Anda di halaman 1dari 5

Eksistensi Budaya Lokal di Tengah

Globalisasi
OPINI | 13 October 2010 | 08:42 Dibaca: 1216

Komentar: 0

Nihil

Saat ini dunia sedang berkembang dalam segala aspeknya,


begitu juga dengan kebudayaan begitu mudah menjalar dan bercampur menembus batas wilayah,
saat di mana segala bentuk ketidakjelasan mewarnai kehidupan sehari-hari, saat itulah identitas
menjadi sesuatu yang paling dicari. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan teknologi informasi
menjadikan masyarakat begitu mudah dalam menyerap segala hal yang diinginkan, sehingga
dapat dikatakan dalam era ini siapa saja dapat memilih berbagai hal dari kebudayaan luar untuk
dijadikan gaya hidupnya. Yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa kondisi ini selain membawa
dampak positif bagi kemajuan masyarakat juga membawa banyak dampak negatif khususnya
dalam eksistensi kebudayaan lokal yang selama ini dianggap menjadi jati diri sebuah bangsa. Di
satu pihak kebudayaan global dapat membawa kemajuan diberbagai bidang, dipihak lain telah
mengancam eksistensi berbagai bentuk warisan kebudayaan lokal.
Saat itulah keambiguan pasti akan menyelimuti diri, sadar maupun tidak. Karena saat itulah
identitas kita dipertanyakan, Giddens dalam Chris Barker (2000: 171) berpendapat bahwa
identitas diri dapat disebut sebagai proyek. Identitas diri ini terbangun oleh kemampuan untuk
melanggengkan narasi tentang diri, sehingga membangun suatu perasaan terus menerus tentang
adanya kontinuitas biografis. Identitas berusaha menjawab sejumlah pertanyaan kritis: Apa
yang harus dilakukan? Bagaimana bertindak? Dan ingin jadi siapa? individu berusaha
mengkontruksi suatu narasi identitas koheren di mana membentuk suatu lintasan perkembangan
dari masa lalu sampai masa depan yang dapat diperkirakan. Identitas membangun apa yang kita
pikir tentang diri kita saat ini dari sudut situasi masa lalu dan masa kini kita, bersama dengan apa
yang kita inginkan., identitas harapan kita ke depan.
Jadi bila kita tidak menjaga khasanah budaya lokal kita ditengah arus globalisasi. Indonesia
adalah Negara yang kaya akan budaya lokal yang perlu dilindungi, karena fakta telah berbicara

banyak diantara generasi muda kita tidak paham tentang budaya lokalnya sendiri karena tidak
tahu akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru
budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
Fenomena yang terjadi saat ini merupakan contoh bahwa keterasingan menyebabkan adanya
kesadaran balik. Disadari atau tidak kita merindukan kembali nilai-nilai yang asal. Saat inilah
peran pendidikan menjadi pentinig karena merupakan alat yang paling utama dalam
menanamkan kembali nilai-nilai kearifan lokal yang selama ini tenggelam dalam kurungan
budaya asing. Saat inilah sebuah titik balik untuk kembali menghidupkan roh kebudayaan lokal
demi menyongsong kehidupan di masa yang akan datang.
Karena merupakan sebuah kewajiban yang tak dipungkiri untuk kita bahwa sebagai sebuah
bangsa kita waiib untuk mewariskan nilai-nilai luhur kebudayaan lokal kepada generasi
mendatang karena mewariskan kebudayaan yang rusak adalah dosa yang tak terampuni.
Fenomena merebaknya budaya - budaya asing tidak pernah bisa ditahan. Dengan semakin
canggihnya teknologi maka jarak, ruang dan waktu tidaklah menjadi hambatan sehingga dbanyak
kebudayaan lokal yang mulai dilupakan, dan berganti dengan kebudayaan asing yang mulai tidak
asing lagi. Berikut merupakan kebudayaan lokal dari daerah - daerah di Indonesia yang perlahan
tapi pasti mulai ditinggalkan.
Tarian kuda Gepang dari Banjarmasin
Di Kalimantan selatan banyak terdapat tari yang menjadi ciri khasnya. Salah satu tari tersebut,
tari Kuda Gepang. Propertinya menyerupai kuda dan dibuat menjadi tipis seperti lembaran atau
gepang. Tari ini berkembang di daerah Banjar Hulu dan juga merambah hingga daerah Banjar
Kuala.Penari Kuda Gepang selalu berpasang-pasangan. Dan biasanya, tari ini ditampilkan dalam
rangkaian acara perkawinan masyarakat Banjar, yaitu Bausung Panganten. . Dan tari ini sering
ditampilkan pada berbagai acara masyarakat sebelum tahun 1960- an.sekarang bahkan sudah
jarang sekali orang yang tahu atau mengenal tarian ini.
Massenggo di Tanah Luwu Sulawesi
Tanah Luwu termasuk salah satu daerah yang kaya akan kesenian tradisional. Namun satu
persatu kesenian tradisional mulai punah, seiring dengan perkembangan zaman. Massengo, salah
satu kesenian tradisional, kesenian itu merupakan perpaduan tiga unsur kesenian yaitu seni suara,
seni tari, dan bela diri tradisional. Sebagai kesenian yang sudah ditinggalkan masyarakat dan
hampir punah.
Di masa lalu, kesenian tersebut dijadikan alat pemersatu dari tiga daerah di Sulsel yaitu, Luwu,
Bugis, dan Makassar. Di kalangan masyarakat kebanyakan, Massengo menjadi keharusan dalam
setiap upacara atau ritual kesyukuran, misalnya menyambut pesta panen maupun mendirikan
rumah.
Tradisi Lebaran Subuh Warga Lembak dari Bengkulu

Tradisi Lebaran Subuh yang dulu dilakukan warga Lembak, Kota Bengkulu, kini mulai
ditinggalkan masyarakat setempat. Lebaran Subuh itu biasanya dilakukan setelah Shalat Subuh
dengan berkunjung ke orang tua dan sanak famili terdekat, Budaya Lebaran Subuh itu sudah
dilakukan sejak nenek moyang yang saat itu jarak antara desa masih sangat jauh, sehingga
setelah subuh berangkat dari rumah untuk berlebaran kepada tua-tua. Namun pada Idul Fitri 1431
Hijriah, kebiasaan itu sudah mulai ditinggalkan. Sekarang anak-anak justru sudah tidak mau
melakukan hal itu karena dianggap merepotkan.
Sekarang, Lebaran Subuh sekarang hanya dilakukan oleh sejumlah orang generasi tua.
Bima Rawa Mbojo ( Nyanyian Bima ) dari NTB
yaitu sebuah pertujukan nyanyian yang diiringgi biola nyanyian yang berisi pantun-pantun.
Pantun-pantun tersebut mulai pantun nasehat, pantun sejarah sampai pantun improvisasi yang
mengambarkan situasi, atau suatu obyek ,dahulu hampir tiap malam pertunjukan itu di tiap
Desa, dan selalu digemari mulai anak-anak, remaja sampai orang tua, itulah gambaran kondisi
kota Bima 5 tahun yang lalu. Masyarakat dapat semalam suntuk tak beranjak dari tempatnya
menikmati alunan lagu Bima dengan iringan khas Biola yang mendayu-dayu. Namun kondisi
saat ini jauh berbeda. Pertunjukan lagu Bima sudah menjadi barang langka tergantikan
pertunjukan orgen tunggal dengan lagu dangdut yang meriah dengan KEONG RACUNAnakanak muda, Remaja 5 atau 10 tahun lalu pandai melantunkan pantun-pantun Bima, saat ini
mereka hafal syair lagu Justi Beiber, serta penyanyi populer lainnya.
Pagelaran Wayang dari Pulau Jawa dan Bali
Wayang dikenal sejak zaman prasejarah yaitu sekitar 1500 tahun sebelum Masehi. Masyarakat
Indonesia memeluk kepercayaan animisme berupa pemujaan roh nenek moyang yang disebut
hyang atau dahyang, yang diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar. Wayang merupakan seni
tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan wayang
telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang
mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat berharga
(Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity). Ada versi wayang yang dimainkan
oleh orang dengan memakai kostum, yang dikenal sebagai wayang orang, dan ada pula wayang
yang berupa sekumpulan boneka yang dimainkan oleh dalang. Wayang yang dimainkan dalang
ini diantaranya berupa wayang kulit atau wayang golek. Cerita yang dikisahkan dalam pagelaran
wayang biasanya berasal dari Mahabharata dan Ramayana
Dahulu Pagelaran wayang selalu menjadi hiburan yang menarik bagi generasi tua maupun muda.
Sekarang pagelaran wayang tidak lagi menjadi primadona, banyak orang lebih memilih
menonton tv atau bermain internet sebagai hiburan daripada menonton wayang yang bagi mereka
sangat membosankan.
Pakaian tradisional Bima yang disebut Rimpu dari NTB
Rimpu yakni pakaian sejenis penutup kepala yang kainnya berupa kain sarung Nggoli ,kain
sarung tenunan asal Bima yang dililitkan dikepala dan menutupi kepala, kecuali muka. Pakaian

ini 5 atau 10 tahun lalu diguanakan secara luas seperti di pasar serta ditempat-tempat umum
lainnya. Namun saat ini kita akan kesulitan menemukan orang yang mengunakan Rimpu.
Pakaian tradisional Kebaya dari Pulau Jawa
Baju Kebaya adalah pakaian tradisional yang dikenakan oleh wanita jawa yang dibuat dari kain
kasa yang dikenakan dengan sarung, batik, atau pakaian tradisional yang lain seperti songket
dengan motif warna-warni. Namun sekarang telah bayak ditinggalkan, karena dianggap kuno dan
tidak efisien waktu. Wanita Indonesia hanya bisa memakai kebaya ketika merayakan hari Kartini,
namun jauh mengerti dari nilai - nilai dari Hari Kartini sendiri.
Bahasa Jawa
Bahasa Jawa adalah bahasa ibu bagi oaring Jawa. bahasa Jawa secara kualitas masih tetap baik,
namun secara kuantitas penggunaan bahasa Jawa mulai berkurang. Faktor pendidikan baik di
keluarga maupun sekolah serta medialah yang menyebabkan penggunaan bahasa Jawa di
kalangan masyarakat mulai menurun.
Sekarang Masyarakat Jawa sendiri lebih banyak mendidik anak mereka berbahasa Indonesia atau
mempelajari bahasa asing daripada mengajarkan anak berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa Jawa, Hal inilah yang menjadikan anak-anak yang menjadi penerus budaya hanya akan
merasa terpaksa mempelajari dan menggunakan bahasa Jawa.
Bahasa Aceh
Bahasa Aceh merupakan bahasa regional (daerah) yang sangat rentan lenyap di masa depan.
Bahasa nasional sendiri sekarang sangat banyak mengalami pencampuran dengan bahasa daerah
(bukan tercampur dengan bahasa daerah Aceh). Di Indonesia, bahasa Aceh termasuk bahasa
paling lemah, rentan lenyap ditikam bahasa nasional dan internasional, apalagi kini sebagian
masyarakat aceh sendiri menganggap bahasa aceh adalah bahasa yang kampungan.
Gambaran - gambaran diatas menunjukan betapa satu demi satu kekayaan budaya lokal kita
dalam proses kepunahan.
Haruslah ada langkah-langkah konkrit pelestarian budaya daerah seperti telah dikemukakan
bahwa budaya daerah akan punah apabila tidak ada upaca pelestarian. Pertanyaannya kemudian
apakah langkah-langkah konkrit nyata yang harus dilakukan? Kapan Pelaksanaan? Dimana?
bagaimana dan siapa yang bertangung jawab melaksanakan pelestarian bubaya daerah tersebut?
Paling tidak ada langkah-langkah strategis yang dapat ditempuh dalam upaya pelestraian budaya
daerah yaitu melalui jalur pendidikan dan pariwisata.
Pertama jalur Pendidikan, dalam hal ini memasukan budaya daerah ke dalam kurikulum sekolah
sejak TK sampai SMA. Dengan memasukan budaya daerah kedalam kurikulum pendidikan dasar
dan menengah maka anak-anak akan mengenal budaya daerah mereka. Apabila sudah mengenal
kemudian diajarkan bagaimana bentuk dan pelaksanaan budaya tersebut dalam praktek secara
terus menurus dari TK sampai SMA diharapkan budaya daerah akan meresap dan dihayati oleh

anak-anak. Selanjutnya anak-anak timbul rasa cinta kepada budaya daerah mereka. Menanamkan
rasa cinta terhadap budaya sangat penting. Dengan rasa cinta terhadap budaya daerah sangat
penting. Dengan rasa cinta inilah nantinnya akan menjadi bekal kedepan dalam bentuk action
(tindakan) untuk berkarya dan menampilkan budaya tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Cinta
budaya juga akakn menjadi benteng pelindung gencarnya gempuran pengaruh budayah global.
Kedua melalui jalur Pariwisata. Khasanah kekayaan budaya daerah yang kita miliki harus
diberikan peluang , ruang gerak yang seluas-luasnya. Salah satunya mengadakan kegiatan
pariwisata. Dalam hal ini perlunya campur tangan pemerintah daerah dalam merancang agenda
pariwisata. Pentas budaya seperti dalam pembahasan ini mengenal lagu bima ( rawa mbojo ) dan
pakaian Bima ( rimpu ) perlu secara berkala dan kontinyu ditampilkan dalam pentas tersebut.
Sedapat mungkin acara-acara budaya mengikut sertakan masyarakat luas.
Kapan mulai dan siapa yang bertangung jawab? Berkaitan dengan waktu pelaksanaan tentu lebih
cepat lebih baik. Lebih cepat masuk dalam dan lebih cepat masuk agenda pariwisata lebih baik,
karena akan cepat menangulangi punahnya budaya daerah. Pelestariaan budaya daerah adalah
tangung jawab masyarakat dan pemerintah dan pemiliknya. Masyarakat dan pemerintah setempat
paling bertangung jawab atas berkembang tidaknya budaya daerah . Lembaga dan instansi
pendidikan dan kebudayaan sebagai motor pengeraknya didukung instansi pemerintah yang
mempromosikannya.
Sinergi atau kerja sama bidang pendidikan dan pariwisata sangat ideal dalam rangka pelestarian
budaya daerah. Sekarang waktu yang tepat memulainya, bila tidak maka satu demi satu budaya
daerah akan segera punah. Pada akhirnya bila tidak dipedulikan maka kita akan terasing budaya
kita sendiri. Yang lebih mengkhawatirkan kita akan tercabut dari akar budaya kita dan tidak lagi
memiliki jati diri, identitas secara kultural ( budaya ). Dengan melestarikan budaya daerah akan
menjadi modal utama dalam mewujudkan budaya dan identitas nasional.

Anda mungkin juga menyukai