Disusun Oleh:
Lusy Novitasari, S.ked
110.2011.144
Pembimbing:
dr. Hj. Rizki Drajat, Sp.P
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan berkah Nyalah penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus kepaniteraan klnik ilmu Penyakit Dalam di RSUD Kota Cilegon
yang berjudul PPOK Eksaserbasi Akut. Tujuan dari penyusunan laporan kasus ini adalah untuk
memenuhi tugas yang didapat saat kepaniteraan di RSUD Cilegon. Dari laporan kasus ini saya
mendapat banyak hal dan dapat lebih memahami terapi dan keadaan pasien.
Dalam menyusun laporan kasus ini tentunya tidak lepas dari pihak-pihak yang membantu
saya. Saya mengucapkan terima kasih pada dr. H. Rizki Drajat, Sp.P atas bimbingan, saran, kritik
dan masukan dalam menyusun laporan kasus ini. Saya juga mengucapkan terima kasih pada
orangtua yang selalu mendoakan dan teman-teman dan pihak-pihak yang telah mendukung dan
membantu dalam pembuatan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi semua
pihak yang membacanya. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk
membuat laporan kasus ini lebih baik. Terima kasih.
Penulis
PRESENTASI KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
Topik
Penyusun
: Lusy Novitasari
I. Identitas Pasien
Nama
: Tn. M
Usia
: 74 tahun
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Agama
: Islam
Alamat
No. CM
: 735***
Pembiayaan
: BPJS
Tanggal Berobat
: 20 Oktober 2015
Ruangan
II. Anamnesa
Dilakukan secara auto-anamnesa pada tanggal 23 Oktober 2015 di Ruang Alamanda
RSUD Cilegon pukul 11.00 WIB
o Keluhan Utama:
Sesak sejak 3 hari SMRS
o Keluhan Tambahan:
Batuk berdahak, demam hilang timbul, nyeri tenggorokan, mual, muntah.
Bisul
Kuku
(-)
(-)
Rambut
Ikterus
(-)
(-)
(-)
Keringat malam
Sianosis
Lain-lain
Kepala
(-)
(-)
Trauma
Sinkop
(-)
(-)
Nyeri kepala
Nyeri sinus
Nyeri
Radang
Sklera Ikterus
Congjungtiva Anemis
(-)
(-)
(-)
Sekret
Gangguan penglihatan
Penurunan ketajaman penglihatan
(-)
(-)
(-)
Tinitus
Gangguan pendengaran
Kehilangan pendengaran
(-)
(-)
(-)
Gejala penyumbatan
Gangguan penciuman
Pilek
(-)
(-)
(-)
Lidah
Gangguan pengecapan
Stomatitis
(-)
Perubahan suara
(-)
Nyeri leher
(+)
(-)
(+)
Sesak nafas
Batuk darah
Batuk
Mata
(-)
(-)
(-)
(-)
Telinga
(-)
(-)
Nyeri
Sekret
Hidung
(-)
(-)
(-)
(-)
Trauma
Nyeri
Sekret
Epistaksis
Mulut
(-)
(-)
(-)
Bibir
Gusi
Selaput
Tenggorokan
(-)
Nyeri tenggorok
Leher
(-)
Benjolan/ massa
Jantung/ Paru
(+) Nyeri dada
(-) Berdebar-debar
(-) Ortopnoe
Rasa kembung
Mual
Muntah
Muntah darah
Sukar menelan
Nyeri perut
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Perut membesar
Wasir
Mencret
Melena
Tinja berwarna dempul
Tinja berwarna ter
Benjolan
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Kencing nanah
Kolik
Oliguria
Anuria
Retensi urin
Kencing menetes
Kencing seperti air teh
(-)
(-)
Perdarahan
Disuria
Stranguri
Poliuria
Polakisuria
Hematuria
Batu ginjal
Ngompol
Katamenis
(-)
(-)
Leukore
Lain-lain
Haid(tidak ditanyakan)
()
()
()
Hari terakhir
Teratur
Gangguan menstruasi
()
()
()
()
()
Menarche
Gejala Klimakterium
Anestesi
Parestesi
Otot lemah
Kejang
Afasia
Amnesis
Lain-lain
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Sukar menggigit
Ataksia
Hipo/hiper-estesi
Pingsan / syncope
Kedutan (tick)
Pusing (Vertigo)
Gangguan bicara (disartri)
(-)
(-)
Deformitas
Sianosis
Ekstremitas
(+) Bengkak
(-) Nyeri sendi
: Compos mentis
: Sakit Sedang
: 120/80 mmHg
: 100 kali/menit
: 36x kali/menit
: 36,50C
: 79 kg / 160 cm
STATUS GENERALIS:
- Kulit
: Berwarna coklat muda, suhu hangat, dan turgor kulit baik.
- Kepala
: Bentuk oval, simetris, ekspresi wajah terlihat lemah.
- Rambut
: Hitam, lebat, tidak mudah dicabut.
- Alis
: Hitam, tumbuh lebat, tidak mudah dicabut.
- Mata
: Tidak exopthalmus, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat
- Hidung
dan isokor, tidak terdapat benda asing, pergerakan bola mata baik.
: Tidak terdapat nafas cuping hidung, tidak deviasi septum, tidak ada sekret, dan
- Telinga
tidak hiperemis.
: Bentuk normal, liang telinga luas, tidak ada sekret, tidak ada darah, tidak ada
- Mulut
- Leher
- Thoraks
Paru-paru
Inspeksi
dan supraklavikula.
: Normal, Simetris kiri dan kanan, tidak terlihat pelebaran vena.
: Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri pada saat statis dan dinamis,
perbandingan trasversal : antero posterior = 2:1, tidak terdapat retraksi dan
Palpasi
Perkusi
iga VI.
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: Iktus kordis teraba di ICS IV linea midklavikula sinistra, dan tidak terdapat
thrill
Perkusi
: Batas jantung kanan pada ICS V linea para sternalis dextra, batas jantung kiri
pada 2cm lateral ICS V linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdapat murmur dan gallop
- Abdomen
Inspeksi
: Tampak simetris, datar, tidak tegang, tidak terdapat kelainan kulit, tidak terlihat
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Undulasi (-).
: Suara timpani di semua lapang abdomen, terdapat nyeri ketuk pada
:
15 Okt
NORMAL
GDS
212
< 200 mg / dL
Hemoglobin
13,9
Hematologi
14 18 gr/dl
Hematokrit
44,4 %
40 48 %
Leukosit
12.120
Trombosit
177.000
5.000
10.000 /uL
150.000
450.000/uL
Fungsi Hati
SGPT
29
0 41 U/l
SGOT
38
0 37 U/l
Fungsi ginjal
5 5
5 5
Ureum
40
17-43 mg/dl
Creatinin
1,8
0,7 -1,1
Asam urat
3,6-8,2
Natrium
139,2
135-155 mmol/l
Kalium
4,32
3,6-5,5 mmol/l
Chloride
99,1
95-107 mmol/l
Elektrolit
V. Diagnosis
Diagnosis Kerja: Dyspnea e.c PPOK eksaserbasi akut dan DM II
Dasar diagnosis :
Anamnesis
Pasien datang ke IGD pada tanggal 15 Oktober 2015 pada pukul 12.30 dengan keluhan
sesak sejak 3 hari SMRS. Pasien mengatakan batuk berdahak namun dahaknya sulit
dikeluarkan, tidak ada batuk berdarah, demam hilang timbul. Terdapat riwayat sakit seperti ini
sebelumnya (sejak 3 tahun yang lalu) dan riwayat merokok selama >30 tahun.
Pemeriksaan fisik (status regional) :
- Thoraks : Normal, Simetris kiri dan kanan, tidak terlihat pelebaran vena.
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri pada saat statis dan dinamis,
perbandingan trasversal : antero posterior = 2:1, tidak terdapat retraksi dan
Palpasi
Perkusi
iga VI.
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/Pemeriksaan lab :
PEMERIKSAAN
15 Okt
NORMAL
GDS
212
< 200 mg / dL
Hemoglobin
13,9
Hematologi
14 18 gr/dl
Hematokrit
44,4 %
40 48 %
Leukosit
12.120
5.000
10.000 /uL
Trombosit
177.000
150.000
450.000/uL
Fungsi Hati
SGPT
29
0 37 U/l
SGOT
38
0 41 U/l
Ureum
40
17-43 mg/dl
Creatinin
1,8
0,7 -1,1
Asam urat
3,6-8,2
Natrium
139,2
135-155 mmol/l
Kalium
4,32
3,6-5,5 mmol/l
Chloride
99,1
95-107 mmol/l
Fungsi ginjal
Elektrolit
Pemeriksaan radiologi
CTR <50%, Aorta baik
Corakan bronkovaskuler paru kanan dan kiri meningkat
Tak tampak infiltrate
Hilus kanan dan kiri tebal
Kedua sinus dan diafragma baik
Tulang dan jaringan lunak baik
Kesan : bronchitis
Asma
CHF
Bronchiectasis
TB
O2 3 lpm
IVFD RL 20 tpm makro
Nebulizer combivent 3x1
Drip ceftriaxone 1 x 2 gr dalam NS 100
cc
Inj. Metilprednisolon 2x62,5 mg
Inj. Ranitidine 2x1 amp
Retapil 2 x 1
Ambroxol tab 3x1
Prorenal tab 3 x 1
Bicnat tab 3 x 1
Sanmol drip 500 mg
ALAMANDA
O2 3-4 lpm
IVFD RL + aminofilin 20 tpm
Nebulizer combivent / 6 jam
Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
Ambroxol tab 3x1
Amlodipine 1x10 mg
Retapil tab 2 x 1
Salbutamol 3 x 1 mg
IX. Prognosis
-
Quo ad vitam
Quo ad functionam
: ad bonam
: dubia ad malam
Follow Up
TD: 120/80 mmHg
R: 24x/menit
N: 100x/menit
S: 36,5 C
S:
O:
A:
o KU: TSS
PPOK exaserbasi
o KS: CM
akut
o Kepala:
DM type II
Hasil laboratorium
Hb : 13,9
Ht : 44,4
Leukosit : 12.120
Trombosit : 177.000
GDS : 212
Na : 139,2
K : 4,32
Cl : 99,1
Kreatinin : 40
Ureum :1,8
SGOT : 38
SGPT : 29
Asam urat : 4,7
Normocephale
o Mata: CA (-/-) SI
P:
aminofilin
o Cor: BJI-BJII
regular, G(-),
M(-)
o Pulmo: SNV, rh
(+/+), wh (-/-)
ANALISA KASUS
20
tpm
Nebulizer
jam
Inj. Ceftriaxone
1 x 2 gr
Ambroxol
3x1
Amlodipine
1x10 mg
Retapil tab 2 x
1
Salbutamol 3 x
o Abd: supel,
BU(+),
combivent / 6
(-/-)
o THT: dbn
O2 3-4 lpm
IVFD RL
1 mg
tab
: Compos mentis
: TSS
: 120/80 mmHg
: 100 kali/menit
: 36 kali/menit
: 36,5 0C
Pemeriksaan Fisik :
Semua dalam batas normal kecuali terdengar ronkhi saat ekspirasi
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium (15 Oktober 2015)
Hb : 13,9
GDS : 212
Ht : 44,4
Na : 139,2
Leukosit : 12.120
K : 4,32
Trombosit : 177.000
Cl : 99,1
Kreatinin : 40
Ureum :1,8
SGOT : 38
SGPT : 38
Asam urat : 4,7
Hasil Pemeriksaan Rontgen Thorax (tanggal 15 Oktober 2015)
CTR <50%, Aorta baik
Corakan bronkovaskuler paru kanan dan kiri meningkat
Tak tampak infiltrate
Hilus kanan dan kiri tebal
Kedua sinus dan diafragma baik
Tulang dan jaringan lunak baik
Kesan : bronchitis
Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah dubia ad bonam karena pada tekanan darah,
pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium darah tidak ditemukan hasil yang mengancam jiwa.
Untuk quo ad functionam dubia ad malam, karena PPOK merupakan penyakit progresif
irreversibel.
TINJAUAN PUSTAKA
napas.
1.2. Epidemiologi
Prevalensi PPOK berdasarkan SKRT 1995 adalah 13 per 1000 penduduk, dengan
perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3 banding 1. Penderita PPOK umumnya
berusia minimal 40 tahun, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan PPOK terjadi pada usia kurang
dari 40 tahun. PPOK merupakan penyebab kematian terbanyak keempat di dunia. Menurut hasil
penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruang rawat inap RS. Persahabatan Jakarta selama April 2005
sampai April 2007 menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia termuda adalah 40 tahun dan tertua
adalah 81 tahun. Dilihat dari riwayat merokok, hampir semua pasien adalah bekas perokok yaitu
109 penderita dengan proporsi sebesar 90,83%.
Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan
perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi
Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki merupakan
perokok dan hanya 1,3% perempuan yang merokok. Sebanyak 92,0% dari perokok menyatakan
kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah tangga lainnya, dengan
demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok pasif.
akibat pajanan asap rokok atau polusi. Pertumbuhan paru dikaitan dengan masa kehamilan, berat
lahir dan pajanan semasa anak-anak. Penurunan fungsi paru akibat gangguan pertumbuhan paru
diduga berkaitan dengan risiko mendapatkan PPOK (Helmersen, 2002).
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh
lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
-
Perokok aktif
Perokok pasif
Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
-
Ringan :
0-200
Sedang : 200-600
Berat
>600
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada
sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus
berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat
purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan
akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD, 2014).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru.
Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang.
Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan
(recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif,
maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2014).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi
seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok
menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang
tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010).
Eksaserbasi akut dipicu oleh infeksi, polusi lingkungan, ataupun faktor yang tidak diketahui. Saat
eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya hiperinflasi dan peningkatan
udara yang terperangkap dengan ekspirasi yang memanjang, sehingga timbul sesak. Kelainan
ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan
hipersekresi mukus. Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol
(Chojnowski, 2003).
Antiprotease
Stress oksidatif
Protease
Mekanisme perbaikan
Patologi PPOK
1.5. Klasifikasi
Derajat I
Ringan
Ringan
Derajat 0
Derajat I
50 VEP1
70 VEP1
60VEP1<80
(beresiko)
(Ringan)
Derajat I (Ringan)
80VEP
80VEP1
Derajat II
Sedang
Sedang
Derajat IIa
Derajat II
35
50 VEP1<70
40 VEP1<60
(Sedang)
(Sedang)
50VEP1<80
50VEP1<80
Derajat IIb
Derajat III
30VEP1<50
(Berat)
VEP1<50
30VEP1<50
Derajat III
Berat
Berat
Derajat IV
VEP1 <
VEP1<50
VEP1<40
(Sangat berat)
gagal jantung
kanan atau
VEP1<30
VEP1<30
35
ATS 1995
ERS 1995
BTS 1997
GOLD 2001
GOLD 2008
1.6. Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga
berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
-
Keluhan
Riwayat penyakit
Faktor predisposisi
b. Pemeriksaan fisis
B. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan rutin
b. Pemeriksaan khusus
A. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
-
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
b. Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan edema
tungkai
Penampilan pink puffer (Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed - lips breathing) atau blue bloater (Gambaran khas
pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki
basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer)
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah
Auskultasi
-
terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
ekspirasi memanjang
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau
tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai
sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih
dari 20%
Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP 1 atau APE <
20% nilai awal dan < 200 ml
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada
emfisema terlihat gambaran :
-
Hiperinflasi
-
Hiperlusen
Diafragma mendatar
Normal
Hyperinflation
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total
(KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
Sgaw meningkat
Jentera (treadmill)
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula
yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan.
8. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
9. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan
untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi
saluran napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita
PPOK di Indonesia.
10. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda),
defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
1.8. Diagnosis Banding
Asma
Pneumotoraks
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung.
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di
Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya
berbeda.
Asma
++
++
+/++
+++
+
+++
++
++
+
+
PPOK
+++
+
+
++
+
+
+
-
SOPT
+
+
+
+/?
?
?
1.9. Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
-
Mengurangi gejala
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga
penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2)
penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah
penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda
dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki
derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktiviti optimal
4. Meningkatkan kualiti hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang
pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi
dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU
dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik
konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga.
Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK,
memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktiviti. Penyesuaian
aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup
pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat
berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi
penderita.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK
ditegakkan
2. Pengunaan obat - obatan
-
Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau
perlu saja )
Berapa dosisnya
dini
eksaserbasi
akut
dan
Sputum bertambah
pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan
berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi
merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK
merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel
Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit :
Ringan
-
berhenti merokok
-
Sedang
-
Berat
-
2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan
bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan
jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow
release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
-
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator
juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi
menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi
sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
-
Lini I : amoksisilin
makrolid
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati - hati
Gejala
Tanpa gejala
Gejala intermiten
Golongan Obat
Dosis
Agonis 2
Antikolinergik
Ipratropium
2 - 4 semprot
bromida 20 gr
3 - 4 x/hari
Bila perlu
2 - 4 semprot
100gr/semprot
3 - 4 x/hari
salbutamol
2 - 4 semprot
100gr/semprot
3 - 4 x/hari
Terbutalin
2 - 4 semprot
0,5gr/semprot
3 - 4 x/hari
Prokaterol
2 - 4 semprot
10gr/semprot
3 x/hari
2 - 4 semprot
20gr+salbutamol
3 - 4 x/hari
Pasien memakai Inhalasi Inhalasi Agonis 2 Formoterol
6gr, 1 - 2 semprot
Atau
agonis 2 kerja
timbul gejala pada waktu
1 - 2 semprot
salmeterol
Teofilin
Teofilin
lepas
Anti oksidan
N asetil sistein
Pasien tetap mempunyai Kortikosteroid oral Prednison
Uji
Beklometason
gejala dan kortikosteroid
atau terbatas Inhalasi
Budesonid 100gr,
memberikan
respons
Sebaiknya
pemberian
Flutikason
malam atau pagi hari
kortikosteroid
400
600mg/hr
30 - 40mg/hr
1 - 2 semprot
200 - 400gr
125 - 250gr
inhalasi
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik
di otot maupun organ - organ lainnya.
Manfaat oksigen
-
Mengurangi sesak
Memperbaiki aktiviti
Mengurangi vasokonstriksi
Mengurangi hematokrit
Indikasi
-
Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O 2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep
apnea, penyakit paru lain
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di
rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas
kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di
unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita
PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :
-
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama
bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen
dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah
hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.
Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan
meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah
atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas
90%.
Alat bantu pemberian oksigen
-
Nasal kanul
Sungkup venturi
Sungkup rebreathing
Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis
gas darah pada waktu tersebut.
4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,
gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan
napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di
rumah.
Volume control
Pressure control
Kualiti hidup
Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan
abdominal paradoksal
NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas,
disamping harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.
Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat
diperbaiki, misalnya pneumonia
Henti napas
Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK dengan kondisi
sebagai berikut:
-
Barotrauma
Kesukaran weaning
Kesukaran dalam proses weaning dapat diatasi dengan
-
Nutrisi seimbang
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia
kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :
-
Antropometri
mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan
CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara
kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan
secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster.
Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.
Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi
semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan
hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein
dapat menyebabkan kelelahan.
Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya
fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan
elektrolit yang terjadi adalah :
-
Hipofosfatemi
Hiperkalemi
Hipokalsemi
Hipomagnesemi
sering.
6. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK
Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah
mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
-
multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan
latihan pernapasan.
1. Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen.
Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :
-
pernapasan ini akan besar manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut
bisa dilaksanakan oleh penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu
bentuk latihan pada penderita PPOK bersifat individual. Apabila ditemukan
kelelahan pada otot pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar,
sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan ventilasi pada
waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan.
Endurance exercise
Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada penderita PPOK.
Bertambahnya cardiac output maksimal dan transportasi oksigen tidak sebesar
pada orang sehat. Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat
meningkatnya
toleransi
latihan
karena
meningkatnya
toleransi
karena
Di rumah
Latihan dinamik
Rumah sakit
Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu.
Tipe latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan denyut nadi, lama latihan
dan keluhan subyektif dicatat. Pernyataan keberhasilan latihan oleh
penderita lebih penting daripada hasil pemeriksaan subyektif atau
obyektif. Pemeriksaan ulang setelah 6- 8 minggu di laboratorium dapat
memberikan informasi yang obyektif tentang beban latihan yang sudah
dilaksanakan.
2. Psikososial
Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan
dapat diberikan obat
3. Latihan Pernapasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik
latihan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki
ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga
untuk melatih ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti.
Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah
menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg
Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri)
Mencegah eksaserbasi
Penyesuaian aktiviti
"Pursed-lips breathing"
Tanda eksaserbasi
47
Sesak bertambah
Sekunder :
-
Pnemonia
Emboli paru
Pneumotoraks spontan
Nutrisi buruk
Aspirasi berulang
ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Penatalaksanaan
eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan
cara :
-
Menambahkan
dosis
bronkodilator
atau
dengan
mengubah
bentuk
Menambahkan mukolitik
Menambahkan ekspektoran
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau
rawat inap dan dilakukan di :
1. Poliklinik rawat jalan
2. Unit gawat darurat
3. Ruang rawat
4. Ruang ICU
Penatalaksanaan di poliklinik rawat jalan
Indikasi :
-
Terdapat komplikasi
-
Gawat napas
Kesadaran
Tanda vital
Pneomonia
Peningkatan sesak
Pengeluaran sputum
52
Kesadaran menurun
masif
-
53
D. Terapi Pembedahan
Bertujuan untuk :
-
Berhenti merokok
1.11. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas kronik, gagal
napas akut pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan kor pulmonale. Gagal napas
kronik ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa PaO2<60 mmHg dan
PaCO2>50 mmHg, serta pH dapat normal. Gagal napas akut pada gagal napas kronik
ditandai oleh sesak napas dengan atau tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan
purulen, demam, dan kesadaran menurun. Pada pasien PPOK produksi sputum yang
berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi
berulang. Selain itu, pada kondisi kronik ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah,
ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah. Adanya kor pulmonale ditandai oleh
P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %, dan dapat disertai gagal jantung kanan
(PDPI, 2003).
1.12. Prognosis
PPOK merupakan penyakit progresif dan ireversibel. Tidak ada obat yang dapat
mengembalikan fungsi paru menjadi normal kembali pada pasien PPOK. Faktor prognosis buruk
didapatkan pada pasien dengan kejadian eksaserbasi akut lebih dari dua kali dalam setahun, CAT
kuesioner lebih dari sama dengan sepuluh, hasil spirometri termasuk GOLD 3 atau 4, malnutrisi,
paparan faktor risiko terus-menerus, kepatuhan kontrol dan minum obat, dan dukungan dari
keluarga dan orang sekitar.
55
DAFTAR PUSTAKA
1. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: 2006.
p. 1-18.
2. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi Saluran
Pernapasan Akut. Jakarta: PUsat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. P. 984-5.
3. GOLD. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention. USA: 2014.
[serial online] 2014. [Cited] Juni 2015
4. GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. USA: 2014. [serial online] 2014. [Cited] Juni 2015
5. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2001. PB PABDI. PAnduan
Pelayanan Medik, Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, 2006. P. 105-87.
6. Harrison. Principle of Internal Medicine. 15th edition. Mc Graw-Hill. P. 1491-1493.
7.
Wayne NL. 2014. JNC 8 Hypertensive Guidelines: The Controversy Begins: Oklahoma
Heart Institute.[Cited] Juni 2015
56