Janin atau ibu mengalami gangguan kesehatan pada persalinan kala 2 ketika mulut rahim
sudah terbuka lengkap. Misalnya, denyut jantung janin tiba-tiba melemah (gawat janin),
atau ibu tidak mampu lagi mengejan, misalnya karena hilang kesadaran atau gara-gara
penyakit asma kambuh.
Proses persalinan kala 2 tidak mengalami kemajuan. Bayi tetap belum bisa dilahirkan
setelah ibu mengejan selama 30 menit sampai 2 jam.
Risiko
Pada bayi: cedera pada kepala, yaitu ketika forsep atau vakum dipaki pada saat kepala janin
sudah di dasar panggul. Tapi risiko ini relative kecil kemungkinannya.
Pada ibu: cedera atau luka pada jalan lahir. Risiko ini juga amat kecil.
Pasca persalinan
Tidak ada penanganan khusus pasca perasalinan. Baik penanganan pasca perasalinan dan proses
penyembuhan ibu, sama seperti persalinan biasa tanpa alat bantu.
1. Cara pemasangan vakum
Masukkan mangkok vakum melalui introitus vagina secara miring dan pasang pada
kepala bayi dengan titik tengah mangkok pada sutura sagitalis + 1 cm anterior dari
ubun-ubun kecil dan menjauhi ubun-ubun besar.
Periksa daerah sekitar mangkok vakum apakah ada jaringan vagina tau porsio yang
terjepit
Pompa hingga tekanan skala 10 (silastik) atau negatif - 0,2 kg/cm2 (Malmstrom), dan
periksa aplikasi mangkok (minta asisten menurunkan tekanan secara bertahap).
Setelah 2 menit naikkan hingga skala 60 (silastik) atau negatif - 0,6 kg/cm2 (Malm
strom), periksa aplikasi mangkok, tunggu 2 menit lagi.
Setelah mencapai tekanan negatif yang maksimal, lakukan traksi searah dengan
sumbu panggul dan tegak lurus pada mangkok.
Tarikan dilakukan pada puncak his dengan mengikuti sumbu jalan lahir. Pada saat
penarikan (pada puncak his) minta pasien meneran. Posisi tangan: tangan luar
menarik pengait Ibu jari tangan dalam pada mangkok, telunjuk dan jari tengah pada
kulit kepala bayi
Saat suboksiput sudah berada di bawah simfisis, arahkan tarikan ke atas hingga
lahirlah berturut-turut dahi, muka, dan dagu. Segera lepaskan mangkok vakum
dengan menghilangkan tekanan negatif.
pemeriksa berdiri disebelah kanan pasien, menghadap kepala pasien. Kedua telapak tangan
diletakkan pada kedua sisi perut, dan lakukan tekanan yang lembut tetapi cukup dalam untuk
meraba dari kedua sisi. Secara perlahan geser jari-jari dari satu sisi ke sisi lain untuk menentukan
pada sisi mana terletak pada sisi mana terletak punggung, lengan dan kaki.
Pemeriksaan Leopold III, untuk menentukan bagian janin apa yang berada pada bagian
bawah.Petunjuk cara memeriksa:
dengan lutut ibu dalam posisi fleksi, raba dengan hati-hati bagian bawah
abdomen pasien tepat diatas simfisis pubis. Coba untuk menilai bagian janin
apa yang berada disana. Bandingkan dengan hasil pemeriksaan Leopold.
Pemeriksaan Leopold IV, untuk menentukan presentasi dan
engangement.
Petunjuk dan cara memeriksa :
Pemeriksa menghadap kearah kaki ibu. Kedua lutut ibu masih pada posisi fleksi. Letakkan
kedua telapak tangan pada bagian bawah abdomen dan coba untuk menekan kearah pintu atas
panggul.
Hasil: pada dasarnya sama dengan pemeriksaan Leopold III, menilai bagian janin terbawah yang
berada didalam panggul dan menilai seberapa jauh bagian tersebut masuk melalui pintu atas
panggul. Ada 3 keadaan: konvergen yaitu jika bagian yang masuk baru sebagian kecil. Sejajar
jika bagian yang masuk baru sebagian. Divergen yaitu jika hampir sebagian besar dari tubuh
janin masuk ke daerah pelvic.
2. 58 langkah APN
1. Mendengar & Melihat Adanya Tanda Persalinan Kala Dua.
2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin
& memasukan alat suntik sekali pakai 2 ml ke dalam wadah partus set.
3. Memakai celemek plastik.
4. Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dgn sabun & air mengalir.
5. Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yg akan digunakan untuk pemeriksaan
dalam.
6. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan
kembali kedalam wadah partus set.
7. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah yang telah dibasahi oleh air matang
(DTT), dengan gerakan vulva ke perineum.
8. Melakukan pemeriksaan dalam pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban
sudah pecah.
9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka
sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai pastikan DJJ dalam batas
normal (120 160 x/menit).
11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk
meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (Pada saat ada his,
bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.
14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum
merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15. Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah
membuka vulva dengan diameter 5 6 cm.
16. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
17. Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 6 cm, memasang handuk bersih
pada perut ibu untuk mengeringkan bayi jika telah lahir dan kain kering dan bersih yang dilipat
1/3 bagian dibawah bokong ibu. Setelah itu kita melakukan perasat stenan (perasat untuk
melindungi perineum dngan satu tangan, dibawah kain bersih dan kering, ibu jari pada salah satu
sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain dan tangan yang lain pada belakang kepala
bayi. Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap
melewati introitus dan perineum).
20. Setelah kepala keluar menyeka mulut dan hidung bayi dengan kasa steril kemudian
memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
21. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan
kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan
distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal
untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala,
lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan
dan siku sebelah atas.
24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan tungkai
bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan ari telinjuk tangan kiri diantara kedua
lutut janin)
25. Melakukan penilaian selintas :
a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
b. Apakah bayi bergerak aktif ?
26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian
tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering.
Membiarkan bayi atas perut ibu.
27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitasin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler) di 1/3
paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari
klem pertama.
31. Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan
pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.
32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan
kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
35. Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi.
Tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan
kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah doroskrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30
40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan
mengulangi prosedur.
37. melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah
atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).
38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila
perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah
untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok
fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi
uterus baik (fundus teraba keras)
40. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan
bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan kedalam kantong
plastik yang tersedia.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila
laserasi menyebabkan perdarahan.
42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik
profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.
45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan
anterolateral.
46. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
47. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama
pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
50. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi
(10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir
dan darah. Bantu ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering.
54. Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin
minum.
55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
56. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan dalam
keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
57. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Melengkapi partograf.
dr. Rully P. Adhie, Sp.OG
1. AKDR medicine dan non medicine (keuntungan, kerugian)?
Jawab:
Keutungan
- Efektivitas tinggi 0,6-0,8/100 kehamilan dalam 1 tahun pertama (1 kegagalan dalam
125-170 kehamilan)
- Efektif segera setelah pemasangan
- Metode jangka panjang (10 th untuk CuT-380A)
- Tidak lagi perlu mengingat ingat
- Tidak mempengaruhi hubungan seksual
- Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil
- Tidak ada efek samping pada CuT380A
- Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
- Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus
- Dapat digunakan sampai menopause
- Tidak ada interaksi dengan obat
Kerugian:
Komplikasi lain :
- Sakit & kejang 3-5 hari setelah pemasangan
- Perdarahan berat saat haid anemia
- Perforasi dinding uterus (jarang)
- Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS
- Tidak baik untuk wanita dengan IMS atau multipartner
Penyakit Radang Panggul dapat terjadi pada wanita dengan IMS, PRP dapat memicu
infertilitas
menyentuh fundus atau sampai terasa ada tahanan. Lepas lengan AKDR dengan tekhnik
menarik/ withdrawal, tarik keluar pendorong. Setelah lengan AKDR lepas, dorong secara
perlahan-lahan tabung inserter ke dalam kavum uetri sampai leher biru menyentuh serviks.
Tarik keluar sebagian tabung inserter, potong benang AKDR kira-kira 3-4 cm panjangnya.
7) Buang bahan-bahan habis pakai yang terkontaminasi sebelum melepas sarung tangan,
bersihkan permukaan yang terkontaminasi
8) Lakukan dekontaminasi alat-alat
9) Ajarkan pada klien bagaimana memeriksa benang AKDR. Minta klien menunggu di klinik
selama 15-30 menit setelah pemasangan AKDR.
Indikasi pemasangan AKDR:
1) Usia reproduktif.
2) Pernah melahirkan dan mempunyai anak, serta ukuran rahim tidak kurang dari 5 cm.
3) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
4) Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi.
5) Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi.
6) Resiko rendah dari IMS.
7) Tidak menghendaki metode hormonal.
8) Tidak ada kontraindikasi (Saifuddin, 2006).
AKDR dapat digunakan pada ibu dalam segala kemungkinan keadaan misalnya :
1) Perokok
2) Setelah keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak terlihat adanya infeksi
3) Sedang memakai antibiotik atau antikejang
4) Gemuk ataupun yang kurus
5) Sedang menyusui (Saifuddin, 2006).
Kontra indikasi pemasangan AKDR:
1) Kehamilan.
2) Penyakit inflamasi pelvic (PID/ Pelvic Inflammatory Disease).
3) Karcinoma servik atau uterus.
4) Riwayat atau keberadaan penyakit katup jantung karena penyakit ini rentan terhadap
endometritis bacterial.
5) Keberadaan miomata, malformasi conginental, atau anomaly perkembangan yang dapat
mempengaruhi rongga uterus.
6) Diketahui atau dicurigai alergi terhadap tembaga atau penyakit Wilson (penyakit genetik
diturunkan yang mempengaruhi metabolisme tembaga sehingga mengakibatakan
penumpukan tembaga di berbagai organ dalam tubuh).
dr. Mikko U. Ludjen, Sp.OG
1. Jelaskan cara melakukan pap smear dan iva test?
Jawaban :
Prosedur pemeriksaan PAP SMEAR :
a. Persiapkan alat-alat yang akan digunakan, meliputi spekulum bivalve (cocor bebek),
spatula ayre, kaca objek yang telah diberi label atau tanda, dan alkohol 95%
b. Pasien berbaring dengan posisi litotomi
c. Pasang spekulum sehingga tampak jelas vagina bagian atas, forniks posterior, serviks
uterus, dan kanalis servikalis
d. Periksa serviks apakah normal/tidak
e. Spatula dengan ujung pendek dimasukkan ke dalam endoserviks dimulai dari arah jam 12
dan diputar 360 searah jarum jam
f. Sediaan yang telah didapat, dioleskan keatas kaca objek pada sisi yang telah diberi tanda
dengan membentuk sudut 45 satu kali usapan
g. Celupkan kaca objek kedalam larutan alkohol 95% selama 10 menit
h. Kemudian sediaan dimasukkan kedalam wadah transpor dan dikirim ke ahli patologi
anatomi
Prosedur Pemeriksaan IVA Test :
a. Jelaskan prosedur kepada pasien
b. Lakukan inform consent
c. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
d. Pasien berbaring dengan posisi litotomi
e. Pasang handscoen
f. Dengan spekulum cocor bebek serviks dapat dilihat dengan jelas dengan menggunakan
lampu sorot
g. Serviks dipulas dengan asam asetat 3-5%, tunggu selama 1-2 menit, selanjutnya lihat
perubahan yang terjadi pada serviks
keganasan
c.Kelas III
sedang
d. Kelas IV
e.Kelas V
: keganasan
- Klasifikasi Bethesda
a. Sel Skuamosa
1) Atypical Squamous Cell of Undertermined Sigificance (ASC-US) yaitu sel skuamosa
atipikal yang tidak dapat ditemukan secara signifikan.
2) Low grade squamous Intraephitelial Lesion (LSIL), yaitu tingkat rendah berarti
perubahan dari dalam ukuran dan bentuk sel. Lesi mengacu pada daerah jaringan
abnormal, intra epitel berarti sel abnormal hanya terdapat pada permukaan lapisan
sel-sel
3) High grade squamose Intraepithelial (HSIL) berarti bahwa terdapat perubahan yang
jelasa dalam ukuran dan bentuk abnormal sel-sel (prakanker) yang terlihat berbeda
dengan sel-sel normal
4) Squamous Cells Carcinoma
b. Sel Granular
1) Atypical Glandular Celss (AGC), specify endocervical, endometrial or not otherwise
specified (NOS)
2) Atypical Endocervical Cells, favor neoplastic, specity endocervical or nor othetwise
specified (NOS)
3) Endocervical Adenocarcinoma in situ (AIS)
4) Adenocarcinoma
3. Mekanisme terjadinya acetowhite?
Jawaban:
Onkoprotein tertanam pada permukaan sitoplasma dengan lapisan lipid Perubahan susunan
asam amino pada sel-sel menyebabkan mudah terdestruksi oleh asam sehingga terjadi
koagulasi Metaplasia akan menampakan daerah atipik ditandai dengan peningkatan inti
sitoplasma Berkurangnya kemampuan sinar menembus epitel sehingga akan nampak
gambaran putih (acetowhite)
dr. Ida Bagus, Sp.OG
1. Jenis-jenis episiotomi:
a. Episiotomi medialis
Insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas otot-otot sfingter ani
Keuntungan:
a) Secara anatomis lebih alamiah;
b) Menghindari pembuluh - pembuluh darah dan syaraf, jadi penyembuhan tidak terlalu
sakit;
c) Lebih mudah dijahit karena anastomisis jaringan lebih mudah.
Kerugian:
a) Jika meluas bisa memanjang melalui sprinter anus;
b) Dapat terjadi ruptura perineitotalis.
b. Episiotomi medio-lateralis
Insisi dimulai dari belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan samping.
Keuntungan:
Peluasan akan kecil kemungkinan melalui spinter anus.
Kerugian:
a) Penyembuhan terasa lebih sakit;
b) Lebih sulit dijahit;
c) Mungkin kehilangan darah lebih banyak.
c. Episiotomi lateralis
Insisi ke arah lateral mulai dari kira - kira jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam (tidak
digunakan lagi)
2. Definisi dan derajat ruptur perineum:
Tingkat I
Robekan hanya terjadi pada mukosa vagina dengan atau tanpa robekan
kulit perineum.
Tingkat II
ani.
Tingkat III
Tingkat III a
Tingkat III b
Tingkat III c
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa
Tingkat IV
rektum.
3. Teknik menjahit ruptur perineum:
Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam / proksimal ke arah luar / distal. Jahitan
dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam kemudian lapis luar.
Robekan perineum tingkat I
Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik,
namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan menggunakan
benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.
Untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan robekan tidak rata atau
bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum dilakukan
penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput
lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau
jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan.
Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.
MINI-CEX 2
dr. Don Leiden, Sp.OG
1.
Patofisiologi KPD?
Atonia uteri
Inversio uteri
b. Sekunder
-
Sisa plasenta
endometritis
Pasang kateter
Plasenta manual
Restorasi cairan
Sisa plasenta
-
Berikan antibiotik
Eksplorasi
Transfusi darah
Penanganan definitif
Abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Penyebab paling sering:
inkompetensia serviks.
Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
Abortus Infeksiosus : Abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia .
Abortus Septik : abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau
peritoneum (septikemia atau peritonitis).
Kehamilan Anembrionik (Blihgted Ovum)
Kehamilan patologi dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi
tetap terbentuk. Disamping mudigah, kantong kuning telur juga tidak ikut terbentuk. Kelainan
ini baru terdeteksi setelah berkembangnya USG. Bila tidak ada tindakan kehamilan
berkembang terus. UK 14-16 minggu abortus spontan
dr. Yahlenadiharty, Sp.OG
1. Klasifikasi serotinus?
Jawaban:
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari haid pertama hari
terakhir. Kehamilan aterm ialah usia kehamilan antara 38-42 minggu. Kehamilan postterm
disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged
pregnancy, extended pregnancy, postdate atau pascamaturitas adalah kehamilan yang
berlangsung bsampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari HPHT menurut rumus
Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari. Tanda postmaturitas dibagi menjadi 3 stadium
Stadium I : kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering,
rapuh dan mudah mengelupas.
Stadium II : gejala di atas disertai pewarnaan mekonium kehijauan pada kulit.
Stadium III : disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.
2. Ciri bayi serotinus?
Jawaban:
MINI-CEX 3
dr. Don Leiden, Sp.OG
1. Jelaskan patofiiologi HEG
Jawaban :
Mual dan muntah dehidrasi hemokonsentrasi aseton darah gangguan fungsi hati
dan ginjal.
2. Apa saja definisi HEG, sebutkan tanda gejala stadium 1, 2, 3 dari HEG (WE)
Jawaban :
a. Tingkat 1,
Mual muntah yang mempengaruhi KU, lemah, Nafsu makan, BB, nyeri pada
epigastrium, TD, Turgor Kulit berkurang. Nadi
b. Tingkat 2
Lemah apatis, nadi cepat dan kecil, lidah kering dan kotor, mata sedikit ikterik, kadang
suhu sedikit , oliguria, aseton tercium dalam hawa pernafasan.
c. Tingkat 3
KU lebih lemah lagi, muntah-muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai
koma, nadi lebih cepat, TD lebih turun. Komplikasi fatal ensefalopati Wernicke :
nystagmus, diplopia, perubahan mental. Ikterik
dr. Sigit, Sp.OG
1. Patofisiologi Persalinan Preterm?
Etiologi persalinan preterm:
a. 35% tidak diketahui
b. 30% akibat persalinan efektif
c. 10% pada kehamilan ganda
d. Sisanya akibat kondisi ibu dan janin
Patogenesis Infeksi:
Infeksi selaput ketuban dan cairan amnion pada kehamilan aterm-> endotoksin (sebagai produk
dari bakteri) merangsang desidua basalis untuk menghasilkan sitokin -> sekresi asam arakidonat
dan produksi prostaglandin E2 dan F2 -> merangsang terjadinya kontraksi miometrium ->
persalinan preterm.
2. Penanganan Persalinan Aterm?
Kontraksi prematur (1x dalam 10 menit)
-
Konfirmasi UK
Kontraksi uterus
- USG
Perubahan serviks
- KTG
Tirah baring
Obat tokolitik
o Kalsium antagonis (nifedipin 10mg/oral diulan 2-3 jam, dilanjutkan tiap 8 jam
sampai kontraksi hilang)
o Obat beta mimetik: terbutalin, ritrodin, isoksuprind dan salbutamol
o Sulfat magnesium dan antiprostaglandin
-
Terapi gagal
Persalinan
tulang scapula janin nampak di valve. Jangan melakukan tarikan atau tindakan
apapun pada tahap ini.
f. Dengan lembut, peganglah bokong dengan cara kedua ibu jari penolong sejajar
sumbu panggul, sedang jari-jari yang lain memegang belakang pinggul janin
g. Tanpa melakukan tarikan, angkatlah kaki,bokong, dan badan janin dengan kedua
tangan penolong disesuaikan dengan sumbu panggul ibu (melengkung ventrokranial
kea rah perut ibu) sehingga berturut-turut lahir perut, dada, bahu dan lengan,
dagu,mulut, dan seluruh kepala.
h. Bila pada langkah diatas tidak ada kemajuan dan atau tungkai tidak lahir secara
-
spontan , maka lahirkan kaki satu per satu dengan cara berikut:
Jari telunjuk dan jari tengah diletakan di belakang paha sebagian bidai dan lakukan
- Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung dan ginjal
b. Hipertensi Gestasional
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah UK 20 minggu dan menghilang
setelah persalina.
Diagnosis:
- TD >140/90
- Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di UK < 12
-
minggu
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai tanda dan gejala preeklamsia, seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia
- Diagnosis pasti ditegakkan pasca persalinan.
c. Preeklamsia
Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat kehamilan, setelah
UK 20 minggu atau segea setelah persalinan.
Preeklamsia Ringan
Diagnosis:
- TD > 140/90 mmHg pada UK > 20 minggu
- Tes celup urin menunjukkan proteinuria !+ atau pemeriksaan protein kuantitatif
menunjukkan hasil >5 g/24 jam
Preeklamsia Berat
Diagnosis:
- TD > 160/110 mmHg pada UK > 20 minggu
- Tes celup urin menunjukkan proteinuria >2+ atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam
- Atau disertai keterlibatan organ lain:
o Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
o Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
o Sakit kepala, penglihatan kabur
o Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
- Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
- Oliguri (<500 ml/24 jam), kreatini > 1,2 mg/dl
d. Superimposed preeklamsia pada hipertensi kronik
Yaitu Preeklamsia atau eklamsia yang timbul pada hipertensi kronis (sudah ada
sebelum UK 20 minggu)
Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau trombosit < 100.000 sel.uL, pada
UK > 20 minggu.
e. Eklamsia
Eklamsia adalah kelainan akut pada preeklamsia, dalam kehamilan, persalinan atau
nipas yang ditandai dengan timbulnya kejang dengan atau tanpa penurunan kesadaran
(gangguan sistem saraf pusat)
Jawab:
MINI-CEX 4
dr. Don Leiden, Sp.OG
1. Hormon yang berperan dalam proses menyusui
PROLAKTIN
OKSITOSIN
Hisapan bayi produksi hormon oksitosin kontraksi sel yang terdapat dalam lumen
menghasilkan ASI
2. Perbedaan engorgement, mastitis
Engorgement (pembengkakan) adalah hiperemia, kongesti lokal pembuluh atau jaringan akibat
akumulasi cairan, khususnya akibat pembuluh darah
Tanda dan Gejala
- Payudara terasa penuh
- Panas/demam tidak setinggi demam pada mastitis
- Berat dan keras
- Edema
- Nyeri tidak seberat pada mastitis
Mastitis
Adalah peradangan payudara yang terjadi pada masa nifas sampai 3 minggu setelah persalinan.
Penyebabnya adalah sumbatan saluran susu dan pengeluaran ASI yang kurang sempurna
(engorgement)
Tanda dan Gejala
Merasa lesu
Benjolan pada payudara nipple discharge (keluar cairan dari puting susu, bisa
mengandung nanah) gatal-gatal pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang
sama dengan payudara yang terkena.
Tidak menyusui
Paparan air hangat kadar beta endorphin darah anti nyeri endogen
relaksasi
- Air Dingin
o Air dingin 12 24Cefek elektroshock ringan pada korteks serebri nerve ending
reseptor dingin kulit yang banyak efek analgesik lebih besar
o Air dingin 12 24Cvasokontriksi dan meningkatkan sirkulasi vena proses
drainase pada jaringan edema oleh pembuluh limfeedema berkurang
o Air dinginsensasi reseptor taktil blocking the gate sensasi nyeri
2. Patofisiologi retensio urin
- Proses berkemih Pengisian dan penyimpanan urin Kandung kemih bertekanan rendah
dengan meningatkan resistensi saluran kemih + T. dari otot leher kandung kemih dan
proksimal uretra hambatan aktifitas otot detrusor
- Proses berkemih Pengosongan kandung kemih Kontraksi simultan otot detrusor dan
relaksasi saluran kemih
dr. Ida Bagus, Sp.OG
1. Definisi post partum blues:
Kriteria Pitt:
Periode pada minggu pertama hingga hari ke 10 post partum dimana wanita merasa sangat
tertekan dan sedih.
Kriteria Handley:
Insomnia
Mudah sedih
Depresi
Anxietas
Gg. Konsentrasi
Iritabilitas
Labilitas afek
Belajar tenang
Tidurlah ketika bayi tidur
Berolahraga ringan
Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu
Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi
Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan
Bersikap fleksibel
MINI-CEX 5
dr. Don Leiden, Sp.OG
1. Fluor albus, etiologi berdasarkan 5 macam mikro
Vagina merupakan organ reproduksi wanita yang sangat rentan terhadap infeksi.
karena batas antara uretra dengan anus sangat dekat, sehingga kuman penyakit
seperti jamur, bakteri, parasit, maupun virus mudah masuk ke liang vagina.
Infeksi juga terjadi karena terganggunya keseimbangan ekosistem di vagina.
Ekosistem vagina merupakan lingkaran kehidupan yang dipengaruhi oleh dua
unsur utama, yaitu estrogen dan bakteri Lactobacillus.
Glikogen merupakan nutrisi dari Lactobacillus, yang akan dimetabolisme untuk
pertumbuhannya. Sisa metabolisme kemudian menghasilkan asam laktat, yang
PID adalah penyakit infeksi yang melibatkan organ reproduksi bagian atas (Tuba Fallopi,
ovarium, uterus, dan rongga panggul), yang paling sering adalah bagian tuba fallopi. Inflamasi
yang terjadi pada tuba fallopi akan menyebabkan hasil konsepsi tidak dapat lewat sehingga
terjadi ruptur tuba, dikarenakan diameter tuba menyempit dan elastisitas tuba yang berkurang
karena adanya inflamasi. #maaf kakawanan lah, kada bisa aku merangkai kata2 jawaban ini. Asal
ngerti hajaaa tooo laaah#
dr. Rully P. Adhie, Sp.OG
1. Fisiologi menstruasi?
Siklus ovarium (indung telur)
Fase folikuler
Fase luteal
Siklus uterus (rahim)
Fase proliferasi
Fase sekresi
2. Klasifikasi PUA
PALM (kelainan struktur yang dapat dinilai dengan berbagai teknik pencitraan dan atau
pemeriksaan histopatologi)
- Polip
- Adenomiosis
- Leiomioma uteri
- Malignancy and hyperplasia
COEIN (kelainan non struktur yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau
histopatologi)
Coagulopathy
Ovulatory dysfunction
Endometrial
Iatrogenik
Not yet classified
Stadium I: Karsinoma yang hanya menyerang serviks (tanpa bisa mengenali ekstensi ke corpus)
IA: Karsinoma invasif yang hanya didiagnosis melalui pemeriksaan mikroskopis, kedalaman
invasi < 5 mm dan ekstensi terluas > 7 mm
IA1: Invasi stroma sedalam < 3 mm dan seluas < 7 mm
IA2: Invasi stroma sedalam > 3 mm dan seluas > 7 mm
IB: Lesi yang nampak secara klinis, terbatas pada serviks uteri atau kanker preklinis yang lebih
besar daripada stadium IA
IB1: Lesi yang nampak < 4 cm
IB2: Lesi yang nampak > 4 cm
Stadium II: Karsinoma yang menginvasi dekat uterus, tapi tidak menginvasi dinding pelvis atau
sepertiga bawah vagina
IIA: Tanpa invasi ke parametrium
IIA1: Lesi yang nampak < 4 cm
IIA2: Lesi yang nampak > 4 cm
IIB: Nampak invasi ke parametrium
Stadium III: Tumor meluas ke dinding pelvis dan/atau melibatkan sepertiga bawah vagina
dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau merusak ginjal
IIIA: Tumor melibatkan sepertiga bawah vagina, tanpa ekstensi ke dinding pelvis
IIIB: Ekstensi ke dinding pelvis dan/atau hidronefrosis atau merusak ginjal
Stadium IV: Karsinoma yang meluas ke pelvis sejati atau telah melibatkan mukosa kandung
kemih atau rektum.
IVA: Pertumbuhannya menyebar ke organ-organ sekitarnya
IVB: Menyebar ke organ yang jauh
2. Patofisiologi kista ovarium
Ada 2 penjelasan.. dipilih saja
PENJELASAN 1
Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormone dan kegagalan pembentukan
salah satu hormone tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi
secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormone hipofisa dalam jumlah yang tepat.
Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara
tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal
melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium karena itu terbentuk
kista di dalam ovarium.
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff.
Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan
oosit mature.
Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5
2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan
mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum
mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak.
Kista dapat berupa kista folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista
tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG.
Kista fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas
terhadap gonadotropin yang berlebih. Kista folikel dan luteal, kelainan yang tidak berbahaya ini
berasal dari folikel graaf yang tidak pecah atau folikel yang sudah pecah dan segera menutup
kembali. Kista demikian seringnya adalah multipel dan timbul langsung di bawah lapisan serosa
yang menutupi ovarium, biasanya kecil, dengan diameter 1- 1,5 cm dan berisi cairan serosa yang
bening, tetapi ada kalanya penimbunan cairan cukup banyak, sampai mencapai diameter 4-5 cm,
sehingga teraba massa dan menimbulkan sakit pada daerah pelvis.
Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadangkadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut
hiperreaktif lutein.
Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan
LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari,
terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol dalam
ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua
jenis sel dan jaringan ovarium.
PENJELASAN 2
Fungsi Ovarium yang normal tergantung pada sejumlah hormon dan kegagalan pembentukan
salah satu hormon tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak akan berfungsi
secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormon hipofisis dalam jumlah yang tepat.
Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel yang terbentuk secara
tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami pematangan dan gagal
melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium karena itu terbentuk
kista di dalam ovarium dan menyebabkan kemandulan pada wanita.
Kista ovarium dibagi beberapa tipe :
1. Kista Fungsional
Setiap bulan, normalnya ovarium yang fungsional menghasilkan kista kecil yang disebut follicle
de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2,8 cm
melepaskan oosit mature. Folikel yang ruptur tersebut kemudian menjadi korpus luteum, yang
pada saat matang memiliki struktur 1,5-2,0 cm dengan kista di tengah-tengah. Bila tidak ada
fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif.
Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara
gradual ukurannya akan mengecil selama kehamilan. Kista ovarium yang berasal dari proses
ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu bersifat jinak. Kista dapat berupa kista
folikular dan luteal, yang seringkali disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi
oleh gonadotropin termasuk FSH (follicle stimulating hormone) dan HCG (human chorionic
gonadotrophin). Kista fungsional yang multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin
atau sensitifitas terhadap gonadotropin yang berlebihan. Kista folikel dan luteal, kelainan yang
tidak berbahaya ini berasal dari follicle de Graff yang tidak pecah atau folikel sudah pecah dan
segera menutup kembali.
Kista fungsional merupakan kista tipe terbanyak dari kista ovarium, dan biasa disebut kista
fisiologik yang berarti tidak patogenik. Kista ini terbentuk dari jaringan yang berubah pada saat
fungsi normal menstruasi. Kista normal ini akan mengecil dan menghilang dengan sendirinya
dalam kurun waktu 2-3 siklus menstruasi. Terdapat 2 macam kista fungsional, yaitu: kista
folikuler dan kista korpus luteum.
a.
Kista Folikuler
Folikel sebagai penyimpan sel telur akan mengeluarkan sel telur pada saat ovulasi bilamana ada
rangsangan LH (Luteinizing Hormon). Pengeluaran hormon diatur oleh kelenjar hipofisis di otak.
Bilamana semuanya berjalan lancar sel telur akan dilepaskan dan mulai perjalanannya ke saluran
telur untuk dibuahi. Kista folikuler terbentuk jika lonjakan LH tidak terjadi dan reaksi rantai
ovulasi tidak dimulai, sehingga folikel tidak pecah atau melepaskan sel telur dan bahkan folikel
tumbuh terus hingga menjadi sebuah kista. Kista folikuler biasanya tidak berbahaya, jarang
menimbulkan nyeri dan sering hilang dengan sendirinya antara 2-3 siklus menstruasi.
b.
Bilamana lonjakan LH terjadi dan sel telur dilepaskan, rantai peristiwa lain dimulai. Folikel
kemudian beraksi terhadap LH dengan menghasilkan hormon estrogen dan progesteron dalam
jumlah besar sebagai persiapan untuk pembuahan. Perubahan dalam folikel ini disebut sebagai
korpus luteum. Tetapi kadang-kadang setelah sel telur dilepaskan, lubang keluarnya tertutup dan
jaringan-jaringan mengumpul di dalamnya, menyebabkan korpus luteum membesar dan menjadi
kista. Meski kista ini biasanya hilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu, tetapi kista ini
dapat tumbuh hingga 4-9 inci (10 cm) diameternya dan berpotensi untuk berdarah dengan
sendirinya atau mendesak ovarium yang menyebabkan nyeri panggul atau perut. Jika kista ini
berisi darah, kista ini dapat pecah dan menyebabkan perdarahan intestinal dan nyeri tajam yang
tiba-tiba.
Skema diatas menunjukkan pathogenesis kista ovarium dan kemungkinan jalur yang terlibat.
Lonjakan FSH menstimulasi munculnya folikel baru, dari salah satu folikel dominan yang dipilih
saat deviasi. Melalui umpan balik positif estradiol menstimulasi pulsatilitas GnRH dan LH, yang
akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan folikel yang dominan. Saat mencapai ukuran
preovulasi, aktivitas steroigenik folikel mencapai puncak dan memproduksi lonjakan estradiol
preovulasi. Lonjakan ini gagal terjadi pada GnRH dan LH atau lonjakan GnRH tertunda. Folikel
dominan tidak mengalami ovulasi berhubungan dengan pulsatilitas LH yang terus-menerus,
berlanjut sampai tumbuh menjadi kista.
Gangguan axis hipotalamus-pituitari-gonad dapat disebabkan oleh:
(1) faktor yang mempengaruhi mekanisme umpan balik estradiol dan release GnRH/LH pada
hipotalamus-pituitari
(2) dan/atau oleh penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan folikel dengan perubahan
pada ekspresi reseptor dan steroidogenesis
(3) yang mengarah ke perubahan lonjakan dan umpan balik estradiol.
Fungsi hipotalamus-pituitari dan pertumbuhan/perkembangan folikel mungkin juga dipengaruhi
oleh NEB (Negative Energy Balance) melalui adaptasi metabolik/hormonal. Pada situasi NEB,
ekspresi faktor genetik yang berhubungan dengan kista folikuler dapat mempengaruhi
pertumbuhan folikel dan fungsi hipotalamus-pituitari.
Kista yang berkembang dari sel-sel pada lapisan luar permukaan ovarium, biasanya bersifat
jinak. Kista adenoma dapat tumbuh menjadi besar dan mengganggu organ perut lainnya.
5. Polikistik Ovarium
Ovarium berisi banyak kista yang terbentuk dari bangunan kista folikel yang menyebabkan
ovarium menebal. Ini berhubungan dengan penyakit sindrom polikistik ovarium yang disebabkan
oleh gangguan hormonal. Terutama hormon androgen yang berlebihan. Kista ini membuat
ovarium membesar dan menciptakan lapisan luar yang tebal yang dapat menghalangi terjadinya
ovulasi, sehingga menimbulkan masalah fertilitas.
dr. Yahlenadiharty, Sp.OG
1. Sebutkan penanganan, gejala inkontinensia urine?
Jawaban:
Gejala:
-Penanganan
a. Stress inkontinensia
Farmakologi:
a. Untuk meningkatkan tonus otot sfingter uretra dan resistensi bladder outlet
b. Agonis adrenergik: stimulator reseptor adrenergik menyebabkan kontraksi otot polos
pada leher buli dan uretra posterior. Efedrin, pseudoefedrin dan fenilpropanolamin
c. Estrogen: masih diperdebatkan. Estrogen pada menopause akan meningkatkan reseptor
adrenergik
d. Pembedahan
e. Urge inkontinensia
Terapi farmakologi: untuk menigkatkan kapasitas buli-buli, meningkatkan volume urine yang
memberi sensai berkemih, dan menurunkan frekuensi berkemih.
Antikolinergik:L menghambat sistem parasimpatis detrusor. Propantheline, oksibutinin
(ditropan) dan tolterodine tartrate
Pelemas otot: dicyclomine, flavoxate.
Prolaps uteri tingkat I, uterus turun dengan serviks uteri turun paling rendah
sampai introitus vagina
Prolaps uteri tingkat II, sebagian besar uterus keluar dari vagina
Prolaps uteri tingkat III, atau prosidensia uteri uterus keluar seluruhnya dari
vagina disertai dengan inversio vagina.
Penatalaksaan
-
Observasi:
Mempertahankan prolaps tetap dalam stadium I
Periksa diri secara berala untuk mencari perkembang (gangguan BAK, BAB, erosi
vagina)
Konservatif
Pemasangan pessarium
Prinsip pessarium alat ini memuat tekanan pada dinding vagina bagian atas bagian
vagina beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah
Pembedahan