Kelompok
Lokasi
Dosen Pendamping
Assisten
:7
: Pelus IV (Pagi)
: Dra. Errie Kolya Nasution. M.Si
: Leader Alfason
B1J014030
Uho Baihaqi
B1J014031
Rizkita Andini
B1J014032
Nitami Sugiyati
B1J014034
B1J014035
Daftar Isi
Hal
Daftar isi
Pendahuluan
Materi dan Metode
Hasil dan Pembahasan
ACARA 1. EKOSISTEM
a
b
c
ACARA 2. KOMUNITAS
a
b
c
Kekayaan species
Kelimpahan atau kepadatan species
Dominansi
ACARA 3. POPULASI
a
b
Struktur populasi
Piramida populasi berdasarkan ukuran
I.
PENDAHULUAN
oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian. Sungai memiliki
banyak manfaat untuk aktivitas manusia dan tempat hidup organisme air tawar.
Pertumbuhan organisme di sungai sangat dipengaruhi oleh temperatur, pH,
kualitas air, dan kecepatan arus. Kualitas air dalam hal ini mencakup zat terlarut
dalam air yang mengindikasikan terjadinya pencemaran air yang akan
mempengaruhi pemanfaatan air untuk kehidupan manusia dalam bidang pertanian,
industri, rekreasi dan sebagainya.
Wilayah kanan-kiri sungai (riparian) merupakan habitat margasatwa
dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, yang seringkali berfungsi sebagai
koridor, yakni daerah yang dijadikan sebagai tempat perlintasan aneka jenis fauna
akuatik maupun terestrial, yang menghubungkan satu wilayah dengan wilayah
lainnya. Vegetasi di kanan-kiri sungai memiliki karakter yang khas, yang sering
memperlihatkan pengaruh dan interaksi dengan lingkungan perairan yang
dinamis. Banyak dari jenis tumbuhan di wilayah riparian ini yang memencar
dengan mengandalkan aliran air atau pergerakan ikan. Dari segi ekologi,
fenomena ini penting sebagai salah satu mekanisme aliran energi ke dalam
ekosistem perairan, melalui jatuhan ranting, daun dan terutama buah tetumbuhan
ke air, yang akan menjadi sumber makanan bagi hewan-hewan akuatik.
Komposisi komunitas hewan juga berbeda antara sungai, anak sungai, dan
hilir. Air sungai yang mengalir deras tidak mendukung keberadaan komunitas
plankton untuk berdiam diri, karena akan terbawa arus. Hal ini karena adanya
karakter sungai meliputi kecepatan arus, faktor makanan yang tersedia bagi
organisme, struktur tanah sekitar daerah aliran sungai, keasaman tanah, dan
struktur batuan.
Pertumbuhan organisme baik organisme akuatik maupun terstrial sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungannya. Faktor lingkungan yang dapat
berpengaruh diantaranya yaitu temperatur, pH, substrat tempat organisme tersebut
hidup, kualitas air, dan kecepatan arus. Kualitas air dalam hal ini mencakup
keadaan fisik, kimia, dan biologi yang dapat mempengaruhi ketersediaan air untuk
kehidupan manusia, pertanian, industri, rekreasi dan pemanfaatan air lainnya.
Karakteristik fisik terpenting yang dapat mempengaruhi kualitas air, dan dengan
B. Metode
1. Ekosistem
Dibuat model interaksi faktor abiotik dan biotik (diperlukan data tentang
benda abiotik dan biotik yang dapat ditemukan di lokasi pengamatan)
2. Komunitas
Warna
buluh,
buliran,
perbungaan,
Individu dari setiap spesies yang dominan pada lokasi tersebut dilakukan
pengukuran pada sampel moluska (panjang dan bobotnya), pada sampel
bambu (tinggi dan diameter).
4. Faktor Lingkungan
Termometer air raksa digantungkan pada salah satu ranting pohon dekat
dengan sungai, dibiarkan beberapa menit, diamati suhu yang tertera dan
bila telah stabil dicatat. Suhu yang diperoleh tersebut adalah temperatur
udara.
Untuk mengukur kecepatan arus air sungai disiapkan botol plastik, tali
rafia sepanjang 10 meter dan stopwatch. Botol plastik diisi dengan air
setengah botol atau sekitar 250 ml, botol tersebut dilempar ke badan
sungai tepat tegak lurus dengan posisi berdiri, bertepatan dengan jatuhnya
botol ke sungai mulai dihitung waktu tempuh sepanjang 10 meter.
Perlakuan tersebut dilakukan sampai 3 kali ulangan.
Substrat dasar sungai diamati (batu, pasir, lumpur) dan diperkiran jenis
substrat yang dominan.
Diambil sampel air sungai sebanyak 250 ml dan tanah sebanyak 250 gr
yang kemudian diukur pH nya di laboratorium.
Dibuat tabel kehadiran spesies yang ditemukan di sungai (sungai Pelus 2,4
dan 6).
Abiotik
Biotik
(benda Mati)
(benda hidup)
Lokasi
Batu
2SungaiAir
:
Sungai Pelus
3
Lumpur
No lokasi:
44
Plastic
Tipe pemanfaatan
Ikan
lahan
Molusca
Pemukiman,
kebun,
irigasi
Kepiting
Tabel 1. Tipe
Pemanfaatan Lahan
Aktivitas masyarakat
Waktu :
5
Pasir
07.30-09.30
Kupu kupu
Burung
Rumput
Semut
919
Lumut
Kelapa
20
10
Kopi
Bambu
21
11
Papaya
Pisang
22
12
Albasia
Singkong
23
13
24
14
25
15
Kolang kaling
Randu
Jambu biji
Sukun
Pinang
Petai cina
16
Mengkudu
17
Manga
18
Nangka
Tabel
2.
Komponen
abiotik dan biotik
26
Waru
27
Ulat
28
Belalang
29
Lalat
30
Cacing
31
Manusia
3.
6.
Dekomposer
Organisme
Tumbuh-tumbuhan
Moluska
Kupu kupu
Nyamuk
Lebah
Laba laba
Ikan
Burung
Manusia
Ayam
Cacing
Semut
1.
Bambusa balcooa
13
Jumlah individu
60
35
11
Jumlah
106
Jumlah Individu
7 cm sampai dengan 9, 78 cm
Jumlah
13
2,5
0,5 0
0,5
2,5
1,5 0
1,5
2,5
0,5 0
0,5
2,5
3,5
11,5
3,5
1,5
1,5
4,5
3 0
Hulu
Tengah
Hilir
Lingkungan
Temperatur udara
Temperatur air
Arus
Substrat yang
25
23
28 m/s
Batu
27 0C
2760C
0,04 m/s
Lumpur
27 0C
25 0C
10 m/ 9s
Batu kecil
dominan
Ph
b. Kondisi Daratan
Parameter
Lingkungan
Temperatur udara
Tipe tanah
pH
Hulu
26
Batu
8
Tengah
270C
pasir
6,8
Hilir
270C
Pasir
4,8
4,5
Hulu
+
+
+
Tengah
+
+
+
+
-
Hilir
+
-
Tengah
+
-
Hilir
+
-
B. Pembahasan
Sebagian besar penduduk terutama yang ada di sepanjang DAS masih
menggunakan Sungai Pelus untuk berbagai keperluan seperti MCK, pertanian,
perkebunan,
perikanan,dan
berbagai
aktivitas
antropogenik.
Hal
ini
Hulu sungai, terletak di daerah yang dataran tinggi, menglir melalui bagian
yang curam, dangkal, berbatu, arus deras, volume air kecil, kandungan
oksigen telarut tinggi, suhu yang rendah, dan warna air jernih.
Hilir sungai, terletak didaratan yang rendah, dengan arus yang tidak begitu
kuat dan volume air yang besar, kecepatan fotosintesis yang tinggi dan
banyak bertumpuk pupuk organic.
Muara sungai letaknya hampir mencapai laut atau pertemuan sungaisungai lain, arus air sangat lambat dengan volume yang lebih besar,
banyak mengandung bahan terlarut, Lumpur dari hilir membentik delta
dan warna air sangat keruh .
Sungai Pelus memiliki peran penting bagi organisme konsumer tingkat
rendah maupun konsumer tingkat tinggi seperti manusia. Daerah sekitar sungai
Pelus banyak dimanfaatkan sebagai pemukiman. Aktivitas yang banyak dilakukan
disana adalah memancing, berkebun, dan MCK. Dari hasil studi lapangan yang
telah dilakukan di daratan sekitar sungai Pelus, komponen abiotik yang ada adalah
batu, air, lumpur, plastic, pasir, udara. Udara penting sebagai penyedia unsur
anorganik dan organic seperti karbon dioksida, nitrogen, oksigen. Sedangkan
tanah memiliki unsure hara yang tinggi. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap
pH (keasaman) tanah, tanah daratan di sekitar sungai Pelus memiliki pH sekitar
6,8 dengan tipe tanah pasir. Komponen biotik yang ditemukan adalah ikan,
molusca, kepiting, laba-laba air, kupu-kupu, burung, semut, lumut, rumput,
bambu, pisang, singkong, randu, sukun, pete cina, mengkudu, mangga, nangka,
kelapa, kopi, papaya, abasia, jambu biji, pinang, waru, ulet, belalang, lalat. Bambu
merupakan populasi yang paling banyak hidup didaerah sekitar sungai.
Suatu ekosistem yang kompleks terjadi interaksi antara individu sejenis
maupun beda spesies. Interaksi ini dapat berupa pola makan-memakan atau
disebut rantai makanan, atau dapat berupa interaksi persaingan dalam
memperebutkan makanan. Rantai makanan merupakan roses perpindahan energi
makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jalur
makan-memakan (Heddy & Kurniati, 1997).
Menurut Heddy (1989), perbedaan pokok antara ekosistem darat dan airterletak
pada ukuran tumbuhan hijau, di mana autotrof daratan cenderung lebihsedikit,
akan tetapi ukurannya lebih besar. Perbedaan antara habitat daratan danair adalah
sebagai berikut:
1. Habitat daratan, kelembaban merupakan faktor pembatas, organismedaratan
selalu dihadapkan pada masalah kekeringan. Evaporasi dantranspirasi
merupakan proses yang unik dari kehilangan energi padaingkungan daratan.
2. Variasi suhu dan suhu ekstrem lebih banyak di udara daripada media air.
3. Sirkulasi udara yang cepat di permukaan bumi akan menghasilkan isicampuran O2 dan CO2 yang tetap.
4. Meskipun tanah sebagai penyangga yang padat bukan udara, kerangkayang
kuat telah berkembang di tanah yaitu tanaman dan binatang yangakhir-akhir ini
mempunyai arti khusus bagi perkembangan.
5. Tanah tidak seperti lautan yang selalu berhubungan dimana tanah
sebagai barier geografi terpenting dala gerak bebasnya.
6. Sebagai substrat alam, meskipun yang terpenting adalah di air. Namun,yang
paling khusus adalah dalam lingkngan daratan. Tanah adalah sumberterbesar
dari bermacam-macam nutrisi nitrit, fosfor, dan sebagainya) yangmerupakan
perkembangan besar dari subsistem ekologi.
: Plantae
Phylum
: Tracheophyta
Class
: Spermatopsida
Ordo
: Poales
Famili
: Gramineae
Genus
: Bambusa
Spesies
: Bambusa bacooa
Deskripsi :
Bambusa balcooa adalah adat ke India Utara-Timur (termasuk Himalaya
timur), NEPAL dan BANGLADESH mana ia sering dibudidayakan. Bambusa
balcooa juga dibudidayakan di banyak negara lain dari Tenggara dan Asia Timur,
dan di Afrika tropis dan Australia. Batang dari Bambusa Balcooa yang rata-rata
antara 12-22 m dan 6-15 cm. Batang yang keabu-abuan hijau dan tebal
berdinding, di mana diameter rongga adalah sekitar sepertiga dari yang dari
batang tersebut. Node menebal dengan cincin keputihan di atas, dan memiliki
rambut-rambut kecil pendek di bawah ini. Ruas batang yang rata-rata antara 20
cm dan 40 cm panjang.
Bambusa balcooa memiliki tunas kehitaman-hijau dengan warna kuning.
Selubung batang coklat atau oranye diwarnai, ditutupi dengan rambut jarang
coklat gelap. Beberapa cabang bergerombol dengan 1-3 lebih besar cabang
dominan. Cabang biasanya terjadi dari tengah batang ke atas. Cabang dari node
yang lebih rendah berdaun dan keras, dan kadang-kadang duri-seperti. Daun
sempit dan rata-rata panjang 15-30 cm dan 25-50 mm luas, dapat berbunga dan
biji
ketinggian 700 m di iklim muson tropis dengan curah hujan tahunan 2.500 - 3.000
mm. Tumbuh pada setiap jenis tanah tapi lebih suka tanah bertekstur berat dengan
drainase yang baik dan pH rendah sekitar 5,5. Produksi tahunan 1200-1700 batang
/ ha dilaporkan dari Bangladesh.Sifat mekanisnya yaitu Kuat tekan berkisar 39,450,6 N / mm2 di hijau dan 51,0-57,3 N / mm2 dalam kondisi kering udara.
Modulus pecah bervariasi antara 85,0-62,4 N / mm2 di hijau dan 92,6-69,6 N /
mm2 dalam kondisi kering udara. Modulus elastisitas 7,2-10,3 kN / mm2 hijau,
9,3-12,7 kN / mm2 dalam kondisi kering udara (Kabir et al. 1991).
Tanaman bambu dijumpai tumbuh mulai dari dataran rendah sampai
dataran tinggi 100 2200 m di atas permukaan laut. Walaupun demikian tidak
semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat,
namun pada tempat-tempat yang lembab atau pada tempat yang kondisi curah
hujannya tinggi dapat mencapai pertumbuhan terbaik, seperti ditepi sungai,
ditebing-tebing yang curam (Soendjoto, 1997).
Berdasarkan hasil pengamatan sungai pelus pada pos 2 (hulu) ditemukan
populasi Bambusa arundinaceae dan Bambusa maculata. Pada pos 4 (tengah)
ditemukan populasi Bambusa balcooa. Pada pos 7 (hilir) ditemukan populasi
Gigantochlia atter.
Umumnya tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik dan tersebar
dimana-mana, walaupun dalam pertumbuhannya dapat dipengaruhi oleh keadaan
iklim. Unsur-unsur iklim meliputi sinar matahari, suhu, curah hujan dan
kelembaban. Tempat yang disukai tanaman bambu adalah lahan yang terbuka
dimana sinar matahari dapat langsung memasuki celah-celah rumpun sehingga
proses fotosintesis dapat berjalan lancer. Type iklim mulai dari A, B, C, D sampai
E (mulai dari iklim basah sampai kering), semakin basah type iklim makin banyak
jenis bambu yang dapat tumbuh. Ini disebabkan karena tanaman bambu termasuk
tanaman yang banyak membutuhkan air yaitu curah hujan minimal 1020
mm/tahun dan kelembaban minimum 76%.Jenis tanah di lokasi praktek mulai dari
tanah berat sampai ringan dan mulai dari tanah subur sampai kurang subur. Sifat
fisik tanah pada lokasi praktikum dengan pH 7 dengan suhu 27C (Anonim,
2010).
Produsen sebagai makhluk hidup yang dapat menghasilkan makananya
sendiri,dengan cara mengubah zat anorganik untuk menghasilkan zat organik yang
dapatdigunakan individu itu sendiri. Produsen yang berperan dalam ekosistem
tersebutadalah bambu, rumput, tumbuhan paku, pohon pisang dan lumut.
Makrokonsumer tingkat I adalah konsumen yang memanfaatkan energi dari
produsen.Konsumen ini bersifat herbivora. Konsumen tersebut meliputi capung,
ulat,moluska, crustacea, anggang-anggang, nyamuk, lebah, lalat, semut, kupukupu.Makro konsumer tingkat II adalah konsumen yang memakan konsumen
tingkat Idan mereka bersifat herbivora. Makro konsumer tingkat II di area ini
meliputi,ikan, laba-laba, Manusia. Dekomposer merupakan konsumen yang dapat
merubahzat organik dan anorganik. Dalam aliran Sungai Pelus dekomposer yang
ada yaitu jamur, mikroorganisme, cacing.
Menurut
Odum
(1994),
penggolongan
organisme
dalam
air
e. Bentos; Hewan dan tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada
endapan.Bentos dapat sessil (melekat) atau bergerak bebas, misalnya cacing dan
remis.
Adaptasi yang dilakukan oleh organisme air tawar dengan cara
sebagai berikut:
1. Adaptasi tumbuhan, tumbuhan yang hidup di air tawar biasanya bersel
satu dan dinding selnyakuat seperti beberapa alga biru dan alga hijau.Tumbuhan
tingkat tinggi, sepertiteratai (Nymphaea gigantea), mempunyai akar jangkar (akar
sulur). Tumbuhan rendah yang hidup di habitat air, tekanan osmosisnya sama
dengantekanan osmosis lingkungan atau isotonis.
2. Adaptasi hewan Ekosistem air tawar dihuni oleh nekton. Nekton
merupakan hewan yang bergerak aktif dengan menggunakan otot yang kuat.
Hewan tingkat tinggi di ekosistem air tawar, misalnya ikan. Mekanisme ikan
dalam
mengatasi perbedaan tekanan osmosis adalah dengan melakukan osmoregulasi unt
ukmemelihara keseimbangan air dalam tubuhnya melalui sistem ekskresi,insang,
dan pencernaan.
Moluska berasal dari bahasa Romawi, molis yang berarti lunak yang
hidup sejak periode Cambrian,terdapat lebih dari 100 ribu spesies hidup dan 35
ribu spesies fosil, kebanyakan dijumpai di laut dangkal, beberapa pada kedalaman
7000m, beberapa di air payau, air tawar, dan darat (Pennak, 1978). Menurut
Hyman (1967), filum moluskaditandai oleh tubuh yang lunak, yang tidak terbagi
dalam segmen-segmen yang biasanya dilindungi oleh satu atau lebih keping
cangkang.
Moluska merupakan organisme akuatik yang hidup di dasar perairan
dengan pergerakan relatif lambat yang sangat dipengaruhi oleh substrat dasar serta
kualitas perairan. Moluska berperan penting dalam proses mineralisasi dan
pendaur-ulangan bahan organik maupun sebagai salah satu sumber makanan bagi
organisme konsumen yang lebih tinggi. Penurunan komposisi, kelimpahan dan
keanekaragaman dari moluska biasanya merupakan indikator adanya gangguan
ekologi yang terjadi pada sungai tersebut (Mason,1981). Salah satu organisme
yang terdapat di Sungai Pelus adalah moluska.
: Animalia
Filum
: Mollusca
Klas
: Gastropoda
Ordo
: Sorbeoconcha
Famili
: Pachyhilidae
Genus
: Sulcospira
Spesies
: Sulcospira sulcospira
Moluska mempunyai bentuk tubuh yang beranekaragam. Berdasarkan
bentuk tubuh, jumlah serta keping cangkang filum moluska terbagi ke dalam 7
kelas yaitu: Aplacophora, Monoplacophora, Polyplacophora, Gastrophoda,
Bivalvia, Scaphopoda, dan Cephalopoda. Filum moluska merupakan anggota
yang terbanyak kedua setelah filum Arthropoda. Terdapat lebih dari 60.000
spesies hidup dan 15.000 spesies fosil (Brusca & Brusca, 1990).
Arus adalah faktor pembatas utama pada aliran deras, tetapi dasar yang
keras terutama bila terdiri dari batu, dapat menyediakan permukaan yang cocok
untuk organism (flora dan fauna) untuk menempel atau melekat. Dasar di air
tenang yang lunak dan terus-menerus berubah umumnya membatasi organisme
bentik yang lebih kecil sampai bentuk penggali, tetapi bila kedalaman lebih besar
lagi, lebih sesuai untuk plankton, neuston dan plankton. Komposisi jenis dari
komunitas air deras sewajarnya 100% berbeda dari zona perairan yang tenang
seperti kolam dan danau (Odum, 1988).
Sungai yang dijumpai dihampir semua tempat pada mulanya, sebelum
mendapat gangguan manusia, mempunyai kualitas air yang bersifat alamiah.
Debu, mineral-mineral atmosfer dan berbagai macam gas banyak yang terlarut
dalam air hujan yang pada gilirannya akan menentukan status kualitas air alamiah
badan air atau sungai tersebut (Wirakusumah, 2003).
Diantara karakteristik fisik perairan (alamiah) yang dianggap penting
adalah konsentrasi larutan sedimen, suhu air, dan tingkat oksigen terlarut dalam
suatu sistem aliran air. Larutan sedimen yang sebagian besar terdiri atas larutan
lumpur dan bebrapa bentuk koloida-koloida dari berbagai material inilah yang
seringkali mempengaruhi kualitas air dalam kaitannya dengan pemanfaatan
sumberdaya air untuk kehidupan manusia dan organisme akuatik lainnya.
Meningkatnya suhu perairan yang dapat diklasifikasikan sebagai pencemar
perairan dapat mempengaruhi kehidupan organisme akuatik secara langsung atau
tidak langsung. Sementara itu, oksigen terlarut dalam perairan dapat dimanfaatkan
untuk indikator atau sebagai indeks sanitasi kualitas air (Soeriaatmadja, 1977).
Muatan sedimen. Kualitas fisik perairan sebagian besar ditentukan oleh
jumlah konsentrasi sedimen yang terdapat dalam perairan tersebut. Muatan
sedimen total yang terdapat dalam aliran air terediri atas sedimen merayap
(bedload) dan sedimen melayang (suspended sediment). Untuk suatu sistem
daerah aliran air, terutama yang terletak di hulu, jumlah muatan sedimen yang
terlarut dalam aliran air mempunyai pengaruh yang menentukan terhadap kualitas
air di tempat tersebut. Pengaruh tersebut diwujudkan dalam bentuk pengaruh
muatan sedimen pada besar kecilnya dan kedalaman cahaya matahari yang masuk
ke dalam aliran air. Muatan sedimen dalam suatu perairan diukur melalui tingkat
kekeruhan yang terjadi di aliran air tersebut. Pada tingkat kekeruhan tertentu,
cahaya matahari yang masuk ke dalam badan air berkurang sehingga menghambat
proses fotosintesis jenis vegetasi yang tumbuh di dalam perairan. Cahaya matahari
yang dapat masuk ke dalam badan air juga berguna untuk kehidupan organjisme
akuatik, terutama dalam mempertahankan suhu perairan tersebut pada tingkat
yang memungkinkan untuk menunjang kehidupan organisme tersebut. Muatan
sedimen dalam aliran air juga membawa serta unsur hara (nutrisi) dan logam berat
yang akan mempengaruhi pemanfaatan sumber daya air (Thohir, 1991).
Muatan sedimen dapat dibedakan menjadi dua yaitu muatan sedimen
organik dan muatan sedimen non-organik. Muatan sedimen organik terdiri atas
unsur-unsur yang berasal dari flora (vegetasi) dan fauna (hewan) yang seringkali
terangkut dalam aliaran air pada periode aliran besar (debit besar sebelum tercapai
debit puncak). Muatan sedimen non-organik meliputi unsur-unsur pasir, lumpur,
dan koloida-koloida dari berbagai mineral yang pada tempat dan waktu tertentu
dapat mengendap di dasar perairan (Asdak, 1995).
Sedimen melayang (suspended material) dalam perairan sungai alamiah dapat
dibedaklan menjadi dua tipe:
Sedimen non-organik, terutama terdiri atas pasir, debu, dan koloida-koloida
yang berasal dari permukaan tanah daerah tangkapan air dan dari dasar
saluran-saluran air di tempat tersebut.
Sedimen organik, terdiri atas unsur-unsur tanaman dan hewan baik yang hidup
atau mati yang terlarut dalam aliran air sungai. Sedimen-sedimen organik
dapat juga teruraikan (decomposed) oleh biota yang hidup dalam perairan
tersebut antara lain serangga dan vegetasi perairan lainnya, bakteri, jamur dan
ganggang menjadi bentuk lain dari unsur-unsur organik (Hewlett, 1982).
Sedimen non-organik yang banyak dijumpai pada sungai Pelus sebagai subdtrat
yang dominan adalah pada bagian hulu substrat yang dominan adalah bebatuan,
pada bagian tengah substrat yang dominan adalah pasir, kerikil, dan bebatuan,
pada bagian hilir substrat yang dominan adalah pasir dan batuan.
Sedimen terlarut (dissolved material) dalam perairan sungai alamiah dapat
dibedakan menjadi dua tipe:
Larutan non-organik, termasuk unsur-unsur mineral dan gas. Meskipun unsurunsur mineral mendominasi larutan non-organik ternyata beberapa jenis gas ,
terutama oksigen dan karbon dioksida memegang peranan yang lebih penting
untuk keberlanjutan kehidupan flora dan fauna akuatis serta menentukan
kualitas air.
Larutan organik, meliputi bermacam-macam unsur organik yang bersifat
komplek
sebagai
hasil
proses-proses
fotosintesis,
metabolisme,
dan
yang dapat menembus ke permukaan aliran air tersebut dan pada akhirnya akan
meningkatkan suhu di dalam air (Asdak, 1995).
Suhu air atau temperatur air di sungai Pelus pada bagian hulu adalah
sebesar 23 0C, pada bagian tengah 26 0C dan hilir temperatur airnya mencapai 25
0
C. Nilai temperatur air tersebut masih dalam batas normal, tidak terlalu dingin
dan tidak terlalu hangat atau panas sehingga flora dan fauna organisme akuatis
dapat tumbuh dengan optimal. Nilai temperatur udara di sekitar sungai pada
bagian hulu temperatur udaranya adalah 270C, pada bagian tengah sebesar 26 0C,
dan pada bagian hilir sebesar 31 0C. Temperatur udara tersebut masih dalam batas
normal. Jika temperatur udaranya terlalu dingin atau terlalu panas maka hal
tersebut tidak bagus untuk kehidupan ikan organisme akuatik lainnya.
pH air. pH
pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan air yang diuji,
terutama oksidasi sulfur dan nitrogen pada proses pengasaman dan oksidasi
kalsium dan magnesium pada proses pembasaan. Besarnya angka pH dalam suatu
perairan dapat dijadikan indikator adanya keseimbangan unsur-unsur kimia dan
dapat mempengaruhi ketersediaan dan unsur hara yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan vegetasi akuatik. pH air juga mempunyai peranan penting bagi
kehidupan ikan dan fauna lain yang hidup di perairan tersebut. Umumnya,
perairan dengan tingkat pH lebih kecil daripada 4,8 dan lebih besar daripada 9,2
sudah dianggap tercemar (Brook et al., 1989).
Bagi kebanyakan ikan yang hidup di perairan tawar, angka pH yang
dianggap sesuai untuk kehidupan ikan-ikan tersebut adalah berkisar anatara 6,0
hingga 8,4. Apabila pH air telah turun jauh dibawah angka 6,0 ikan dan organisme
akuatik lainnya menjadi terganggu kehidupannya. Pada angka pH lebih kecil dari
4,5 keadaan kualitas air telah menjadi kritis dan tidak mampu lagi mendukung
kehidupan ikan. Sementara itu, untuk kebanyakan jenis ganggang tidak dapat
hidup di perairan dengan pH lebih besar daripada 8,5 (Asdak, 1995).
pH air di sungai Pelus dari bagian hulu, tengah, dan hilir mempunyai nilai
pH yaitu 8,0; 7,0; 6,0; Hal ini berarti sungai Pelus masih bagus kualitas airnya dan
pH tersebut merupak pH yang masih toleran untuk kehidupan ikan dan organisme
akuatik lainnya.
Dalam satu ekosistem, terdapat variasi komponen abiotik dan biotic yang
menempati suatu zona berbeda pada sungai.
Sungai Pelus sebagai daerah aliran sungai yang memiliki potensi besar
bagi
kesejahteraan
masyarakat
senantiasa
harus
selalu
dijaga
DAFTAR PUSTAKA
Alrasyid, H dan A. Widiart i,1990. Pengaruh Penggunaan Hormon IBA terhadap
persentase hidup stek Khaya anthoteca.
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Benthem, J.W.S.S. van. (1953). Systematic studies on the non-marine mollusca of
the Indo-Australian archipelago IV. Critical revision of the freshwater
bivalves of Java. Treubia 2, 19-73.
Soendjoto, M.A. 1997. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian dan Uji Coba Balai
Teknologi Reboisasi Banjar Baru. Upaya Peningkatan Mutu dan
Produktifitas Hutan Menuju Pengelolaan Hutan Lestari. BTR
Banjarbaru, Kal Sel.
Soeriaatmadja, R. E. 1977. Ilmu Lingkungan. ITB, Bandung.
Thohir, K. A. 1991. Butir-Butir Tata Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta.
Verhoef, L. 1957. Tanaman bambu di Jawa. Lembaga Pusat Penilitian Kehutanan.
Bogor. 25 hal.
Wootten, R.J., 1992. Fish Ecology. Departemen of Biological Science, University
callage of Walles Aberystwyth, Blackie and Sones, New York.