The Root World of American Education
The Root World of American Education
LANDASAN PEDAGOGI
Oleh:
Fatma Wati
1503241
Dosen Pembimbing Mata Kuliah : Drs. Babang Robandi, M.Pd.
Cover
Judul Buku
: Foundations of Education
Penulis
: Allan C. Ornstein;
Daniel U. Levine;
Gerald E. Gutek
bersama David E.Vocke
Penerbit
: Wadsworth, USA
Edisi
: Ke-11
Tebal
: 580 halaman
Mengambil perspektif sejarah global, bab ini membahas asal mula pendidikan,
tujuan, dan perkembangannya pada budaya Cina, Mesir, Ibrani, Arab, dan Eropa. Dengan
melihat masa lalu, kita menemukan asal-usul lembaga pendidikan kontemporer, tujuan yang
direncanakan pendidikan, serta pengembangan metode pengajaran dan pembelajaran. Kita
dapat melihat bagaimana sejarah menciptakan pengalaman. Sepanjang sejarah, guru telah
menghadapi banyak kejadian dan pertanyaan yang belum terjawab tentang makna
pengetahuan, pendidikan, sekolah, serta pengajaran dan pembelajaran. Selama beberapa
periode sejarah, bagaimana kesempatan pendidikan sering dibatasi oleh diskriminasi
berdasarkan jenis kelamin, ras, dan kelas sosial ekonomi?
Saat Anda membaca bab ini, pertimbangkan pertanyaan-pertanyaan berikut:
PERTANYAAN FOKUS
Bagaimana pengetahuan, pendidikan, sekolah, mengajar, dan belajar didefinisikan
pada periode sejarah?
Bagaimana tujuan pendidikan diungkapkan dan dikembangkan pada tiap periode
sejarah yang dibahas dalam bab ini?
Bagaimana ras, jenis kelamin, dan kelas sosial ekonomi mempengaruhi kesempatan
pendidikan pada masa lalu?
Kapan dan bagaimana sekolah dimanfaatkan untuk transmisi budaya atau perubahan?
Kurikulum apa (isi pendidikan) dan metode pengajaran apa yang digunakan pada
berbagai periode sejarah?
Bagaimana ide-ide pendidik terkemuka berkontribusi pada tujuan dan konteks
pendidikan kontemporer?
Mempelajari asal mula pendidikan Amerika menyediakan kesempatan bagi kita untuk
berpikir secara historis tentang pendidikan, terutama bagaimana tujuan pendidikan dibangun.
Kita juga dapat mulai berpikir secara historis tentang asal mula pendidikan Indonesia dengan
cara membuat autobiografi pendidikan sendiri. Asal mula ide dan keyakinan tentang
pendidikan dapat diketahui melalui pendidikan kakek-nenek, orang tua, serta Anda sendiri.
Kemudian, kita dapat menghubungkan antara pengalaman dengan perkembangan sejarah
lebih luas yang dibahas dalam bab ini. Untuk membuat autobiografi pendidikan, hal-hal yang
dapat dilakukan antara lain (1) mewawancarai kakek-nenek, orang tua, dan orang lain
tentang pendidikan mereka; (2) mengidentifikasi dan memeriksa artefak, foto, catatan, dan
hal-hal lainnya yang berhubungan dengan pendidikan; (3) berpikir secara mendalam dan
merenungkan pengalaman pendidikan Anda sendiri. Kemudian, Anda dapat mencatat temuan
Anda dan mulai menulis autobiografi pendidikan. Jika melanjutkan membaca bab ini, Anda
akan menemukan ide-ide yang mendorong Anda untuk menambah atau merevisi autobiografi
pendidikan tersebut.
larangan atau tabu (perilaku yang dilarang). Kelompok dewasa, biasanya tetua suku seperti
imam dan kepala, menentukan tujuan pendidikan. Mereka melihat tujuan utama pendidikan
sebagai transmisi tradisi kelompok yang ada, pola budaya, dan keterampilan bertahan hidup.
Keinginan untuk melestarikan budaya yang ada, mereka menggunakan pendidikan untuk
membatasi perubahan.
Tradisi Lisan. Kurang menulis untuk merekam masa lalu mereka, masyarakat
prasejarah mengandalkan tradisi lisan-cerita-untuk mewariskan budaya mereka. Tetua atau
imam
sering
mendongeng,
bernyanyi
atau
menarasikan
masa
lalu
kelompok.
Menggabungkan mitos dan peristiwa sejarah yang sebenarnya, tradisi lisan mengembangkan
identitas kelompok dengan cara memberitahu generasi muda tentang pahlawan dari
kelompoknya, kemenangan, dan kekalahan. Lagu-lagu dan cerita membantu anak belajar
bahasa lisan kelompok, tradisi, dan nilai-nilai.
Cerita dan dongeng tetap menjadi strategi mengajar yang penting dan menarik saat
ini, terutama di TK dan sekolah dasar. Melalui cerita, anak-anak mengetahui budaya dan
pahlawannya, legenda, dan sejarah.
Sebagai pembuat alat, manusia membuat dan menggunakan tombak, kapak, dan alatalat lain, merupakan contoh teknologi yang paling awal. Seperti itu pula sebagai pengguna
bahasa, mereka menciptakan dan memanipulasi simbol. Mulai untuk mengekspresikan
simbol-simbol ini dalam tanda-tanda, piktograf, dan huruf-huruf dan menciptakan bahasa
tertulis yang merupakan lompatan budaya hebat untuk melek huruf (mengetahui huruf)-dan
kemudian sekolah. Ketika menulis diciptakan, anak-anak perlu diajarkan untuk membaca dan
menulis.
Dengan menulis dan membaca, menjadi mungkin untuk merekam masa lalu dan
membuat sejarah. Di tempat-tempat tertentu di seluruh dunia, kelompok tersebut
mengembangkan bahasa tulisan sendiri, yang dilengkapi tradisi lisan sebelumnya pada masa
prasejarah. Untuk menggambarkan perkembangan pendidikan, kita melihat tiga budaya kuno
yang mengagumkan: Cina, Mesir, dan Ibrani. Kita perlu melihat mereka terlebih dahulu
dalam konteks tradisi budayanya dan kemudian menghubungkannya dengan kehidupan kita
dan waktu.
Pada masa dinasti Qin, Legalisme, terkait dengan sarjana, Shih Huang Ti, menjadi
pejabat filsafat resmi kekaisaran China. Dengan alasan bahwa maklumat kaisar merupakan
hukum yang tidak dapat disangkal, Legalisme menganjurkan pemerintahan otoriter yang
sangat disiplin dengan tanpa ampun menjaga ketertiban. Khawatir dengan perbedaan
pendapat, Legalis memberlakukan sensor ketat untuk menekan filsafat alternatif seperti
Taoisme dan Konfusianisme. Menurut Legalis, tujuan pendidikan adalah untuk
memberlakukan definisi mereka tentang budaya Cina melalui indoktrinasi.
Taoisme, terkait dengan Lao Tzu, seorang filsuf yang hidup pada abad ke-6 SM,
masih mempengaruhi budaya dan pendidikan Cina. Taoisme menghadirkan alternatif
terhadap paham Legalisme. Dalam karyanya Tao Te Ching, yang dapat diterjemahkan
sebagai "The Way and Virtue (cara dan kebaikan), Lao Tzu memulai pencarian filosofis
untuk menemukan jalan menuju realitas sejati sering tersembunyi oleh penampilan. Semua
hal, Lao Tzu mengaku, berasal dari dan mengikuti hal yang tak terlihat, yang mendasari,
kekuatan pemersatu yang bergerak melalui dunia. Berbeda dengan Legalis, yang ingin
mengendalikan yang lainnya, Lao Tzu menyarankan orang untuk berhenti berusaha untuk
mengendalikan orang lain dan peristiwa, mengikuti arus kehidupan, hidup sederhana dan
secara spontan.Menurut Taoisme, tujuan pendidikan adalah untuk mendorong refleksi diri
yang diperlukan untuk menemukan jati diri sejati dan menjadi bebas dari kontrol orang lain.
Kebutuhan Akan Kerukunan. Ketika dinasti Han berkuasa pada 207 SM,
Konfusianisme menggantikan Legalisme sebagai pejabat filsafat resmi China. Tidak seperti
filsuf Barat, Konfusius (551-479 SM) tidak berurusan dengan isu-isu teologis atau metafisik
tentang hubungan manusia dengan Tuhan atau alam semesta. Dia mempercayai bahwa
membangun kondisi untuk masyarakat etis jauh lebih penting daripada berusaha untuk
mencari jawaban atas pertanyaan yang tak terjawab. Berbeda dengan otoriter Legalis dan
secara politik tidak terlibat dengan Taois, Konfusius membangun filsafat pendidikan
berdasarkan hirarki etika terhadap tanggung jawab yang dimulai oleh kaisar dan jajarannya,
menyentuh setiap orang dalam masyarakat. Idealnya tentang hubungan hirarki dapat
digambarkan sebagai tangga etis dimana orang yang berdiri di setiap anak tangga terhubung
ke orang yang berdiri di atas dan di bawah. Tujuan utama pendidikan adalah untuk menjaga
masyarakat yang harmonis di mana setiap orang jelas tahu statusnya, tugas, dan tanggung
jawab, dan cara yang tepat untuk bersikap terhadap orang lain.
Upacara Agama dan Tata Cara. Sistem etika Konfusius tentang pendidikan
karakter menekankan kesopanan-sopan santun, benar, dan perilaku yang sesuai. Konfusius
percaya bahwa anak-anak belajar untuk berperilaku secara etis ketika mereka memiliki
model yang jelas tentang perilaku baik yang mereka bisa ikuti. Guru perlu mewujudkan
model ini perihal kesopanan dan mempraktekkannya didalam kelas.
Konfusius percaya bahwa standar yang benar dari perilaku ada untuk setiap situasi
dan semua orang diharapkan dapat mengamati standar itu. Anak-anak menemukan perilaku
yang sesuai sebagai seperangkat ritual sehingga mereka menjadi terampil mengikuti prosedur
yang benar dimana semua orang diharapkan untuk melakukan dengan cara yang sama.
Catatan bahwa model Konghucu tentang pembentukan karakter menghilangkan unsur
kebetulan dari perilaku pada situasi yang tak terduga.
Sejak hirarki Konghucu mendefinisikan seseorang sebagai ayah, ibu, kakak, adik,
penguasa, atau subjek, tujuan pendidikan karakter adalah untuk belajar bagaimana
melakukan perilaku yang benar sesuai dengan peran dan kedudukan. Masyarakat
mempertahankan kerukunan sosial sehingga semua anggotanya belajar dan bertanggung
jawab terhadap perilaku sesuai kedudukan mereka.
Beberapa kritikus sekolah Amerika menyatakan bahwa mereka gagal dalam
menanamkan perilaku sopan dan nilai-nilai pada siswa. Catatan, bagaimanapun, peran
tersebut secara spesifik didefinisikan dalam sistem Konfusianisme dan tidak terbuka untuk
definisi diri seperti dalam masyarakat Amerika.
Konfusius mendirikan sebuah akademi untuk mempersiapkan siswa sebagai pejabatpejabat dalam pemerintah kekaisaran Cina. Ia menetapkan standar yang tepat untuk masuk
ke sekolah dan untuk pendidikan siswa dinas, periode pelatihan sebelum mereka menjadi
pejabat pemerintah. Konfusius percaya bahwa standar penerimaan akademik yang tinggi
akan memilih siswa yang memiliki motivasi tinggi. Ia mengajarkan murid-muridnya ritual
perilaku sopan, tata cara pengadilan, dan upacara. Seperti guru efektif lainnya, Konfusius
mengembangkan sistem yang baik dalam manajemen kelas. Ia memegang harapan yang
tinggi untuk murid-muridnya. Sebagai mentor, Ia mempertahankan jarak yang tepat dengan
murid-muridnya tetapi dekat dengan mereka. Di Cina, hubungan guru-murid, seperti
hubungan lainnya, yang dikenal baik dan dilakukan dengan seksama. Ia mengoreksi dan
mengkritik siswanya dalam hal positif dan dengan cara yang konstruktif. Mentoring penting
dalam filsafat pendidikan Konfusius. Sebagai seorang guru, Konfusius dihargai oleh muridmuridnya sebagai "master."
Guru Konfusianisme dipercayakan menjaga dan transmisi warisan budaya untuk
mempertahankan kelangsungan budaya dan kestabilan sosial. Kurikulum inti Konghucu
termasuk
buku
bagus
terpilih
seperti
Classics
of
Change,
of
Documents,
of Poetry, of Rites, dan the Spring and Autumn Annals. Meringkas filosofi Konfusius, teksteks ini digunakan dalam pendidikan Cina dari 1313 M 1905 M.
Hirarki.
Konsep
hubungan
hirarki
etika
memiliki
implikasi
penting
filsafat
pendidikan
dan
merefleksikannya
pada
tujuan
pendidikan,
kontemporer. Bagaimana Anda akan mendefinisikan perilaku sopan dan nilai-nilai? Akankah
nilai-nilai ini merefleksikan standar tradisional atau menjadi terbuka?
Penghargaan terhadap Guru. Di Cina, hubungan guru-murid yang formal dan
diikuti aturan hirarkis perilaku yang disetujui. Siswa berperilaku baik ketika mereka
menemui guru dalam keadaan hormat dan penuh penghargaan. Hal ini untuk pendidikan,
pembelajaran, dan guru menjadi karakteristik penting dari pendidikan di Cina dan di Asia
Timur dimana Konfusianisme adalah intelektual utama dan tenaga pendidikan. Di Cina,
Jepang, Korea Selatan, dan Singapura, Konfusius sangat dihormati sebagai filsuf terbesar di
dunia dan pendidik. Difusi Konfusianisme dari Cina ke negara-negara Asia lainnya
menggambarkan bagaimana ide-ide dan proses pendidikan ditransfer antar budaya.
Di Amerika Serikat, Tidak ada anak yang tidak bersekolah pada 2001 perintah
pengujian tahunan siswa kelas 3-8 untuk mengukur pencapaian akademik dalam membaca
dan matematika. Alasan tindakan adalah bahwa jenis pengujian akan membuat sekolah dan
guru bertanggung jawab terhadap pencapaian akademik siswa mereka. Kritikus,
bagaimanapun, berpendapat bahwa tes standar mencegah strategi pengajaran alternatif dan
kreativitas dan mengurangi instruksi bahwa mengajar hanya untuk tes. Anda telah
mengambil tes standar sebagai siswa. Sebagai guru, Anda kemungkinan besar akan
mengurus mereka, dan dengan demikian Anda harus menentukan sejauh mana pemeriksaan
eksternal akan mempengaruhi pengajaran Anda.
PENDIDIKAN DI MESIR KUNO
Mesir Kuno-salah satu peradaban awal dunia-dikembangkan sebagai sungai-lembah
budaya. Karena kehidupan Sungai Nil-mempertahankan air, kelompok pertanian mendirikan
pemukiman desa kecil di tepi sungai dan mengorganisir kerajaan suku. Sekitar 3000 SM,
kerajaan ini dikonsolidasikan kedalam kerajaan besar, yang akhirnya menjadi raksasa politik
yang sangat terorganisir dan terpusat.
Kosmos Abadi. Keyakinan agama Mesir menegaskan ramalan asal mula gelar raja
Mesir, atau kaisar. Konsep ramalan kekaisaran memberi sosial, budaya, politik, dan stabilitas
pendidikan terhadap kekaisaran Mesir dengan memberkahinya dengan landasan supranatural.
Pengetahuan dan nilai-nilai dipandang sebagai refleksi secara tertib, tidak berubah, dan
kosmos abadi. Konsep raja-imam juga memberikan status tinggi elit imam dan kekuasaan
yang cukup besar dalam masyarakat Mesir. Sistem pendidikan memperkuat status ini dan
kekuasaan dengan membuat imam elit penjaga budaya negara. Berbeda dengan para sarjana
yang merupakan pendidik terkemuka di Cina, para ulama yang melakukan peran di Mesir.
Untuk sebagian besar sejarah, imam atau pemuka agama lain mengontrol banyak pendidikan
formal.
10
kerajaan. Untuk mengelola dan mempertahankan kerajaan mereka yang luas, mereka
mempelajari administrasi sipil. Obsesi mereka terhadap mumifikasi mengarahkan mereka
untuk mempelajari kedokteran, anatomi, dan pembalseman. Mesir juga mengembangkan
sistem tulisan. Naskah hiegrolif memungkinkan mereka untuk membuat dan mewariskan
budaya tulisan. Ajaran menulis dan membaca kemudian menjadi fitur penting sekolah yang
telah berlangsung berabad-abad.
Kerajaan dan Sekolah Hukum. Mesir memerlukan birokrasi yang berpendidikan
untuk mengelola kekaisaran dan untuk mengumpulkan pajak. Pada 2700 SM, orang Mesir
telah membentuk sistem ekstensif di kerajaan dan sekolah hukum untuk melatih para ahli,
banyak diantara mereka adalah imam, dalam membaca dan menulis. Sekolah sebagai bagian
dari kerajaan telah memberikan contoh keterkaitan antara pendidikan formal dan agama.
Setelah pendidikan dasar, anak laki-laki belajar literatur yang dibutuhkan untuk profesi masa
depan mereka. Sekolah lanjutan khusus disiapkan untuk imam, pejabat pemerintahan, dan
dokter.
Para Ahli Pendidikan. Di sekolah-sekolah penulisan, siswa belajar menulis naskah
hieroglif dengan menyalin dokumen pada papirus, lembaran yang terbuat dari alang-alang
yang tumbuh di sepanjang Sungai Nil. Guru mendiktekan kepada siswa, siswa menyalin apa
yang mereka dengar. Tujuannya adalah untuk mereproduksi salinan teks yang benar, sesuai
aslinya. Seringkali siswa menyanyikan bagian singkat teks sampai mereka hafal secara
menyeluruh. Siswa tingkat lanjut belajar matematika, astronomi, agama, puisi, sastra,
kedokteran, dan arsitektur.
Pemimpin Mesir kuno telah merumuskan tujuan pendidikan yang berkelanjutan
sepanjang sejarah awal. Tujuan utama adalah untuk mewariskan cara menerjenahkan warisan
budaya yang telah disetujui yang telah dikembangkan oleh agama dan elit politik. Hal itu
bertujuan untuk menghasilkan banyak pemimpin. Hal ini juga mewariskan keterampilan
seperti membaca dan menulis dan studi lanjutan seperti pembalseman, obat-obatan,
administrasi sipil, dan arsitektur.
11
Afrosentrisme
dan
kurikulum
Afrosentris
di
sekolah-sekolah.
Ini
juga
menggambarkan penularan ide dan proses pendidikan dari satu budaya ke yang lainnya.
12
mempelajari kitab suci, ketiga agama menekankan literasi untuk membaca kitab suci, dan
pendidikan, untuk belajar dan menerapkan pesan tersebut dalam kehidupan.
Torah (Taurat). Dalam tradisi Ibrani, orang-orang Yahudi secara khusus dipilih oleh
Tuhan, yang mengungkapkan kebenaran dan hukum kepada mereka. Dari wahyu ini datang
perjanjian suci, perjanjian berbasis agama dan kesepakatan sanksi, yang mengikat orang
Yahudi kepada pencipta. Musa, yang memimpin orang-orang Yahudi dari perbudakan di
Mesir menuju tanah yang menjanjikan di Yudea, menerima wahyu ilahi di Gunung Sinai.
Wahyu ini merupakan bagian penting dari "Taurat", kitab suci diajarkan dan dipelajari oleh
orang-orang Yahudi dari masa kecil dan sepanjang hidup mereka. Taurat tertulis meliputi
lima Kitab Musa-Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Berdasarkan Taurat,
pendidikan Yahudi menekankan pembacaan dan komentar pada teks-teks suci dan studi
hukum dan norma moral dan etika mereka dan larangan.
Tujuan pendidikan Yahudi adalah menanamkan yang muda tentang tradisi budaya
mereka melalui proses yang dirancang dengan hati-hati pada transmisi keyakinan agama dan
ritual dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ini menekankan bahwa pembelajaran yang
didasarkan pada perjanjian suci antara Tuhan dan manusia yang mencakup pengamatan
perintah-perintah dan doa dan kegiatan keagamaan yang diikuti dengan benar. Mengajar dan
belajar secara intrinsik berharga karena menyangkut perjanjian Tuhan dengan orang-orang
Yahudi dan juga merupakan alat untuk membentuk perilaku menurut aturan agama
kelompok. Belajar perjanjian ini secara turun-temurun dan seumur hidup, dimulai pada masa
kanak-kanak dan berlanjut sepanjang hidup.
Untuk anak-anak, tujuan pendidikan dasar Yahudi adalah untuk belajar bagaimana
berdoa, untuk mengetahui dan mematuhi perintah-perintah, dan untuk mengidentifikasi
tempat- tempat khusus bagi orang Yahudi dalam sejarah. Pada mulanya, seperti kebanyakan
masyarakat awal, orang tua sebagai guru pertama yang bertanggung jawab terhadap
pendidikan anak-anak mereka. Orang tua, terutama ayah, mengajarkan Taurat dan ibadah
agama kepada anak-anaknya. Anak-anak belajar untuk menghormati ayah dan ibu mereka,
sebagai perintah-perintah yang telah ditentukan. Ketika masyarakat Yahudi menjadi lebih
menetap dan khusus, guru (tetua, imam, dan ahli Taurat) yang mengajarkan secara lebih
formal, seperti penambahan tempat sekolah, tetapi tidak menggantikan peran orang tua.
13
Sekolah Keagamaan. Pada abad ke-7 SM, rabbis-orang yang mempelajari tulisan
suci-muncul sebagai guru diantara orang-orang Yahudi di Israel dan Babilonia. Di sekolah
keagamaan, metode pengajaran menekankan mendengarkan dengan seksama pembacaan
tulisan suci oleh guru, membaca, menghafal, dan resitasi hafalan. Tujuan belajar untuk
mendengarkan pembacaan teks suci adalah untuk membawa pesan kedalam pikiran pelajar.
Dengan mendengarkan, membaca, dan menghafal, siswa diharapkan dapat menginternalisasi
dan memahami makna pelajaran dan pesan. Untuk membangun kohesi dan identitas
kelompok, anak-anak mendengarkan cerita tentang peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah
orang Ibrani seperti eksodus dari Mesir. Kegiatan keagamaan diajarkan melalui
memperingati peristiwa tersebut.
Dalam perkembangan tujuan pendidikan itu, orang-orang Yahudi, seperti orang-orang
Mesir, ingin menularkan keyakinan beragama kepada anak muda untuk mengabadikan
mereka. Untuk orang-orang Yahudi, tujuan ini terkait dengan pembentukan dan pengabadian
kepada anak muda ke-ideal-an menjadi orang-orang khusus pilihan Tuhan.
Tradisi Ibrani mengusung konsep monoteisme kepada budaya Arab dan Barat. Yesus
Kristus, yang dipercaya orang-orang Kristen adalah anak Tuhan, dibesarkan dalam budaya
Yahudi. Orang Yahudi yang menjadi Kristen, seperti Saint Paul, membawa ajaran Kristen ke
seluruh Kekaisaran Romawi. Muslim mempercayai Muhammad, yang mengetahui ajaran
Yahudi dan ajaran Kristen, sebagai nabi dalam ajaran Islam. Sebagai ajaran agama, ketiga
tradisi keagamaan memberikan kontribusi dan pengaruh terhadap pendidikan.
14
harus digunakan pendidikan untuk mempersiapkan warga negara yang baik? Bagaimana
seharusnya respon pendidikan terhadap sosial, ekonomi, dan perubahan politik?
Pendidikan Homerik. Generasi bersemangat terhadap goncangan dramatis terhadap
sajak kepahlawanan Homer, Illiad dan Odyssey. Muncul sekitar 1200 SM, kepahlawanan
Homer membantu Yunani mendefinisikan diri mereka sendiri dan budaya mereka. Seperti
upacara ritual dalam masyarakat prasejarah, Penggambaran dramatis Homer pada
pertempuran prajurit Yunani melawan Trojans menyajikan tujuan pendidikan penting: (1)
memelihara kebudayaan Yunani dengan mewariskannya dari orang dewasa ke anak muda;
(2) membudidayakan identitas budaya Yunani berdasarkan mitos dan asal-usul sejarah; dan
(3) membentuk karakter generasi muda. Agamemnon, Ulysses, Achilles, dan prajurit lainnya
secara dramatis melambangkan dimensi heroik kehidupan. Menggunakan pahlawan ini
sebagai contoh, anak muda Yunani belajar moral dan nilai-nilai etika, perilaku yang
diharapkan dari prajurit-ksatria, dan cacat karakter yang menyebabkan jatuhnya seseorang.
Pendidikan Warga Negara. Yunani Kuno menjelaskan peran pendidikan dalam
sosialisasi politik, mempersiapkan warga negara yang baik. Sama seperti orang Amerika,
terutama studi-sosial pendidik, sering tidak setuju tentang cara mendidik warga negara yang
baik, orang-orang Yunani, juga memperdebatkan masalah ini. Berbeda dengan keterpusatan
Kekaisaran Cina dan Mesir, Yunani kuno dibagi menjadi kelompok kecil yang sering
bersaing satu sama lain, seperti Athena dan Sparta, mendefinisikan kewarganegaraan,
tanggung jawab dan hak-hak sipil yang berbeda. Athena, demokrasi, menekankan warganya
membagi tanggung jawab bersama dalam pengambilan keputusan. Sparta, saingan Athena,
merupakan militer diktator yang otoriter dimana warga mengikuti perintah pemimpin.
Sementara Athena memiliki aturan pendidikan yang bervariasi, Sparta menggunakan sistem
pendidikan ketat yang dikendalikan negara yang tujuan utamanya adalah untuk melatih
semua laki-laki berbadan sehat menjadi prajurit berani.
Pendidikan Formal dan Enkulturasi. Orang-orang Yunani memahami pentingnya
interrelasi enkulturasi-memasukkan dan partisipasi semua budaya kota negara-dalam
pendidikan formal. Melalui enkulturasi, pemuda Yunani dipersiapkan untuk menjadi warga
masyarakat mereka. Pendidikan formal, pada gilirannya, memiliki tujuan memberikan
pengetahuan untuk mewujudkan harapan masyarakat warganya. Misalnya, orang Atena
percaya bahwa manusia bebas membutuhkan pendidikan liberal untuk melakukan tugas
15
sipilnya serta untuk mengembangkan kepribadiannya. Namun, mereka tidak melakukan hal
ini dalam pendidikan untuk perempuan.
Peran Budak. Orang-orang dari negara-kota Yunani menggunakan tenaga kerja
budak. Mayoritas budak termasuk perempuan dan anak-anak, merupakan tawanan perang
atau secara hukum dihukum menjadi budak. Meskipun beberapa budak terdidik mengajari
anak kaya di Athena, sebagian besar budak bekerja sebagai pekerja pertanian atau komersial.
Sementara orang-orang Athena mengembangkan konsep pendidikan liberal, mereka
membantahnya untuk budak mereka.
Pendidikan untuk Perempuan. Dalam masyarakat Yunani yang didominasi pria,
hanya sebagian kecil perempuan yang berpendidikan formal. Di Athena, di mana perempuan
memiliki keterbatasan hukum dan hak ekonomi, hanya sedikit yang dapat bersekolah.
Kebanyakan perempuan muda yang beruntung dapat diajar oleh seorang tutor di rumah.
Yang lainnya, seperti pendeta dari sekte, belajar ritual keagamaan di sekolah kuil. Berbeda
dengan wanita Athena yang diasingkan, perempuan muda Sparta menikmati gaya hidup dan
pendidikan yang lebih terbuka. Sistem pendidikan yang dikendalikan negara Sparta
menekankan pelatihan militer dan atletik. Wanita muda Spartan muda menerima pelatihan
fisik dan senam yang mempersiapkan mereka untuk menjadi ibu yang sehat untuk masa
depan tentara Spartan.
Kehidupan dan karir dari penyair Sappho (630-572 SM) sangat berbeda dengan
pendidikan yang diasingkan dari kebanyakan wanita Yunani. Pendukung awal kebebasan
perempuan, sajak-sajak Sappho menceritakan cinta diantara wanita. Dia percaya bahwa
perempuan harus dididik untuk pengembangan dirinya sendiri dan bukan untuk peran mereka
secara tradisional yang dianggap sebagai istri dan ibu masa depan. Dia mendirikan sebuah
sekolah perempuan di Mytilene, di pulau Lesbos, dimana ia mengajar perempuan bangsawan
muda tentang ritual pemujaan yang berkaitan dengan ibadah Aphrodite, serta budaya dan
keterampilan dan seni dekorasi seperti menyanyi, menari, bermain kecapi, menulis puisi, dan
prosedur praktek.
KAUM SOFIS
Pada abad ke-5 SM, kejayaan baru dibawa ke Athena dengan ekspansi kolonial yang
menghasilkan perubahan sosial dan pendidikan. Menantang bangsawan, peningkatan kelas
16
17
komitmen untuk menecari kebenaran. Sofis seperti pembuat citra modern yang menggunakan
media untuk mempersiapkan kandidat politik dan selebriti atau untuk menjual produk kepada
konsumen. Meskipun perdebatan politik saat ini berlangsung di televisi, bukan berlangsung
di pusat kota Athena, kaum Sofis akan berpendapat bahwa teknik mereka tetap berguna.
Sangat penting untuk diketahui seorang audiens, untuk menarik kebutuhan mereka, dan
menggunakan
keterampilan
persuasi
untuk
meyakinkan
mereka.
Mereka
akan
mempertimbangkan fokus kelompok yang modern, jajak pendapat publik, dan iklan politik
negatif akan berguna sebagai cara persuasif.
Metode Protagoras. Protagoras (485-414 SM), seorang Sofis terkemuka, merancang
5 cara strategi mengajar yang efektif. Ia (1) menyampaikan pidato yang luar biasa sehingga
siswa tahu guru mereka benar-benar bisa melakukan apa yang ia ajarkan; pidato ini juga
memberi mereka model untuk ditiru. Kemudian Protagoras mengharuskan siswa (2) meneliti
pidato orator terkenal untuk memperbanyak bahan belajar tentang contoh model; (3)
mempelajari mata pelajaran utama logika, tata bahasa, dan retorika; dan (4) memberikan
latihan pidato, yang siswa dinilai untuk memberikan umpan balik kepada siswa. Akhirnya,
(5) siswa menyampaikan pidato masyarakat. Metode Protagoras menyerupai pelatihan guru
pada program pendidikan, dimana calon guru mengambil kursus dalam seni liberal dan
pendidikan profesional, berlatih berbagai metode pengajaran, dan terlibat dalam pengalaman
nyata dan mahasiswa belajar berdasarkan saran yang diberikan guru berpengalaman yang
bekerja sama.
Kebenaran
Abadi
atau
Relatif?.
Pendekatan
Sofis
tentang
pendidikan
meningkatkan kontroversi serius masih ada saat ini. Para Sofis menganut relativisme moral,
dengan alasan bahwa apa yang perlu kita ketahui tergantung pada keadaan dimana kita
hidup. Dalam banyak hal, kaum Sofis adalah perintis relativisme budaya yang ditemukan
dalam pragmatisme, postmodernisme, dan teori kritis, dibahas dalam bab tentang Akar
Filosofis Pendidikan. Socrates, Plato, dan Aristoteles mereka semua menantang relativisme
kaum Sofis dan bersikeras tentang keberadaan kebenaran abadi yang harus diketahui semua
orang. Isokrates, seorang guru orator, mencoba untuk menyelesaikan kontroversi dengan
mengatakan bahwa siswa dan warga tidak sekedar perlu mengetahui hal-hal yang benar,
melainkan juga bagaimana menerapkannya pada situasi kehidupan mereka.
18
19
melakukan tindakan tidak menghormati para dewa dan merusak pemuda Athena, Socrates
dijatuhi hukuman mati, dan ia menolak untuk melarikan diri.
20
pekerja, yang menghasilkan barang dan menyediakan jasa. Kapasitas intelektual seseorang
akan menentukan tugas kelas nya. Mirip dengan mereka yang berpendapat, hari ini, bahwa
hasil tes dapat menentukan jenis pendidikan yang harus diterima seseorang, para pendidik di
Republik Plato mengelompokkan orang kedalam suatu kelompok berdasarkan kemampuan
intelektual mereka dan mendidik atau melatihny berdasarkan hal itu pula. Sebaliknya, kaum
Sofis berpendapat bahwa mereka bisa mendidik siapa saja yang mempelajari metode mereka.
Hubungan Pendidikan dan Peran Sosial. Setelah didikelompokkan kedalam kelas,
individu di Republik akan menerima pendidikan atau pelatihan yang mereka butuhkan untuk
melakukan tindakan tertentu, baik sosial, politik, dan ekonomi. Filsuf-raja, dididik untuk
kepemimpinan, juga bertanggung jawab untuk mengidentifikasi kemampuan intelektual
generasi berikutnya dan menyiapkan mereka untuk peran yang ditakdirkan untuk mereka.
Kelas kedua, prajurit, dianggap lebih berani dibanding intelektual, akan dilatih untuk
mematuhi perintah dari filsuf-raja dan membela Republik dari serangan musuh-musuhnya.
Kelas ketiga dan merupakan kelas terbesar, para pekerja, akan dilatih sebagai petani dan
pengrajin. Dengan jalur pendidikan
21
harmoni sosial. Kurikulumnya sesuai dengan tujuan pendidikan dari hirarki, bukan egaliter
masyarakat. Khawatir bahwa orang tua akan menyampaikan ketidaktahuan dan prasangka
mereka kepada anak-anak, Plato ingin anak-anak dibesarkan oleh para ahli pada pendidikan
awal. Anak-anak, dipisahkan dari orang tua mereka, akan tinggal di asrama kanak-kanak
negara dimana mereka belajar nilai moral positif.
Kurikulun Dasar Plato. Dari usia 6-18, anak-anak dan remaja ke sekolah untuk
belajar musik dan senam. "Musik" didefinisikan secara luas termasuk membaca, menulis,
literatur, aritmatika, paduan suara, dan menari. Setelah menguasai membaca dan menulis,
siswa akan membaca klasik yang disetujui. Plato, yang dipercaya untuk melakukan sensor,
berpikir bahwa orang-orang muda hanya boleh membaca puisi-puisi tertentu yang dipilih
secara resmi dan cerita yang mencontohkan kebenaran, ketaatan kepada otoritas, keberanian,
dan kontrol emosi. Setelah menguasai matematika dasar, siswa belajar geometri dan
astronomi, yang membutuhkan kemampuan berpikir abstrak tingkat tinggi. Senam, berguna
untuk pelatihan militer, termasuk bertahan, panahan, lempar lembing, dan menunggang kuda,
yang mengembangkan koordinasi fisik dan ketangkasan.
Pendidikan Tinggi. Dari usia 18-20, siswa memperoleh pelatihan fisik yang intensif
dan militer. Pada umur dua puluh, calon filsuf-raja masa depan akan dipilih untuk mengikuti
pendidikan tinggi tambahan selama sepuluh tahun untuk materi yang lebih abstrak dan
matematika lanjutan, geometri, astronomi, musik, dan ilmu pengetahuan. Pada usia tiga
puluh, kelompok yang kurang intelektual akan menjadi PNS; sedangkan yang sangat
intelektual akan terus melanjutkan studi filosofis tinggi metafisika, mencari prinsip-prinsip
yang menjelaskan realitas tertinggi. Ketika studi mereka selesai, ia menjadi filsuf-raja akan
memerintah Republik. Pada usia lima puluh, filsuf-raja akan menjadi tetua Negarawan di
Republik.
22
Aristoteles menekankan nilai memimpin kehidupan yang terintegrasi dan hidup harmonis
yang mengambil kursus moderat tengah, menghindari hal-hal ekstrem.
Tujuan Realitas. Berbeda dengan mentornya, Plato, yang percaya bahwa realitas ada
di ranah ide semata, Aristoteles menyatakan bahwa realitas ada secara obyektif. Dimana
Plato mencetuskan filsafat idealisme, Aristoteles mencetuskan filsafat realisme. Sementara
realisme Aristoteles berusaha mempersiapkan peserta didik untuk hidup dengan menekankan
realitas objektif, idealisme Plato mendorong pelajar untuk tujuan dunia yang lebih baik dan
lebih tinggi yang tidak terjangkau indra (keduanya, idealisme dan realisme dibahas dalam
bab akar filosofis pendidikan).
Aristoteles mencatat bahwa benda-benda ada di luar pikiran kita, tetapi percaya
bahwa, melaui sensasi dan abstraksi, kita dapat memperoleh pengetahuan tentang hal
tersebut. Aristoteles menegaskan bahwa manusia memiliki akal-kekuatan untuk berpikir dan
bernalar. Sebagai makhluk rasional, mereka memiliki potensi untuk mengetahui dan hidup
sesuai dengan hukum- hukum yang mengatur alam semesta.
Sensasi sebagai Awal Pengetahuan. Bagi Aristoteles, pengetahuan dimulai dengan
suatu sensasi dari benda-benda di lingkungan. Dengan abstrak penting obyek dari informasi
sensorik ini, membentuk konsep umum tentang objek. Penekanan Aristotelian pada
pengalaman indrawi sebagai awal mengetahui dan instruksi yang kemudian ditekankan oleh
pendidik pada abad ke-18 dan ke-19 seperti Pestalozzi.
23
sebagai guru Anda mungkin mengalami masalah yang sama ketika siswa bertanya mengapa
mereka harus belajar
sesuatu
yang mereka
yakin
menggunakannya. Apa alasan Anda untuk mengajarkan keterampilan dan mata pelajaran
tertentu tetapi tidak yang lain? Bagaimana kita tahu pengetahuan dan keterampilan apa yang
akan kita gunakan di masa depan?
Kurikulum Aristoteles. Aristoteles merekomendasikan wajib belajar. Sekolah bayi
berupa kegiatan bermain, aktivitas fisik, dan cerita kepahlawanan dan moral. Anak-anak usia
7-14 tahun belajar membaca, menulis, berhitung dan kebiasaan moral yang tepat untuk
mempersiapkan mereka studi masa depan dalam seni liberal dan ilmu pengetahuan.
Kurikulum ini juga termasuk senam dan musik untuk mengembangkan ketangkasan fisik dan
sensitifitas emosional. Usia 15-21 tahun, pemuda mempelajari konsep pendidikan liberal
Yunani- matematika, geometri, astronomi, tata bahasa, sastra, puisi, retorika, etika, dan
politik. Pada usia 21 tahun, siswa akan beralih ke mata pelajaran tingkat lanjut, seperti fisika,
kosmologi, biologi, psikologi, logika, dan metafisika. Aristoteles, seperti Plato, percaya
bahwa setiap tahapan pendidikan harus mengarah dan mempersiapkan siswa untuk tahap
berikutnya yang lebih tinggi. Kemudian, Dewey dan progresif lainnya menyerang doktrin
pendidikan sebagai persiapan, dengan alasan bahwa siswa harus mengejar kepentingan
mereka dan memecahkan masalah mereka. Apakah kamu berpikir tujuan pendidikan adalah
untuk mempersiapkan untuk studi masa depan atau untuk memecahkan masalah yang ada
dalam kehidupan seseorang?
Peran Terbatas bagi Perempuan. Mempercayai perempuan secara intelektual lebih
rendah dari laki-laki, Aristoteles hanya memperhatikan pendidikan laki-laki. Perempuan
muda dilatih untuk melakukan tugas rumah tangga dan membesarkan anak yang diperlukan
untuk peran masa depan mereka sebagai istri dan ibu.
24
Misalnya, jika Anda mengajar botani menurut metode Aristoteles, Anda bisa mengajarkan
tentang pohon sebagai kelas, kategori umum dalam realitas botani, dan juga tentang pohon
tertentu yang merupakan anggota individual kelas.
Pengaruh Abadi Aristoteles. Tujuan utama sekolah Aristotelian adalah untuk
mengembangkan rasionalitas masing-masing siswa. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah
harus menawarkan subjek kurikulum-materi yang ditentukan berdasarkan keilmiahan dan
disiplin keilmuan. Dalam persiapan calon guru mereka, guru perlu memperoleh pengetahuan
ahli mata pelajaran dan belajar metode yang diperlukan untuk memotivasi siswa dan
mentransfer pengetahuan kepada siswa. Filsafat Aristoteles berpengaruh besar dalam
pendidikan barat. Seiring dengan doktrin Kristen, itu menjadi dasar pendidikan abad
pertengahan, yang akan dibahas kemudian dalam bab ini, dan Realisme dan Perennialisme,
dibahas dalam bab tentang akar filosofis Pendidikan.
25
26
uang sekolah. Sedangkan perempuan muda kelas atas sering belajar membaca dan menulis di
rumah atau diajarkan oleh tutor, anak laki-laki dari keluarga-keluarga ini menghadiri Ludus,
sekolah dasar, dan kemudian sekolah menengah diajarkan oleh guru tata bahasa Latin dan
Yunani. Anak laki- laki dikawal ke sekolah oleh budak Yunani terdidik, disebut pendidik,
dimana kata pedagogi, yang berarti seni instruksi, yang dikembangkan.
Orator Ideal. Pendidikan Roma yang ideal dibuktikan dalam orator. Orator Romawi
yang ideal adalah orang berpendidikan yang secara luas dan bebas hidup di masyarakatsenator, pengacara, guru, pegawai pemerintah, dan politisi. Untuk menguji orator ideal
orang-orang Romawi, kita beralih ke Quintilian.
27
ingatannya. Dia belajar menulis bahasa yang ia bisa ucapkan. Guru utama, atau litterator,
yang mengajarkan membaca dan menulis dalam Ludus, harus memiliki karakter yang layak
dan kompetensi mengajar. Instruksi dalam membaca dan menulis harus lambat dan
menyeluruh, anak-anak belajar alfabet dengan menelusuri satu set huruf gading. Seperti
pendidik Maria Montessori berabad-abad kemudian, Quintilian menyarankan bahwa anakanak belajar menulis dengan menelusuri garis huruf. Mengantisipasi pendidikan modern, ia
mendesak bahwa sekolah memasukkan istirahat untuk permainan dan rekreasi sehingga
siswa bisa menyegarkan diri dan memperbaharui energi mereka.
Belajar Seni Liberal. Untuk tahap ketiga pendidikan, usia 14-17 tahun, Quintilian
menekankan seni liberal. Secara dua bahasa dan dua budaya, siswa belajar tata bahasa,
sastra, sejarah, dan mitologi Yunani dan Latin. Siswa juga belajar musik, geometri,
astronomi, dan senam.
Belajar Retorika. Calon orator melakukan studi retorika, tahap keempat, dari usia
17-21 tahun. Di bawah kategori studi retoris, Quintilian memasukkan drama, puisi, hukum,
filsafat, berbicara di depan umum, deklamasi, dan debat. Deklamasi-latihan berbicara
sistematis-yang sangat penting. Setelah siap dengan baik, orator pemula berbicara kepada
khalayak umum di forum dan kemudian melanjutkan menguasai retorika untuk ahli kritik.
Guru mengoreksi kesalahan siswa dengan otoritas tetapi juga dengan kesabaran,
kebijaksanaan, dan pertimbangan. Program Quintilian tentang studi retorika menyerupai
pendidikan calon guru kontemporer. Praktek orasi seperti praktek mengajar. Supervisor yang
menilai keterampilan kelas guru menyerupai master retorika yang mengkritik kemampuan
berbicara orator pemula.
28
29
Pada 661 M, pasukan Arab menduduki dan mengukuhkan Islam sebagai agama resmi
di Palestina, Suriah, Persia, dan Mesir. Kota-kota seperti Baghdad, Kairo, Damaskus, dan
Cordoba dikenal sebagai pusat kebudayaan dan pendidikan Islam. Baghdad, khususnya,
pusat pendidikan terkemuka, menarik para sarjana Arab, Yunani, Persia, dan Yahudi.
Pengikut Muhammad meluaskan pengaruh Islam melalui penaklukan dan konversi.
Setelah penaklukan mereka di Afrika Utara, orang-orang Arab menguasai Spanyol. Di sini,
orang-orang Islam Arab dan Kristen Barat tidak hanya berjuang untuk kekuasaan dan
wilayah tetapi juga meminjam ide dari setiap yang lainnya. Selama periode Moorish,
Cordoba, dengan populasi 500.000 orang, 700 masjid, dan 70 perpustakaan, menjadi pusat
pendidikan dan budaya terkemuka. Islam, atau Moorish, kerajaan Spanyol bertahan sampai
1492, ketika mereka ditaklukkan oleh tentara Kristen Spanyol.
Ulama Islam menerjemahkan teks dari penulis Yunani kuno terkemuka seperti
Aristoteles, Euclid, Archimedes, dan Hippocrates kedalam bahasa Arab. Karya yang
diterjemahkan menjadi penting dalam pendidikan Islam dan, melalui kontak antara orangorang Arab dan Eropa, yang diperkenalkan kembali ke pendidikan Barat. Secara khusus,
Ibnu Rusyd, atau Averroes (1126-1198) menulis komentar penting pada Aristoteles yang
mempengaruhi pendidik skolastik orang-orang Eropa abad pertengahan.
Ulama Islam telah memberikan kontribusi untuk astronomi, matematika, dan
kedokteran. Dalam matematika, ulama Arab mengadopsi sistem nomor dari India tetapi
membuat penambahan penting dari nol. Inovasi ini memungkinkan untuk mengganti sistem
penomoran Latin yang rumit.
Dalam masyarakat global dan ekonomi abad ke-21, ada peningkatan interaksi antara
masyarakat Arab dan Islam dan Eropa dan Amerika. Jumlah orang Arab dan Islam telah
meningkat di banyak negara Eropa seperti Perancis, Inggris, dan Italia, serta di Amerika
Serikat. Beberapa interaksi ini telah ditutupi oleh kecurigaan dan permusuhan karena
serangan teroris, seperti serangan 9/11, dan perang di Irak. Namun, ada juga interaksi positif
di luar negeri dan di Amerika Serikat, di mana telah ada upaya dialog dan saling pengertian,
khususnya melalui program pendidikan multikultural. Sekarang ini, banyak orang Amerika
belajar lebih banyak tentang peradaban Arab dan Islam. Banyak sekolah dan perguruan
tinggi Amerika sekarang memasukkan unit dan kursus budaya Arab dan agama Islam.
30
31
mungkin untuk pendidikan perempuan, sekolah dan universitas abad pertengahan yang
disediakan untuk laki-laki, menjamin dominasi sosial laki-laki.
Hildegard dari Bingen. Hildegard dari Bingen (1098-1179 M), seorang ilmuwan
kondang, dididik sebagai seorang biarawati dalam aturan Benediktin. (Dalam Gereja Katolik,
perintah agama disebut setelah pendiri mereka; misalnya, Benediktin mengikuti aturan yang
ditetapkan oleh St.Benediktus) Hildegard adalah kepala biara, atau unggul, dari sebuah biara
Benedictine di Jerman, dimana dia mengarahkan kondisi agama dan pendidikan para
biarawati. Seorang sarjana, guru, penulis, dan komposer, Hildegard, seperti kebanyakan
pendidik abad pertengahan, mengikuti bingkai acuan agama Kristen. Dia menulis The Ways
of God dan The Book of Divine Works untuk memandu perkembangan spiritual perempuan
dalam komunitasnya. Seorang pendidik serbaguna, Hildegard menciptakan himne
keagamaan dan menulis traktat medis tentang penyebab, gejala, dan cara perawatan penyakit.
AQUINAS:PENDIDIKAN SKOLASTIK
Kombinasi Keyakinan dan Penalaran. Pada abad ke-11, pendidik abad
pertengahan
telah
mengembangkan
SKOLASTIK-sebuah
metode
beasiswa
dan
pembelajaran teologis dan filosofis. Skolastik mengacu pada kitab suci dan ajaran keyakinan
Kristen dan penalaran manusia, terutama filsafat Aristoteles, sebagai sumber pelengkap
kebenaran. Skolastik percaya bahwa Bible dan ajaran Gereja menyampaikan kebenaran
supranatural. Pikiran manusia bisa menyimpulkan prinsip-prinsip alam bahwa, ketika
diterangi oleh keyakinan, mengarahkan pada kebenaran.
Menghubungkan kitab dengan penalaran Yunani. Filsafat skolastik dan
pendidikan mencapai puncaknya di Summa Theologiae oleh Saint Thomas Aquinas (12251274), seorang teolog Dominika di Universitas Paris. Aquinas berusaha untuk mendamaikan
pihak berwenang-yaitu, untuk menghubungkan ajaran Kristen dengan filsafat Yunani
Aristoteles. Aquinas menggunakan keyakinan dan penalaran untuk menjawab pertanyaan
dasar konsep Kristen tentang Tuhan, sifat manusia dan alam semesta, dan hubungan antara
Tuhan dan manusia. Bagi Aquinas, manusia memiliki tubuh fisik dan jiwa spiritual.
Meskipun mereka hidup sementara di Bumi, tujuan utama mereka adalah untuk memperoleh
keabadian dengan Tuhan di surga. Aquinas setuju dengan Aristoteles bahwa pengetahuan
manusia dimulai dalam sensasi dan dilengkapi dengan konseptualisasi.
32
menggunakan
silogisme-
enalaran
deduktif-untuk
membuat
oraganisasi
pengetahuan. Mereka menekankan prinsip dasar dan implikasinya. Selain pendidikan formal,
Aquinas mengakui pentingnya pendidikan informal melalui keluarga, teman, dan lingkungan.
Filsafat Aquinas, disebut Thomisme, telah mempengaruhi pendidikan di sekolah Katolik,
dimana ia berfungsi sebagai dasar sekolah-keyakinan komunitas. Di Amerika Serikat,
sekolah-sekolah Katolik adalah sistem sekolah non publik terbesar, terdaftar sebanyak
2.270.000 siswa, atau 44,4 persen dari seluruh pendaftar sekolah swasta. Thomisme juga
mempengaruhi humanis seperti Robert Hutchins, Jacques Maritain, dan Mortimer Adler,
yang dibahas dalam bab tentang Akar Filsafat Pendidikan.
33
kebiasaan
yang
ada
dan
mengekspos
dan
membenarkan
keadaan dalam literatur dan kehidupan. Di Eropa Utara, sarjana humanis klasik,
secara kritis memeriksa teks-teks teologi abad pertengahan, membuka jalan bagi reformasi
Protestan.
Tetapi humanis Renaissance sering menjaga jarak dengan orang banyak, menyaring
konsepsi mereka tentang sifat manusia dari literatur lama secara hati-hati. Ketika minuman
anggur digunakan untuk menyemarakkan makan malam elegan, pendidikan humanis hanya
diperuntukkan bagi orang-orang tertentu: pendidikan tidak disediakan untuk semua orang
tapi dinikmati oleh para elit.
34
35
36
37
Pada abad ke-19, metode yang sama muncul di History of the United States
Davenport:
Q. Kapan pertempuran Lexington berlangsung?
A. Pada 19 April 1775; pertumpahan darah pertama pada revolusi Amerika.
38
atas dalam bahasa Latin dan Yunani, bahasa klasik yang dibutuhkan untuk masuk
universitas. Elit ini dipersiapkan untuk peran kepemimpinan dalam gereja dan pemerintahan.
Banyak karakter kuat-Calvin, Zwingli, Ignatius Loyola, dan Henry VIII diantara merekamembuat dampak pada Reformasi Protestan dan Reformasi Katolik Romawi. Martin Luther
adalah reformis Protestan Jerman terkemuka yang memiliki pengaruh luas ke seluruh Eropa
utara.
39
40
Pada abad ke-18, penalaran panjang dan Pencerahan naturalisme dan rasionalisme, di
Eropa dan Amerika, menantang pengaruh agama terhadap pendidikan.
41
Anda mungkin ingin merefleksikan dan merevisi otobiografi dan filsafat Anda tentang
pendidikan ketika Anda membaca tiga bab berikutnya. Bab tentang Pelopor Pengajaran dan
Pembelajaran mempertimbangkan bagaimana mentor mempengaruhi pendidikan seseorang.
Ketika Anda membaca bab ini, Anda dapat mengidentifikasi mentor Anda dan
menambahkan komentar ini kedalam otobiografi dan filsafat Anda. Kemudian bab tentang
Perkembangan Sejarah Pendidikan Amerika, memberikan kesempatan untuk menempatkan,
narasi pendidikan Anda sendiri dalam konteks sejarah ini. Bab tentang Akar Filosofis
Pendidikan mendorong Anda untuk mengembangkan filosofi pendidikan Anda dan
hubungannya dengan otobiografi pendidikan Anda.
42
yang
menyenangkan.
PENGARUH PENDIDIKAN ISLAM
Berdasarkan keyakinan atau agama yang dianut oleh penduduknya, Indonesia
termasuk negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Hal ini sesuai dengan
pernyatan yang diungkapkan Ornstein, et al (2011: 79) bahwa Islam merupakan agama
dominan di negara-negara Arab di Timur Tengah dan Afrika Utara, dan pengaruhnya
yang meluas ke Indonesia, Malaysia, dan Pakistan, serta negara-negara lainnya di Asia.
Teori Awal Masuknya Islam di Indonesia
Sebagian besar sejarah mencatat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia
(dulunya bernama Nusantara) pada abad ke-13. Namun, pada beberapa tulisan
lainnya tercatat bahwa Islam telah ada di Indonesia sebelum itu. Hal ini menyebabkan
teori-teori yang berkembang masih menjadi kontroversi sampai saat ini.
Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh Indonesia, di
kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat, Ahmad Mansur Suryanegara
mengikhtisarkannya menjadi tiga teori besar, antara lain:
1) Teori Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat, India
melalui peran para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M. Menurut
pendapat sebagian besar orang, teori ini tidaklah benar. Hal ini dikarenakan
43
Gujarat pada masa itu beraliran Syiah, sedangkan kenyataan Islam di Indonesia
didominasi Mazhab Syafi'i.
2) Teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia
yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke Nusantara sekitar abad
ke-13 M.
3) Teori Makkah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah
melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M. Hamka
mengungkapkan pada tahun 625 M sebuah naskah Tiongkok mengabarkan
bahwa ditemukan kelompok bangsa Arab yang telah bermukim di pantai Barat
Sumatera (Barus). Lebih lanjut pada sumber lain disebutkan bahwa daerah
penghasil batu kapur yaitu Kota Barus (Sibolga-Sumatera Utara) sudah
digunakan oleh para firaun di Mesir untuk proses pemakaman mumi firaun.
Sehingga hal tersebut mengindikasikan bahwa jika jauh sebelum Islam datang,
masyarakat Nusantara sudah berhubungan dengan dunia luar. Ada kemungkinan
Islam sudah masuk di Nusantara terjadi pada masa Kenabian atau masa hidupnya
Nabi Muhammad SAW.
Pendidikan Islam
Pendidikan
Islam
lebih
dikenal
dengan
Surau/langgar
yang
lebih
44
dapat diketahui bahwa pada abad ke-17 M di Jawa telah terdapat pesantren Sunan
Ampel di Surabaya, Sunan Giri di Gresik, Sunan Bonang di Tuban, dsb. Namun,
sejarah mencatat bahwa jauh sebelum itu telah ada sebuah pesantren dihutan Glagah
Arum (sebelah selatan Jepara) yang didirikan oleh Raden Fatah pada tahun 1475 M.
45
Mereka menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama diikuti bahasa Jepang
sebagai bahasa kedua. Selain itu, Jepang juga banyak menanamkan ideologi mental
kebangsaan dengan memberlakukan tradisi, seperti menyanyikan lagu kebangsaan
Jepang, senam bersama menggunakan lagu Jepang (taiso), mengibarkan bendera,
dan penghormatan terhadap kaisar.
PENDIDIKAN INDONESIA SETELAH KEMERDEKAAN
Era 1945-1965
Setelah Indonesia merdeka, Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) mengusulkan pembaruan pendidikan Indonesia. Ki Hajar Dewantara, yang saat itu
menjabat Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Indonesia, membentuk Panitia
Penyelidik Pengajaran untuk menyediakan struktur, bahan pengajaran, dan rencana
belajar di Indonesia. Kurikulum ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran bernegara
dan bermasyarakat, meningkatkan pendidikan jasmani, dan pendidikan watak. Dari upaya
tersebut, disusunlah kurikulum SR 1947 yang terdiri dari 15 mata pelajaran.
46
Pendidikan dan pengajaran bertujuan membentuk manusia susila yang cakap dan
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan
masyarakat dan tanah air. Pada periode ini, pendidikan di Indonesia telah tersusun atas
beberapa jenjang yang merupakan pengembangan dari jenjang yang terdapat pada zaman
pendudukan Belanda. Tingkatan pendidikan tersebut antara lain:
1. Taman Kanak-kanak (TK)
TK dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian A (anak 4 tahun) dan bagian B (anak 5
tahun). TK ditujukan untuk membantu perkembangan anak, serta interaksi anak
dengan alam dan lingkungan masyarakat sekitar.
2. Sekolah Dasar (SD)
SD berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan dasar pengetahuan yang
dibutuhkan anak.
3. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Siswa diharapkan dapat memperdalam keilmuan dasar dan memanfaatkannya sebagai
keterampilan untuk hidup di masyarakat.
4. Sekolah Menengah Atas (SMA)
SMA merupakan lembaga yang mengajarkan keahlian atau keterampilan spesifik.
Oleh karena itu, SMA sering disebut juga sekolah kejuruan. Masa pendidikan
berlangsung 4 tahun dimana lulusan SMA akan mendapat gelar sarjana muda.
5. Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi di Indonesia terdiri dari Universitas, Institut, Sekolah Tinggi,
dan Akademi. Universitas minimum terdiri dari 4 fakultas yang meliputi bidang
keagamaan, ilmu budaya, ilmu sosial, ilmu eksakta, dan teknik. Institut bertujuan
melaksanakan pendidikan dan melakukan penelitian. Sekolah tinggi difokuskan pada
pendidikan untuk satu cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan akademi menyediakan
pendidikan untuk keahlian khusus.
6. Pendidikan Guru
Pendidikan guru di Indonesia mengalami dinamika sepanjang periode ini. Awalnya,
terdapat Pendidikan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) yang tergabung dalam
Universitas FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Ketidakpuasan atas
FKIP membuat departement PP & K mendirikan Institut Pendidikan Keguruan (IPK)
47
yang menimbulkan konflik antar kedua belah pihak. Konflik ini ditengahi oleh
Presiden melalui Kepres No. 3/1963 dimana FKIP dan IPG dilebur menjadi IKIP.
Era 1965-1995
Memasuki tahun 1965, pendidikan di Indonesia memiliki misi untuk mengajarkan
dan menerapkan nilai-nilai Pancasila. Untuk melaksanakan misi tersebut, departemen
pendidikan dan kebudayaan menyusun kurikulum yang mencakup prinsip dasar
Pancasila.
Implementasi dari misi tersebut diawali dengan perubahan kurikulum di setiap
jenjang pendidikan. Melalui kurikulum SD 1968, pendidikan dasar diharapkan dapat
menyampaikan materi untuk mempertinggi mental budi pekerti, memperkuat keyakinan
agama, serta mempertinggi kecerdasan dan keterampilan. Sementara itu, kurikulum SMP
ditambah dengan pembentukan kelompok pembinaan jiwa pancasila, kelompok
pembinaan pengetahuan dasar, dan kelompok pembinaan kecakapan khusus. Kurikulum
SMA juga disempurnakan dengan tujuan membentuk manusia pancasila sejati,
mempersiapkan untuk masuk ke perguruan tinggi, serta mengajarkan keahlian sesuai
minat dan bakat.
Pada tahun 1989, melalui UU No. 2/1989, jenjang pendidikan di Indonesia
diperbarui menjadi tiga jenis yaitu:
Era 1995Sekarang
Indonesi masih mempertahankan sistem pendidikan sebelumnya dengan
melakukan pengubahan pada beberapa aspek, misalnya perubahan kurikulum. Dimana,
pengaruh politik sangat dominan memberikan pengaruh dalam hal ini. Sebagaimana yang
kita lihat, setiap pergantian periode pemerintahan tertentu biasanya diiringi oleh
perubahan beberapa hal dalam pendidikan, walaupun hanya berupa pengubahan nama
ataupun pengembangan dari program sebelumnya.
48
Pesantren sendiri, sistem pendidikan Islam yang ada di Indonesia yang terkendala
pada zaman penjajahan dan menjadi diskriminatif, tidak punah begitu saja. Ia tetap
terjaga meskipun tidak mendominasi sistem pendidikan. Pesantren dengan ciri yang khas
dan unik dianggap sebagai sistem pendididikan paling tua di Indonesia. Seiring dengan
kemajuan sistem pendidikan Indonesia secara keseluruhan, pendidikan Islam di Indonesia
juga mengalami perkembangan dan memiliki struktur/tingkatan pendidikan, antara lain:
Madrasah Ibtidaiyah
Madrasah Tsanawiyah
Madrasah Aliyah
Universitas Islam.