Anda di halaman 1dari 22

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
1.1

DEFINISI
Campak (Morbili) adalah penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan
3 stadium, yaitu stadium prodormal ( kataral ), stadium erupsi dan stadium
konvalisensi, yang dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak
koplik. Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai
dengan gejala-gejala utama ringan, ruam demam, scarlet, pembesaran serta nyeri
limpa nadi.
Morbili merupakan penyakit akut yang mudah sekali menular dan sering
terjadi komplikasi yang serius. Hampir semua anak di bawah 5 tahun di negara
berkembang akan terserang penyakit ini, sedangkan di negara maju biasanya
menyerang anak usia remaja atau dewasa muda yang tidak terlindung oleh
imunisasi
Penyakit morbili sebenarnya tidak berakibat fatal apabila menyerang anakanak yang sehat dan bergizi baik. Tetapi apabila di negara di mana anak yang
menderita kurang gizi sangat banyak, morbili merupakan penyakit yang berakibat
fatal dan menyebabkan angka kematian semakin meningkat.
Untuk itu sangat perlu diadakan tindakan pencegahan. Salah satu tindakan
yang dinilai paling efektif adalah dengan cara imunisasi. Di Indonesia sudah sejak
tahun 1982 program imunisasi morbili dilaksanakan yang bertujuan untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian, bila mungkin mengeradikasi penyakit
tersebut.
Untuk mencapai efektivitas optimum, banyak faktor yang harus diperhatikan
misal : potensi vaksin itu sendiri, umur anak yang divaksinasi, luas jangkauan
imunisasi dan lain-lain. Potensi vaksin morbili yang baik menurut Badan
Kesehatan Dunia (WHO) adalah vaksin morbili yang mempunyai potensi
103,0/0,5 ml/dosis. Campak hanya akan menulari sekali dalam seumur hidup.
Bisa terjadi pada anak-anak yang masih kecil maupun yang sudah besar. Bila
daya tahan tubuh kuat, bisa saja anak tidak terkena campak sama sekali.
1

Morbili (campak) adalah penyakit virus akut yang sangat menular,


disebabkan oleh virus yang umumnya menyerang anak. morbili memiliki gejala
klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri
khusus: (1) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat
dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak koplik), faring dan
peradangan mukosa konjungtiva, dan (2) stadium erupsi, pada stadium ini
muncul ruam makulopapular dengan pola cephalocaudal. . dan (3) satdium
konvalesen selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.
1.2

EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) morbili
menduduki tempat ke-5 dalam urutan macam penyakit utama pada bayi (0,7%)
dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1-4
tahun (0,77).
Morbili atau campak merupakan penyakit endemis, terutama di negara
sedang berkembang di Indonesia penyakit morbili sudah di kenal sejak lama. Di
masa lampau morbili di anggap sebagai suatu hal yang harus dialami setiap
anak, sehingga anak yang terkena campak tidak perlu diobati, mereka
beranggapan bahwa penyakit campak dapat sembuh sendiri bila ruan sudah
keluar. Ada anggapan bahwa semakin banyak ruam yang keluar semakin baik.
Bahkan ada usaha dari masyarakat untuk mempercepat keluarnya ruam. Ada
kepercayaan bahwa penyakit campak akan berbahaya bila ruam tidak keluar
pada kulit sebab ruam akan muncul di dalam rongga tubuh lain seperti
tenggorokan , paru, perut dan usus. Hal ini diyakini akan menyebabkan anak
sesak nafas atau diare, yang dapat menyebabkan kematian. Dari penelitian
retrospektif dilaporkan bahwa morbili di Indonesia ditemukan sepanjang tahun.
Studi kasus morbili yang dirawat inap di rumah sakit selama kurun waktu lima
tahun ( 1984-1988), memperlihatkan peningkatan kasus pada bulan Maret dan
mencapai puncak pada bulan Mei, Agustus, September, dan Oktober.
Pengalaman menunjukkan bahwa epidemi campak di Indonesia timbul
secara tidak teratur. Didaerah perkotaan epidemi morbili terjadi setiap 2-4 tahun.
2

Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di
daerah dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh
yang lemah. Telah diketahui bahwa morbili menyebabkan penurunan daya tahan
tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit.
Penyulit yang sering dijumpai ialah bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis
(7,1%), ensefalitis (6,7%), dan lain-lain (7,9%).
Secara biologik, campak mempunyai sifat adanya ruam yang jelas, tidak
diperlukan hewan perantara, tidak ada penularan melalui serangga (vektor),
adanya siklus musiman dengan periode bebas penyakit, tidak ada penularan
virus secara tetap, hanya memiliki satu serotipe virus dan adanya vaksin campak
yang efektif.
Sifat-sifat biologik campak ini serupa dengan cacar. Hal ini
menimbulkan optimisme kemungkinan campak dapat dieradikasi dari muka
bumi sebagaimana yang dapat dilakukan terhadap penyakit cacar. Cakupan
imunisasi campak yang lebih dari 90% akan menghasilkan daerah bebas
campak, seperti halnya di Amerika serikat.
Di Indonesia penyakit morbili mendapat perhatian khusus sejak tahun
1970, setelah terjadi wabah morbili yang cukup serius di Pulau Lombok
(dilaporkan 330 kematian di antara 12.107 kasus) dan di Pulau Bangka (65
kematian di antara 407 pasien) pada tahun yang sama. Sampai sekarang
permasalahan morbili masih menjadi sumber perhatian dan keprihatinan. Wabah
dan kejadian luar biasa morbili masih sering terjadi. Salah satu di antaranya
adalah wabah di Kecamatan Cikeusal Kabupaten Serang pada tahun 1981,
dengan CFR mencapai 15%. Pada kejadian luar biasa morbili di Desa
Bondokodi Kabupaten Sumba Barat pada bulan Agustus 1984 sampai Februari
1985 , 50% anak balita terserang morbili dengan CFR 5,3%.
Menurut kelompok umur kasus morbili yang rawat inap di rumah sakit
selama kurun waktu 5 tahun (1984-1988) menunjukkan proporsi yang terbesar
dalam golongan umur balita dengan perincian 17,6% berumur < 1 tahun, 15,2%
berumur 1 tahun, 20,3% berumur 2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun dan 8,2%
3

berumur 4 tahun.
Hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5 tahun pernah
terserang penyakit morbili, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000
kasus pertahun. Hasil survei prospektif oleh badan Litbangkes di Sukabumi
tahun 1982 menunjukkan CFR morbili pada balita sebesar 0,64%. Laporan
kasus di rumah sakit menunjukkan CFR morbili yang jauh lebih besar. Hal ini
disebabkan kebanyakan kasus morbili yang dibawa ke rumah sakit yang
merupakan kasus yang parah dan hampir selalu dengan penyulit. Bagian anak
RS Pringadi Medan melaporkan bahwa angka kematian akibat penyulit morbili
rata-rata 26,4% setiap tahunnya.
Kejadian luar biasa morbili lebih sering terjadi di daerah pedesaan
terutama daerah yang sulit dijangkau oleh pelayanan kesehatan, khususnya
dalam program imunisasi. Di daerah transmigrasi sering terjadi wabah dengan
angka kematian yang tinggi. Di daerah perkotaan khusus, kasus morbili tidak
terlihat, kecuali dari laporan rumah sakit. Hal ini tidak berarti bahwa daerah
urban terlepas dari campak. Daerah urban yang padat dan kumuh merupakan
daerah rawan terhadap penyakit yang sangat menular seperti campak. Daerah
semacam ini dapat merupakan sumber kejadian luar biasa penyakit campak.
1.3

ETIOLOGI
Virus berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal selama masa
tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam. Virus tetap aktif
minimal selama 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan
beku, minimal 4 minggu disimpan dalam temperatur 35C, dan beberapa hari pada
su 0C. Virus tidak aktif pada pH rendah.

Bentuk Virus
Virus morbili termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan tepi
yang kasar dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh selubung luar yang
terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat nukleokapsid yang
berbentuk bulat lonjong, terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam
nukleat (RNA) yang merupakan struktur heliks nukleoprotein dari myxovirus.
4

Pada selubung luar sekali terdapat tonjolan pendek. Salah-satu protein yang
berada di selubung luar berfungsi sebagai hemaglutinin.

Ketahan Virus
Virus morbili adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi.
Apabila berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada
temperatur kamar ia akan kehilangan 60% sifat infektivitasnya setelah 3-5 hari,
pada suhu 37C waktu paruh usianya 2 jam, sedangkan pada suhu 56C hanya
satu jam. Sebaliknya virus ini mampu bertahan dalam keadaan dingin. Pada suhu
- 70C dengan media protein ia dapat bertahan hidup selama 5,5 tahun,
sedangkan dalam lemari pendingin dengan suhu 4-6C, dapat hidup selama 5
bulan. Tetapi bila tanpa media protein, virus ini hanya mampu bertahan selama 2
minggu, dan dapat dengan mudah dihancurkan dengan sinar ultraviolet.
Oleh karena selubungnya terdiri dari lemak maka virus campak termasuk
mikroorganisme yang bersifat ether labile. Pada suhu kamar, virus ini akan mati
20% ether setelah 10 menit dan dalam 50% aseton setelah 30 menit. Virus
camapak juga sensitif terhadap 0,01% betapropiacetone pada suhu 37C dalam
2 jam, ia akan kehilangan sifat infektivitasnya namun tetap memiliki antigenitas
penuh. Sedangkan dalam formalin 1 / 4.000, virus ini menjadi tidak efektif
setelah 5 hari, tetapi tetap tidak kehilangan antigenitasnya. Penambahan tripsin
akan mempercepat hilangnya potensi antigenik.

Pertumbuhan Virus
Virus campak dapat tumbuh pada berbagai macam tipe sel, tetapi untuk
isolasi primer digunakan biakan sel ginjal manusia atau kera. Pertumbuhan virus
campak lebih lambat daripada virus lainnya, baru mencapai kadar tertinggi pada
fase larutan setelah 7-10 hari. Virus tidak akan tumbuh dengan baik pada
perbenihan primer yang terdiri dari continuous cell lines, tetapi dapat diisolasi
dari biakan primer sel manusia atau kera terlebih dahulu dan selanjutnya virus
ini akan dengan mudah menyesuaikan diri dengan berbagai macam biakan yang
terdiri dari continuous cell lines yang berasal dari sel gana maupun sel normal
manusia. Sekali dapat menyesuaikan diri pada perbenihan tersebut, ia dapat
5

tumbuh dengan cepat dibandingkan dalam perbenihan primer, dan mencapai


kadar maksimumnya dalam 2-4 hari.

Virus campak menyebabkan dua perubahan sitopatik. Perubahan


sitopatik yang pertama berupa perubahan pada sel yang batas tepinya
menghilang sehingga sitoplasma dari banyak sel akan saling bercampur dan
membentuk anyaman dengan pengumpulan 40 nukleus di tengah. Inclusion
bodies tampak pada kedua sitoplasma dan intinya. Efek sitopatik yang kedua
menyebabkan perubahan bentuk sel perbenihan dari poligonal menjadi bentuk
glondong. Sel ini menjadi lebih hitam dan membias daripada sel normal dan jiak
di cat menunjukakn inclusion bodies yang berada di dalam inti. Efek pada sel
gelondong lebih sering terjadi pada sub-kultur yang berurutan, terutama apabila
virus telah menyesuaikan diri dalam sel amnion manusia.
Ada atau tidak adanya glutamin dalam media mungkin menentukan efek
sitopatik utama mana yang akan timbul, terutama bial virus ditumbuhkan dalam
sel H.Ep2. Tipe efek sitopatik yang bervariasi ini tergantung pada tipe sel
penjamu, media, jalur virus yang dilalui dan genetik strain virus itu sendiri,
struktur serat dan pipa kecil terlihat dalam inti sel yang terinfeksi virus campak,
namun struktur tersebut bukan merupakan partikel virus melaikan tanda
istimewa dari infeksi virus campak. Struktur serupa juga terlihat pada kasus
subacute sclerosing encephalitis.
Struktur antigenik
Virus campak menunjukkan antigenitas yang homogen, berdasarkan
penemuan laboratorik dan epidemiologik. Infeksi dengan virus campak
merangsang pembentukan neutralizing antibody, complement fixing antibody
dan haemaglutinine inhibition antibody. Imunoglobulin kelas IgM dan IgG
distimulasi oleh infeksi campak, muncul bersama-sama diperkirakan 12 hari
setelah infeksi dan mencapai titer tertinggi setelah 21 hari. Kemudian IgM
menghilang dengan cepat sedangkan IgG tinggal tidak terbatas dan jumlahnya
terukur. Keberadaan imunoglobulin kelas IgM menunjukkan pertanda baru
terkena infeksi atau baru mendapatkan vaksinasi, sedangkan IgG menunjukkan
6

bahwa pernah terkena infeksi walaupun sudah lama. Antibodi IgA sekretori
dapat dideteksi dari sekret nasal dan terdapat di seluruh saluran nafas. Daya
efektivitas vaksin virus campak yang hidup dibandingkan dengan virus
campak yang mati adalah adnya IgA sekretori yang hanya dapat ditimbulkan
oleh vaksin virus campak hidup.
Seluruh virion penting untuk infeksi, tetapi antibodi protektif sudah dapat
terbentuk dengan penyuntikan antigen hemaglutinin murni. Bila lebih dari satu
bagian virus muncul, dapat menyebabkan hemaglutinasi pada sel darah merah
kera dan baboon. Antigen ini dapat dipisahkan dari antigen lainnya yang terbawa
bersama virus, dengan membubuhkan Tween 80 ether. Dengan pemberian Tween
80 ether, terlepaslah inti kapsul yang bertanggungjawab terhadap terbentuknya
complement fixing antibody. Hemolisin mungkin berasal dari selubung luar yang
dapat menyebabkan perubahan sitopatik, namun tidak ditularkan
1.4

PATOGENESIS
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah
dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara
droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari
setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal
dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik lokal,
bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear, kemudian mencapai
kelenjar getah bening regional. Di sini virus memperbanyak diri dengan sangat
perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti
limpa. Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa
berinti banyak (sel Warthin), sedangkan limfosit-T (termasuk T supressor dan The2per) yang rentan terhadap infeksi, turut aktif membelah.
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui
secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi
yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan
epitel orofaring, kunjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus.

Pada hari ke-9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan
konjungtiva, akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis
sel. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh
darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali
dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah.
Respons imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran
pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak
tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang
disebut bercak Koplik, yang dapat tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respons delayed
hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari
ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi
pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit se1-T.
Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel
tampak secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di
kulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanya
antigen campak dan diduga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang
nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan
infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lainlain. Dalam keadaan tertentu pneumonia juga dapat terjadi, dapat menyebabkan
gizi kurang.

Pirogen :
-

Pengaruhi

Mengendap
termostat

dalam hipotalamus titik


setel termostat meningkat

dari ektoderm seperti pada :


-

Infiltrasi sel-sel radang


mononuklear

pada

kelenjar submukosa mulut

Pengaruhi nervus vagus

kopliks spot

pusat muntah dimedula


oblongata

organ-organ

yang secara embriologis berasal

suhu tubuh meningkat


-

pada

Kulit : proliferasi sel-sel


endotel kapiler didalam
8

Muntah

Malaise

Anorexia

korium terjadi eksudasi


serum dan kadang-kadang
eritrosit dalam epidermis
rash/ruam kulit
-

Konjungtiva

terjadi

reaksi peradangan umum


konjungtivitis
-

Mukosa nasofaring dan


bronkus : infiltrasi sel-sel
subepitel dan sel raksasa
berinti banyak reaksi
peradangan secara umum
pembentukan eksudat
serosa disertai proliferasi
sel

monokuler

sejumlah

dan

kecil

poli

morfonuklear

coriza/pilek, cough, batuk


-

Saluran cerna
Hiperplasia
limfoid
usus

jaringan

terutama
buntu

pada

mukosa

usus teriritasi kecepatan


sekresi
pergerakan

bertambah
peristaltik

usus meningkat diare

1.5

MANIFESTASI KLINIS
Diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis
yang sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam
tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri khas,
9

yaitu diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh,
lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan
selanjutnya mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas. Pada stadium
prodromal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi vang merupakan
tanda patognomonis campak (bercak Koplik).
Masa inkubasi 10 20 hari dan kemudian timbul gejala gejala yang dibagi
dalam 3 stadium :
Stadium kataral (prodormal).
Stadium ini berlangsung selama 4 5 hari disertai gambaran klinis seperti demam,
malaise, batu, fotofobia, konjungtivitis, coryza. Menjelang akhir dari stadium kataral
Dan 24 jam sebelum timbul enantem, terdapat bercak koplik berwarna putih kelabu
sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokasinya dimukosa bukal yang
berhadapan dengan molar bawah. Gambaran darah tepi leukopeni dan
limfositosis.

Stadium erupsi
Coryza dan batuk bertambah. Timbul enantem di palatum durum dan palatum
Mole. Kadang kadang terlihat bercak koplik pada stadium awalm erupsi. Terjadi
eritem bentuk makulopapuler disertai naiknya suhu badan. Diantara makula terdapat
kulit yang normal. Mula mula eritem timbul dibelakang telinga, bagian atas lateral
tengkuk sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang kadang terdapat
perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota
bawah
pada hari ke 3 dan menghilang sesuai urutan terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar
getah bening disudut mandibula dan di daerah leher belakang. Sedikit terdapat
10

splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi yang biasa terjadi adalah
Black Measless yaitu morbili yang disertai dengan perdarahan di kulit, mulut, hidung,
dan traktus digestivus.

Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang menimbulkan yang berwarna lebih tua atau hiperpigmentasi
yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Selain itu ditemukan pula kelainan
kulit bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk
morbili. Pada penyakit penyakit lain dengan gejala patognomonik untuk
morbili. Pada penyakit penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit
menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai normal kecuali bila
ada komplikasi.
Meskipun demikian menentukan diagnosis perlu ditunjang data
epidemiologi. Tidak semua kasus manifestasinya sama dan jelas. Sebagai contoh
pasien yang mengidap gizi kurang, ruamnya dapat sampai berdarah dan
mengelupas atau bahkan pasien sudah meninggal sebelum ruam timbul. Pada
kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare yang berkelanjutan.
Pemeriksaan fisik
Panas
Panas dapat meningkat hingga hari kelima atau keenam yaitu pada saat
11

puncak timbulnya erupsi. Kadang-kadang temperatur dapat bifasis dengan


peningkatan awal yang cepat dalam 24-48 jam pertama diikuti dengan periode
normal selama 1 hari dan selanjutnya terjadi peningkatan yang cepat sampai
39C-40,6C pada saat erupsi ruam mencapai puncaknya.
Pada morbili yang tidak mengalami komplikasi, temperatur turun
diantara hari ke 2-3, sehingga timbulnya eksantema. Bila tidak disertai
komplikasi, maka 2 hari setelah timbul ruam yang lengkap, panas biasanya
turun. Bila panas menetap, maka kemungkinan penderita mengalami komplikasi.
Coryza
Tidak dapat dibedakan dengan common cold. Batuk dan bersin diikuti
dengan hidung tersumbat dan sekret yang mukopurulen dan menjadi profus pada
saat erupsi mencapai puncaknya serta menghilang bersamaan dengan
menghilangnya panas.
Konjungiva
Pada stadium awal periode prodromal dapat ditemukan transverse
marginal line injection pada palpebra inferior. Gambaran ini sering dihubungkan
dengan adanya inflamasi konjungtiva yang luas dengan disertai adanya edema
palpebra. Keadaan ini dapat disertai dengan peningkatan lakrimasi dan
fotofobia. Konjungtivitis akan menghilang setelah demam turun.
Batuk
Batuk disebabkan oleh reaksi inflamasi mukosa saluran pernafasan.
Intensitas batuk meningkat dan mencapai puncaknya pada saat erupsi. Namun
demikian batuk dapat bertahan lebih lama dan menghilang secara bertahap
dalam waktu 5-10 hari.
Bercak Kopliks
Merupakan gambaran bercak-bercak kecil yang ireguler sebesar ujung
jarum/ pasir yang berwarna merah terang dan pada bagian tengahnya berwarna
putih kelabu. Gambaran ini merupakan salah satu tanda patognomonik morbili.
Pada hari pertama timbulnya ruam sudah dapat ditemukan adanya bercak
Kopliks dan menghilang hari ketiga timbulnya ruam.
12

Ruam
Timbul setelah 3-4 hari panas. Ruam mulai sebagai eritema makulopapuler, mulai timbul dari belakang telinga pada batas rambut, kemudian
menyebar kedaerah pipi, leher, seluruh wajah dan dada serta biasanya dalam
waktu 24 jam sudah menyebar sampai ke lengan atas dan selanjutnya ke seluruh
tubuh, mencapai kaki pada hari ketiga. Pada saat ruam sudah sampai ke kaki,
maka ruam yang timbul lebih dulu mulai berangsur-angsur menghilang.
1.6 DIAGNOSIS BANDING
a. Campak jerman.
Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di
daerah suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.
b. Eksantema subitum.
Perbedaan dengan penyakit campak. Ruam akan timbul bila suhu badan
menurun.
c. Infeksi enterovirus
Ruam kulit cenderung kurang jelas dibandingkan dengan campak. Sesuai
dengan derajat demam dan berat penyakitnya.
d. Penyakit Riketsia
Disertai batuk tetapi ruam kulit yang timbul biasanya tidak mengenai wajah
yang secara khas terlihat pada penyakit campak.
e. Meningokoksemia
Disertai ruam kulit yang mirip dengan campak, tetapi biasanya tidak dijumpai
batuk dan konjungtivits.
f. Ruam kulit akibat obat

13

Ruam kulit tidak disertai dengan batuk dan umumnya ruam kulit timbul
setelah ada riwayat penyuntikan atau menelan obat.
g. Demam skarlantina.
Ruam kulit difus dan makulopapuler halus, eritema yang menyatu dengan
tekstur seperti kulit angsa secara jelas terdapat didaerah abdomen yang relatif
mudah dibedakan dengan campak.

2.7

KOMPLIKASI
o Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas,
yang bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya. Ditandai
dengan distres pernafasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam turun
keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang
o Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri. Ditandai
dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanva ronki basah
halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia
akan menghilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa
hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan dan gejala
saluran nafas masih terus berlangsung dapat diduga adanya pneumonia karena
bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh
virus. Gambaran infiltrat pada foto toraks dan adanya leukositosis dapat
mempertegas diagnosis. Di negara sedang berkembang dimana malnutrisi
masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri bisa teriadi dan dapat
menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.
o Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam
saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai kejang,
demam.
o Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada
14

hari ke-4-7 setelah timbulnva ruam. Kejadian ensefalitis sekitar I dalam 1.000
kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat
melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus campak
ke dalam otak.. Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma dan
iritabel. Keluhan nveri kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching,
disorientasi

juga

dapat

ditemukan.

Pemeriksaan

cairan

serebrospinal

menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear,


peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal
o SSPE (Subacute Sclerosing Panencephalitis)
Subacute sclerosing panencephalitis merupakan kelainan degeneratif susunan
saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak yang persisten.
Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah
menderita campak adalah 0,6-2,2 per 100.000 infeksi campak. Risiko terjadi SSPE
lebih besar pada usia yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun.
Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang
progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat
mioklonik. Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan
serebrospinal, antibodi terhadap campak dalam serum (CF dan HAI)
meningkat (1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu
timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan
o Otitis media
Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak.
Gendang telinga biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium
erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena
invasi virus akan terjadi otitis media purulenta. Dapat pula terjadi mastoiditis.
o Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada
fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Dapat
pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein
o Konjungtivitis.
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan
adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia.
Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau
antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit.
Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis
15

hingga menyebabkan kebutaan. Dapat pula timbul ulkus kornea.


o Sistem kardiovaskular
Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T,
kontraksi prematur aurikel dan perpanjangan interval A-V. Perubahan tersebut
bersifat sementara dan tidak atau hanva sedikit mempunyai arti klinis.
o Adenitis servikal
o Purpura trombositopenik dan non-trombositopenik
o Pada ibu hamil dapat terjadi abortus, partus prematurus dan kelainan
o
o
o
o
o
o
o

1.8

kongenital pada bay


Aktivasi tuberculosis
Pneumomediastinal
Emfisema subkutan
Apendisitis
Gangguan gizi sampai kwasiorkhor
Infeksi piogenik pada kulit
Kankrum oris (noma)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang
-

Darah tepi : jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi

infeksi bakteri
Pemeriksaan untuk komplikasi, bila terindikasi :
Ensefalitis/ensefalopati : pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar

2.9

elektrolit darah dan analisa gas darah


Enteritis : feses lengkap
Bronkopneumonia : pemeriksaan foto thoraks dan analisa gas darah

PENGOBATAN
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup
cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian
antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan
pada campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat map. Di rumah sakit pasien
campat dirawat di bangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan
keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai.
Vitamin A 100.000 IU per oral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi
dilanjutkan 1500 IU tiap hari.
16

Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit


yang timbul, yaitu :

Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena
dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalarn 4 dosis,
sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral. Antibiotik
diberikan sampai tiga hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka
uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh
karena uji tuberkulin bisanya negatif (anergi) pada saat anak menderita campak.
Gangguan reaksi delayed lliperserlsitivity disebabkan oleh sel limfosit- T yang

terganggu fungsiinya.
Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan
intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi.

Otitis media
- Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu
diberikan antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol (TMP 4 mg/ kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis). Kortikosteroid : deksametason 1 mg/kgbb/ari
sebagai dosis awal dilanjutkan 0,5 g/kgbb/hari dibagi 3 dosis sampai
kesadaran membaik (bila pemberian lebih dari 5 hari dilakukan tapering
off).

Ensefalopati,
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga 3/4 kebutuhan untuk edema otak, di
samping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit. dan
gangguan gas darah

PENCEGAHAN :
Hindari kontak dengan penderita campak
Imunisasi campak pada usia 9 bulan
Imunisasi MMR pada usia 15 bulan
Gamma globulin
Dapat diberikan pada anak berusia 6 bulan sampai 2 tahun bila ada
riwayat kontak dengan penderita
17

Hanya memberikan perlindungan singkat ( 3 bulan)


Dosis: 0.2 ml/kgBB
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi
berumur 9 bulan atau lebih. Program imunisasi campak secara luas baru
dikembangkan pelaksanaannya pada tahun 1982.
Pada tahun 1963 telah dibuat dua macam vaksin campak, yaitu (1) vaksin yang
berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmonstone B)
dan , vaksin vang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus campak
vang berada dalam larutan formalin vang dicampur dengan garam
aluminium). Sejak tahun 1967 vaksin yang berasal dari virus campak vang
telah dimatikan tidak digunakan lagi oleh keren efek proteksimya hanva bersifat
sementara dan dapat mcnimbulkan gejala atypical meales yang hebat. Sebaliknya
vaksin campak yyaaang berasl dari virus hidup yang dilemahl;an dikembangkan
dari Edmonstone strain menjadi strain Schwarz (1965) dan kemudia menjadi
strain Moraten (1968) dengan mengembangbiakan virusnya pada embrio
avam. Vaksin Edmonstone Zagreb merupakan hasil biakan dalam human
diploid cell yang dapat digunakan secara inhalasi atau aerosol dengan hasil
yang memuaskan.
Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang di-lemahkan adalah
1.000 TCID-50 atau sebanyak 0,5 ml. Tetapi dalam hal vaksin hidup, pemberian
dengan 20 TCID50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik. Cara
pemberian yang dianjurkan adalah subkutan, walaupun dari data yang terbatas
dilaporkan bahwa pemberian secara intramuskular tampaknya mempunyai
efektivitas yang sama dengan subkutan. Intranasal dan cara inokulasi
konjungtiva sampai sekarang masih terus dilakukan penyelidikan untuk
mengetahui efektivitas pemberian vaksin Edmonstone B yang dilemahkan.
Sebaliknya pada pemberian vaksin Edmonstone Zagreb secara aerosol
didapatkan respons antibodi yang baik walaupun pada anak usia di bawah 9
bulan. Sayangnya pemberian aerosol ini sulit dan kurang praktis.
Kombinasi beberapa vaksin dalam satu semprit atau secara simultan di
beberapa

tempat

pada

waktu

vang

sama

sering

digunakan

untuk

menvederhanakan prosedur dan mengurangi biaya. Dalam hal demikian ada 2


kemungkinan yang mungkin terjadi, vaitu peningkatan respons imun atau
18

sebaliknya, menunggu respons imun. Laporan mengenai peningkatan reaksi


yang lebih baik karena pemakaian vaksin yang dikombinasikan dibandingkan
dengan vaksin tunggal, oleh peneliti tidak ditemukan. Dikatakan bahwa pada
kombinasi dengan virus mati tidak didapatkan penurunan respons imun akan
tetapi viruc hidup dapat saling mempengaruhi. Vaksin campak sering dipakai
bersama-sama dengan vaksin rubela dan parotitis epidemika yang dilemahkan,
vaksin polio oral, vaksin difteriatetanus dan lain-lain. Laporan beberapa peneliti
menvatakan bahwa kombinasi tersebut pada umumnva aman dan tetap efektif.
Seperti yang ditemukan oleh Schwarz (19 -15), serokonversi dapat terjadi
antara 97-100%, sedangkan geoimetric mean fiter-nva sama tinggi dengan yang
didapatkan pada pemberian vaksin tunggal.
Efek proteksi dari vaksin campak diukur dengan berbagai macam cara. Salah
satu indikator pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah penurunan angka
kejadian sakit kasu, campak sesudah pelaksanaan program imunisasi.
Krugman, dkk mencatat bahwa sebagian besar kasus campak dari suatu
populasi kelompok anak sekolah akan menghilang setelah program
imunisasi berjalan lancar, sedangkan di masyarakat sekitarnya tingkat
penularan yang tinggi masih dijumpai. Hasil pengamatan tersebut sesuai
dengan hasil nilai secara nasional di Amerika Serikat maupun negara lainnya
yang sudah melaksanakan program imunisasi campak secara meluas. Metode lain
untuk mengukur efek proteksi dari vaksin campak ialah membandingkan angka
kejadian sakit pada kelompok anak yang sudah di imunisasi dan mengukur
efektivitas vaksin. Efektivitas vaksin dapat dihitung dengan memakai pendekatan
kasus dan kontrol, yaitu membandingkan proporsi kasus dan kontrol yang sudah
diimunisasi. Dan data yang benar, efektivitas vaksin adalah sebesar 90-95% atau
lebih. Hasil ini harus didukung dengan data serokonversi. Perhitungan ini sangat
bermanfaat apabila angka cakupan imunisasi campak sangat tinggi, vaitu lebih
dari 95%. Jika proporsi kasus campak pada kelompok van(, sudah diimunisasi
masih tetap tinggi berarti bahwa vaksinnva yang kurang baik. Proteksi dapat
dicatat dengan memeriksa respons imun dan manifestasi klinis yang timbul
akihat pemberian imunisasi dengan virus vaksin yang tidak ganas. Akibat setiap
pemberian imunisasi akan menvebabkan respons imun anamnestik pada kasus
yang tidak menunjukkan gejala klinis dari penvakitnya.
Kegagalan vaksinasi perlu dibedakan antara kegagalan primer dan sekunder.
19

Dikatakan primer apabila tidak terjadi serokonversi setelah diimunisasi dan


sekunder apabila tidak ada proteksi setelah terjadi serokonversi. Berbagai
kemungkinan yang menyebabkan tidak terjadinya serokonversi ialah: (a)
Adanya antibodi yang dibawa sejak lahir yang dapat menetralisir virus
vaksin campak yang masuk, (b) Vaksinnya yang rusak, (c) Akibat pemberian
imunoglobulin yang diberikan bersama-sama. Kegagalan sekunder dapat
terjadi karena potensi vaksin yang kurang kuat sehingga respons imun yang
terjadi tidak adekuat dan tidak cukup untuk memberikan perlindungan pada
bayi terhadap serangan campak secara alami.
1.10

PROGNOSIS
Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi
prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit
kronis atau bila ada komplikasi.
Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada tahun-tahun ini
sampai tingkat rendah pada semua kelompok umur, terutama karena keadaan
sosioekonomi membaik.
Campak bila dimasukkan pada populasi yang sangat rentan, akibatnya
bencana. Kejadian demikian di pulau Faroe pada tahun 1846 mengakibatkan
kematian sekitar seperempat, hampir 2000 dari populasi total tanpa memandang
umur.

1.11

KESIMPULAN
Campak merupakan penyakit sangat menular yang disebabkan oleh virus campak.

Secara epidemiologi penyebab utama kematian terbesar pada anak.Menurut etiologinya


campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus,
yang ditularkan secara droplet.
Gejala klinis campak terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi
dan stadium konvalesensi. Diagnosis ditegakkan dari gambaran klinis, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang.
Komplikasi dari morbili adalah bronkopneumonia, ensefalitis morbili akut,
komplikasi neurologis, SSPE.
Pengobatan yang dilakukan hanya terapi simptomatik. Pencegahan morbili dapat
dilakukan dengan imunisasi aktif, imunisasi pasif dan isolasi. Prognosis baik pada anak
dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila keadaan umum buruk.
20

DAFTAR PUSTAKA
1. Pudjiadi, Antonius dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia, jilid 1. Jakarta. Badan Penerbitan IDAI
2. Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. 2010. Campak dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi II. Jakarta. Badan Penerbitan
IDAI.
3. http://anwarusy.wordpress.com/2009/06/16/referat-morbili-campak/
4. Campak dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2009.
Jakarta. WHO
5. Depkes, R.I., 2004. Campak di Indonesia. http://www.penyakitmenular. Info
6. Soegeng Soegijanto. 2001. Vaksinasi Campak. Dalam: I.G.N. Ranuh, dkk. (ed)
Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
21

7. Maldonado, Y. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC.


8. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds)
Textbook of Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia. Saunders
9. http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/morbili-campak.html

22

Anda mungkin juga menyukai