan retina.
Dikenal beberapa bentuk myopia seperti :
a. Miopia refraksi, bertambahnya indeks bias media penglihatan dimana lensa menjadi lebih
cembung sehingga pembiasan lebih kuat.
b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan
lensa yang normal.
Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam :
Miopia sangat ringan sampai dengan - 1.00 D
Miopia ringan - 1.00 s/d 3.00 D
Miopia sedang - 3.00 s/d 6.00 D
Miopia tinggi - 6.00 s/d 10.00 D
Menurut perjalanan myopia dikenal bentuk :
a. Miopia stasioner, myopia yang menetap setelah dewasa
b. Miopia progresif, myopia yang bertambah terns pada usia dewasa akibat bertambah

panjangnya bola mata.


c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan
kebutaan.
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kacamata sferis negatif terkecil
yang memberikan ketajaman maksimal.
Penyulit yang dapat timbul pada pasien miopia adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling
biasanya esotropia yang dapat terjadi akibat mata berkovergensi terus menerus atau eksotrofi ke
luar yang dapat disebabkan karena fungsi satu mata telah berkurang (ambliopia).
HIPERMETROPIA
Hipermetropia adalah suatu bentuk anomali refraksi di mana sinar-sinar sejajar akan dibiaskan
pada satu titik di belakang ratina pada mata dalam keadaan istirahat. Penyebabnya adalah karena
daya pembiasan mata terlalu lemah (Hipermetropia refraktif), atau akibat sumbuh mata terlalu
pendek (Hipermetropia aksial).
Hipermetropia dikenal dalam bentuk :
a. Hipermetropia manifes ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif
maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal.
b. Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan
memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh.
c. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi dengan akomodasi
ataupun dengan kacamata positif.
d. Hipertropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia diimbangi seluruhnya
dengan akomodasi.
e. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapat sesudah diberikan sikloplegia.
Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh kabur, sakit
kepala, silau dan kadang rasa juling atau lihat ganda.
Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifes dimana tanpa
sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan
normal (6/6). Bila terdapat juling ke dalam diberikan kacamata koreksi hipermetropia total.
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata sferis terkuat atau lensa positif
terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal.
Penyulit yang dapat terjadi adalah esotropia dan glaucoma. Esotropia terjadi akibat pasien
selamanya melakukan akomodasi. Glaucoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada
badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata.
ASTIGMATISME
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar yang sejajar tidak dibiaskan dengan
kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan sehingga focus pada retina tidak pada satu
titik. Ini disebabkan karena :
- Kelainan kornea, perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau
pemanjangan diameter anterior posterior bola mata, dapat merupakan kelainan kongenital atau
aquisita (kecelakaan, peradangan kornea atau post operasi).
- Kekeruhan di lensa, biasanya pada katarak insipiens atau imatur.
Dikenal 5 macam astimatisme yaitu :

1. Astigmatisme miopikus simpleks


2. Astigmatisme miopikus kompositus
3. Astigmatisme hipermetropikus simpleks
4. Astigmatisme hipermetropikus kompositus
5. Astigmatisme mikstus
Koreksi
Dimulai dahulu dengan lensa S ( - ) atau S ( + ), sampai visus sebaik-baiknya, bila tidak ada
kemajuan barn diberikan lensa "Fogging" untuk menghilangkan akomodasi, disusul pemberian
lensa S ( - ) bila visusnya belum dapat dikoreksi dengan sempurna.
Cara subyektif seperti yang diuraikan di atas dapat dicapai dengan :
Cara coba-coba (Trial and error technique)
Cara pengabur (Fogging technique)
Cara dengan silinder silang (Cross cylinder technique)
PRESBIOPIA
Adalah kelainan refraksi dimana pungtum proksimum, telah begitu jauh, sehingga pekerjaan
dekat yang halus seperti membaca, menjahit sukar dilakukan.
Proses ini merupakan keadaan fisiologis, terjadi pada setiap mata, tidak usaha dianggap suatu
penyakit.
Gejala subyektif
Keluhan timbul pada penglihatan dekat. Pupil miosis, tanda astenopia; mata sakit, lekas capai,
lakrimasi.
Terjadi biasanya mulai pada umur 40 tahun.
E,CARA KERJA
Dalam pemeriksaan ini terdapat 3 macam pemeriksaan yaitu :
Uji pinhole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan
diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan organik.
Pada mata pasien yang telah dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan terbaik, diminta untuk
terus menatap baris huruf paling bawah pada kartu Snellen yang masih terlihat. Pada mata
tersebut dipasang lempeng pinhole. Melalui lubang kecil yang terdapat di tengahnya pasien
kemudian disuruh membaca. Bila ketajaman penglihatan bertambah berarti pada pasien terdapat
kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti pada
pasien tersebut terdapat kekeruhan media penglihatan .
Uji Refraksi
Pemeriksaan refraksi dilakukan dengan pemeriksaan mata satu persatu. Pasien duduk pada jarak
5 atau 6 meter dari kartu Snellen. Satu mata kemudian ditutup. Pasien disuruh membaca huruf
kartu Snellen dari atas ke bawah. Bila kemampuan baca berada pada huruf terkecil pada baris
yang menunjukkan angka 20, maka dinyatakan tajam penglihatan tanpa kacamata adalah 6/20.
selanjutnya ditambah lensa sferis +0,5 dioptri untuk menghilangkan akomodasi pasien. Bila
akibat penambahan ini terjadi hal berikut :

Penglihatan bertambah jelas, maka mungkin pada mata ini terdapat refraksi hipermetropia. Pada
mata ini kemudian perlahan-lahan ditambah kekuatan lensa positif dan ditanyakan apakah tajam
penglihatan bertambah baik atau terlihat huruf yang berada di baris lebih bawah. Lensa positif
ditambah kekuatannya sehingga tajam penglihatan menjadi maksimal atau 6/6.
Bila penglihatan bertambah kabur, maka mungkin pasien menderita myopia. Pada mata tersebut
ditambahkan lensa negatif yang makin dikurangi secara perlahan-Iahan sampai terlihat huruf
pada kartu Snellen pada baris yang menunjukkan tajam penglihatan 6/6.
Bila setelah pemeriksaan tersebut di atas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal,
mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmatisme. Pada keadaan ini dilakukan uji
pengaburan (fogging technique).
Cara pengaburan (fogging technique)
Setelah pasien dikoreksi untuk hipermetropia atau myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu
Snellen, misalnya dengan menambah lensa sferis positif 3. pasien diminta melihat kisi-kisi juring
astigmatisme, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90
yang jelas, maka tegak lurus padanya ditaruh sumbu lensa silinder atau lensa silinder
ditempatkan dengan sumbu 180. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder ini dinaikkan sampai
garis juring kisi-kisi astigmatisme vertical sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal
atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder yang ditambahkan. Kemudian
pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien
melihat jelas pada kartu Snellen.
Uji presbiopia
Biasanya dilakukan pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun.
Pasien dirusuh memegang kartu baca dekat atau Jaeger dalam jarak baca.Kemudian pasien
disuruh membaca, kemudian lensa sferis + 1,0 D diletakkan didepannya. Bila pasien telah dapat
membaca, maka derajat presbiopia pasien adalah +1,0 bila belum dapat membaca huruf pada
Jaeger1, maka lensa positif dinaikkan +0,25 D secara perlahan-Iahan, sehingga tajam penglihatan
bertambah baik pada pembacaan kartu Jaeger.
F.DATA PERCOBAAN
Nama probandus :Siti jariyahtun
Umur
:18 tahun
Visus mata kanan (occulus dextre) :Normal
Visus mata kiri (occulus sinister) :Normal
SC
:6/6
Dikoreksi
:Nama pemeriksa :Ainun jariah
Umur
:17 Tahun
G.PEMBAHASAN
Mata adalah salah satu dari indera tubuh manusia yang berfungsi untuk
penglihatan.meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting ,namun seringkali

kurang diperhatikan ,sehingga banyak penyakit yang menyerang mata tidak diobati dengan baik
dan menyebabkan gangguan penglihatan sampai kebutaan.
Pemeriksaan mata yang dilakukan di optik adalah pemeriksaan refraksi.pemeriksaan
dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan refraksi seperti miopi.hipermetropi,presbiopi dan
astigmatisma.serta untuk menentukan besar kekuatan lensa koreksi yang diperlukan.
Ada 2 cara pemeriksaan yang dapatdilakukan yaitu secara subyektif dan obyektif.

Pemeriksaan secara subyektif dilakukan dengan mempergunakan lensa dan frame


percobaan serta obyek yang diletakkan pada jarak tertentu. obyek ini biasanya berupa huruf
atau bentuk lainnya, disusun dalam beberapa baris denagan susunan makin ke bawah makin
kecil.

Pemeriksaan secara obyektif dilakukan dengan mempergunakan peralatan otomatis.


Operator hanya perlu mengikuti prosedur pengoperasian dan hasil pemeriksaan bisa
diketahui dalam waktu singkat

Visus berati ketajaman penglihatan.Visus di ukur dengan optotip snellen.pengukuran visus


merupakan pengukuran subyektif,yakni ketajaman penglihatan seseorang dengan ketajaman
penglihatan orang Normal.Pengukuran dilakukan pada jarak 5 atau 6 meter.
seseorang dikatakan mempunyai visus baik apabila pada jarak 6 meter dapat membaca
dengan baik tanpa berakomodasi deretan huruf yang dapat dibaca dengan baik oleh orang
Normal.pada keadaan ini visus orang tersebut adalah 6/6 refraksinya disebut Emetrop.
Visus dapat dirumuskan dengan :
V=d/D
Keterangan :
d= Jarak orang baca dengan optotip snellen
D=Jarak orang baca normal untuk membaca deretan huruf yang dapat dibaca orang
coba pada jarak d.
Pada mata Normal kornea dan lensa akan membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat
pada sentral retina (makula lutea atau bintik kuning)sehingga bayangan berada tampak tajam.
Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang betul-betul sesuai dengan panjangnya
bola mata.
H.KESIMPULAN

Setelah dilakukan pengujian saya dapat menyimpulkan bahwa saudari siti jariyatun najah
memiliki penglihatan yang normal.sehingga saudari tidak memiliki kelainan seperti yang di
jelaskan sebagai berikut:
Presbiopia
adalah kemunduran kemampuan lensa mencembung karena bertambahnya usia, sehingga
memberikan kesukaran melihat dekat tetapi untuk melihat jauh tetap normal.
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat :
- Kelemahan otot akomodasi
- Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa.
Akibat gangguan akomodasi ini, maka pada pasien yang berumur 40 tahun atau lebih, akan
memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa lelah, berair dan sering terasa perih.
Pada pasien presbiopia diperlukan kacamata baca atau adisi untuk membaca dekat yang
berkekuatan tertentu, dimana bagian atas lensa untuk melihat jauh sedang bagian bawah untuk
melihat dekat.
MIOPIA
Miopia adalah bentuk anomali refraksi, dimana sinar-sinar pada mata yang istirahat akan
dibiaskan pada satu titik di depan retina.
Hipermetropia
adalah suatu bentuk anomali refraksi di mana sinar-sinar sejajar akan dibiaskan pada satu titik
di belakang ratina pada mata dalam keadaan istirahat. Penyebabnya adalah karena daya
pembiasan mata terlalu lemah (Hipermetropia refraktif)
Astigmatisme
adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar yang sejajar tidak dibiaskan dengan kekuatan yang
sama pada seluruh bidang pembiasan sehingga focus pada retina tidak pada satu titik. Ini
disebabkan karena :
- Kelainan kornea, perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan atau
pemanjangan diameter anterior posterior bola mata, dapat merupakan kelainan kongenital atau
aquisita (kecelakaan, peradangan kornea atau post operasi).
- Kekeruhan di lensa, biasanya pada katarak insipiens atau imatur.
Dikenal 5 macam astimatisme yaitu :
1. Astigmatisme miopikus simpleks
2. Astigmatisme miopikus kompositus
3. Astigmatisme hipermetropikus simpleks
4. Astigmatisme hipermetropikus kompositus
5. Astigmatisme mikstus
I.SARAN
-Pratikan harus lebih serius dalam menjalani pratikum
-Dosen diharapkan lebih mengarahkan dalam penjelasan materi
-Setelah melakukan pratikum,Mahasiswa mampu mengaplikasinnya

PEMERIKSAAN DASAR MATA


a.

Pemeriksaan Penglihatan sentral


Pemeriksaan penglihatan sentral diukur dengan memperlihatkan sasaran dengan berbagai ukuran
yang terpisah pada jarak standar dari mata, misalnya Snellen chart. Ketajaman penglihatan
dapat diukur pada jarak 6 meter atau 20 kaki. Hasil yang didapatkan misalnya 4/6 artinya
penderita bisa melihat huruf snellen pada jarak 4 meter sedangkan orang normal masih bisa

b.

melihat pada jarak 6 meter.


Uji pinhole
Dengan mata yang sudah dikoreksi, penderita diperintahkan untuk melihat lagi huruf snellen
melalui sebuah lempengan dengan lubang kecil untuk mencegah sebagian besar berkas yang
tidak terfokus memasuki mata. Bila ketajaman penglihatan bertambah berarti pada penderita
terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang

berubah berarti pada penderita tersebut terdapat kelainan pada occulusnya.


c.
Tes penglihatan perifer
1. Tes konfrontasi
Tes konfrontasi digunakan untuk menilai lapang pandang penderita. Penderita disuruh untuk
a.
b.
c.
d.

melihat gerak dan jumlah tangan pemeriksa di arah:


Lateral : 900
Caudal : 700
Cranial :550
Medial 600
Pemeriksaan masing-masing bola mata dilakukan terpisah.
Penderita didudukkan menghadap pemeriksan. Pemeriksaan dimulai dengan menutup mata

kiri , sedangkan mata kanan menatap mata kiri pemeriksan.


Pemeriksa memperlihatkan beberapa jarinya sebentar di perifer salah satu dari empat kuadran.
Penderita diminta untuk menyebutkan jumalh jari yang digerakkan sesaat tersebut sambil tetap

menatap ke depan.
Pemeriksaan diulang untuk kuadran temporal bawah dan atas serta nasal atas dan bawah.
Kesalahan interpretasi penderita mengindikasikan kelainan seperti ablatio retina, kelainan nervus

optikus, dan iskemik pada jalur visual interkranial.


2. Uji konfrontasi simultan

Pemeriksa mengankat kedua tangannya ke samping.

Penderita harus menentukan pada sisi mana jari pemeriksa yang bergerak-gerak. Pemeriksaan
d.

ini digunakan untuk mengetahui kelainan misalnya hemianopsia homonim kiri atau kanan.
Mengukur kekuatan lensa sferis
Memasang kacamata pecobaan pada posisi yang tepat (=PD jauh)
Pasang penutup (occluder) di depan salah satu mata yang tidak diperiksa
Penderita diperintahkan melihat snellen chart

Meletakkan lensa S+ atau S- tergantung bertambah terang atau tidak pada mata yang diperiksa.

Tambah kekuatan lensa sampai penderita puas dengan penglihatannya (Trial and Error)

Bila miopi : dipilih untuk kacamata lensa S- terkecil yang memberi penglihatan terbaik
Bila hipermetropi: dipilih lensa S+ terbesar
e.
Pemeriksaan astigmatisma Cara pengaburan (fogging technique)

Setelah penderita dikoreksi untuk hipermetropia atau myopia yang ada, maka tajam
penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris
pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa sferis positif 3. penderita diminta melihat
kisi-kisi juring astigmatisme
Penderita ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90 yang

jelas, maka tegak lurus padanya ditaruh sumbu lensa silinder atau lensa silinder ditempatkan
dengan sumbu 180.
Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi

astigmatisme vertical sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring
sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder yang ditambahkan.
Kemudian penderita diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif

f.
1.

sampai penderita melihat jelas pada kartu Snellen. (Vaughan, 1995)


Pemeriksaan tonometri
Tonometri Schiotz
Penderita tidur terlentang dan diberi anestesi lokal pada kedua mata.
Penderita menatap lurus ke depan dan kelopak mata difiksasi agar tetap terbuka dengan

menarik palpebra ke arah tepi.


Tonometer diturunkan oleh tangan satunya sampai ujung cekung laras menyentuh kornea.
Dengan gaya yang ditetapkan dengan beban terpasang, tonjolan plunger berujung tumpul

menekan pada kornea dan sedikit melekukkan pusat kornea.


Tekanan kornea sebanding dengan TIO, akan mendesark plunger ke atas.
Tekanan membuat jarum penunjuk skala bergeser. Makin tinggi TIO makin besar tahanan
kornea terhadap indentasi, makin tinggi pula pula geseran plunger untuk menaikkan gaya pada
kornea. Kalibrasi dilakukan dengan meletetakkan tonometer pada benda yang mirip dengan
kornea yang akan menghasilkan angka 0

2.

Tonometri Aplanasi Goldman


Penderita diberikan anestesi lokal dan pemberian fluorescein
Penderita duduk di depan slitlamp dan tonometer disiapkan.
Untuk bisa melihat fluorocein, dipakai filter biru cobalt dengan penyinaran paling terang.
Pemeriksa melihat melalui slitlamp okuler saat ujungnya berkontak dengan kornea
Setelah berkontak, ujung tonometer merakan bangian tengah kornea dan menghasilkan garis
fluoroscein melingkat tipis. Sebuah prisma di ujung visual memecah lingkaran ini menjadi dua

setengah lingkaran yang tampak hijau melalui okuler slitlamp. Beban tonometer diatur secara
manual sampai kedua setengah lingkaran tersebut tepat bertumpuk. Titik akhir menunjukkan
bahwa kornea telah didatarkan oleh beban standar yang terpasang. Jumlah beban yang

dibutuhkan untuk ini diterjemahkan skala menjadi bacaan tekanan dalam milimeter air raksa.
Prinsip kerja tonometer ini adalah mengukur besarnya beban yang diperlukan untuk meratakan
apeks kornea dengan standar. Makin tinggi TIO makin besar beban yang dibutuhkan.

3.

Tonometri Non-Kontak.
Udara dihembuskan ke kornea.
Udara yang terpantul dari permukaan kornea akan mengenai membran penerima tekanan pada
alat.

4.

Tonometri digital palpasi


Penderita disuruh menutup mata dengan pandangan mata ke bawah
Jari pemeriksa bersandar pada dahi dan pipi penderita
Kedua jari telunjuk menenkan bola mata pada bagian belakang ornea bergantian
Satu telunjuk mengimbangi tekanan saat telunjuk lainnya menekan bola mata
Penilaian dapat dicatat mata N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2 yang menyatakan tekanan lebih
tinggi atau lebih rendah dari normal. tekanan normal dimisalkan adalah tekanan lidah pada pipi.
((Vaughan, 1995)

g.

Tes Buta Warna


Tes buta warna yang sering digunakan menggunakan buku pseudochromatis ishihara yang

terdiri dari 38 gambar/angka yang berwarna-warni.


Lembaran buku harus dibaca dalam ruangan yang cukup dengan cahaya matahari.
Pembacaan dengan sinar matahari yang lansung, bila dengan cahaya listrik atau lainnya akan
mempengaruhi hasil pembacaan tersebut, sebab hal itu akan dapat merubah warna yang ada di

buku ishihara.
Pembacaan harus dilakukan pada jarak 75 cm dan tak boleh digerak-gerakkan
Gambar 1-25 waktu melihat per gambar dilakukan dalam waktu 3 detik.
Bila beberapa gambar tidak terbaca tes dilanjutkan gambar 26-38, waktu pembacaan per

gambar tidak lebih dari 10 detik.


Gambar 22-25 digunakan untuk menentukan macam buawa warna protan atau deutran.
Gambar 26-27 menghubungkan jalur dari tanda *yang berwarna merah ungu sampai tanda*
yang diseberangnya. Pada protanopia dan protanomali yang kuat, hanya jalur ungu yang bisa
ditunjukkan. Pada protanomali yang ringan, kedua jalur merah dan pada deutranomalia yang
ringan kedua jalur dapat diikuti tetapi jalur merah lebih mudah diikuti.

Gambar 28-29 pada orang normal dan buta warna total tak dapat mengikuti jalur tersebut

tetapi sebagian pada kelemahan penglihatan warna hijau-merah mengikuti jalur yang salah.
Gambar 30-31 pada sebagian besar kelemahan penglihatan warna tak dapat mgnikuti jalur

tersebut.
Gambar 32-33 pada kelemahan penglihatan warna tak dapat mengikuti
Gambar 34-35 pada kelemahan penglihatan warna merah hijau menghubungkan jalur hijau

dan ungu. Pada buta warna tak dapat mengikuti jalur tersebut.
Gambar 36-37 seperti gambar 34-35
Gambar 38 pada orang normal dan kelemahan penglihatan warna dapat mengikuti jalur
tersebut. (BPP praktikum fisiologi FK UNS, 2012)

h.

Tes refleks fundus


Pemeriksaan reflek fundus menggunakan oftalmoskop langsung.
Saat penderita menatap pada sasaran jauh dengan mata sebelah pemeriksa membawa rincian

retina ke dalam fokus.


Pemeriksa melihat pembuluh darah yang ada di retina yang muncul di diskus.
Lalu, berkas oftalmoskop diarahkan ke arah nasal dari sisi pasien untuk menilai bentuk,

ukuran, warna diskus, ketajaman tepian, dan ukuran mangkuk fisiologik pucat di pusat.
Disebelah temporal diskus terdapat refleks pantulan putih yang menandakan fovea centralis

yang dikelilingi bagian gelap (macula lutea).


Pembuluh vena terlihat lebih besar dan gelap dari arteri, pada iskemik di retina pembuluh vena
dan arteri terlihat terputus-putus.(Vaughan, 1995)

Sumber :
Vaughan, daniel G et al. 1995. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika
(BPP praktikum fisiologi FK UNS, 2012)

Anda mungkin juga menyukai