Anda di halaman 1dari 134

Standar Pelayanan

Publik

Edisi Revisi

Pusat Kajian Manajemen Pelayanan


Deputi II Bidang Kajian Manajemen Kebijakan dan
Pelayanan
Lembaga Administrasi Negara
2009

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Standar Pelayanan Publik, Langkah-langkah Penyusunan
----- Cet. 1. Jakarta, LAN, 2009.
128 hlm. : ilus. : 18,2 x 25,7 cm.
Bibliografi
ISBN : 978 602 95141 0 0
Hak Cipta pada
Pusat Kajian Manajemen Pelayanan LAN

Edisi Revisi
Cetakan Pertama, Juli 2009

Standar Pelayanan Publik, Langkah-langkah Penyusunan

Pusat Kajian Manajemen Pelayanan, Deputi II Bidang Kajian Kebijakan dan Pelayanan

Lembaga Administrasi Negara


Jl. Veteran No.10,
Jakarta 10110
Telp.
Fax

: ( 62 21 ) 345 5021 26 Ext. 171-173


: ( 62 21 ) 380 0187

StandarPelayananPublik

TIM PENYUSUN
Edisi Revisi
2009
Noorsyamsa Djumara
Achmad Sjihabuddin
Damayani Tyastianti
Ferry Firdaus
Marsono
Sri Wahyu Wijayanti
Gesma Dewi
Wisber Wiryanto
Erna Irawati
Puji Rahayu

Mariman Darto
Eddi Wibowo
Iih Faihaah
Lucia Suhartini
Nahwiyah
Edi Laksono
Fitri Handayani
Paino
Bambang Suhartono
Yuniati

Edisi Pertama
2003
Ismail Mohamad
Achmad Sjihabuddin
Teguh Widjinarko
Damayani Tyastianti
Ferry Firdaus
Achmad Nursalman

Hamidah Rosidanti
Dinner Purba
Martini Suryaningsih
Reni Suzana
Isti Heriani

SAMBUTAN
Sebagai salah satu lembaga yang bertanggungjawab dalam
mengembangkan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara,
Lembaga Administrasi Negara merasa perlu untuk turut serta dalam
mengembangkan secara konseptual suatu sistem yang diharapkan
berguna dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik. Untuk itu pada
tahun 2003 LAN telah membuat Buku Penyusunan Standar
Pelayanan. Buku ini telah didistribusikan ke berbagai instansi
penyelenggara pelayanan publik di Indonesia dan telah pula dijadikan
sebagai salah satu referensi utama penyusunan berbagai kebijakan dan
peraturan perundangan untuk peningkatan kualitas pelayanan publik
baik di pusat maupun di daerah. Namun seiring dengan dinamika
perkembangan berbagai kebijakan pemerintah dan mengantisipasi serta
menindaklanjuti berbagai perubahan kondisi lingkungan global
maupun nasional, buku ini dipandang perlu untuk mendapatkan
berbagai penyempurnaan.
Buku edisi revisi ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi
berbagai instansi pelayanan publik yang akan menyusun, menerapkan

iii

dan mengevaluasi standar pelayanan serta melakukan perbaikan secara


berkelanjutan. Selain itu buku ini juga diharapkan akan dapat
menambah pustaka dalam manajemen pelayanan publik. Para akademisi
dan praktisi yang peduli terhadap upaya peningkatan kualitas
manajemen pelayanan publik dapat mempergunakan buku ini untuk
memperluas wawasan dalam proses pembelajaran dan pemahaman
terhadap pelayanan publik. Hal lain yang tidak kalah penting adalah
masyarakat penerima pelayanan dapat juga membaca dan
memanfaatkan buku ini dalam upayanya untuk mengetahui hak,
kewajiban dan perannya dalam proses pelayanan publik.
Kepada Allah SWT kami mengucapkan syukur dengan telah
selesainya proses penyusunan dan penerbitan Buku Standar Pelayanan
Publik (edisi revisi) dan kepada Tim Penyusun kami ucapkan selamat
dan semoga kerja keras saudara dapat diterima oleh khalayak pelayanan
publik di Indonesia

iv

KATA PENGANTAR
Permasalahan-permasalahan yang sering muncul dalam bidang
pelayanan publik seperti kurang responsif, kurang informatif, kurang
aksesibel, lemahnya koordinasi, terlalu birokratis, kurang mau mendengar
keluhan/saran/aspirasi masyarakat serta masalah inefisien ditenggarai
sebagai akibat dari belum adanya transparansi dan standarisasi
pelayanan publik. Jika pelayanan sudah diselenggarakan dengan
mengikuti suatu standar yang jelas mengenai biaya, waktu, prosedur dan
persyaratan administratifnya tentulah masyarakat akan dapat menikmati
pelayanan publik yang berkualitas.
Standar Pelayanan adalah suatu tolok ukur yang dipergunakan
untuk acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji
dari pihak penyedia pelayanan kepada pelanggan untuk memberikan
pelayanan yang berkualitas, yaitu pelayanan yang cepat, menyenangkan,
tidak mengandung kesalahan, dan mengikuti proses serta prosedur yang
telah ditetapkan terlebih dahulu (LAN, 2003). Manfaat dari adanya
Standar Pelayanan diantaranya adalah dapat memberikan jaminan
kepada masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang baik,

memfokuskan pelayanan kepada masyarakat, dan menjadi media


komunikasi antara penyedia dan pengguna pelayanan publik.
Sebenarnya LAN telah menerbitkan sebuah buku pedoman
Penyusunan Standar Pelayanan Publik pada tahun 2003 yang telah
memberikan kontribusi penting dalam penyusunan Peraturan MenPan
No, 20 tahun 2006 tentang Penyusunan Standar Pelayanan Publik serta
telah banyak dimanfaatkan sebagai acuan di berbagai instansi pusat dan
daerah dalam penyusunan standar pelayanannya dalam kurun waktu
2003 2008. Buku ini juga telah dipakai sebagai buku referensi dalam
berbagai Diklat Teknis di berbagai instansi di Indonesia. Namun seiring
dengan berbagai perkembangan, baik kondisi masyarakat maupun
kebijakan pemerintah sendiri, buku Penyusunan Standar Pelayanan
Publik tersebut membutuhkan beberapa penyempurnaan, baik secara
substansif maupun implementatif. Dari pengalaman praktek
penyusunan standar di beberapa instansi, tim kajian menemukan
beberapa kelemahan, diantaranya belum mempertimbangkan Pelayanan
Inklusif (berbasis ragam kebutuhan pelanggan) dalam penyusunan
standar pelayanan karena sifat sebuah standar memang lebih cenderung
memperhatikan mainstream pelanggan tanpa adanya pengecualian.
Di samping itu beberapa hal yang menyangkut prosedur (SOP) dan
petugas penyedia pelayanan secara lebih detail dijelaskan dalam edisi
revisi ini sehingga diharapkan dapat membantu peningkatkan kualitas
standar pelayanan yang akan dikembangkan. Hal lain yang
mendapatkan penekanan dalam buku edisi revisi ini adalah pentingnya
memperhatikan faktor faktor penentu keberhasilan serta strategi
penerapan standar pelayanan itu sendiri. Hal lain lagi yang secara
explisit dinyatakan adalah pentingnya monitoring dan evaluasi yang
memungkinkan adanya proses peningkatan berkelanjutan (continous
improvement). Dengan adanya penyempurnaan ini, diharapkan buku

vi

Penyusunan Standar Pelayanan akan menjadi sebuah buku pedoman


yang lebih komprehensif dan applicable.
Dalam kesempatan ini kami menghaturkan terima kasih yang tak
terhingga kepada narasumber: Prof. DR. Agus Dwiyanto; DR. Erwan
Agus Purwanto; DR. Drajad Tri Kartono; dan Tri Widodo, SH., MA.,
atas segala masukan dan kritik yang disampaikan dalam proses
penyusunan buku ini.
Para pembaca yang budiman, akhirnya ingin kami sampaikan pula
sebuah pepatah tiada gading yang tak retak oleh karena itu segala
kritik, saran dan masukan yang konstruktif akan kami terima dengan
lapang hati. Terima kasih.

Jakarta, Juli 2009


Deputi Bidang Kajian Manajemen Kebijakan dan Pelayanan

Noorsyamsa Djumara

vii

StandarPelayananPublik

DAFTAR ISI
Hal.

BAB 1

BAB 2

Halaman Judul

Tim Penyusun

ii

Sambutan

iii

Kata Pengantar

Daftar Isi

ix

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan Penyempurnaan Buku

1.3 Sistematika Buku

PARADIGMA PELAYANAN PUBLIK


2.1 Pergeseran Peran Peran Pemerintah
Dalam Penyelengggaraan Pelayanan Publik

1) Pola Hubungan Antara Birokrasi dan Warga

10
12

Saat ini
2) Pola Ideal Hubungan antara Birokrasi

13

dengan Warga

BAB 3

2.2 Ruang Lingkup Pelayanan Publik

15

1) Konsep Pelayanan Publik

15

2) Kelompok Pelayanan Publik

17

3) Prinsip-prinsip Pelayanan

18

4) Karakteristik Pelayanan

19

2.3 Kualitas Pelayanan

19

2.4 Tantangan dan Kendala

26

FAKTOR-FAKTOR PENENTU
KEBERHASILAN

29

Daftar Isi

ix

StandarPelayananPublik

Hal.
3.1. Kepemimpinan

29

1) Definisi Kepemimpinan

30

2) Mengapa Faktor Kepemimpinan Sangat

34

Penting
3) Bagaimana Kepemimpinan Mendorong

36

Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan


Stndar Pelayanan
3.2. Budaya Pelayanan

38

1) Definisi Budaya Pelayanan

38

2) Mengapa Budaya Pelayanan Penting ?

39

3) Bagaimana Menerapkan Budaya

40

Pelayanan Yang Baik?


3.3. Sumber Daya

BAB 4

42

1) Sumber Daya Manusia

43

2) Sumber Pembiayaan

46

3) Sarana dan Prasarana

46

4) Teknologi Informasi

47

3.4

Kelembagaan

48

3.5

Peraturan Perundangan Terkait

52

PERANCANGAN STANDAR PELAYANAN


PUBLIK
4.1 Pengertian, Prinsip dan Ruang Lingkup

4.2

55
55

1) Standar Pelayanan

56

2) Standar Pelayanan Minimal (SPM)

57

3) Standard Operating Procedures (SOP)

58

4) Maklumat Pelayanan

62

Langkah-langkah Penyusunan Standar


Pelayanan

64

1) Analisis Pra Kondisi

64

Daftar Isi

StandarPelayananPublik

Hal.
2) Identifikasi Jenis Pelayanan dan Pelanggan

65

3) Identifikasi Harapan Pelanggan

66

4) Identifikasi Visi dan Misi

68

5) Analisis Proses dan Prosedur, Persyaratan,

69

Sarana dan Prasarana, Waktu, Biaya


Pelayanan
6) Analisis Kualifikasi Personel dan

72

Keterkaitan dengan Standar Pelayanan


yang lain.
7) Penentuan Mekanisme Pengaduan

73

8) Pengemasan dan Penyajian Standar

76

Pelayanan
BAB 5

BAB 6

PENERAPAN STANDAR PELAYANAN


5.1 Uji Coba Draft SP

77

5.2

Review Hasil Uji Coba

79

5.3

Pengesahan SP

80

5.4

Pelatihan

80

5.5

Pengkomunikasian SP

83

5.6

Penerapan SP

85

5.7

Monitoring dan Evaluasi

86

5.8

Review Hasil Penerapan untuk Peningkatan


Kualitas Berkelanjutan

98

77

99

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

101

LAMPIRAN

105

Daftar Isi

xi

BAB 1. PENDAHULUAN

StandarPelayananPublik

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Reformasi birokrasi yang di dalamnya juga mencakup reformasi
di bidang pelayanan publik secara bertahap telah dilaksanakan namun
hasilnya masih belum seperti yang diharapkan. Tuntutan akan
pelayanan yang kondusif bagi terciptanya kesejahteraan rakyat masih
terus diupayakan perbaikannya. Salah satu upaya perbaikan tersebut
adalah dengan mengadopsi secara kritis pola manajemen sektor
swasta. Hal ini terjadi karena organisasi sektor swasta terbukti lebih
baik dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya karena lebih
responsif terhadap tuntutan para pelanggan mereka.
Sektor swasta telah mengupayakan berbagai macam cara untuk
meningkatkan kepuasan pelanggan. Misalnya jika sebuah organisasi
Bab1Pendahuluan

StandarPelayananPublik

swasta menghasilkan produk pelayanan berupa barang, maka


standarisasi produk merupakan cara yang banyak ditempuh untuk
menjamin bahwa produk-produk yang mereka hasilkan memiliki
kualitas yang baik. Tentu saja untuk menghasilkan produk dengan
standar kualitas yang baik tersebut sektor swasta juga menerapkan
standar bagaimana produk-produk tersebut dihasilkan. Hal ini
misalnya, dapat dilihat dari bagaimana para produsen mobil seperti
Toyota, Mercedes Benz, General Motor, dan lain-lain berusaha
menerapkan standar produk yang memiliki akurasi yang sangat tinggi
sehingga setiap produk yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang
sama.
Kondisi serupa juga terjadi apabila produk layanan yang
dihasilkan oleh sektor swasta berupa jasa. Standarisasi prosedur
pelayanan merupakan cara yang dilakukan oleh organisasi bisnis
untuk menjamin bahwa pelayanan yang diberikan memiliki kualitas
yang baik. Bagaimana cara hotel-hotel berbintang, rumah makan,
maskapai penerbangan, bank dan lain-lain memberikan pelayanan
yang prima kepada pelanggan mereka merupakan contoh betapa
organisasi bisnis berusaha memposisikan pelanggan sebagai raja dan
menghargai setiap rupiah uang yang mereka keluarkan dengan
bentuk-bentuk layanan yang memuaskan.
Pada masa lalu sektor publik menganggap less dependent terhadap
customer-nya yaitu warga negara. Namun perkembangan sekarang
menunjukkan sumber pendapatan pemerintah hampir 70% nya
didapatkan dari pajak. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan
birokrasi saat ini sangat tergantung dari warga negaranya. Di pihak
lain masyarakat sebagai lingkungan eksternal birokrasi juga mengalami
perubahan secara terus menerus. Perubahan tersebut didorong oleh
rasionalitas yang terus meningkat yang pada gilirannya mempengaruhi
preferensi masyarakat di dalam menjalani kehidupan mereka,
2

Bab1Pendahuluan

StandarPelayananPublik

termasuk bagaimana mereka berhubungan dengan birokrasi dalam


memperoleh pelayanan publik. Tentu saja perubahan-perubahan
tersebut tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja tanpa mengambil
resiko birokrasi akan ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri. Secara
teoritis struktur dan mekanisme kerja birokrasi pemerintah mestinya
merespon perubahan-perubahan masyarakat.
Sebenarnya pemerintah juga telah berusaha untuk merespon hal
tersebut, misalnya dengan mengubah struktur kelembagaan. Akan
tetapi, struktur tersebut dalam suatu tatanan kelembagaan seringkali
hanya menjadi wadah bagi kepentingan para aparatur birokrasi dan
kurang berperan di dalam mengembangkan dan meningkatkan
pelayanan. Aspek lain yang sama pentingnya dengan struktur adalah
aturan atau mekanisme bagaimana aparatur birokrasi harus bekerja,
berperilaku, dan bersikap dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Agar jutaan aparat birokrasi yang tersebar dalam berbagai
struktur di pusat sampai di daerah mampu memberikan pelayanan
publik dengan kualitas yang sama bagusnya itulah, maka diperlukan
suatu standar pelayanan.
Standar Pelayanan adalah suatu tolok ukur yang dipergunakan
untuk acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji
dari pihak penyedia pelayanan kepada pelanggan untuk memberikan
pelayanan yang berkualitas, yaitu pelayanan yang cepat,
menyenangkan, tidak mengandung kesalahan, dan mengikuti proses
serta prosedur yang telah ditetapkan terlebih dahulu (LAN, 2003).
Manfaat dari adanya Standar Pelayanan diantaranya adalah dapat
memberikan jaminan kepada masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan publik yang baik, memfokuskan pelayanan kepada
masyarakat, dan menjadi media komunikasi antara penyedia dan
pengguna pelayanan publik.
Bab1Pendahuluan

StandarPelayananPublik

Meskipun demikian harus disadari bahwa standar pelayanan


lebih banyak berhubungan atau menyentuh dimensi mental dari para
aparatur. Implikasinya adalah apabila perubahan struktur lebih
mudah dilakukan, akan tetapi tidak demikian dengan penerapan
standar pelayanan. Keberhasilan penerapan standar pelayanan oleh
aparat birokrasi sangat tergantung pada penerimaan perilaku, sikap
dan cara bekerja yang baru tersebut sabagai bagian dari budaya
birokrasi yang diyakini kebenarannya sebagai sistem nilai dan normanorma yang akan melandasi para birokrat untuk bersikap dan
berperilaku.
Dengan demikian, penerapan standar pelayanan yang konsisten
memang tidak mudah untuk dilakukan. Menurut Fukuyama (2002)
jika melakukan perubahan dimensi struktural birokrasi mudah
dilakukan karena dapat diimpor atau diadopsi dari negara-negara
maju, hal yang sama tidak dapat dilakukan pada budaya birokrasi.
Perubahan budaya yang menjadi dasar birokrat bersikap dan
berperilaku merupakan bagian tersulit untuk diubah atau direformasi.
Sayangnya tanpa budaya birokrasi yang tepat, penerapan standar
pelayanan tidak akan dapat diterapkan dengan baik. Sebagai
gambaran, standar pelayanan publik sebagai pengejawantahan dari
paradigma warga negara sebagai principal yang mensyaratkan adanya:
transparansi, akuntabilitas, kepastian prosedur, kepastian waktu dan
lain-lain dalam pelayanan publik tidak akan terlaksana di dalam suatu
sistem birokrasi yang menganut budaya kekuasaan di mana para
birokratnya memposisikan dirinya lebih tinggi dari masyarakat yang
dilayaninya. Standar pelayanan yang menerapkan berbagai syarat
tersebut hanya akan dapat dilakukan apabila aparat birokrasi
mengembangkan budaya untuk menginternalisasi sebuah kesadaran
baru bahwa birokrat adalah pelayan masyarakat atau civil servant.

Bab1Pendahuluan

StandarPelayananPublik

1.2. Tujuan Penyempurnaan Buku


Sebagai salah satu lembaga yang bertanggungjawab dalam
mengembangkan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara,
Lembaga Administrasi Negara merasa perlu untuk turut serta dalam
mengembangkan secara konseptual suatu sistem yang diharapkan
berguna dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik. Untuk itu
pada tahun 2003 LAN telah membuat Buku Penyusunan Standar
Pelayanan. Namun seiring dengan perkembangan berbagai kebijakan
dan kondisi lingkungan global maupun nasional, buku tersebut
memerlukan berbagai penyempurnaan.
Buku ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi sebuah
lembaga pelayanan publik yang akan menyusun standar pelayanan.
Karena dalam buku ini dijelaskan secara rinci hal-hal apa yang harus
dipersiapkan sebelum membuat sebuah standar pelayanan sampai
pada tahap monitoring dan evaluasi, sebagai upaya perbaikan
berkelanjutan dari standar pelayanan yang telah disusun.
Selain itu buku ini juga akan dapat menambah pustaka dalam
manajemen pelayanan publik. Para akademisi dan praktisi yang peduli
terhadap upaya peningkatan kualitas manajemen pelayanan publik
dapat mempergunakan buku ini untuk memperluas wawasan dalam
proses pembelajaran dan pemahaman terhadap pelayanan publik.
Dan yang tidak kalah pentingnya adalah masyarakat penerima
pelayanan dapat menyadari hak, kewajiban dan perannya dalam
pelayanan publik.
1.3. Sistematika Buku
Untuk memudahkan pemahaman pengguna, buku ini disusun
secara sistematis dalam enam bab yang berkaitan dan lampiran yang

Bab1Pendahuluan

StandarPelayananPublik

berisikan berbagai formulir yang dapat membantu penyusunan


standar pelayanan di instansi pemerintah.
Bab 1. Pendahuluan. Bab ini berisikan latar belakang mengapa
perlu dilakukan penyempurnaan terhadap buku Standar Pelayanan
terdahulu. Selain itu dipaparkan juga arti penting standar pelayanan
dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik serta manfaat dari
buku standar pelayanan publik ini.
Bab 2. Paradigma Pelayanan Publik. Pada bab ini dijelaskan
bagaimana pergeseran peran pemerintah dari waktu ke waktu dan
pergeseran paradigma pelayanan publik dari Old Public Management
(OPA), bergeser ke New Public Management (NPM) dan terakhir
berkembang paradigma New Public Service (NPS). Selain itu juga
dipaparkan mengenai konsep dan teori pelayanan publik, konsep
kualitas pelayanan publik serta hambatan dan tantangan yang
dihadapi oleh sektor pelayanan publik di masa sekarang dan masa
yang akan datang.
Bab 3. Faktor Kunci Keberhasilan Standar Pelayanan. Bab ini
berisikan kondisi faktor-faktor yang harus ada agar standar pelayanan
yang disusun dapat berhasil dalam pelaksanaannya. Faktor-faktor
tersebut antara lain meliputi kepemimpinan, sumber daya,
kelembagaan, penganggaran, dan lain-lain. Dalam bab ini juga dibahas
pengertian mengenai faktor tersebut, bagaimana existing condition di
Indonesia, serta bagaimana yang seharusnya agar standar pelayanan
publik dapat disusun dan dilaksanakan dengan berhasil.
Bab 4. Perancangan Standar Pelayanan. Mengetengahkan
mengenai pengertian, prinsip dan ruang lingkup standar pelayanan
publik. Juga dijelaskan secara jelas mengenai perbedaan antara
Standar Pelayanan (SP) dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
6

Bab1Pendahuluan

StandarPelayananPublik

Bagian paling penting dari bab ini adalah penjelasan mengenai


langkah-langkah penyusunan, dari mulai tahap persiapan, metode
yang digunakan sampai dengan langkah-langkah pra penerapannya.
Bab 5. Penerapan Standar Pelayanan. Bab ini memberikan
penjelasan tentang langkah-langkah penerapan standar pelayanan
mulai dari tahap uji coba, review hasil uji coba, pengesahan, pelatihan,
pengkomunikasian, serta monitoring dan evaluasi.
Bab 6. Penutup. Bab ini memberikan penegasan kembali hal-hal
penting dalam penyusunan standar pelayanan.

Bab1Pendahuluan

BAB 2. PARADIGMA PELAYANAN PUBLIK

StandarPelayananPublik

BAB 2

PARADIGMA PELAYANAN
PUBLIK

Berbicara mengenai pelayanan tentu tidak terlepas dari pembahasan


mengenai paradigma pelayanan itu sendiri. Paradigma pelayanan akan
sangat menentukan bagaimana pelayanan akan didesain dan cara
pandang terhadap siapa yang dilayani, bagaimana peranan pemerintah,
kelembagaan dan hal-hal lain yang akan berpengaruh langsung maupun
tidak langsung terhadap kualitas pelayanan publik yang
diselenggarakan. Sebagai contoh, jika sebuah negara menganut
paradigma Old Public Administration (OPA), dengan kata lain adalah
birokrasi Weberian, yang cenderung bersifat hierarkis, kaku, lamban
dan berbelit-belit, akan berimplikasi pada rendahnya kualitas pelayanan
yang rendah. Budaya low trust terhadap masyarakat yang dilayani, yang
melekat pada birokrasi Weberian, juga akan mengakibatkan mental

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

birokrat yang cenderung meminta untuk dilayani dan bukan melayani


mayarakat.
2.1.

Pergeseran Peran Pemerintah Dalam Penyelenggaraan Pelayanan


Publik

Salah satu fungsi utama dalam penyelenggaraan pemerintah adalah


memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat. Untuk
itulah perumusan tentang peran pemerintah merupakan bagian yang
sangat penting, karena dari sinilah bisa dipetakan fungsi-fungsi
penyelenggaraan pemerintahan dalam pelayanan publik. Sejarah
membuktikan bahwa seiring berjalannya waktu, dominasi peranan
pemerintah dan swasta dalam penyelenggaraan pelayanan mengalami
pasang surut. Namun secara umum, dari waktu ke waktu peran negara
yang terlalu dominan terus digugat. Gugatan terhadap dominasi negara
tersebut pada dasarnya juga mencerminkan pertentangan dua ideologi
besar yang terjadi pasca Perang Dunia II, yaitu antara sosialisme di satu
sisi dengan liberalisme di sisi yang lain. Sosialisme memposisikan
institusi negara sebagai aktor dominan dalam mengelola kepentingan
publik. Sementara itu liberalisme justru memposisikan negara pada
posisi yang sebaliknya. Walaupun tetap membutuhkan kehadiran
negara, akan tetapi negara-negara yang menganut paham liberalisme
mendorong agar pasar memiliki peran yang lebih dominan (Pratikno,
2007:123).
Makin meluasnya ideologi liberalisme, yang ditandai dengan
keruntuhan tembok Berlin, bubarnya Uni Soviet dan negara-negara
satelitnya di Eropa Timur, membuat dominasi negara sebagaimana
digagas oleh ideologi sosialisme makin merosot. Pierre dan Peters
(2000: 4) mencatat bahwa tahun 1980-an sampai dengan tahun 1990-an
merupakan era di mana peran negara mengalami kemorosotan yang
paling significant. Di negara-negara Eropa, terutama Inggris di masa

10

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

pemerintahan MargarethThatcher, gelombang privatisasi terjadi secara


besar-besaran. Inefisiensi yang terjadi di berbagai perusahaan negara
seperti kereta api, air minum, listrik, dan lain-lain membuat pilihan
privatisasi menjadi cara yang dianggap paling baik untuk
menyelamatkan keuangan negara. Di luar Eropa, peran negara yang
sangat penting sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi di negaranegara Asia juga mengalami penurunan yang sangat radikal pasca krisis
ekonomi yang melanda kawasan ini pada tahun 1998. Skema IMF dan
Bank Dunia dalam memberikan bantuan yang mensyaratkan negaranegara yang dilanda krisis untuk memangkas peran pemerintah dalam
berbagai sektor merupakan salah satu penyebab makin mengecilnya
peran negara di kawasan Asia tersebut. Bahkan sebelum krisis melanda
negara-negara Asia, Fukuyama (2002:6) menyebut IMF, Bank Dunia,
serta pemerintah Amerika telah mengeluarkan suatu paket yang disebut
sebagai Konsensus Washington yang menekankan pentingnya
serangkaian langkah untuk mengurangi derajat campur tangan negara
dalam menangani masalah perekonomian.
Namun demikian, sejarah juga mencatat bahwa memberikan peran
kepada sektor swasta terlalu berlebihan ternyata juga berimplikasi sama
buruknya dengan melakukan monopoli kekuasaan yang dilakukan oleh
negara. Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat saat ini yang
dipicu oleh berbagai skandal yang dilakukan oleh sektor swasta melalui
praktik-praktik bisnis yang curang pasca kejatuhan Lehman Brothers,
Meryll Linch, dan berbagai perusahan besar lainnya membuat para
penganjur liberalisme mulai berfikir ulang. Skema bailout yang
diusulkan oleh pemerintahan Obama menunjukan adanya gejala
meningkatnya kembali peran negara manakala pasar yang dianggap

Konsensus Washington ini sering juga disebut sebagai Neoliberalisme oleh mereka-mereka yang
menentang globalisasi (cf. Williamson, 1994).

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

11

StandarPelayananPublik

mampu memecahkan semua urusan publik dengan lebih efektif, efisien,


dan responsif ternyata gagal mewujudkan janjinya (Purwanto, 2009).
Singkat kata, berbagai kegagalan praktik pasar bebas mengindikasikan bahwa negara masih akan memiliki peran yang cukup penting
dalam memberikan pelayanan publik. Di Indonesia, berbagai bentuk
pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, transportasi
publik dan pemenuhan kebutuhan bahan pokok yang lain, seperti
sembako, masih membutuhkan intervensi pemerintah. Di lain pihak,
meskipun negara masih akan memiliki peran yang penting hal ini tidak
berarti bahwa sektor swasta dan masyarakat madani (civil society
organization, CSO) tidak perlu diberi peran. Realitas bahwa prinsipprinsip yang diterapkan oleh manajemen swasta dalam mengelola
pelayanan lebih efisien dan tanggap pada kepentingan pelanggan serta
pendekatan yang dilakukan oleh CSO yang lebih responsif terhadap
kebutuhan masyarakat menunjukkan bahwa pemerintah perlu belajar
dan bekerja sama bagaimana sektor swasta dan CSO bekerja
memberikan pelayanan publik.
1) Pola Hubungan Antara Birokrasi dan Warga Saat ini
Selain peranan pemerintah dan swasta dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, hal lain yang harus dipahami adalah bagaimana
sebenarnya pola hubungan antara birokrasi dan warga yang seharusnya
terjadi. Di Indonesia, birokrasi berperan sebagai pemegang kekuasaan
dan masyarakat sebagai obyeknya. Selain masih mengadopsi paradigma
OPA, kondisi di Indonesia bahkan diperparah lagi oleh warna birokrasi
kerajaan dan birokrasi kolonial. Tentu saja perilaku dan budaya yang
berkembang dalam birokrasi adalah budaya meminta untuk dilayani
dan mengontrol kehidupan warga karena dilandasai distrust terhadap
warganya. Terbukti dengan tugas birokrasi yang lebih banyak membuat
serangkaian peraturan yang mengharuskan masyarakat terlebih dahulu
mendapatkan berbagai persetujuan, baik dari tingkat RT, RW, desa,
12

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

Kecamatan dan kabupaten sebelum bisa mendapatkan pelayanan KTP,


akta kelahiran, dan perijinan-perijinan lain. Dengan demikian pola
hubungan antara birokrasi dan warga yang terjadi di Indonesia saat ini,
masih belum seperti yang diharapkan, sebagaimana dapat dilihat pada
gambar berikut:
Pola Hubungan antara Birokrasi dengan Warga
Saat Ini
Birokrasi

Pemegang Kekuasaan

Mengontrol

Rakyat

Obyek Kekuasaan

Melayanani, mematuhi dan menghormati


(Sumber : Dwiyanto:2009)

Seiring dengan meningkatnya pendidikan dan kesadaran masyarakat


akan hak-haknya, masyarakat Indonesiapun mulai menuntut perubahan
terhadap kondisi-kondisi di atas. Norma-norma, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi saat ini mempengaruhi preferensi
masyarakat tentang bagaimana mereka ingin dilayani, cara pelayanan
yang menurut mereka masuk akal, sikap dan perilaku petugas seperti
apa yang dikehendaki dan sebagainya.
2) Pola Ideal Hubungan antara Birokrasi dengan Warga

Secara teori, hubungan antara pemerintah sebagai rezim pelayanan


dengan warganya adalah bersifat kontraktual, seperti hubungan antara
principal dan agents. Warga sebagai principal dan penyelenggara
pelayanan sebagai agents. Dengan demikian kedudukan warga dalam
sebuah negara adalah sebagai principal yang memberi mandat kepada
birokrasi untuk menyelenggarakan pemerintahan dan berhak untuk
mendapatkan pelayanan. Dengan kata lain pelayanan publik adalah hak

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

13

StandarPelayananPublik

dan bukan pemberian dari birokrasi. Hak ini didapatkan karena warga
membayar pajak untuk membiayai kegiatan pelayanan publik, seperti
yang diinginkannya. Sebagai pemegang mandat (principal), warga melalui
wakil-wakilnya di lembaga legislatif menentukan apa pelayanan dasar
yang harus dipenuhi oleh pemerintahnya dan karenanya mereka berhak
menuntut kepada pemerintahnya untuk memenuhi pelayanan yang
sudah disepakatinya melalui proses politik. Sementara birokrasi
pelayanan berkewajiban mematuhi keputusan politik warga dan
menyelenggarakan pelayanan sebagaimana ditentukan dan dikehendaki
oleh warganya. Secara grafis pola tersebut dapat dijelaskan dalam
gambar berikut ini:
Pola Ideal Hubungan antara Birokrasi dengan Warga
Mengontrol
Birokrasi

Agen

Rakyat

Prinsipal

Melayani, mematuhi dan menghormati

(Sumber: Dwiyanto, 2009)

Rakyat sebagai pembayar pajak memberikan mandat kepada


birokrasi untuk menyelenggarakan dan memenuhi kebutuhan mereka
terhadap berbagai jenis pelayanan, sementara birokrasi harus melayani,
mematuhi dan menghormati warga sebagai prinsipalnya: apa yang
menjadi hak warga; kualitas dan kuantitas; prinsip dan azas
penyelenggaraannya; manajemen dan akuntabilitasnya. Di lain pihak
berapa besarnya pajak yang harus dibayar tergantung pada berapa
banyak yang diminta dan berapa tinggi tuntutan kualitas pelayanan

14

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

publik yang dikehendaki oleh warga. Dengan demikian, di negara


dengan sistem perpajakan yang baik, besaran pajak selalu terkait dengan
kuantitas dan kualitas pelayanan publik. Sebagai contoh, di negaranegara kesejahteraan (welfare states), tingkat pajak sangat tinggi karena
cakupan dan kualitas pelayanan yang diminta juga sangat tinggi.
Hal lain yang perlu diingat adalah bahwa semua warga negara
memiliki hak-hak dasar yang sama, tanpa kecuali. Semua jenis
pelayanan yang diselenggarakan harus dapat diakses semua warga,
termasuk kelompok minoritas, termarginalkan, dan masyarakat dengan
kebutuhan khusus (different ability people). Dengan demikian birokrasi
harus memastikan bahwa dalam mendesain pelayanan publik seluruh
proses, fasilitas, dan tempat pelayanan harus mudah diakses oleh semua
warga dan tidak mentolerir diskriminasi sekecil apapun dan dengan
dasar atau dalih apapun.
2.2.

Ruang Lingkup Pelayanan Publik


1) Konsep Pelayanan Publik

Secara teori terdapat beberapa konsep yang berbeda tentang


pelayanan publik dan pilihan terhadap konsep pelayanan publik
memiliki implikasi yang luas terhadap penyelenggaraan pelayanan
publik. Dalam arti yang sempit, pelayanan publik adalah suatu
tindakan pemberian barang dan jasa kepada masyarakat oleh
pemerintah dalam rangka tanggung jawabnya kepada publik, baik
diberikan secara langsung maupun melalui kemitraan dengan swasta
dan masyarakat, berdasarkan jenis dan intensitas kebutuhan
masyarakat, kemampuan masyarakat dan pasar. Konsep ini lebih
menekankan bagaimana pelayanan publik berhasil diberikan melalui
suatu delivery system yang sehat. Pelayanan publik ini dapat dilihat seharihari di bidang administrasi, keamanan, kesehatan, pendidikan,

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

15

StandarPelayananPublik

perumahan, air bersih, telekomunikasi, transportasi, bank, dan


sebagainya.
Tujuan pelayanan publik adalah menyediakan barang dan jasa yang
terbaik bagi masyarakat. Barang dan jasa yang terbaik adalah yang
memenuhi apa yang dijanjikan atau apa yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Dengan demikian pelayanan publik yang terbaik adalah
yang memberikan kepuasan terhadap publik, kalau perlu melebihi
harapan publik.
Sedangkan dalam arti yang luas, konsep pelayanan publik (public
service) identik dengan public administration yaitu berkorban atas nama
orang lain dalam mencapai kepentingan publik (Perry, 1989). Dalam
konteks ini pelayanan publik lebih di titikberatkan kepada bagaimana
elemen-elemen administrasi publik seperti policy making, desain
organisasi, dan proses manajemen dimanfaatkan untuk mensukseskan
pemberian pelayanan publik, di mana pemerintah merupakan pihak
provider yang diberi tanggung jawab (Keban, 2001).
Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
No:62/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan publik diartikan sebagai
kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan
publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan
maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan publik pada dasarnya adalah sebuah kegiatan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar sesuai
dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan penduduk atas barang,
jasa dan atau pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh
penyelenggara pelayanan publik dalam hal ini adalah pemerintah, baik
pemerintah pusat/pemerintah daerah maupun BUMN/BUMD (LAN,
2003).

16

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

Hakekat pelayanan publik menurut LAN (2004) adalah pemberian


pemenuhan pelayanan kepada masyarakat yang merupakan perwujudan
kewajiban pemerintah sebagai abdi masyarakat.
Dwiyanto (2009) mendefinisikan pelayanan publik dalam arti umum
dan luas. Pelayanan publik adalah pelayanan yang diselenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara. Dalam Undangundang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan
bahwa: Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang
berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan,
pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar; sedangkan
urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan
dan kekhasan daerah.
Pengertian atau definisi pelayanan publik yang dipakai dalam buku
ini adalah pelayanan publik dalam arti sempit. Dengan kata lain
penyedia pelayanan publik yang dimaksudkan di sini adalah
pemerintah, atau instansi pemerintah.
2) Kelompok Pelayanan Publik
Pengelompokkan pelayanan publik bisa didasarkan atas berbagai
kriteria. Sedangkan pengelompokkan dalam buku ini mengikuti atau
sesuai dengan pengelompokkan dalam Surat Keputusan Menteri
Pendayagunaan
Aparatur
Negara
(PAN)
Nomor
63/KEP./M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik. Dalam surat keputusan ini pelayanan publik dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu :

Pertama, Kelompok Pelayanan Administratif, yaitu pelayanan yang


menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh
publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi,
kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya.

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

17

StandarPelayananPublik

Contoh : KTP, Akta Kelahiran, Akta Kematian, SIM, STNK, BPKB,


IMB, Paspor dan sebagainya.

Kedua, Kelompok Pelayanan Barang yaitu pelayanan yang


menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh
publik, misalnya jaringan telepon, tenaga listrik, air bersih dan
sebagainya.

Ketiga,

Kelompok Pelayanan Jasa, yaitu pelayanan yang


menghasilkan berbagai jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya
pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan jasa transportasi,
pos dan sebagainya.
3) Prinsip-prinsip Pelayanan
Penyelenggaraan pelayanan publik perlu memperhatikan dan
menerapkan prinsip, standar, pola penyelenggaraan, biaya, tingkat
kepuasan masyarakat, pengawasan penyelenggaraan, penyelesaian
pengaduan sengketa, serta evaluasi kinerja penyelenggaraan pelayanan
publik. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh Menteri/Pimpinan
LNPD dalam menyusun Standar Pelayanan Minimal seperti dituangkan
dalam Permendagri No. 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis
Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal adalah: (1)
Konsensus, yaitu disepakati bersama oleh komponen-komponen atau
unit-unit kerja yang ada pada departemen/LNPD yang bersangkutan,
(2) Sederhana, yaitu mudah dimengerti dan dipahami, (3) Nyata, yaitu
memiliki dimensi ruang dan waktu serta persyaratan atau prosedur
teknis, (4) Terukur, yaitu dapat dihitung atau dianalisis, (5) Terbuka,
yaitu dapat diakses oleh seluruh warga atau lapisan masyarakat, (6)
Terjangkau, yaitu dapat dicapai bersama SPM jenis-jenis pelayanan
dasar lainnya dengan menggunakan sumber-sumber daya dan dana yang
tersedia, (7) Akuntabel, yaitu dapat dipertanggungjawabkan kepada
publik, dan (8) Bertahap, yaitu mengikuti perkembangan kebutuhan
18

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

dan kemampuan keuangan, kelembagaan dan personil dalam


pencapaian SPM.
4) Karaktaristik Pelayanan Publik
Berbagai bentuk pengelolaan organisasi pelayanan publik tersebut,
penyediaan pelayanan publik yang dikelola oleh pemerintah pada
dasarnya memiliki karaktaristik: (1) memiliki dasar hukum yang jelas
dalam penyelenggaraannya, (2) memiliki kelompok kepentingan yang
luas termasuk kelompok sasaran yang ingin dilayani (wide stakeholders),
(3) memiliki tujuan sosial, (4) dituntut untuk akuntabel kepada publik,
(5) memiliki konfigurasi indikator kinerja yang perlu kelugasan
(complex and debated performance indicators), serta (6) seringkali menjadi
sasaran isu politik. Berbeda dengan pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah, penyediaan pelayanan oleh sektor swasta memiliki
karaktaristik: (1) didasarkan kepada kebijakan Dewan Direksi (board of
directors), (2) terfokus pada pemegang saham (shareholder) dan
manajemen, (3) memiliki tujuan mencari keuntungan, (4) harus
akuntabel pada kalangan terbatas (limited shareholders), (5) kinerjanya
ditentukan atas dasar kinerja manajemen, termasuk didalamnya
kinerja finansial, serta (6) tidak terlalu terkait dengan isu politik.
2.3.

Kualitas Pelayanan

Pelayanan yang baik hanya akan diwujudkan apabila didalam


organisasi pelayanan terdapat sistem pelayanan yang mengutamakan
kepentingan warga negara khususnya pengguna jasa pelayanan dan
sumber daya manusia yang berorientasi pada kepentingan warga negara.
Fokus pada kepentingan warga negara merupakan hal yang mutlak
dilakukan oleh tiap-tiap unit pelayanan, dikarenakan keberadaan unit
pelayanan publik bergantung pada ada tidaknya warga negara yang
membutuhkan jasa pelayanan publik. Oleh karena itu, penyelenggaraan

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

19

StandarPelayananPublik

pelayanan publik yang berkualitas sudah menjadi tuntutan bagi


pemerintah. Terlebih saat ini, dimana pelayanan publik tidak hanya
harus mampu berkompetisi dengan swasta, akan tetapi pelayanan
publik juga harus mampu bersaing di tingkat Internasional. Kualitas
pelayanan ini merupakan suatu hal yang sangat penting bagi organisasi
penyedia pelayanan.
Goetsch dan Davis (2002) mendefinisikan kualitas pelayanan
sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan. Kualitas pelayanan juga diartikan sebagai sesuatu yang
berhubungan dengan terpenuhinya harapan/ kebutuhan pelanggan, di
mana pelayanan dikatakan berkualitas apabila dapat menyediakan
produk dan jasa (pelayanan) sesuai dengan kebutuhan dan harapan
pelanggan.
Kualitas pelayanan menurut Evans dan Lindsay (1997) dapat dilihat
dari berbagai sudut. Jika dilihat dari sudut pandang konsumen, maka
kualitas pelayanan selalu dihubungkan dengan sesuatu yang baik/prima
(excellent). Jika kualitas pelayanan dipandang dari sudut product based,
maka kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagi suatu fungsi yang
spesifik, dengan variabel pengukuran yang berbeda-beda dalam
memberikan penilaian kualitas sesuai dengan karakteristik produk yang
bersangkutan. Kualitas pelayanan jika dilihat dari sudut user based,
maka kualitas pelayanan adalah sesuatu yang diinginkan oleh pelanggan
atau tingkat kesesuaian dengan keinginan pelanggan. Sedangkan, jika
dilihat dari value based, maka kualitas pelayanan merupakan
keterkaitan antara kegunaan atau kepuasan dengan harga.
Penilaian terhadap kualitas pelayanan
dilakukan pada saat
pemberian pelayanan, yaitu terjadinya kontak antara pelanggan dengan
petugas pemberi pelayanan (service contact person). Kualitas pelayanan

20

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

akan terlihat dari kesesuaian pelayanan yang diterima pelanggan


dengan apa yang menjadi harapan dan keinginan pelanggan tersebut.
Kualitas pelayanan publik menjadi perhatian praktik New Publik
Management, Reinventing Government maupun New Public
Service. Dalam perkembangan
selanjutnya, praktik manajemen
pemerintahan
banyak
menggunakan
pendekatan-pendekatan
manajemen yang telah terlebih dahulu diterapkan di sektor swasta,
salah satunya adalah konsep manajemen kualitas. Salah satu
pendekatan yang digunakan dalam kaitan dengan manajemen kualitas
adalah ISO. Prinsip-Prinsip Manajemen Kualitas ISO 9001: 2000
adalah :

Prinsip 1 : Fokus kepada pelanggan


Pelaksanaan prinsip ini tergantung pada pelanggan perusahaan/
organisasi oleh sebab itulah maka organisasi harus memahami betul
kebutuhan pelanggannya, dengan demikian perusahaan akan selalu
tanggap akan kebutuhan dan kepuasan pelanggan.

Prinsip 2 : Kepemimpinan
Disadari atau tidak keterlibatan pimpinan dalam penerapan
manajemen kualitas sangat dibutuhkan, karena dengan demikian akan
membawa dampak pada keterlibatan secara penuh dari setiap unsur
organisasi.

Prinsip 3 : Keterlibatan orang-orang


Keterlibatan orang-orang secara penuh terhadap penerapan standar
ini merupakan faktor penting dalam rangka memberikan komitmen
bersama, menumbuhkembangkan inovasi dan kreativitas, sehingga
semuanya ikut bertanggungjawab terhadap masalah yang dihadapi
beserta solusinya terhadap masalah yang mungkin timbul.

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

21

StandarPelayananPublik

Prinsip 4 : Pendekatan proses


Dengan penerapan prinsip ini, hasil yang diinginkan akan dapat
tercapai dengan lebih efisien, karena pendekatan ini mengintegrasikan
sumber daya yang ada, seperti manusia, material, metode, mesin dan
peralatan dalam rangka menghasilkan nilai tambah bagi pelanggan.
Dengan demikian akan menghemat biaya dan waktu yang diperlukan.

Prinsip 5 : Pendekatan sistem terhadap manajemen


Pendekatan ini akan memfokuskan usaha-usaha pada proses kunci
yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi pada efektivitas dan
efisiensi organisasi dalam mencapai tujuan.

Prinsip 6 : Peningkatan terus-menerus.


Hal ini didefinisikan sebagai suatu proses yang berfokus pada upaya
peningkatan efektivitas dan efisiensi organisasi secara terus menerus,
yang membutuhkan langkah konsolidasi yang progresif dan menanggapi
perkembangan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Dengan demikian
dapat mengetahui keunggulan kinerja melalui peningkatan kemampuan
organisasi.

Prinsip 7 : Pendekatan faktual dalam pembuatan keputusan.


Dengan menggunakan data dan informasi yang faktual maka dapat
menghilangkan akar penyebab masalah, sehingga dapat diselesaikan
secara tepat sehingga dapat meningkatkan kinerja orgaisasi dan
efektivitas implementasi sistem manajemen kualitas.

Prinsip 8 : Hubungan pemasok yang saling menguntungkan


Dalam rangka menanggapi perubahan pasar dan mengoptimalkan
biaya dan penggunaan sumber daya, hubungan antara organisasi dengan
pelanggan atau stakeholders merupakan hubungan ketergantungan yang

22

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

saling menguntungkan, sehingga akan meningkatkan kemampuan


bersama dalam menciptakan nilai tambah masing-masing.
Kualitas pelayanan mencakup tata cara, perilaku dan juga
penguasaan pengetahuan tentang produk dari penyelenggara layanan,
sehingga penyampaian informasi dan pemberian fasilitas/jasa pelayanan
kepada pelanggan dapat secara optimal memenuhi kebutuhan yang
diharapkan pelanggan, sehingga pelanggan akan merasa puas dan
perusahaan akan mendapatkan manfaatnya.
Pemberian pelayanan yang berkualitas merupakan cerminan dari
praktik profesional yang menjadi senjata ampuh dalam bersaing meraih
dan mempertahankan pasar. Pelayanan yang berkualitas akan
melibatkan seluruh komponen organisasi secara terintegrasi
melaksanakan tanggung jawab dan peranannya dalam memberikan
pelayanan. Kualitas pelayanan mencakup tata cara, perilaku dan juga
penguasaan pengetahuan tentang produk dari penyelenggara layanan,
sehingga penyampaian informasi dan pemberian fasilitas/jasa pelayanan
kepada pelanggan dapat secara optimal memenuhi kebutuhan yang
diharapkan pelanggan, sehingga pelanggan akan merasa puas dan
perusahaan akan mendapatkan manfaatnya.
Di Indonesia, upaya penyediaan pelayanan yang berkualitas antara
lain dapat dilakukan dengan memperhatikan ukuran-ukuran yang
menjadi kriteria kinerja pelayanan. Berdasarkan Kep MenPAN No 63
tahun 2003 kriteria-kriteria pelayanan tersebut adalah :

Kesederhanaan, yaitu bahwa tata cara pelayanan dapat


diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit,
mudah dipahami dan dilaksanakan oleh pelanggan.

Reliabilitas, meliputi konsistensi dari kinerja yang tetap


dipertahankan dan menjaga saling ketergantungan antara

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

23

StandarPelayananPublik

pelanggan dengan pihak penyedia pelayanan, seperti menjaga


keakuratan perhitungan keuangan, teliti dalam pencatatan data
dan tepat waktu.

24

Tanggung jawab dari para petugas pelayanan yang meliputi


pelayanan sesuai dengan urutan waktunya, menghubungi
pelanggan secepatnya apabila terjadi sesuatu yang perlu segera
diberitahukan.

Kecakapan para petugas pelayanan, yaitu bahwa para petugas


pelayanan menguasai keterampilan dan pengetahuan yang
dibutuhkan.Pendekatan kepada pelanggan dan kemudahan
kontak pelanggan dengan petugas. Petugas pelayanan harus
mudah dihubungi oleh pelanggan, tidak hanya dengan
pertemuan secara langsung, tetapi juga melalui telepon atau
internet. Oleh karena itu, lokasi dari fasilitas dan operasi
pelayanan juga harus diperhatikan.

Keramahan, meliputi kesabaran, perhatian dan persahabatan


dalam kontak antara petugas pelayanan dan pelanggan.
Keramahan hanya diperlukan jika pelanggan termasuk dalam
konsumen konkret. Sebaliknya, pihak penyedia layanan tidak
perlu menerapkan keramahan yang berlebihan jika layanan yang
diberikan tidak dikonsumsi para pelanggan melalui kontak
langsung.

Keterbukaan, yaitu bahwa pelanggan bisa mengetahui seluruh


informasi yang mereka butuhkan secara mudah dan gamblang,
meliputi informasi mengenai tata cara, persyaratan, waktu
penyelesaian, biaya dan lain-lain.

Komunikasi antara petugas dan pelanggan. Komunikasi yang baik


dengan pelanggan adalah bahwa pelanggan tetap memperoleh

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

informasi yang berhak diperolehnya dari penyedia pelayanan


dalam bahasa yang mereka mengerti.

Kredibilitas, meliputi adanya saling percaya antara pelanggan dan


penyedia pelayanan, adanya usaha yang membuat penyedia
pelayanan tetap layak dipercayai, adanya kejujuran kepada
pelanggan dan kemampuan penyedia pelayanan untuk menjaga
pelanggan tetap setia.

Kejelasan dan kepastian, yaitu mengenai tata cara, rincian biaya


layanan dan tata cara pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian
layanan tersebut. Hal ini sangat penting karena pelanggan tidak
boleh ragu-ragu terhadap pelayanan yang diberikan.

Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan rasa aman dan bebas


pada pelanggan dari adanya bahaya, resiko dan keragu-raguan.
Jaminan keamanan yang perlu kita berikan berupa keamanan
fisik, finansial dan kepercayaan pada diri sendiri.

Mengerti apa yang diharapkan pelanggan. Hal ini dapat dilakukan


dengan berusaha mengerti apa saja yang dibutuhkan pelanggan.
Mengerti apa yang diinginkan pelanggan sebenarnya tidaklah
sukar. Dapat dimulai dengan mempelajari kebutuhan-kebutuhan
khusus yang diinginkan pelanggan dan memberikan perhatian
secara personal.

Kenyataan, meliputi bukti-bukti atau wujud nyata dari pelayanan,


berupa fasilitas fisik, adanya petugas yang melayani pelanggan,
peralatan yang digunakan dalam memberikan pelayanan, kartu
pengenal dan fasilitas penunjang lainnya.

Efisien, yaitu bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada


hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

25

StandarPelayananPublik

pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara


persyaratan dengan produk pelayanan.

2.4.

Ekonomis, yaitu agar pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan


secara wajar dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan
kemampuan pelanggan untuk membayar.

Tantangan dan Kendala

Penyediaan pelayanan publik menghadapi berbagai tantangan dan


kendala. Beberapa tantangan tersebut berasal dari karaktaristik
pengelolaan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah.
Persoalan-persoalan tersebut antara lain: pertama, adalah kelemahan
yang berasal dari sulitnya menentukan atau mengukur output
maupun kualitas dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintah.
Kedua, pelayanan yang diberikan pemerintah memiliki ketidakpastian
tinggi dalam hal teknologi produksi sehingga hubungan antara output
dan input tidak dapat ditentukan dengan jelas. Ketiga, pelayanan
pemerintah tidak mengenal bottom line artinya seburuk apapun
kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak mengenal istilah bangkrut.
Keempat, berbeda dengan mekanisme pasar yang memiliki kelemahan
dalam memecahkan masalah eksternalities, organisasi pelayanan
pemerintah menghadapi masalah berupa internalities. Artinya,
organisasi pemerintah sangat sulit mencegah pengaruh nilai-nilai dan
kepentingan para birokrat dari kepentingan umum masyarakat yang
seharusnya dilayaninya.
Sementara itu tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan
pelayanan publik di Indonesia antara lain:

26

Berkembangnya Objek Pelayanan. Obyek pelayanan tidak lagi


terbatas pada masyarakat nasional saja melainkan akan

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

berkembang mencakup masyarakat internasional. Untuk itu


harus disediakan sumber daya yang mampu mengakomodasi hal
ini dengan semestinya, baik dari sisi sumber daya manusia,
sarana dan prasarana, maupun teknologi.
Meningkatnya Kesadaran Masyarakat. Di masa sekarang, terlebih
di masa yang akan datang masyarakat akan semakin mengetahui
hak-hak mereka sehingga semakin kritis terhadap kualitas
pelayanan. Demikian juga semakin kuatnya mekanisme
pengaduan (voice) melalui berbagai asosiasi dan media massa
dalam menuntut peningkatan kualitas pelayanan. Untuk itu
pemerintah harus menyediakan jaminan kualitas pelayanan
dengan prosedur dan standar yang jelas.
Distorsi Otonomi Daerah. Dalam penyelenggaraan pelayanan
publik sudah barang tentu tidak dapat dilayani secara
keseluruhan oleh pemerintah pusat dan karenanya perlu
didistribusikan ke daerah. Dalam konteks yang demikian, sistem
desentralisasi menjadi penting dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Desentralisasi ini dimaknai sebagai penyerahan
wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan demikian otonomi bukanlah hanya peluang tetapi
sekaligus sebagai tantangan untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat. Daerah otonom dapat lebih tanggap terhadap tuntutan
masyarakat berdasar kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh
masyarakat di daerah tersebut. Bangunan sistem dan
kelembagaan menjadi penting dilakukan sebagai dasar
merancang standar pelayanan publik yang optimal.
Idealnya otonomi daerah memberi dampak nyata dalam
peningkatan layanan oleh pemerintah kepada masyarakat.
Pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

27

StandarPelayananPublik

pemerintah
daerah
membuka
peluang
terjadinya
penyelenggaraan layanan dengan jalur birokrasi yang lebih
ringkas dalam peningkatan layanan publik. Namun sayangnya
setelah otonomi, ada kecenderungan pelayanan publik menjadi
terfragmentasi antar daerah, akibat dari pendekatan sektoral dan
regional yang mengabaikan prinsip universalitas. Hal ini
sebenarnya bisa diatasi jika ada berbagai macam bentuk kerja
sama antar pemerintah daerah untuk memastikan setiap
warganya mendapatkan pelayanan publik yang lebih baik.
Kendala lain yang dihadapi adalah dari faktor-faktor pendukung
pelayanan itu sendiri, yaitu kelemahan dari segi kelembagaan, sumber
daya manusia, kurang mendukungnya kepemimpinan (leadership) dan
lain-lain, seperti yang akan dibahas dalam Bab 3.

28

Bab 2 Paradigma Pelayanan Publik

BAB 3. FAKTOR FAKTOR PENENTU


KEBERHASILAN

StandarPelayananPublik

BAB 3

FAKTOR FAKTOR PENENTU


KEBERHASILAN

Berbagai faktor penentu keberhasilan, seperti kepemimpinan,


budaya pelayanan, sumberdaya manusia dan keuangan serta
kelembagaan instansi penyedia pelayanan, perlu mendapatkan
perhatian untuk dijadikan pertimbangan dalam penyusunan dan
penerapan standar pelayanan. Faktor-faktor ini dipilih karena dari
berbagai kajian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Manajemen Pelayanan
terdahulu diketahui bahwa faktor-faktor tersebut cukup dominan dan
paling menentukan keberhasilan peningkatan kualitas pelayanan di
berbagai instansi penyedia pelayanan publik.
3.1.

Kepemimpinan

Penyusunan dan penerapan standar pelayanan akan sangat


membutuhkan peran dan komitmen yang kuat dari pemimpin

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

29

StandarPelayananPublik

organisasi. Bahkan dapat dikatakan bahwa tanpa adanya komitmen


yang jelas dari pemimpin, maka hampir dapat dipastikan bahwa
penyusunan dan penerapan standar pelayanan akan mengalami
kegagalan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang berhubungan
dengan pengalaman, tingkat pendidikan, jenis dan gaya kepemimpinan
seseorang menentukan komitmen dan perannya dalam penyusunan
standar pelayanan. Faktor-faktor di atas akan semakin berpengaruh
manakala berada dalam lingkungan budaya paternalistik seperti di
sebagian besar di Indonesia di mana keteladanan dan contoh yang
ditunjukkan oleh seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi
tingkat keberhasilan suatu aktifitas, program, maupun rancangan
ataupun berbagai bentuk perubahan dalam organisasi.
Sebenarnya masalah kepemimpinan yang ideal telah banyak dikemukakan oleh berbagai kalangan. Diantaranya model kepemimpinan para
tokoh yang telah berhasil membawa perubahan besar di dunia. Di
antaranya kepemimpinan Nabi Muhammad SAW. yang patut menjadi
sumber inspirasi yang berlandaskan pada nilai-nilai moralitas seperti :
(1) mampu menegakkan rasa keadilan; (2) memiliki rasa cinta, empati,
simpati yang ditujukan kepada sesama umat manusia; (3) memegang
teguh prinsip kejujuran; (4) menjunjung tinggi prinsip amanah
(akuntabilitas); (5) memiliki kecerdasan dalam dimensi intelektual,
emosional dan spiritual; (6) bersikap transparan dalam setiap
pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya.
Agar dalam melakukan penyusunan dan penerapan standar pelayanan dapat berhasil dan membawa perubahan besar ke arah yang lebih
baik, maka sangat diperlukan seorang pemimpin yang selalu berusaha
dan belajar memahami serta mewujudkan nilai-nilai moralitas tersebut.
1) Definisi Kepemimpinan

Banyak konsep dan definisi mengenai kepemimpinan. Salah satunya


adalah konsep kepemimpinan menurut Joseph C. Roost yang

30

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

berpendapat bahwa kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang


saling mempengaruhi antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang
menginginkan perubahan nyata dan yang mencerminkan tujuan
bersama.
Masalah kepemimpinan mendapat perhatian dari berbagai ahli,
karena peranannya yang seringkali menentukan di dalam kehidupan
sebuah organisasi. Kepemimpinan tidak hanya berarti memimpin
terhadap manusia, tetapi juga memimpin terhadap perubahan. Seorang
pemimpin tidak hanya mempengaruhi bawahan, tetapi juga sebagai
sumber inspirasi dan motivasi bawahannya. Oleh karena itu, pandangan
berbagai penafsiran kepemimpinan semakin beragam dalam
perkembangannya. Terry (dalam Kartono, 1994;49) mengemukakan
bahwa kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang lain agar
mereka mau bekerjasama untuk mencapai tujuan kelompok. Sedangkan
R. Tannenbaum (dalam Harsey dan Blanchard, 1984: 9)
mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi
yang dilakukan dalam suatu situasi dan diarahkan melalui proses
komunikasi pada pencapaian tujuan tertentu.
Pandangan lain yang dikemukakan oleh Stonner (1989:459)
mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah sebagai proses
mengarahkan berbagai sumber daya untuk mempengaruhi aktivitas yang
berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompoknya. Sedangkan
Koontz et.al. (1984:506) memberikan pengertian kepemimpinan
sebagai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar ikut serta
dalam mencapai tujuan umum. Definisi yang hampir sama dengan
Koontz, dikemukakan oleh Hosmer (dalam Timpe, 1999:21), yang
mengatakan bahwa pemimpin adalah individu dalam suatu organisasi
yang mampu mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain dalam
organisasi. Usaha mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain dalam
organisasi tersebut bertujuan tercapainya usaha kelompok yang
terkoordinasi dan terpadu.

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

31

StandarPelayananPublik

Dari berbagai pandangan mengenai kepemimpinan tersebut, maka


pemimpin dalam kehidupan organisasi mempunyai kedudukan yang
strategis dan merupakan gejala sosial yang selalu diperlukan dalam
kehidupan kelompok. Di samping kedudukannya yang strategis,
kepemimpinan mutlak diperlukan, dimana terjadi interaksi kerjasama
antara dua orang atau lebih dalam mencapai tujuan organisasi.
Dari berbagai definisi kepemimpinan yang telah diuraikan di atas,
ada beberapa perbedaan dan persamaan dalam penekanannya. Sebagian
menekankan kepada kemampuan seseorang untuk mempengaruhi
orang lain dalam mencapai tujuan pada situasi tertentu. Sedangkan
yang lainnya menekankan pada bagaimana kemampuan seorang
pemimpin mengarahkan orang lain untuk bekerjasama dalam mencapai
suatu tujuan tertentu. Stogdill (1974:7-16) secara rinci mengemukakan
implikasi dari definisi tersebut yaitu:

32

Kepemimpinan merupakan titik sentral proses


kelompok (leadership as a focus of group processes).

Kepemimpinan adalah suatu kepribadian yang memiliki


pengaruh (leadership as personality and its effects).

Kepemimpinan sebagai suatu seni untuk menciptakan


kesesuaian paham (leadership as the art of induling compliance).

Kepemimpinan adalah tindakan mempengaruhi (leadership as the


exercise of influence).

Kepemimpinan adalah tindakan dan perilaku (leadership as act


and behavior).

Kepemimpinan sebagai suatu bentuk persuasi dan inspirasi


(leadership as a from of persuation and inspiration).

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

kegiatan

StandarPelayananPublik

Kepemimpinan merupakan hubungan kekuatan/kekuasaan


(leadership as a power relation).

Kepemimpinan sebagai sarana pencapaian tujuan (leadership as an


instrument of goal attainment).

Kepemimpinan merupakan hasil dari interaksi (leadership as an


effect of interaction).

Kepemimpinan adalah peranan yang dibedakan (leadership as a


differentiated role).

Kepemimpinan adalah sebagai inisiasi struktur (leadership as the


initiation of structure).

John Adair pada tahun 1988 (dalam Karol Kennedy, 1998)


mendefinisikan kepemimpinan dalam tiga konsep Task, Team, and
Individual dalam lingkaran saling terkait, sehingga merupakan satu
kesatuan konsep ACL (Action-Centered Leadership); dan menyatakan
leadership is about teamwork, creating teams. Teams tend to have leaders,
leaders tend to create teams. Adair berkeyakinan bahwa working groups
atau teams akan memberikan tiga kontribusi pada pemenuhan
kebutuhan bersama, berupa the need to accomplish a common task, the
need to be maintained as a cohesive social unit or team, and the sum of the
groupss individual needs; serta mengidentifikasi enam fungsi
kepemimpinan berikut : [1] Planning (seeking all available information;
defining groups tasks or goals; making a workable plan); [2] Initiating (briefing
the group; allocating tasks; setting groups standards); [3] Controlling
(maintaining groups standard; ensuring progress towards objectives; prodding
action sand decisions); [4] Supporting (expressing acceptance of individual
contributions; encouraging and disciplining; creating team spirit; relieving
tension with humour; reconciling disagreements); [5] Informing (clarifying task
and plan; keeping group informed; receiving information from the group;
summarizing ideas and suggestions); dan [6] Evaluating (checking feasibility of

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

33

StandarPelayananPublik

ideas; testing consequencies; evaluating group performance; helping group to


evaluate itself).
Dari berbagai pendapat tersebut memberikan gambaran bahwa
kepemimpinan dilihat dari sudut pendekatan apapun mempunyai sifat
universal dan merupakan gejala sosial. Beranjak dari rumusan di atas
secara sederhana dapat dikemukakan bahwa kepemimpinan pada
dasarnya berarti kemampuan untuk memimpin; kemampuan untuk
menentukan secara benar apa yang harus dikerjakan.
Dalam kerangka peningkatan kualitas pelayanan melalui
penyusunan dan penerapan standar pelayanan, faktor kepemimpinan
tidak dapat disangkal lagi sebagai salah satu faktor dominan yang
menentukan keberhasilannya. Hal ini disebabkan karena penyusunan
dan penerapan standar pelayanan merupakan sebuah perubahan besar
yang akan sangat mempengaruhi lingkungan internal dan eksternal
organisasi pelayanan. Penyusunan dan penerapan standar pelayanan
akan mengakibatkan sirnanya berbagai kondisi yang kurang
menguntungkan untuk upaya-upaya peningkatan kualitas pelayanan.
Namun juga pada saat yang sama penyusunan dan penerapan standar
pelayanan akan menghilangkan comfort zones sebagian orang (baik
pegawai ataupun pelanggan) yang sudah terbiasa dengan sistem
pelayanan yang korup, berbelit-belit, dan tidak transparan. Sebagian
dari orang-orang ini akan merasa terancam dan akan kehilanganan
kenyamanan yang selama ini dinikmatinya.
Untuk itu diperlukan sebuah kepemimpinan yang kuat dan
berwibawa sehingga mampu memberikan dukungan pelaksanaan
penyusunan dan penerapan standar pelayanan serta memfasilitasi
berbagai perubahan yang terjadi secara kondusif.
2) Mengapa Faktor Kepemimpinan Sangat Penting

34

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

Para pemimpin, sebagai salah satu pihak yang berkepentingan dan


berada pada garis terdepan dalam mewujudkan perubahan. Oleh karena
itu mereka dituntut dan diberi tanggung jawab untuk mampu
menjalankan roda organisasi secara efektif dan efisien. Keberhasilan
para pemimpin menanggapi perubahan yang terjadi memerlukan gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan tuntutan perubahan tersebut, yang
antara lain bisa saja dengan mengorbankan kenyamanannya sendiri
Menurut Gibson (1998), kepemimpinan merupakan kemampuan
mempengaruhi orang lain, yang dilakukan melalui hubungan
interpersonal dan proses komunikasi untuk mencapai tujuan.
Newstrom & Davis (1999) berpendapat bahwa kepemimpinan
merupakan suatu proses mengatur dan membantu orang lain agar
bekerja dengan benar untuk mencapai tujuan. Sedangkan Stogdill
(1999) berpendapat bahwa kepemimpinan juga merupakan proses
mempengaruhi kegiatan kelompok, dengan maksud untuk mencapai
tujuan dan prestasi kerja. Oleh karena itu, kepemimpinan dapat
dipandang dari pengaruh interpersonal dengan memanfaatkan situasi
dan pengarahan melalui suatu proses komunikasi ke arah tercapainya
tujuan khusus atau tujuan lainnya (Tanenbaum, Weschler & Massarik,
1981).
Selanjutnya Vroom & Jago (1988) menyatakan bahwa
kepemimpinan terdiri dari dua hal yakni proses dan properti. Proses
dari kepemimpinan adalah penggunaan pengaruh secara tidak
memaksa, untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan kegiatan dari
para anggota yang diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi.
Properti dimaksudkan, bahwa kepemimpinan memiliki sekelompok
kualitas dan atau karakteristik dari atribut-atribut yang dirasakan serta
mampu mempengaruhi keberhasilan pegawai. Secara praktis,
kepemimpinan dirumuskan sebagai suatu seni memobilisasi orangorang lain (bawahan dan pihak lain) pada suatu upaya untuk mencapai
aspirasi dan tujuan organisasi.

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

35

StandarPelayananPublik

Dalam konteks perubahan yang disebabkan oleh penyusunan dan


penerapan standar pelayanan, tentu dapat dipahami betapa pentingnya
peran seorang pemimpin. Bila sang pemimpin mampu menunjukkan
komitmen yang tinggi dalam penyusunan dan penerapan standar
pelayanan, maka hal tersebut akan sangat mempengaruhi komitmen
bawahannya, yang mau tidak mau harus menunjukkan tingkat
komitmen yang minimal sama dengan pemimpinnya. Pemimpin harus
bisa menjadi inspirasi bagi setiap orang di lingkungannya untuk
mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi. Dia akan jadi teladan
bagaimana orang-orang sekitarnya harus mensikapi berbagai perubahan
tersebut. Namun sebaliknya, jika seorang pemimpin menunjukkan
sikap acuh tidak acuh atau bahkan menolak perubahan yang terjadi
yang diakibatkan oleh penyusunan dan penerapan standar pelayanan,
yang antara lain disebabkan karena kehilangan sebagian
kenyamanannya, tentunya akan juga dirasakan oleh orang-orang
disekitarnya. Merekapun akan menjadi resisten terhadap perubahan
yang terjadi dan kemungkinan kegagalan dalam penerapan akan
semakin besar.
Oleh karena itu, pertanyaan ekstrim yang harus ditanyakan kepada
seorang pemimpin sebelum melakukan penyusunan dan penerapan
standar pelayanan ini adalah apakah mereka memiliki komitmen yang
tinggi untuk hal ini. Apabila tidak, maka sebaiknya penyusunan dan
penerapan standar pelayanan ditunda dahulu.
3) Bagaimana Kepemimpinan Mendorong Keberhasilan Penyusunan dan

Penerapan Standar Pelayanan


Zwell (2000) mengidentifikasi sekurangnya 15 fungsi yang secara
umum dilakukan oleh pemimpin, yaitu: (1) modeling the corporate culture;
(2) developing the corporate philosophy; (3) establishing and maintaining
standards; (4) understanding the business; (5) determining strategic direction; (6)
managing change; (7) being a good follower; (8) aligning with superior; (9)

36

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

inspiring and motivating; (10) establishing alignment and focus; (11) holding
ultimate responsibility; (12) dealing with authority issues; (13) determining
successors; (14) managing ambiguity; and (15) optimizing organizational
structure and process.
Dibalik fungsi-fungsi tersebut terdapat tugas dan peran
kepemimpinan. Dalam hubungan itu, pada tahun 1990 John P. Kotter
pada satu pihak mengidentifikasi tiga tugas prinsipil kepemimpinan,
yaitu (1) Menetapkan tujuan , membangun visi dan strategi, untuk masa
depan penyelenggaraan pelayanan (establishing direction, developing a vision
and strategies for the future of the business); (2) Menyearahkan bawahan,
membuat orang lain mengerti, menerima dan bekerja sama ke arah
tujuan yang telah ditetapkan (Aligning people - getting others to understand,
accept and line up in the chosen direction), dan (3) Memotivasi dan
menginspirasi bawahan untuk memahami kebutuhan dasar, nilai-nilai
dan emosi masyarakat yang sering kurang mendapatkan perhatian
(Motivating and inspiring people by appealing to very basic but often untapped
human needs, value and emotions).
Pada lain pihak, Kotter juga menjelaskan empat peran manajemen
berikut, (1) Perencanaan dan penganggaran, menentukan target jangka
pendek dan menengah (Planning and budgeting, setting short-to medium-term
targets); (2) Menetapkan langkah-langkah untuk mendapatkan dan
mengalokasikan berbagai sumber daya yang dibutuhkan (Establishing
steps to reach them and allocating resources); (3) Mengorganisir, mengatur
dan menetapkan struktur organisasi dalam upaya pelaksanaan rencana,
menempatkan sumber daya manusia untuk tugas-tugas tertentu,
mengkomunikasikan rencana, mendelegasikan tanggung jawab dan
menetapkan sistem monitoring pelaksanaan (Organizing and staffing,
establishing an organizational structure to accomplish the plan, staffing the jobs;
communicating the plan, delegating responsibility and establishing systems to
monitor implementation); dan (4) Pengendalian dan penyelesaian masalah,
pengidentifikasian permasalahan serta mengupayakan berbagai cara

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

37

StandarPelayananPublik

untuk menyelesaikannya (Controlling and problem solving, monitoring


results, identifying problems and organizing to solve them) (lihat Karol
Kennedy, 1998; p. 117). Dari sini kita dapat mencatat kesamaan antara
fungsi kepemimpinan menurut Adair dengan peran manajemen dari
Kotter.
Dalam penyusunan dan penerapan standar pelayanan, tiga tugas
utama kepemimpinan dan empat peran manajemen diatas dapat
digunakan sebagai langkah-langkah kunci keberhasilan penyusunan dan
penerapan standar pelayanan.
3.2.

Budaya Pelayanan
1) Definisi Budaya Pelayanan

Budaya pelayanan sangat terkait dengan budaya organisasi dan


budaya kerja aparatur pemerintah. Istilah budaya berasal dari bahasa
Sansekertabuddayah (berbentuk jamak dari budhi yang artinya akal
atau segala sesuatu yang berkaitan dengan akal pikiran, nilai-nilai dan
sikap mental).
Pengertian budaya mengandung makna sebagai berikut: (a) adanya
pola nilai, sikap tingkah laku (termasuk bahasa), hasil karsa dan karya;
(b) budaya berkaitan erat dengan persepsi terhadap nilai dan
lingkungannya yang melahirkan makna dan pandangan hidup, yang
akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku; (c) budaya merupakan
hasil dari pengalaman hidup, kebiasaan-kebiasaan serta proses seleksi.
Budaya kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan
hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan
pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat
atau organisasi, kemudian tercermin dari sikap
dan perilaku,
kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai
kerja atau bekerja (LAN: 2004).

38

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

Sedangkan pengertian budaya organisasi menurut Jones (2005)


adalah seperangkat nilai-nilai yang diadopsi bersama yang
mengendalikan dan diikuti oleh setiap anggota organisasi satu dengan
yang lainnya, dengan para pemasok, dengan para pelanggan, serta
orang-orang lain diluar organisasi.
Adapun pengertian budaya pelayanan (service culture) adalah budaya
yang berorientasi pada pelayanan masyarakat, yaitu terkait dengan cara
memberikan pelayanan yang berkualitas di antaranya disiplin dalam
pelaksanakan tugas, berdedikasi dan bersemangat, bertindak adil dan
tidak diskriminatif, teliti dan cermat, bersikap tegas dan tidak
memberikan pelayanan yang berbelit-belit, transparan dalam
melaksanakan tugas dan mampu mengambil langkah yang kreatif dan
inovatif serta tidak melakukan tindakan kolusi, korupsi dan nepotisme.
Upaya membangun budaya pelayanan pada hakekatnya adalah
membangun pola pikir baru (mindset) yang sesuai dengan tata nilai
budaya pelayanan publik, meningkatkan kualitas kerjasama,
membangun sikap dan perilaku sesuai dengan tata nilai budaya kerja
dan budaya organisasi.
2) Mengapa Budaya Pelayanan penting?
Pembangunan dan penerapan Standar Pelayanan perlu didukung
dengan budaya pelayanan, sehingga upaya perbaikan sistem dan
prosedur pelayanan publik dapat berjalan efektif dan memberikan
peningkatan kualitas pelayanan publik secara nyata. Salah satu upaya
penting terkait dengan perbaikan proses pelayanan publik yaitu adanya
perubahan budaya pelayanan, antara lain menyangkut: (1) adanya
perubahan mindset; (2) adanya perubahan sikap mental; dan (3)
adanya perubahan etika dalam pemberian pelayanan publik.
Perubahan mindset harus dimulai dari penyadaran secara mendalam
terhadap SDM pelayanan publik, bahwa pelayanan adalah merupakan

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

39

StandarPelayananPublik

tanggung jawab negara, maka artinya pelayanan publik yang baik


merupakan hak masyarakat untuk mendapatkannya. Sebaliknya
merupakan kewajiban negara untuk memenuhi pelayanan publik yang
baik, terlepas dari siapapun yang duduk dalam pemerintahan,
mengingat pelayanan publik yang baik merupakan perwujudan dari
adanya kesejahteraan umum, sebagaimana tercantum dalam
pembukaan UUD 1945. Lebih jauh, karena merupakan hak masyarakat
maka pelayanan publik tidak boleh bersifat diskriminatif yaitu
meniadakan perbedaan suku, agama, status sosial, dan sebagainya.
Tidak ada alasan yang kuat bagi aparat pelayanan publik untuk bersikap
tidak baik berupa menunda-nunda pelayanan (undue delay), tidak ada
kejelasan, tidak ada kepastian, tidak bertanggung jawab dan
diskriminatif.
Selanjutnya pemberian pelayanan harus didukung juga dengan
etika pelayanan yang secara konsisten ditaati oleh setiap pegawai. Etika
diperlukan dalam kaitan dengan apa yang harus dilakukan dan apa yang
dilarang untuk dilakukan oleh setiap pegawai dalam berbagai situasi
sehubungan dengan pemberian pelayanan.
3) Bagaimana menerapkan budaya pelayanan yang baik?
Penerapan Standar Pelayanan harus didukung adanya budaya
pelayanan yang secara konsisten dikembangkan pada organisasi
pelayanan publik. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik selama ini,
penyelenggara pelayanan publik seringkali mendapatkan citra yang
negatif karena proses yang panjang, dan berbelit-belit serta
ketidakjelasan biaya pelayanan.
Bagaimana mungkin seorang pemberi pelayanan dapat memberikan
pelayanan kepada pelanggan dengan baik, bila nilai-nilai, norma dan
prinsip-prinsip organisasi tempat ia bekerja ternyata mengabaikan
kearifan dan tanggung jawab terhadap kemaslahatan banyak orang.

40

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

Persoalan budaya pelayanan memainkan peran yang dominan dan


melingkupi keseluruhan kegiatan yang dijalankan oleh unit pelayanan
publik. Maka sebaiknya, nilai-nilai baik berupa azas/prinsip-prinsip,
tujuan atau norma pelayanan yang baik, termasuk etika, sikap dan
perilaku pemberi layanan, dibangun dan dikembangkan berlandaskan
kebijakan yang dirumuskan secara jelas oleh organisasi penyelenggara
pelayanan publik.
Perubahan mindset mutlak sangat diperlukan sebagai langkah awal
melakukan perubahan budaya pelayanan. Pola pikir selama ini tentang
aparat pemerintah yang memiliki kedudukan dan kewenangan tak
terbantahkan dibanding masyarakat yang dilayani, harus segera dibuang
jauh-jauh. Budaya pelayanan sesegera mungkin harus berubah menjadi
lebih peka terhadap harapan-harapan masyarakat. Namun demikian,
perlu dicermati bahwa mengubah mindset aparat pemerintah tidak bisa
dilakukan dengan pemberian motivasi melalui ceramah, kursus-kursus
saja, tetapi yang utama adalah melalui penerapan manajemen yang
benar mencakup pemberian kesejahteraan memadai dan penerapan
reward dan punishment secara konsisten dan berkelanjutan.
Beberapa perubahan mindset aparat pelayanan publik yang diyakini
dapat
merubah budaya pelayanan antara lain dengan: (1)
mengutamakan pendekatan tugas yang diarahkan kepada pengayoman
dan pelayanan rakyat dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan
dan kewenangan; (2) melakukan penyempurnaan organisasi yang
bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efisien yang mampu
membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak
perlu ditangani; (3) melakukan perubahan sistem dan prosedur kerjanya
yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni; pelayanan
cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas,
efisiensi biaya dan ketepatan waktu; (4) memposisikan diri sebagai
fasilitator pelayanan publik daripada sebagai agen pembaharu (change of
agent) pembangunan; (5) melakukan transformasi diri dari birokrasi

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

41

StandarPelayananPublik

yang kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih


desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.
Dalam upaya pembangunan budaya pelayanan ini membutuhkan
keterbukaan seluruh aparat pelayanan publik
untuk menerima
perubahan budaya organisasi maupun pola pikir demi kemajuan unit
pelayanan publik. Di dalam perubahan tersebut, perubahan perilaku
para pemberi pelayanan akan selalu dibandingkan dengan rekannya
yang bekerja di unit layanan publik lainnya. Penciptaan budaya
menghargai prestasi amat dibutuhkan untuk menumbuhkan rasa
kebanggaan terhadap organisasi.
Beberapa langkah-langkah yang dapat menumbuhkan budaya
pelayanan antara lain sebagai berikut: (a) tempatkan pegawai dari unit
berbeda yang memiliki tugas dan fungsi jelas di unit pelayanan sebagai
langkah awal menuju perubahan budaya; (b) ciptakan rotasi pekerjaan
secara berkala, kerja magang di luar unit, saling tukar menukar
informasi seputar tugas dan fungsi antar unit, dan apabila
memungkinkan melakukan perlombaan antar unit pelayanan publik; (c)
rayakan keberhasilan dalam pemberian pelayanan publik dengan
memberikan penghargaan kepada pegawai yang berprestasi; (d) ciptakan
bahasa, kebiasaan, cerita sukses, dan simbol untuk mendorong rasa
kebersamaan dan rasa kesatuan dalam tim unit pelayanan publik; (e)
ciptakan mental model baru dengan mengikutsertakan pegawai dalam
merancang misi organisasi, perlakukan nilai, kepercayaan, dan asumsi
mereka sebagai investasi bagi keberhasilan unit pelayanan; dan (f)
ciptakan model sistem sebagai cara memberikan pemahaman tentang
bagaimana sesuatu bekerja dan bagaimana perubahan akan efektif.
3.3.

Sumber Daya

Keberhasilan
dalam
penyusunan dan penerapan
Standar
Pelayanan publik perlu didukung dengan sumber daya, baik sumber
daya manusia (SDM) pelayanan maupun pembiayaan serta

42

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

ketersediaan sarana dan prasarana termasuk dukungan Teknologi


Informasi.
1) Sumber Daya Manusia

SDM seperti apa yang dapat mendukung penerapan SP

Pemerintah sebagai penyedia pelayanan publik, senantiasa dituntut


kemampuannya untuk secara terus-menerus meningkatkan kualitas
pelayanan, mampu menetapkan Standar Pelayanan yang berdimensi
menjaga kualitas hidup, melindungi keselamatan dan kesejahteraan
masyarakat. Kualitas pelayanan dimaksudkan agar semua masyarakat
dapat menikmati layanan, sehingga menjaga kualitas pelayanan publik
juga berarti menjamin hak-hak azasi warga negara.
SDM pelayanan sebagai kunci keberhasilan kinerja organisasi
pelayanan publik harus mendapatkan perhatian utama dalam perbaikan
kualitas pelayanan. Untuk itu, pemilihan dan penempatan pegawai
sesuai dengan kompetensi yang dimilki merupakan salah satu penentu
keberhasilan penerapan Standar Pelayanan. Dalam hubungan ini
organisasi pelayanan publik harus berupaya melakukan pencarian dan
penempatan pegawai dan menerapkan konsep penempatan the right
man on the right place, yaitu menentukan orang yang tepat pada setiap
bentuk dan jenis pelayanan. Organisasi dituntut untuk secara terbuka
melakukan proses pemilihan dan penempatan SDM, yaitu dengan
menyusun kebijakan serta aturan yang jelas mengenai semua
persyaratan bagi posisi-posisi pekerjaan yang akan diisi, serta
menerapkan sistem yang baku sebagai pedoman kegiatan tersebut di
atas.
Beberapa kriteria SDM yang dapat mendukung penyusunan dan
penerapan Standar Pelayanan adalah SDM yang memiliki kompetensi
di bidang pelayanan publik yang antara lain mencakup: (a) komitmen;
(b) integritas; (c) tanggung jawab; (d) kecakapan dan keramahan; (e)
mengerti kebutuhan pelanggan; (f) daya tanggap dan empati; (g) serta

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

43

StandarPelayananPublik

mempunyai etika dan moralitas yang tinggi. Selanjutnya peningkatan


kualitas pelayanan kepada masyarakat dapat berjalan dan memberikan
kemanfaatan
terhadap masyarakat pelanggannya apabila SDM
penyelenggara pelayanan sungguh-sungguh memperhatikan beberapa
dimensi atau atribut perbaikan kualitas pelayanan yang antara lain
meliputi: (a) ketepatan waktu pelayanan; (b) akurasi pelayanan; (c)
kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan; (d) tanggung
jawab; (e) kelengkapan; (f) kemudahan mendapatkan pelayanan; (g)
variasi model pelayanan; dan (h) kenyamanan dalam memperoleh
pelayanan.

Mengapa Faktor SDM Sangat Penting Dalam Pe-nerapan Standar


Pelayanan

Upaya penyediaan pelayanan yang berkualitas tidak akan terwujud


apabila tidak didukung oleh pegawai yang memiliki kemampuan yang
handal dan profesional. Disamping itu, keberhasilan sebuah organisasi
pelayanan publik tidak akan terlepas dari peranan Sumber Daya
Manusia yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, SDM yang bekerja di
unit/organisasi pelayanan publik tidak hanya dituntut keahlian dan
ketrampilan secara tehnis dan penguasaan terhadap peraturan
perundangan yang mendasarinya, akan tetapi yang lebih penting lagi
diperlukan sikap mental dan perilaku yang baik, ramah dalam melayani,
jujur, cekatan dan bertanggung jawab. Hal ini mengingat masyarakat
yang dilayani tidak akan peduli terhadap apa yang menjadi kendala dan
hambatan dalam bekerja, tidak akan peduli terhadap permasalahanpermasalahan pribadi pegawai, akan tetapi mereka hanya peduli
terhadap apa yang mereka butuhkan untuk dapat dilayani secara baik,
mudah, cepat, murah.
Selanjutnya kepuasan masyarakat dapat dicapai apabila SDM yang
terlibat langsung dalam pelayanan dapat mengerti dan menghayati serta
berkeinginan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Untuk

44

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

dapat memberikan pelayanan yang berkualitas, unsur SDM pelayanan


seyogyanya mengerti dan memahami tugas dan tanggung jawabnya
sebagai aparat pelayan masyarakat.
Agar SDM pelayanan benar-benar dapat mendukung pelaksanaan
Standar Pelayanan, maka perlu dilakukan pengelolaan SDM pelayanan
secara baik termasuk dalam hal identifikasi kebutuhan SDM yang
diperlukan dalam rangka pemberian pelayanan sesuai dengan standar
pelayanan yang telah ditetapkan, terutama berkaitan dengan
kompetensi dan kualifikasi untuk setiap peran yang akan dimainkan
dalam setiap proses pelayanan. Disamping itu juga perlu dilakukan
identifikasi kebutuhan pengembangan SDM serta perencanaannya,
pengembangan etika pelayanan yang diperlukan agar pegawai tetap
berada dalam batasan-batasan yang telah ditentukan dalam memberikan
pelayanan.
Untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, maka
diperlukan perencanaan yang konsisten bagi pengembangan dan
peningkatan kompetensi SDM pelayanan melalui diklat-diklat teknis
dan fungsional, sehingga mereka dapat melaksanakan tugas-tugas
pelayanan secara profesional.
Disamping itu,
perlu pula diperhatikan mengenai tingkat
kesejahteraan pegawai mengingat hal tersebut memiliki kaitan strategis
dalam pemberian pelayanan yang berkualitas. Oleh karena itu
diperlukan adanya sistem insentif (reward) bagi petugas pelayanan yang
menunjukkan kinerja tinggi.
Dengan demikian, pengelolaan SDM pelayanan dapat menjadi
pendorong (enabling) pencapaian keberhasilan pelayanan dan sekaligus
juga bila tidak tepat dalam mengelola maka dapat menjadi penghambat
(constrain) pencapaian keberhasilan organisasi. Beberapa permasalahan
terkait dengan SDM pelayanan publik yang dapat menjadi penghambat

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

45

StandarPelayananPublik

(constraints) pencapaian keberhasilan organisasi selama ini antara lain


adalah: (a) etos kerja yang cenderung mempertahankan status quo dan
tidak mau menerima adanya perubahan (resistance to change); (b) adanya
budaya risk aversion (tidak menyukai resiko); (c) rutinitas tugas dan
penekanan yang berlebihan pada pertanggung-jawaban formal sehingga
mengakibatkan adanya prosedur yang kaku/lamban; (d) belum adanya
sistem insentif dan disinsentif bagi petugas pelayanan yang
menunjukkan kinerja tinggi atau sebaliknya; serta (e) kurangnya
kemampuan SDM pelayanan untuk melakukan analisa dalam
pembuatan standar pelayanan yang akurat.
2) Sumber Daya Pembiayaan
Setiap upaya perbaikan sistem penyelenggaraan pe-merintahan
mempunyai konsekuensi terhadap kebutuh-an anggaran, termasuk
perbaikan sistem pelayanan publik melalui penyusunan dan
penerapan Standar Pelayanan.
Kebutuhan dukungan pembiayaan dimaksud
terkait dengan
pembangunan sistem pelayanan publik, termasuk dalam hal ini
adalah penyusunan Standar Pelayanan, sosialisasi Standar Pelayanan,
penerapan Standar Pelayanan, serta review dan penyempurnaan Standar
Pelayanan sesuai dengan tuntutan perkembangan yang terjadi.
Di samping itu, agar penyusunan dan penerapan Standar Pelayanan
sebagai upaya perbaikan sistem dan kualitas pelayanan publik dapat
berjalan optimal, maka dibutuhkan anggaran untuk keperluan
pemberian insentif bagi SDM yang terlibat langsung dalam pemberian
pelayanan kepada masyarakat.
3) Sarana dan prasarana
Selain ketersediaan SDM pelayanan yang memiliki kompetensi, hal
lain yang juga penting agar penyusunan dan penerapan Standar

46

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

Pelayanan dapat berjalan optimal adalah dukungan sarana dan


prasarana.
Sarana pelayanan merupakan berbagai fasilitas yang diperlukan
dalam rangka memberikan pelayanan. Sarana yang digunakan dapat
merupakan sarana yang utama dan sarana pendukung. Sarana utama
adalah sarana yang harus disediakan dalam rangka proses pelayanan,
yang meliputi antara lain: berbagai formulir, berbagai fasilitas
pengolahan data, dan fasilitas telekomunikasi. Sedangkan sarana
pendukung adalah fasilitas yang pada umumnya disediakan dalam
rangka memberikan pelayanan pendukung, antara lain seperti:
penyediaan fasilitas ruang tunggu yang nyaman, penyediaan layanan
antaran, dan lain-lain. Sedangkan prasarana merupakan berbagai
fasilitas yang mendukung sarana pelayanan antara lain berupa jalan
menuju kantor pelayanan, instalasi listrik, dan sebagainya.
4) Teknologi Informasi.
Upaya untuk memudahkan masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang berkualitas, perlu didukung dengan perangkat-perangkat
teknologi informasi (TI) yang memadai. Mengingat potensi penggunaan
teknologi informasi dalam pelayanan publik adalah sangat tinggi.
Penggunaan perangkat-perangkat tersebut secara intensif dengan
menggabungkan setiap karakteristik yang dimilki oleh perangkat TI
tersebut diyakini akan dapat meningkatkan kualitas pelayanan.
Beberapa perangkat TI yang dapat mendukung pelaksanaan Standar
Pelayanan anatra lain meliputi: perangkat telepon, faksimile, komputer,
internet beserta website, layar touchscreen merupakan perangkat standar
yang seharusnya dimiliki institusi pelayanan publik.
Disamping itu, penggunaan TI juga berguna agar pelaksanaan
Standar Pelayanan bisa menjadi corporate memory. Dengan sistem
terintegrasi, data-data yang dimasukan ke dalam suatu sistem informasi

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

47

StandarPelayananPublik

pelayanan dapat menjadi informasi yang berguna bagi perbaikan


Standar Pelayanan untuk masa yang akan datang.
Penggunaan Teknologi Informasi dalam pemberian pelayanan
publik juga dapat menyebabkan kontak antara penyedia pelayanan
dengan pelanggannya menjadi dekat dan tidak terbatas atas ruang dan
waktu.
3.4.

Kelembagaan

Lembaga atau kelembagaan, secara teoritis (North, 1990) adalah


suatu rule of the game yang mengatur tindakan dan menentukan apakah
suatu organisasi dapat berjalan secara efesien dan efektif. Dengan
demikian, tata kelembagaan dapat menjadi pendorong (enabling)
pencapaian keberhasilan dan sekaligus juga bila tidak tepat dalam
menata maka dapat menjadi penghambat (constraint) pencapaian
keberhasilan organisasi.
Menurut Bromly (1989) analisis terhadap kelembagaan akan
menyangkut tidak saja pada aturan main, tetapi menyangkut tiga
tingkatan, yaitu:
a.
b.
c.

Tingkatan kebijakan.
Tingkatan organisasi
Tingkatan Perilaku (expected Action)

Kelembagaan yang dimaksud mencakup pengaturan tentang


distribusi kewenangan, tata organisasi yang mewadahi kewenangan yang
ada, dan harapan terhadap perilaku yang diperankan. Dalam
pandangan Bromly, dapat dijelaskan bahwa perilaku praktis baik
tidaknya ditentukan oleh desain kebijakan dan organisasi.
Dalam perspektif kelembagaan ini, maka penyusunan standar
pelayananan publik juga merupakan pengembangan kelembagaan atau
rule of the game. Oleh karena itu, penyusunan standar pelayanan

48

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

publik harus memperhitungkan penataan kewenangan dan tata


organisasi.
Tata kewenangan dan organisasi di setiap instansi pemerintah dapat
dikatakan sebagai infra struktur dari sistem manajemen pelayanan dan
juga standar pelayanan publik. Dengan pemikiran seperti ini maka,
apabila penataan kewenangan dan organisasi tidak diatur dengan benar,
maka supra strukur diatasnya (manajemen pelayanan dan standar
pelayanan publik) juga tidak akan dapat berdiri dan berjalan dengan
baik. Penataan kewenangan dan organisasi yang tidak tepat bisa
nampak dalam bentuk beberapa hal sebagaimana tabel berikut ini:
Tabel 3.1
Penataan Kewenangan dan Organisasi yang Tidak Tepat
Penataan Kewenangan yang
tidak tepat

Penataan Organisasi yang tidak


tepat

1. Terjadinya tumpang tindih


kewenangan diantara unit unit
kerja atau personalia

1. Terjadinya tumpang tindih atau


dobel fungsi dalam unit kerja
yang berbeda

2. Terjadinya konsentrasi
kekuasaan dalam satu atau
beberapa unit yang tidak dapat
dikendalikan oleh unit yang
lebih tinggi.

2. Terjadinya ketidak pastian dan


ketidak jelasan power position

3. Terjadinya kewenangan yang


tidak dapat dilaksanakan karena
tidak menjadi prioritas
kebutuhan

3. Terjadinya keterputusan
rangkaian data dan pengambilan
keputusan dari satu rantai ke
rantai orga-nisasi lainnya.

4. Terjadinya kewenangan semu


yang berjalan melampaui
kewenangan yang seharusnya

4. Terjadinya voice dan exit yang


tinggi.

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

49

StandarPelayananPublik

Penyusunan Standar pelayanan publik, tidak saja membuat


dokumen yang berisi janji dan rangkaian kegiatan pelayanan beserta
syarat syaratnya. Namun pada dasarnya, penyusunan standar pelayanan
publik adalah mengkonstruksi dan rekonstruksi suatu rangka
kewenangan, organisasi dan kegiatan pelayanan sedemikian rupa
sehingga terjadi sistematisasi yang menuju ke suatu tujuan yang
diharapkan.
Dengan kata lain penyusunan standar pelayanan publik adalah
melakukan penataan kelembagaan. Oleh karena itu, penyusunan
standar akan sulit dimulai dan di laksanakan apabila dalam organisasi
tersebut belum ada sistematisasi dalam kewenangan, organisasi dan
kegiatan. Penyusunan standar pelayanan terpadu misalnya, akan sulit
dilakukan bila masing-masing dinas masih berusaha mempertahankan
kekuasaannya.
Berdasarkan pandangan tersebut diatas, maka dalam penyusunan
standar pelayanan publik, dipersyaratkan terjadinya penataan
kelembagaan yang sudah jelas dan tepat. Keadaan ini dapat diketahui
melalui studi kebijakan yang mengkaji tentang rangkaian kebijakan,
distribusi kekuasaan dan tata organisasi. Apabila dalam suatu organisasi
belum memiliki penataan kelembagaan yang tepat, maka penyusunan
standar pelayanan akan dilakukan secara bersamaan antara menata
kelembagaan dan menyusun standar pelayanan. Dalam posisi ini pasti
diperlukan perubahan kelembagaan yang hanya dapat dilakukan bila
didukung oleh kepemimpinan yang berpihak pada standar yang
disusun.
Berikut adalah contoh kesulitan menyusun standar pelayanan
publik dalam keadaan tata kelembagaan yang belum baik. Dalam
pengembangan standar pelayanan publik untuk pelayanan terpadu
perijinan dan kependudukan, misalnya, maka penyusun standar
pelayanan publik dapat memulai dengan analisis harapan masyarakat

50

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

(pelanggan). Secara umum ditemukan harapan masyarakat adalah


pelayanan yang tidak berbelit atau cukup di satu tempat atau satu loket.
Penyusunan standar pelayanan, tentu saja dengan mudah dapat
menuliskan harapan masyarakat diatas di dalam buku standar
pelayanan namun masalahnya apakah harapan seperti itu bisa dicapai
atau tidak. Bila sekedar janji tentu saja pernyataan harapan masyarakat
tersebut bisa di tulis, tapi janji yang tidak terpenuhi akan menyebabkan
ketidakpuasan masyarakat yang mendalam karena merasa dibohongi.
Untuk memberikan bukti bahwa penyataan yang ditulis dalam
standar pelayanan memang benar, maka harus dirumuskan bagaimana
tata pelayanan yang benar benar dapat memberikan mudah (tidak
berbelit dalam satu loket). Untuk mencapai tujuan tersebut maka
diperlukan penataan kedalam agar unit-unit kerja yang terkait dengan
penyediaan pelayanan perijinan tersebut harus mau menyerahkan
kewenangan pengesahannnya kepada satu orang ketua kantor pelayanan
terpadu. Dengan penyerahan kewenangan tersebut maka masyarakat
yang dapat ke kantor pelayanan terpadu akan dilayani langsung oleh
satu kewenangan dan satu organisasi.
Namun masalahnya bila di kantor tersebut ternyata belum ada
kesepakatan antara Dinas atau unit kerja terkait dengan kantor
perijinan terpadu, maka akan terjadi tarik menarik kewenangan dan
proses yang bolak balik antara kantor pelayanan terpadu dengan dinas
atau unit perijinan terkait. Dalam keadaan penataan kewenangan yang
belum selesai ini, maka walaupun di kantor pelayanan terpadu hanya
ada satu loket yang didatangi oleh masyarakat namun secara
kelembagaan hal ini belum dapat dikatakan baik karena tata
kelembagaannya masih belum terpadu. Oleh karena itu, menyusun
standar pelayanan pada dasarnya tidak sekedar menulis harapan dan
keinginan tetapi lebih dari itu standar pelayanan publik merupakan

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

51

StandarPelayananPublik

penulisan realitas kelembagaan (tata kewenangan dan organisasi serta


perilaku yang diharapkan) dalam suatu organisasi secara keseluruhan.
3.5.

Peraturan Perundangan Terkait

Untuk dapat mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas


kepada masyarakat, Pedoman dan tatalaksana pelayanan umum
seharusnya menjadi acuan bagi instansi penyelenggara pelayanan dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Berbagai kebijakan yang
menjadi pedoman dan tatalaksana pelayanan umum tersebut, telah
beberapa kali mengalami penyempurnaan, terakhir melalui Keputusan
MENPAN No.63/KEP/M.PAN/ 7/2003 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Kebijakan ini juga didukung dan
ditindaklanjuti dengan penetapan Surat
Men.PAN Nomor
148/M.PAN/5/2003 perihal Pedoman Umum Penanganan Pengaduan
Masyarakat, kemudian Keputus-an Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor: KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum
Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi
Pemerintah, Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor: KEP/26/M. PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis
Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan
Publik, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor: 20/M.PAN/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Pelayanan Publik.
Selanjutnya dalam konteks pelayanan di daerah, Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal
22 butir (e,f) yang mengamanatkan bahwa dalam menyelenggarakan
otonomi, daerah mempunyai kewajiban: (e) meningkatkan pelayanan
dasar pendidikan; dan (f) menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan.
Selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk
mengukur kineja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah

52

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

Kabupaten/Kota berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat


yang mencakup jenis pelayanan dan nilai (benchmark), yang kemudian
ditindaklanjuti dengan Permendagri Nomor 6 Tahun 2007 tentang
Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan
Minimal.
Dalam rangka memberikan jaminan dan kepastian agar penerapan
Standar Pelayanan dapat berjalan dengan baik, dibutuhkan sebuah
payung kebijakan yang secara formal mengharuskan kepada instansi
pemerintah/unit-unit
pelayanan publik
untuk
menyusun dan
menerapkan Standar Pelayanan, mendukung pembiayaan, mendukung
pemberdayaan SDM dan penataan kelembagaan. Hal ini telah diatur
dalam rancangan final Undang-undang pelayanan publik. Dalam
rancangan undang-undang ini disebutkan dalam pasal 16 ayat (1) dan (2)
yang berbunyi:
(1) Penyenggara wajib menyusun dan menetapkan standar pelayanan sesuai dengan
sifat, jenis dan karakteristik layanan yang diselenggarakan dengan memperhatikan
lingkungan, kepentingan dan masukan dari masyarakat dan pihak terkait.
(2) Penyelenggara wajib menerapkan standar pelayanan sebagaimana dimaksud ayat
(1).

Penjabaran untuk undang-undang tersebut bagi instansi pemerintah


pusat dapat berupa Peraturan/ Keputusan Menteri dan Kepala LPND.
Sedangkan pada pemerintah daerah, dapat berupa Peraturan Daerah
(Perda)
maupun Peraturan/Keputusan Kepala Daerah dan disusun
bersama-sama dengan masyarakat sebagai pengguna layanan. Dengan
memperhatikan berbagai faktor penentu keberhasilan; kepemimpinan,
budaya pelayanan, sumberdaya manusia dan keuangan serta kelembagaan
instansi penyedia pelayanan, diharapkan penyusunan dan penerapan
standar pelayanan dapat terlaksana dengan lebih baik dan lebih mudah
dilakukan oleh unit penyelenggara pelayanan publik.

Bab 3 Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

53

BAB 4. PERANCANGAN STANDAR


PELAYANAN PUBLIK

StandarPelayananPublik

BAB 4

4.1.

PERANCANGAN STANDAR
PELAYANAN PUBLIK

Pengertian, Prinsip dan Ruang Lingkup

Sebelum melakukan penyusunan standar pelayanan, kita perlu


memahami beberapa pengertian terkait dengan standar pelayanan.
Karena berdasarkan fenomena di lapangan, kadang-kadang terdapat
kesalahan penafsiran antara standar pelayanan dan standar pelayanan
minimal (SPM). Di samping itu banyak juga yang menanyakan
keterkaitan standar pelayanan dan standard operating procedures (SOP).
Oleh karena itu dipandang perlu dalam bab ini menjelaskan berbagai
pengertian dan prinsip mengenai standar pelayanan, SOP, dan SPM
agar dapat meningkatkan pemahaman dalam penerapannya. Hal lain
lagi yang juga dianggap penting untuk diketahui adalah maklumat
pelayanan.

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

55

StandarPelayananPublik

1) Standar Pelayanan

Standar Pelayanan adalah suatu tolok ukur yang dipergunakan


untuk acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji
dari pihak penyedia pelayanan kepada pelanggan untuk memberikan
pelayanan yang berkualitas (LAN, 3: 2003). Pengertian yang sama
tetang standar pelayanan ini juga terdapat dalam Permenpan No. 20
tahun 2006 tetang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik
dan Rancangan final Undang-undang Pelayanan Publik.
Ruang lingkup standar pelayanan publik, sebagaimana dituangkan
dalam buku yang diterbikan LAN tahun 2003 mencakup sekurangkurangnya: (1) Nama Jenis pelayanan; (2) Visi dan Misi Pelayanan; (3)
Prosedur pelayanan; (4) Persyaratan Pelayanan, (5) Waktu Pelayanan;
(6) Biaya/Tarif pelayanan serta (7) Mekanisme Pengelolaan Pengaduan
Pelayanan. Sedangkan dalam Permenpan Nomor 20 tahun 2006
disebutkan bahwa ruang lingkup atau komponen yang harus ada dalam
standar pelayanan adalah : (1) Jenis pelayanan; (2) Dasar Hukum
Pelayanan; (3) Persyaratan Pelayanan; (4) Prosedur Pelayanan; (5)
Waktu penyelesaian pelayanan; (6) Biaya pelayanan; (7) Produk
pelayanan; (8) Sarana dan prasarana pelayanan serta (9) Mekanisme
pengaduan.
Prinsip-prinsip Penyusunan Standar Pelayanan (Permenpan No: 20
tahun 2006) adalah :
Konsensus, standar pelayanan merupakan komitmen atau hasil
kesepakatan bersama antara pimpinan dan staf unit pelayanan
dengan memperhatikan sungguh-sungguh
Sederhana, standar pelayanan yang ditetapkan memuat aturanaturan yang bersifat pokok sehingga mudah dipahami dan
dilaksanakan, baik oleh petugas pemberi layanan maupun oleh
masyarakat
Konkrit, standar pelayanan yang ditetapkan bersifat nyata dan
jelas untuk dilaksanakan

56

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

Mudah diukur, standar pelayanan yang ditetapkan dapat diukur


implementasinya, baik yang bersifat teknis maupun non teknis
Terbuka, standar pelayanan yang ditetapkan bersifat terbuka
untuk mendapatkan saran dan masukan untuk penyempurnaan.
Terjangkau, standar pelayanan dapat dilaksanakan secara baik
dan benar, baik oleh petugas pemberi layanan maupun oleh
masyarakat yang menerima layanan
Dapat dipertanggungjawabkan, hal-hal yang diatur dalam standar
pelayanan dapat dipertangungjawab-kan secara nyata kepada
pihak-pihak yang berkepentingan
Mempunyai batas waktu penyampaian, standar pelayanan dapat
memberikan ketepatan waktu bagi pencapaian hal-hal yang
diatur dalam standar pelayanan
Berkesinambungan, standar pelayanan yang sudah ditetapkan
dapat terus menerus disempurnakan sesuai dengan
perkembangan dan tuntutan peningkatan kualitas pelayanan.

2) Standar Pelayanan Minimal (SPM)

SPM adalah suatu ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan


dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh
setiap warga secara minimal (PP No.65 tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan SPM). Sedangkan yang dimaksudkan
dengan pelayanan dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar
dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan
sosial, ekonomi dan pemerintahan.
Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kualitatif dan kuantitatif
yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak
dipenuhi dalam suatu pencapaian SPM tertentu, berupa masukan,
proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan. SPM ini disusun dalam
rangka penyelenggaraan urusan wajib Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan
pelayanan dasar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

57

StandarPelayananPublik

Adapun ruang lingkup SPM meliputi: (1) pedoman penyusunan dan


penerapan SPM untuk menjadi acuan dalam penyusunan SPM oleh
Menteri/ LPND dan dalam penerapannya oleh Pemerintah Propinsi
dan Pemerintah Kabupaten/Kota, (2) SPM disusun dan diterapkan
dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib Pemerintah Daerah
Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang berkaitan
dengan pelayanan dasar sesuai dengan peraturan undang-undang.
Prinsip-prinsip SPM adalah :
SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintah Daerah
untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada
masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan
wajib
SPM ditetapkan oleh Pemerintah dan diberlakukan untuk
seluruh Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota
Penerapan SPM oleh Pemerintah Daerah merupakan bagian dari
penyelenggaraan pelayanan dasar nasional
SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka,
terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai
batas waktu pencapaian
SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas
dan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta
kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang
yang bersangkutan.
3) Standard Operating Procedures (SOP).

SOP adalah penetapan tertulis mengenai apa yang harus dilakukan,


kapan, di mana dan oleh siapa (LAN, 2006). Sedangkan
PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan SOP
Administrasi Pemerintahan, SOP didefinisikan sebagai serangkaian
instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses

58

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

penyelenggaraan administrasi pemerintahan: bagaimana dan kapan


harus dilakukan; di mana; dan oleh siapa dilakukan.
Adapun manfaat SOP bagi instansi pemerintah adalah:

Standarisasi cara yang dilakukan pejabat publik/instansi


pemerintah atau pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan yang
menjadi tugas dan tanggungjawabnya;
Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin
dilakukan oleh pejabat publik/instansi pemerintah atau pegawai
dalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugas dan
tanggungjawabnya;
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas;
Membantu pejabat publik/instansi pemerintah atau pegawai
menjadi lebih mandiri;
Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan tugas;
Menciptakan ukuran standar kinerja bagi pejabat publik/instansi
pemerintah atau pegawai;
Memastikan pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan
dapat berlangsung dalam berbagai situasi;
Menjamin konsistensi pelayanan kepada masyarakat, baik dari
sisi mutu, waktu dan prosedur;
Memberikan informasi mengenai kualifikasi kompetensi yang
harus dikuasai oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya;
Memberikan informasi bagi upaya peningkatan kompetensi
pegawai;
Memberikan informasi mengenai beban tugas yang dipikul oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya;
Sebagai instrumen yang dapat melindungi pegawai dari
kemungkinan tuntutan hukum karena tuduhan melakukan
penyimpangan;
Menghindari tumpang tindih pelaksanaan tugas;

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

59

StandarPelayananPublik

Membantu
penelusuran
terhadap
kesalahan-kesalahan
prosedural;
Membantu memberikan informasi yang diperlukan dalam
penyusunan standar pelayanan sehingga sekaligus dapat
memberikan informasi bagi kinerja pelayanan.

Komponen yang sekurang-kurangnya harus ada dalam SOP adalah :


(1) Halaman Judul (Cover); (2) Daftar Isi (3) SK yang ditanda tangani
pimpinan tertinggi; (4) Penjelasan tata cara penggunaan dokumen. (5)
Penjelasan beberapa definisi yang diperlukan .
Sedangkan kelengkapan yang harus ada dalam setiap SOP adalah :
Nama SOP, Satuan Kerja/ Unit Kerja, Nomor Dokumen, Tanggal
Pembuatan, Tanggal Revisi, Tanggal Efektif, Pengesahan oleh pejabat
yang berkompeten, Dasar hukum, Keterkaitan, Kualifikasi personel,
Peralatan dan Perlengkapan Uraian SOP, serta Pencatatan.
Adapun
prinsip-prinsip
penyusunan
SOP
PER/21/M.PAN/ 11/2008 adalah sebagai berikut:

60

berdasarkan

Kemudahan dan kejelasan. Prosedur-prosedur yang distandarkan


harus dapat dengan mudah dimengerti dan diterapkan oleh
semua pegawai bahkan seseorang sama sekali baru dalam tugas
pelaksanaan tugasnya;

Efisiensi dan efektivitas. Prosedur-prosedur yang distandarkan


harus merupakan prosedur yang paling efisien dan efektif dalam
proses pelaksanaan tugas;

Keselarasan. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus selaras


dengan prosedur-prosedur standar lain yang terkait;

Keterukuran. Output dari prosedur-prosedur yang distandarkan


mengandung standar kualitas (mutu) tertentu yang dapat diukur
pencapaian keberhasilannya;

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

Dinamis. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus dengan


cepat dapat disesuaikan dengan kebutuhan peningkatan kualitas
pelayanan yang berkembang dalam penyelenggaraan administrasi
pemerintahan;

Berorientasi pada pengguna (mereka yang dilayani). Prosedurprosedur yang distandarkan harus mempertimbangkan
kebutuhan pengguna (customers needs) sehingga dapat
memberikan kepuasan kepada pengguna;

Kepatuhan hukum. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus


memenuhi ketentuan dan peraturan-peraturan pemerintah yang
berlaku;

Kepastian hukum. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus


ditetapkan oleh pimpinan sebagai sebuah produk hukum yang
ditaati, dilaksanakan dan menjadi instrumen untuk melindungi
pegawai dari kemungkinan tuntutan hukum.

Sedangkan prinsip-prinsip pelaksanaan SOP masih dari peraturan


yang sama, adalah sebagai berikut:

Konsisten. SOP harus dilaksanakan secara konsisten dari waktu


ke waktu, oleh siapapun, dan dalam kondisi apapun oleh seluruh
jajaran organisasi pemerintahan;

Komitmen. SOP harus dilaksanakan dengan komitmen penuh


dari seluruh jajaran organisasi, dari level yang paling rendah dan
tertinggi;

Perbaikan berkelanjutan. Pelaksanaan SOP harus terbuka terhadap


penyempurnaan-penyempurnaan untuk memperoleh prosedur
yang benar-benar efisien dan efektif;

Mengikat. SOP harus mengikat pelaksana dalam melaksanakan


tugasnya sesuai dengan prosedur standar yang telah ditetapkan;
Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

61

StandarPelayananPublik

Seluruh unsur memiliki peran penting. Seluruh pegawai peran-peran


tertentu dalam setiap prosedur yang distandarkan. Jika pegawai
tertentu tidak melaksanakan perannya dengan baik, maka akan
mengganggu keseluruhan proses, yang akhirnya juga berdampak
pada proses penyelenggaraan pemerintahan;

Terdokumentasi dengan baik. Seluruh prosedur yang telah


distandarkan harus didokumentasikan dengan baik, sehingga
dapat selalu dijadikan referensi bagi setiap mereka yang
memerlukan.

4) Maklumat Pelayanan

Maklumat Pelayanan diartikan sebagai sebuah publikasi singkat yang


menggambarkan kualitas pelayanan yang dapat diharapkan dari instansi
penyedia pelayanan. Maklumat pelayanan juga merupakan seperangkat
dokumen sederhana yang berisikan secara jelas dan tertulis tentang
kualitas dan dalam tingkat pelayanan yang dapat dicapai (LAN; 2007).
Penekanan pada konsep maklumat pelayanan ini merupakan suatu
pendekatan yang terbuka dan transparan sehingga semua pihak yang
terlibat di dalam proses pelayanan memahami dan dapat bekerja di
dalamnya.
Tujuan penyusunan maklumat pelayanan adalah: (1) meningkatkan
legitimasi birokrasi; (2) memperkuat hak-hak warga Negara; (3)
meningkatkan pengaruh warga negara dalam proses pelayanan; (4)
mengelola ekspektasi pelanggan; (5) memperkuat kinerja penyedia
pelayanan; serta (6) mengembalikan tingkat kepercayaan masyarakat
dalam sektor publik.
Komponen yang harus ada dalam maklumat pelayanan adalah
(LAN, 2007):

62

Visi dan misi pelayanan, yang diperlukan untuk memberi arah


yang jelas bagi suatu unit pelayanan;

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

Standar pelayanan, yang berkaitan dengan output dan outcome


pelayanan seperti aksesibilitas, ketepatan waktu, jenis pelayanan,
jadwal pelayanan, lamanya pelayanan serta alur pelayanan;
Etika pelayanan, yang berkaitan dengan apa yang yang harus
dilakukan dan apa yang dilarang untuk dilakukan oleh setiap
pegawai pemberi layanan;
Hak dan kewajiban, mencakup pengguna layanan maupun
penyedia pelayanan;
Sanksi-sanksi, ditujukan baik bagi penyedia layanan dan
pengguna layanan;
Saran, Kritik, dan keluhan, untuk mengetahui kinerja unit
pelayanan.

Secara singkat, prinsip-prinsip dalam


pelayanan tergambarkan dalam tabel berikut:

penerapan

maklumat

Tabel 4.1
Prinsip Penerapan Maklumat Pelayanan
Prinsip Prinsip Strategik
1. Prinsip Strategik 1
Unsur Utama Maklumat Pelayanan

Sub Prinsip
1. Informasi kepada pelanggan
tentang Instansi Peyedia
Layanan.
2. Jalur-Jalur Komunikasi
3. Standar Pelayanan (wajib)
4. Hak dan Kewajiban Pelanggan
5. Masukan dan keluhan
Pelanggan (wajib)

Prinsip Strategik 2
Pengembangan Maklumat

1. Konsultasi Pengembangan
Maklumat Pelayanan.

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

63

StandarPelayananPublik

Prinsip Prinsip Strategik


Pelayanan

Sub Prinsip
2. Format dan Tampilan
Maklumat
3. Peresmian Maklumat Pelayanan

Prinsip Strategik 3

1. Tujuan Peninjauan Ulang

Memelihara dan meninjau ulang


Maklumat Pelayanan

2. Frekwensi Peninjauan Ulang


3. Konsultasi dalam Peninjauan
Ulang
4. Promosi Berkelanjutan

Prinsip Strategik 4
Memonitor dan melaporkan
penerapan Maklumat Pelayanan

1. Memonitor kinerja terhadap


standar
2. Melaporkan kinerja terhadap
standar
3. Melaporkan keluhan dan
masukan pelanggan

4.2.

Langkah-langkah Penyusunan Standar Pelayanan


1) Analisis Pra Kondisi

Proses penyusunan standar pelayanan publik pada dasarnya adalah


untuk mengkonstruksi dan rekonstruksi suatu rangka kewenangan,
organisasi dan kegiatan pelayanan, termasuk komitmen pimpinan dan
jajarannya, sehingga diperoleh kondisi yang lebih kondusif dalam
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, setelah komitmen
terbangun, organisasi pemerintah yang akan menyusun standar
pelayanan terlebih dahulu harus menganalisis kondisi organisasi. Proses

64

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

analisis ini dapat dilakukan melalui beberapa pertanyaan sebagai


berikut: (1) Kewenangan apa saja yang dimiliki oleh organisasi; (2)
Bagaimana bentuk kelembagaan pelayanan yang ada saat ini; (3) instansi
mana saja yang terkait dengan pelayanan yang diselenggarakan; (4)
apakah ada peraturan yang jelas terkait dengan kewenangan yang
dimiliki.
Analisis prakondisi ini sangat penting dilakukan, agar dapat
diketahui dengan jelas penataan kelembagaannya. Apabila dalam suatu
unit pelayanan belum memiliki sistem penataan kelembagaan yang baik,
maka penyusunan standar pelayanan harus dilakukan secara bersamaan
antara menata kelembagaan dan menyusun standar pelayanan.
Tujuan dari dilakukannya analisis ini untuk memperjelas
kewenangan yang dimilki oleh suatu instansi pelayanan, sekaligus
melihat perlu tidaknya dilakukan kembali pengaturan kelembagaan
pelayanan. Setelah tahapan ini dilakukan, akan mempermudah pada
penyusunan prosedur pelayanan yang efektif dan efisien. Untuk
mepermudah proses analisis ini dapat mempergunakan lembar kerja 1
yang terdapat dalam lampiran sebagai alat bantunya.
2) Identifikasi Jenis Pelayanan dan Pelanggan

Penyusunan standar pelayanan harus dilakukan pada setiap jenis


pelayanan sesuai dengan tugas dan fungsi organisasi. Metode yang dapat
dipergunakan dalam mengidentifikasi jenis pelayanan tersebut
dilakukan dengan mencermati berbagai kebijakan dan peraturan yang
mendasari pembentukan organisasi. Berdasarkan kewenangan dan tugas
fungsi organisasi, dapat diketahui jenis-jenis pelayanan apa saja yang
harus dilakukan oleh instansi yang bersangkutan.
Setelah teridentifikasi jenis-jenis pelayanan yang menjadi tugas dan
kewenangan organisasi, langkah selanjutnya adalah mengidentikasi
siapa saja yang menjadi pelanggan dalam tiap-tiap jenis pelayanan
tersebut. Pelanggan bisa individu (masyarakat yang mempergunakan jasa
pelayanan), maupun pelanggan institusional (perusahaan, badan usaha

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

65

StandarPelayananPublik

maupun instansi pemerintah lainnya). Terkait dengan pelanggan yang


berasal dari instansi pemerintah tersebut, terkadang output atau hasil
pelayanan yang kita lakukan menjadi input dari pelayanan yang harus
dilakukan instansi lain.
Identifikasi jenis pelayanan dan pelanggan dapat dilakukan dengan
menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan: (1) jenis pelayanan yang
diselenggarakan sesuai dengan tugas fungsi, baik yang diberikan kepada
masyarakat, instansi lain, maupun kepada unit lain secara internal
dalam instansi tersebut; (2) Dasar hukum diselenggarakannya
pelayanan-pelayanan tersebut; (3) pelanggan atau pengguna pelayanan
atau target pelayanan yang langsung merasakan hasil pelayanan; (4)
Pelanggan yang secara tidak langsung merasakan hasil pelayanan; (5)
Pelanggan internal yang dilayani; (6) Instansi lain yang juga menjadi
pelanggan.
Untuk memudahkan proses identifikasi jenis pelayanan dan
pelanggan, lembar kerja 2 pada bagian lampiran dapat dipergunakan.
Hasil yang diperoleh dari proses identifikasi ini adalah : daftar jenis
pelayanan beserta jenis pelanggan dari masing-masing jenis pelayanan
yang harus dilakukan.
3) Identifikasi Harapan Pelanggan

Pada tahap ini, baik pelanggan, pegawai dan stakeholders secara


keseluruhan diminta untuk memberikan masukan mengenai kualitas
pelayanan yang diharapkan; tingkat kepuasan pelanggan termasuk
kepuasan yang saat ini diperoleh pelanggan; dan perubahan-perubahan
apa yang diinginkan pelanggan.
Metode yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi harapan
pelanggan ini adalah :
Pertama: melakukan survey terhadap pelanggan. Survey dapat
dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang sederhana dengan
pertanyaan-pertanyaan yang pada intinya adalah penilaian kualitas

66

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

pelayanan yang dirasakan pelanggan saat ini dan apa yang diharapkan
di masa yang akan datang. Informasi dari pelanggan ini selain
dilakukan dengan survey dapat juga dilakukan dengan mengadakan
focus group discussion dengan pelanggan, customer pannel ataupun
penyelenggaraan lokakarya dengan melibatkan pelanggan sebagai
pesertanya.
Kedua: mengadakan diskusi dengan seluruh staf yang terlibat
langsung pelayanan. Dalam lingkup organisasi, seorang staf yang
bertang-gungjawab untuk memberikan pelayanan langsung biasanya
memiliki informasi yang lengkap mengenai harapan-harapan
pelanggan. Kedudukan staf ini dapat sebagai penyedia pelayanan
tetapi juga dapat sebagai pelanggan bagi staf lain yang bertugas
menyediakan berbagai hal bagi staf penyedia pelayanan dalam
memberikan pelayanannya kepada pelanggan sesungguhnya. Dengan
demikian, identifikasi ungkapan-ungkapan harapan tersebut
merupakan identifikasi ungkapan-ungkapan harapan dari pelanggan
eksternal, dan identifikasi ungkapan-ungkapan harapan pelanggan
internal.
Pertanyaan-pertanyaan dasar yang harus diketahui dari pelanggan
adalah : (1) Bagaimana pelayanan yang selama ini telah dilakukan
terkait dengan prosedur, biaya, persyaratan, waktu pemberian
pelayanan, (2) Apa saran yang dari pelanggan untuk perbaikan kualitas
pelayanan dimasa datang, (3) Apa saja yang menjadi kebutuhan
pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan kita.
Hasil dari proses identifikasi ini adalah: harapan pelanggan terkait
dengan kualitas pelayanan; tingkat kepuasan pelanggan saat ini dan
harapan di masa yang akan datang; serta perubahan-perubahan apa yang
diinginkan pelanggan. Lembar kerja 3 pada bagian lampiran dapat
dipergunakan sebagai alat bantu dalam melakukan aktivitas ini.

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

67

StandarPelayananPublik

4) Identifikasi Visi dan Misi Pelayanan

Untuk memberikan arah yang jelas bagi sesuatu unit pelayanan


dalam menghadapi berbagai peluang dan tantangan yang dihadapi
sesuai dengan kemampuan internal yang dimiliki, diperlukan suatu
rumusan visi pelayanan. Visi pelayanan merupakan gambaran masa
mendatang yang realistik mengenai pelayanan yang ingin diwujudkan
dalam kurun waktu tertentu. Agar pemberian pelayanan di masa
mendatang dapat sejalan dengan tujuan yang akan dicapai oleh
organisasi secara keseluruhan maka visi pelayanan haruslah konsisten
dengan visi organisasi.
Visi pelayanan perlu dirumuskan dalam bentuk yang cukup singkat
dan mudah diingat, berorientasi pada masa depan, dapat menimbulkan
dan menumbuhkan energi dan komitmen seluruh jajaran dalam
organisasi pelayanan, dan menggambarkan adanya suatu standar
keunggulan.
Kegiatan merumuskan visi merupakan kegiatan yang harus
dilakukan secara ad hoc organisasi sehingga visi yang telah dirumuskan
adalah visi bersama.
Untuk mencapai visi pelayanan tersebut perlu ditetapkan misi
pelayanan. Misi pelayanan merupakan pernyataan hal-hal yang harus
dilakukan oleh organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Agar rumusan misi dapat benar-benar merupakan sarana pencapaian
visi, maka terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi, antara lain:
(1) Menyebutkan dengan pasti pelayanan yang akan diberikan dan
ditawarkan kepada pelanggan; (2) Memberikan spesifikasi pelanggan
yang menjadi sasaran pelayanan ; (3) Mencantumkan strategi yang
digunakan untuk mencapai visi pelayanan.
Visi dan misi ini dapat juga menggunakan visi dan misi organisasi.
Akan tetapi apabila hal ini dilakukan penyusunan tujuan stratejik

68

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

harus melingkup atau memuat tujuan yang terkait dengan


peningkatan kualitas pelayanan dengan target-target kinerjanya.

upaya

Untuk memudahkan penyusunan visi dan misi pelayanan dapat


memanfaatkan lembar kerja 4 pada lampiran. Hasil dari tahapan ini
adalah terumuskannya visi dan misi pelayanan yang sesuai dengan visi
dan misi organisasi.
5) Analisis Proses dan Prosedur, Persyaratan, Sarana dan

Prasarana, Waktu, dan Biaya Pelayanan.


Tujuan dilakukannya tahapan ini untuk memperoleh prosedur yang
benar-benar efisien dan efektif, beserta penghitungan waktu, biaya,
sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Pelaksanaan tahapan ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:

Analisis Proses dan Prosedur

Proses dan prosedur pelayanan dapat meliputi prosedur pelayanan


langsung kepada pelanggan, dan proses pengolahan pelayanan, yang
merupakan proses internal dalam menghasilkan pelayanan. Proses
analisis proses dan prosedur ini harus dilakukan pada tiap-tiap jenisjenis pelayanan yang dilakukan di unit pelayanan tersebut. Dari tiaptiap jenis pelayanan tersebut kemudian di identifikasi seluruh aktivitas
dalam kegiatan pelayanan secara berurutan dimulai dengan aktivitas
yang dilakukan ketika pertama kali pelanggan datang sampai pada saat
pelanggan selesai menerima pelayanan. Pada proses ini juga perlu
diinformasikan siapa saja yang harus menyelesaikan setiap tahapan
pekerjaan tersebut, sehingga masing-masing pegawai dapat mengetahui
peran masing-masing dalam proses penyelesaian pelayanan.
Analisis proses dan prosedur pelayanan ini akan semakin jelas
apabila aktivitas-aktivitas pekerjaan tersebut digambarkan dalam suatu
diagram alir (flowchart)
Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

69

StandarPelayananPublik

Analisis Persyaratan
Analisis persyaratan pelayanan ini diperlukan untuk mengetahui halhal yang harus dipenuhi
oleh pelanggan untuk mendapatkan
pelayanan. Persyaratan pelayanan dapat berupa dokumen kelengkapan
atau surat-surat, berupa barang seperti benih tanaman, tergantung
kebutuhan dari masing-masing jenis pelayanan. Persyaratan pelayanan
perlu diidentifikasi dari tiap aktivitas pelayanan sehingga untuk
keseluruhan proses dapat ditentukan keseluruhan persyaratan yang
harus dipenuhi oleh pelanggan termasuk biaya total yang harus dibayar
oleh pelanggan. Meskipun demikian berdasarkan analisis terhadap
suatu proses pelayanan ternyata tidak memerlukan persyaratan tertentu,
pada tahapan ini kolom lembar kerjanya tidak perlu diisi.

Analisis Sarana dan Prasarana

Sarana pelayanan merupakan berbagai fasilitas yang diperlukan


dalam rangka memberikan pelayanan. Sarana yang digunakan dapat
merupakan sarana yang utama dan sarana pendukung. Sarana utama
adalah sarana yang harus disediakan dalam rangka proses pelayanan,
yang meliputi antara lain: berbagai formulir, berbagai fasilitas
pengolahan data, dan fasilitas telekomunikasi. Sedangkan sarana
pendukung adalah fasilitas yang pada umumnya disediakan dalam
rangka memberikan pelayanan pendukung, antara lain seperti:
penyediaan fasilitas ruang tunggu yang nyaman, penyediaan layanan
antaran, dan lain-lain. Sedangkan prasarana merupakan berbagai
fasilitas yang mendukung sarana pelayanan antara lain berupa jalan
menuju kantor pelayanan, instalasi listrik, dan sebagainya.
Analisis sarana dan prasarana pelayanan yang dibutuhkan dapat
dilakukan dengan mengidentifikasi kebutuhan sarana dan prasarana
pada setiap aktivitas yang dilakukan pada setiap jenis pelayanan.

70

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

Analisis Waktu Pelayanan

Untuk menghitung waktu yang diperlukan dalam melayani satu


jenis pelayanan perlu dilakukan analisis waktu. Analisis waktu ini
dilakukan sejalan dengan identifikasi aktivitas-aktivitas yang dilalui
dalam proses pengolahan pelayanan. Kegiatan analisis waktu tersebut
melibatkan kegiatan penentuan waktu yang diperlukan untuk
memberikan suatu pelayanan, dimana dalam menentukan waktu
bukanlah
berdasarkan
prediksi.
Penentuan
waktu
perlu
mempertimbangkan pada kemampuan internal, pengalaman pemberian
pelayanan selama ini, dan harapan pelanggan. Disamping itu, perlu
pula melakukan uji coba yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga
dapat ditentukan waktu yang ideal. Dengan ditentukannya waktu yang
dihabiskan untuk setiap aktivitas yang dilakukan pada proses
pengolahan, maka akan dapat ditentukan waktu yang akan dihabiskan
untuk melayani satu jenis pelayanan sejak awal pelanggan menemui
petugas pelayanan sampai dengan pelayanan selesai dilakukan.
Analisis Biaya Pelayanan
Proses analisis biaya pelayanan ini pada dasarnya sama dengan
proses analisis persyaratan, sarana prasarana pelayanan maupun waktu
pelayanan. Pada yang tahapan ini dilakukan analisis kebutuhan biaya
yang diperlukan dalam setiap tahapan pelayanan. Proses penghitungan
biaya pelayanan ini dilakukan dengan perhitungan yang cermat dan
sesuai dengan biaya yang diperlukan pada masing-masing aktivitas
pelayanan. Biaya pelayanan ini perlu dibedakan menjadi dua, yaitu (1)
Biaya yang dibebankan kepada pelanggan, dimana proses penentuannya
dilakukan berdasarkan peraturan yang berlaku, (2) Biaya yang
dikeluarkan untuk proses pengerjaan pelayanan yang dibebankan pada
anggaran unit pelayanan yang bersangkutan. Analisis biaya yang harus
dibebankan oleh unit pelayanan ini diperlukan untuk
memperhitungkan anggaran yang perlu dialokasikan pemerintah untuk
mendukung pelaksanaan pelayanan tersebut. Manfaat lain dari proses

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

71

StandarPelayananPublik

ini mempermudah pengajuan anggaran maupun pertanggungjawab


keuangan unit pelayanan yan bersingkutan. Pada akhir pelaksanaan
analisis biaya ini dapat diketahui jumlah biaya yang harus dibayar oleh
pelanggan pada saat proses pelayanan selesai dilakukan, serta jumlah
biaya yang harus dikeluarkan oleh unit pelayanan yang bersangkutan.
Metode yang dapat dipergunakan untuk pelaksanaan tahap ke lima
ini adalah: workshop internal (manajemen dan karyawan), benchmark
terhadap instansi sejenis, studi banding, maupun survey pelanggan.
Hasil yang diperoleh setelah tahapan ini dilakukan adalah :
standarisasi proses dan prosedur, persyaratan, sarana dan prasarana,
waktu, dan biaya pelayanan
Dalam tahapan ini perlu memperhatikan aksesibilitas pelayanan
bagi semua pelanggan, baik pelanggan umum maupun pelanggan
dengan kebutuhan khusus (difabel). Hal ini perlu dilakukan untuk
mengingatkan penyedia pelayanan bahwa hakekat pelayanan tidak
boleh diskriminatif dan harus bersifat inklusive terhadap semua jenis
pelanggan. Implementasinya bisa dengan menyediakan berbagai sarana
dan prasarana yang memudahkan pelanggan dengan kebutuhan khusus
untuk mengakses pelayanan yang disediakan. Untuk memudahkan
proses analisis ini dapat mempergunakan lembar kerja 5 pada bagian
lampiran sebagai alat bantu.
6) Analisis Kualifikasi Personel dan Keterkaitan dengan Standar

Pelayanan yang lain.


Analisis Kualifikasi Personel
Memberikan penjelasan mengenai kualifikasi pegawai yang
dibutuhkan dalam melaksanakan perannya pada prosedur yang
distandarkan. Melalui analisis ini unit pelayanan sekaligus akan
mendapatkan informasi tentang kebutuhan pelatihan pegawai untuk
memenuhi kemampuan standar yang dipersyaratkan dalam proses
penyelesaian pelayanan.

72

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

Analisis Keterkaitan

Pada tahapan ini perlu dilakukan untuk menganalisis penjelasan


mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi ketika prosedur
dilaksanakan (atau tidak dilaksanakan). Peringatan memberikan
indikasi berbagai permasalahan yang mungkin muncul dan berada
diluar kendali pelaksana ketika prosedur dilaksanakan, dan berbagai
dampak yang ditimbulkan. Dalam hal ini dijelaskan pula bagaimana
cara mengatasinya. Disamping itu perlu pula dilakukan analisis
keterkaitan standar pelayanan yang disusun dengan standar pelayanan
lain yang distandarkan.
Metode yang dapat dipergunakan untuk pelaksanaan tahap ke enam
ini adalah: workshop internal (manajemen dan karyawan), serta
mengundang perwakilan dari instansi terkait.
Hasil yang diperoleh setelah tahapan ini dilakukan adalah :
kualifikasi personel yang diperlukan, sekaligus dapat diketahui
kebutuhan pelatihanbagi pengembangan pegawai. Disamping itu hasil
dari tahapan ini adalah teridentifikasinya standar pelayanan yang terkait
dengan pelayanan yang dikelola. Untuk memudahkan proses analisis ini
dapat mempergunakan lembar kerja 6 pada bagian lampiran sebagai
alat bantu.
7) Penentuan Mekanisme Pengaduan

Mekanisme pengaduan keluhan merupakan mekanisme yang dapat


ditempuh oleh pelanggan untuk menyatakan ketidakpuasannya
terhadap pelayanan yang diterima. Mekanisme pengaduan keluhan
merupakan hal yang sangat penting mengingat perbaikan kualitas
pelayanan secara terus menerus tidak lepas dari masukan pelanggan,
yang biasanya dalam bentuk keluhan. Dengan demikian penyelenggara
pelayanan mengetahui apa yang diharapkan oleh pelanggan serta dapat
bekerja sama dengan mereka dalam mewujudkan pelayanan berkualitas.

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

73

StandarPelayananPublik

Untuk dapat menjadikan pengaduan keluhan sebagai sumber perbaikan


pelayanan maka pengaduan/keluhan yang datang dari pelanggan harus
dikelola dengan baik. Dalam mengelola keluhan dimaksud, diperlukan
penentuan prioritas keluhan, pengembangan prosedur penerimaan
keluhan untuk kasus-kasus khusus, penentuan pejabat yang bertanggung
jawab menangani keluhan, dan pengembangan standar waktu bagi
penyelesaian keluhan.
Langkah-langkah yang dapat
mekanisme pengaduan adalah:

dilakukan

dalam

membangun

Penetapan lokasi dan media pengaduan.


Lokasi tidak hanya ditetapkan begitu saja tetapi juga harus
memenuhi kriteria yang aksesibel (mudah dijangkau), terlihat
dengan jelas, dan strategis. Lokasi yang dipilih juga harus
diinformasikan kepada masyarakat. Demikian juga bentuk
medianya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersediaan
sarana dan prasarana, misalnya: loket pengaduan, telepon, SMS,
e-mail, faksimili, surat dan kotak pengaduan/saran, atau Hotline
service;

Pengembangan sistem penerimaan, pencatatan dan pendokumentasian


pengaduan.
Dalam kaitan ini, perlu dirancang sebuah formulir yang dapat
digunakan untuk penyimpanan, pengkategorian, dan
penyusunannya dalam file arsip. Selain itu juga harus
diperhatikan kewajiban untuk mengakomodasi kebutuhan
masyarakat dengan kebutuhan khusus, misal ketersediaan
pelayanan pengaduan dalam huruf Braille, tersedia penterjemah
bagi masyarakat yang tidak menguasai bahasa nasional.
Kemudian data pengaduan yang sudah disusun dapat digunakan
untuk berbagai keperluan seperti: pengambilan keputusan,

74

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

StandarPelayananPublik

penggunaan dalam kasus dimana terdapat tuntutan hukum, dan


evaluasi; serta mendorong pihak manajemen pada unit penyedia
pelayanan untuk mengetahui sejauhmana efektivitas dan
efisiensi sistem pelayanan yang digunakannya.

Pembangunan Sistem Pemrosesan dan pengolahan data pengaduan.


Pemrosesan dilakukan melalui urutan pencatatan pengaduan
dan data yang terkait dengan pengaduan, pengkategorian
pengaduan untuk kemungkinan penyelesaiannya, penugasan
kepada seseorang staf untuk menangani pengaduan tersebut, dan
mengirimkan pengaduan pada level yang lebih berwenang jika
penyelesaian tidak dapat dilakukan ditempat pada saat itu.

Pemilihan Metode Penyelidikan dan Analisis Data Pengaduan.


Penyelidikan tidak hanya dilakukan pada pihak yang diadukan
tetapi juga pada pihak yang melakukan pengaduan secara adil
diantara keduanya. Informasi harus diperoleh dari kedua belah
pihak, informasi yang diperoleh didokumentasikan secara
historis.
Temuan-temuan
dari
kedua
pihak
selain
didokumetasikan juga di dianalisis dan diajukan rekomendasi
penyelesaian masalahnya.

Pengembangan Sistem Penyelesaian masalah dan tindak lanjut. Jika


masalah pengaduan tidak dapat diselesaikan ditempat, maka
rekomendasi penyelesaian masalah diajukan kepada atasan yang
berwenang untuk menyelesaikan masalah. Dalam kaitan ini
masyarakat yang melakukan pengaduan harus terus
diinformasikan kemajuan penanganan keluhannya. Setelah
penyelesaian permasalahan diajukan, maka pihak pengelola
pengaduan harus memastikan apakah masyarakat yang
melakukan pengaduan puas dengan bentuk penyelesaian
tersebut. Pihak pengelola pengaduan juga harus memastikan
bahwa unit pelayanan harus benar-benar menjalankan tindak
lanjut sesuai dengan penyelesaian yang diajukan. Tindak lanjut
Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

75

StandarPelayananPublik

dapat pula berupa keharusan bagi unit pelayanan untuk


melakukan perbaikan-perbaikan manajemen dalam rangka
menghindari permasalahan serupa terjadi pada masa mendatang.

Pengembangan sistem pelaporan. Pengembangan sistem pelaporan


sangat penting dalam kaitan dengan: akuntabilitas pelaksanaan
pelayanan; penginformasian kinerja unit-unit pelayanan; tindak
lanjut yang diperlukan dalam hal perbaikan manajemen pada
unit pelayanan; membangun upaya pencegahan terjadi
pengaduan yang sama pada masa mendatang; pengambilan
keputusan dalam upaya perbaikan kualitas pelayanan; dan
menjamin bahwa masyarakat memperoleh tempat yang istimewa
dalam upaya ikut serta meningkatkan kualitas pelayanan.

8) Pengemasan dan Penyajian Standar Pelayanan

Beberapa langkah yang dilakukan dalam penyusunan standar


pelayanan tersebut, tentunya tidak semua di informasikan kepada
pelanggan. Hanya informasi-informasi yang terkait langsung dengan
pelanggan yang perlu disampaikan (format standar pelayanan).
Disamping itu agar pelanggan tertarik untuk membaca dan memahami
suatu standar pelayanan yang diberlakukan. Oleh karena itu setelah
selesai disusun, perlu dikemas dengan sebaik mungkin dan disajikan
dengan bahasa yang mudah dimengerti berbagai kalangan, serta
menarik perhatian orang. Untuk memudahkan proses analisis ini dapat
mempergunakan lembar kerja 7 pada bagian lampiran sebagai alat
bantu.

76

Bab 4 Perancangan Standar Pelayanan Publik

BAB 5. PENERAPAN STANDAR


PELAYANAN

StandarPelayananPublik

BAB 5

PENERAPAN STANDAR
PELAYANAN

Setelah pengembangan dan penyusunan Standar Pelayanan (SP),


berbagai hal harus dilakukan sebagai upaya untuk mensukseskan
penerapannya. Di bab ini akan diuraikan berbagai kegiatan yang harus
dilakukan dalam rangka penerapan SP sebagai berikut:
5.1.

Uji Coba Draft SP

Setelah melakukan penulisan SP, perlu dilakukan uji coba untuk


melihat sampai sejauhmana SP yang telah disusun dapat diaplikasikan
dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat. Berbagai hal yang
ditemui dalam proses uji coba ini akan dimanfaatkan untuk
menyempurnakan draf SP sebelum disahkan oleh pimpinan organisasi.
Dalam proses uji coba akan ditemui berbagai hal yang sepertinya

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

77

StandarPelayananPublik

berjalan dengan baik dalam dokumen namun tidak bisa diaplikasikan


dalam pelayanan yang sesungguhnya. Adapun langkah-langkah
pengujian dilakukan sebagai berikut:
a. Diseminasi Draf SP. Sebelum dilakukan pengujian, draf SP

dikirimkan kepada pihak-pihak yang secara langsung terlibat dalam


penyediaan pelayanan, untuk memperoleh masukan-masukan.
Masukan-masukan ini sangat penting mengingat bahwa mereka
adalah pengguna utama. Proses uji coba tersebut harus pula mampu
menterjemahkan apa yang menjadi amanat yang diemban organisasi,
yaitu efektivitas dan efisiensi pelayanan. Kemampuan untuk dapat
menggabungkan masukan dari keduanya akan sangat membantu
proses uji cobanya nanti.
b. Simulasi. Setelah langkah di atas, selanjutnya dilakukan simulasi-

simulasi untuk melihat sejauh mana SP yang telah dirumuskan


dapat berjalan sesuai dengan kondisi senyatanya. Dari simulasi ini
akan diketahui berbagai kelebihan/kekurangan pada tahapantahapan pelayanan tertentu sehingga dapat diketahui tahapan
tahapan mana yang perlu disempurnakan pada draf SP. Proses
simulasi akan menghasilkan berbagai masukan yang harus
ditindaklanjuti. Selanjutnya SP yang telah disempurnakan siap
untuk diujicobakan.
c. Persiapan Uji Coba. Tujuan uji coba SP selain untuk membakukan

tahapan pelayanan yang telah ada, dapat juga menyederhanakan


tahapan pelayanan yang sudah ada. Di samping itu uji coba juga
dapat menemukan tahapan pelayanan baru yang lebih cepat, efisien
dan efektif. Untuk itu sebelum dilakukan ujicoba, berbagai kondisi
yang diperlukan ketika dilakukan ujicoba harus dipersiapkan
terlebih dahulu. Misalnya setting ruangan; sarana dan prasana yang
diperlukan; siapa saja yang diberi tugas untuk melaksanakan
tahapan tertentu; pendistribusian tugas-tugas berdasarkan beban

78

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

kerja yang dapat ditangani oleh setiap individu yang menangani


tugas, dan lain-lain. Setelah seluruh persiapan dilakukan, maka
tahapan selanjutnya adalah pelaksanaan ujicoba.
d. Uji Coba. Pelaksanaan ujicoba dalam praktek penyelenggaraan

pelayanan, sebenarnya memiliki tujuan yang sama dengan ketika


melakukan simulasi, yaitu untuk melihat sampai sejauhmana tingkat
kemudahan, kesesuaian dan ketepatan SP dalam pelaksanaannya.
Dari pengujian akan diperoleh berbagai temuan-temuan yang lebih
nyata sesuai dengan keinginan pelaksanaannya. Temuan tersebut
baik yang berkaitan dengan kesalahan hasil perumusan maupun
masukan berkaitan dengan perlunya penambahan tahapan
pelayanan yang perlu distandarkan.
5.2.

Review hasil uji coba


Review dilakukan untuk mengevaluasi hasil ujicoba, sehingga
akhirnya SP benar-benar valid dan reliabel. Valid artinya bahwa SP
menjadi instrumen yang benar-benar dibutuhkan secara tepat oleh
pengguna dalam penyelenggaraan pelayanan dalam organisasi.
Sedangkan reliabel memiliki arti bahwa SP yang dirumuskan akan
bersifat konsisten selama tidak terjadi perubahan-perubahan pada
lingkungan organisasi yang mengharuskan dilakukannya perumusan
ulang.
Berbagai catatan mengenai pengujian harus dibuat yang meliputi
antara lain: bagian mana yang harus disempurnakan, bagian mana yang
harus dihilangkan, bagian mana yang perlu dibuatkan SP baru yang
menginduk pada SP yang telah ada, dan lain sebagainya. Proses
pengujian dapat dilakukan ber-ulang kali hingga dihasilkan rumusan
yang benar-benar sesuai.
Setelah proses ini diselesaikan, selanjutnya SP yang telah
dirumuskan siap untuk disampaikan kepada pimpinan puncak
organisasi. Penyampaian draf SP disertai executive summary yang berisi

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

79

StandarPelayananPublik

antara lain: penjelasan mengenai pelayanan apa saja yang distandarkan;


mengapa pelayanan tersebut perlu distandarkan; sejauh mana pelayanan
yang telah distandarkan memenuhi harapan pimpinan puncak
organisasi; dan sejauhmana pelayanan yang distandarkan telah
memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.3.

Pengesahan SP

Proses pengesahan merupakan tindakan pengambilan keputusan


oleh pimpinan puncak organisasi. Proses pengesahan akan meliputi
penelitian ulang oleh pimpinan puncak organisasi terhadap pelayanan
yang distandarkan. Sebelum draft SP disahkan disarankan untuk
melakukan presentasi kepada pimpinan puncak organisasi untuk
menyamakan persepsi. Pada proses ini, pimpinan akan mengambil
keputusan yang mungkin mengharuskan kembali untuk merumuskan
SP.
Efektivitas penyusunan dan penerapan SP sangat tergantung dari
tingkat keterlibatan pimpinan puncak organisasi. Keterlibatan
pimpinan puncak organisasi sejak permulaan penyusunan akan sangat
mempermudah proses pengesahan. Jika keterlibatannya sangat terbatas,
maka harus secara aktif dilakukan pemberian informasi kemajuan
sampai hasil draf final.
5.4.

Pelatihan

Penerapan SP yang efektif membutuhkan pelatihan sesuai dengan


kebutuhan dan waktu yang ada. Pelatihan bisa dalam bentuk formal
atau informal, dilaksanakan dalam kelas ataupun pada pelaksanaan
tugas sehari-hari. Apapun bentuknya, yang paling utama adalah
program pelatihan yang dirancang harus dapat memenuhi prinsipprinsip pendidikan orang dewasa, dengan mempertimbangkan 4
(empat) komponen utama: motivasi, alih informasi, kesempatan untuk
melatih keterampilan baru, dan peningkatan kemampuan.

80

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

Pemberian pelatihan dimulai dengan penilaian kebutuhan


pelatihan, penyusunan materi pelatihan, pemilihan peserta pelatihan,
pemilihan instruktur, serta penjadwalan dan pengadministrasian
pelatihan.
a. Analisa Kebutuhan Pelatihan

Analisa kebutuhan pelatihan dapat dilakukan melalui perbandingan


antara kompetensi yang dibutuhkan oleh SP dengan kompetensi yang
dimiliki para pelaksana SP dimaksud. Proses ini akan menghasilkan
informasi mengenai pelatihan-pelatihan yang harus dilaksanakan agar
SP dapat diterapkan dengan baik. Dari rumusan SP yang dihasilkan,
sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, akan mencakup pula berbagai
kondisi yang harus dipenuhi untuk penerapannya, termasuk
diantaranya kebutuhan akan pelaksana dengan kompetensi tertentu.
Selain itu perbandingan tersebut juga menghasilkan hal-hal antara lain:

siapa peserta yang akan mengikuti setiap pelatihan;

materi-materi yang akan diberikan dalam setiap pelatihan;

siapa yang paling tepat untuk memberikan materi-materi


pelatihan;

metode pelatihan apa yang paling tepat untuk diberikan;

sekuensi pelatihan-pelatihan yang akan diberikan;

waktu yang diperlukan untuk setiap pelatihan.

b. Materi Pelatihan

Pelatihan harus dapat menjelaskan latar belakang, tujuan dan isi SP


yang akan diterapkan. Isi teknis pelatihan akan bervariasi sesuai dengan
kebutuhan SP dan tugas masing-masing pelaksana. Perlu diingat bahwa
SP adalah pedoman organisasi dalam memberikan pelayanan yang
membutuhkan keterampilan-keterampilan khusus.

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

81

StandarPelayananPublik

Jika pemahaman para pelaksana tidak terlalu jauh dengan


kompetensi yang diperlukan dalam menjalankan SP, maka materimateri pelatihanpun tentunya hanya meliputi sedikit aspek-aspek yang
belum dikuasai oleh para pelaksana, dan sebaliknya. Jika SP merupakan
bentuk penyempurnaan dari SP yang telah ada sebelumnya, maka
materi-materi yang akan diberikan meliputi sedikit aspek yang
disempurnakan, yang cukup diberikan dalam bentuk pelatihan kecil.
Namun jika SP yang akan diterapkan merupakan SP yang baru, maka
materi yang diberikan akan meliput banyak aspek yang mungkin
diberikan dalam waktu yang lebih panjang.
c. Pemilihan Peserta Pelatihan

Penentuan siapa yang akan dilatih, selain atas dasar analisa


kebutuhan pelatihan di atas, perlu juga mempertimbangkan antara
lain: tingkat tanggung jawab pelaksana dalam organisasi dengan SP
yang baru; tingkat kebutuhan pelaksana itu sendiri terhadap SP yang
baru, misalnya apakah mereka berperan hanya sebagai pelaksana
penerapan atau lebih dari itu, misalnya sebagai evaluator pelaksanaan;
tingkat pengetahuan awal dari pelaksana itu sendiri.
d. Pemilihan instruktur

Pelatihan yang akan diselenggarakan harus diberikan oleh pelatih


yang sangat menguasai SP yang akan diterapkan di lingkungan
organisasi yang bersangkutan. Hal ini didasarkan atas pertimbangan
bahwa peserta adalah para pelaksana yang juga sangat mengetahui
mengenai substansi prosedur-prosedur dalam organisasi. Oleh karena
itu pelatih yang paling tepat untuk memberikan pelatihan adalah orang
yang terlibat dari awal dalam penyusunan SP, karena dengan
keterlibatan ini yang bersangkutan akan menguasai secara mendalam SP
yang akan diterapkan.

82

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

e. Metode Pelatihan

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah metode pelatihan.


Beberapa metode tertentu mungkin akan sesuai dengan jenis pelatihan
tertentu. Contohnya pelatihan dengan ruangan kelas yang banyak
memberikan kesempatan untuk diskusi dan interaksi peserta, mungkin
akan sangat sesuai untuk melatih pengetahuan dan kemampuan
peserta. Sedangkan SP yang lebih banyak membutuhkan kerjasama tim
akan lebih baik dilaksanakan dengan metode praktek di lapangan. Jadi
perlu dipertimbangkan dengan baik dan disesuaikan dengan kebutuhan
dan sumber daya yang ada.
f. Kompetensi yang diharapkan

SP adalah perangkat utama dalam pelaksanaan pelayanan. Untuk itu


organisasi harus memastikan bahwa semua pelaksana memahami secara
menyeluruh SP yang menjadi bagian dari tanggung-jawabnya dan
mampu melaksanakannya manakala ditugaskan. Ada berbagai cara
untuk memastikan kompetensi/kemampuan peserta setelah mengikuti
pelatihan. Dalam beberapa hal, bisa dilakukan melalui peragaan
keterampilan dan tanya jawab antara pelatih dan peserta pelatihan dan
untuk beberapa hal lain dapat pula dilakukan mekanisme ujian atau
evaluasi peserta pelatihan secara formal. Cara yang dipilih harus
disesuaikan dengan tujuan dan persyaratan masing-masing SP yang
dikembangkan.
5.5.

Pengkomunikasian SP

Langkah selanjutnya setelah penyusunan rencana penerapan adalah


pengkomunikasian/diseminasi SP. Hal pertama yang harus dilakukan
adalah memastikan bahwa semua pelaksana menyadari adanya
perubahan dalam cara memberikan pelayanan. Lebih lanjut lagi perlu
dipertimbangkan embangun sebuah mekanisme yang mewajibkan setiap

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

83

StandarPelayananPublik

pelaksana membuat pernyataan sudah menerima pengkomunikasian


dan telah mengerti isi dan tujuannya.
Begitu juga dengan pihak-pihak lain di luar organisasi (masyarakat
pengguna, LSM, mass media, legislatif, ombudsman, dll) yang secara
langsung atau tidak langsung terkait dengan berbagai perubahan yang
terjadi harus juga mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya. Proses
ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan fungsi-fungsi humas, media
massa dan forum warga yang tumbuh seiring dengan meningkatnya
tuntutan masyarakat akan pelayanan yang berkualitas dari organisasi ini.
Mengingat SP memiliki implikasi hukum dan operasional, maka
pengkomunikasian sebaiknya dilakukan kepada pihak internal dan
eksternal secara tertulis dan formal dengan melampirkan SP. Surat
tersebut paling tidak menggambarkan maksud dan tujuan penyusunan
atau perubahan SP; SP yang dibuat/diubah; pelaksana atau bagian yang
terkait; rencana dan jadwal penerapan; dan orang yang dapat dihubungi
bila ada pertanyaan mengenai penyusunan/perubahan SP tersebut. Di
samping itu surat tersebut juga perlu menegaskan tanggal efektif
pelaksanaan SP. Oleh karena itu perlu disediakan cukup waktu untuk
masa pengkomunikasian formal dan masa penerapannya supaya semua
pelaksana dapat menyesuaikan diri secukupnya dengan semua bentuk
perubahan yang terjadi.
Instrumen komunikasi lain yang mungkin dapat membantu adalah
melalui pemuatan
SP yang akan diberlakukan dalam majalah
organisasi; pengumuman dalam rapat formal; ditempelkan pada papan
pengumuman; bahkan berita-berita dalam surat kabar dan radio/televisi
lokal. Semuanya tergantung dengan ruang lingkup SP yang
dikembangkan dan kemampuan/sumberdaya serta keinginan
organisasi.
Namun yang harus diingat, pengkomunikasian adalah sebuah
proses dan bukan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan

84

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

pengakuan terhadap SP yang baru dikembangkan/diubah oleh semua


pihak.
5.6.

Penerapan SP

Penerapan SP meliputi tahapan-tahapan sistematis dimulai dari


langkah memperkenalkan SP sampai pada pengintegrasiaan SP dalam
pelaksanaan prosedur-prosedur keseharian oleh organisasi.
Proses penerapan harus dapat memastikan bahwa hal-hal berikut ini
dapat terlaksana:
a. Penyebarluasan Salinan/Copy SP sesuai kebutuhan dan siap

diakses oleh semua pengguna yang potensial;


b. Setiap pelaksana mengetahui SP yang baru/diubah dan

mengetahui alasan penyusunan/perubahannya;


c. Setiap pelaksana mengetahui perannya dalam SP dan dapat

menggunakan semua pengetahuan beserta kemampuan yang


dimiliki untuk menerapkan SP secara benar dan efektif,
termasuk pemahaman akan akibat yang akan terjadi bila gagal
dalam melaksanakan SP;
d. Setiap

pelaksana
memahami
mekanisme
untuk
memonitor/memantau kinerja, mengidentifikasi masalahmasalah yang mungkin muncul, dan menyediakan dukungan
dalam proses penerapan SP.

Dalam prakteknya, proses penerapan SP sangat tergantung kepada


berbagai
faktor
yang
meliputi:
seberapa
jauh
bentuk
pengembangan/perubahan SP yang terjadi; ukuran dan sumber daya
organisasi; serta komitmen manajemen/pengelola.
Pengembangan SP juga akan menghasilkan berbagai kondisi yang
diperlukan seperti : peningkatan kompetensi pegawai yang ada

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

85

StandarPelayananPublik

dan/atau penambahan pegawai baru dengan kompetensi yang


diinginkan sesuai kebutuhan pelayanan yang distandarkan;
penambahan berbagai sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
pelaksanaan pelayanan; serta sumber-sumber lain yang diperlukan bagi
kelancaran penerapan SP.
Jika pihak manajemen memiliki komitmen kuat untuk cepat
melaksanakan proses penerapan SP, maka proses penerapan pun akan
dapat berjalan dengan efektif. Komitmen pihak manajemen akan
terlihat dari sisi kesiapannya dalam mendukung upaya penerapan SP,
seperti melalui : penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan;
intensitas upaya sosialisasi SP; dan penyediaan sumber daya manusia
dan sumber daya lainnya.
Penerapan SP harus disertai sebuah rencana penerapan dalam
organisasi. Rencana penerapan akan memberikan kesempatan untuk
setiap anggota organisasi yang berkepentingan untuk mempelajari dan
memahami semua tugas, arahan, dan jadwal serta kebutuhan sumber
daya.
5.7.

Monitoring dan Evaluasi

Sebagai bagian dari penerapan Standar Pelayanan, organisasi harus


mempersiapkan sebuah mekanisme monitoring dan evaluasi (monev)
kinerja untuk memastikan bahwa Standar Pelayanan telah dilaksanakan
dengan baik. Monitoring dan Evaluasi dilakukan dengan
membandingkan dan memastikan kinerja pelaksanaan sesuai dengan
maksud dan tujuan yang tercantum dalam Standar Pelayanan yang
diterapkan, mengidentifikasi permasalahan yang mungkin timbul, dan
menentukan cara untuk meningkatkan hasil penerapan atau
menyediakan dukungan tambahan untuk semua tahapan pelaksanaan
standar pelayanan.

86

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

Seperti semua aspek yang terdapat dalam bagian penerapan standar


pelayanan, monitoring dan evaluasi penerapan standar pelayanan juga
harus memiliki perencanaan tersendiri. Hal-hal yang perlu diperhatikan
ketika menyusun rencana meliputi antara lain: metode monitoring dan
evaluasi yang akan digunakan, peranan masing-masing supervisor dan
pelaksana, persyaratan dan kebutuhan pencatatan dan pelaporan,
proses perbaikan kekurangan/kesalahan dalam penerapan Standar
Pelayanan serta siapa yang akan melakukan monitoring dan evaluasi.
a. Monitoring

Metode monitoring berkaitan dengan instrumen yang digunakan.


Standar Pelayanan yang baik memiliki perkiraan-perkiraan waktu, biaya,
persyaratan dan prosedur baku untuk penyelesaian pada setiap tahapan
pelayanan serta output yang dihasilkannya.
Pada waktu melakukan penilaian kebutuhan Standar Pelayanan,
indikator-indikator serta target kinerja pelaksanaan juga diidentifkasi
sehingga pada waktu penerapan standar pelayanan dapat dilihat
terjadinya peningkatan/penurunan kinerja. Jika pendekatan ini dikaitkan
dengan pengembangan dan penerapan standar pelayanan, maka hasil
monitoring akan lebih obyektif. Hal yang dilihat adalah sejauh mana
standar pelayanan yang diterapkan mampu meningkatkan kinerja
individual para pelaksana, kinerja unit kerja dan organisasi secara
keseluruhan. Berikut adalah metode-metode monitoring yang antara
lain berupa:
Observasi Supervisor. Metode ini menempatkan supervisor di setiap
unit kerja sebagai observer yang memantau jalannya penerapan
standar pelayanan.
Interview dengan pelaksana. Selain dilakukan observasi oleh para
supervisor, monitoring dapat dilakukan melalui wawancara dengan

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

87

StandarPelayananPublik

para pelaksana. Interview dapat dilakukan oleh tim monitoring yang


telah dibentuk sebelumnya.
Interview dengan pelanggan/anggota masyarakat. Informasi dari
pihak luar organisasi, terutama para pelanggan atau masyarakat, juga
sangat bermanfaat sebagai sumber informasi dalam melakukan
monitoring. Informasi yang diperoleh dari sisi pelanggan berkaitan
dengan sisi kualitas pelayanan yang diberikan. Kualitas pelayanan
berkaitan erat dengan prosedur-prosedur yang dilaksanakan
organisasi. Jika prosedur berjalan dengan baik, maka pemberian
pelayanan dapat dilakukan dengan baik pula.
Pertemuan dan diskusi kelompok. Pertemuan-pertemuan dan
diskusi kelompok di setiap unit pelayanan akan menjadi sarana yang
efektif dalam melakukan monitoring. Pertemuan dapat dirancang
secara periodik, bahkan untuk hal-hal yang perlu dipecahkan secara
cepat, dapat dilakukan pertemuan mendadak.
Pengarahan dalam pelaksanaan. Monitoring juga dapat dilakukan
melalui pengarahan-pengarahan dalam pelaksanaan, untuk
menjamin agar proses berjalan sesuai dengan prosedur yang telah
dibakukan.
Dalam proses monitoring akan dicatat dan didokumetasikan
berbagai hal berkaitan dengan pelaksanaan penerapan standar
pelayanan, yang antara lain meliputi:

88

a)

Sejauhmana setiap prosedur yang diuraikan dalam standar


pelayanan dapat berjalan sesuai dengan prakteknya.

b)

Jika tidak, hal-hal apa saja yang menghambat, atau menjadi


masalah? Apakah masalah terletak pada rumusan standar
pelayanan, penguasaan para pelaksana terhadap standar
pelayanan, kondisi yang kurang memenuhi seperti sarana dan
prasarana yang kurang mendukung, atau masalah lainnya.

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

c)

Jika standar pelayanan dapat berjalan tetapi hasil yang


diperoleh berada di bawah target-target yang ditetapkan, apa
yang menjadi hambatan atau permasalahan. Apakah
permasalahan berada pada rumusan standar pelayanan,
penguasaan para pelaksana yang perlu melakukan
penyesuaian sebelum akhirnya terbiasa dengan sistem yang
baru, atau sarana dan prasana pendukungnya.

d)

Tindakah-tindakan apa yang diambil oleh para pelaksana


untuk mengatasi berbagai permasalahan yang terjadi agar
penerapan standar pelayanan tetap dapat berjalan?
Sejauhmana tindakah-tindakan tersebut dapat mempercepat
proses atau justru memperlambat penerapan standar
pelayanan? Sejauhmana tindakan-tindakan tersebut dapat
dibenarkan oleh pihak manajemen atau sejauhmana
tindakah-tindakan tersebut telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku?

e)

Pengendalian Internal Standar Pelayanan

Untuk memastikan standar pelayanan yang sudah dibuat


bersifat lengkap dan mempermudah proses penerapannya,
diperlukan sebuah instrumen yang dapat menjadi daftar
simak (check list) dari setiap aktivitas yang ada dalam
penyelenggaraan setiap jenis pelayanan. Aktivitas ini akan
dilengkapi dengan indikator mutu dan pelaksanaan.
Indikator mutu meliputi: standar mutu yang ditetapkan;
tolok ukur; dan metode pengukuran mutu. Adapun
pelaksanaannya akan ditinjau dari peralatan yang
dibutuhkan, kapan dilaksanakan dan siapa yang
melaksanakan. Untuk mempermudah proses ini dapat
menggunakan contoh lembar kerja Pemasangan Sambungan
Pelanggan Air PDAM berikut:

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

89

StandarPelayananPublik

FORMULIR KARTU KENDALI ( PERMOHONAN LANGGANAN AIR PDAM)


INDIKATOR PENGUKURAN MUTU

PELAKSANAAN / PENGECEKAN

(1)

(2)

URAIAN
KEGIATAN

TINDAKAN
PENANGG
ULANGAN

REKAMAN/
RECORD

REFERENS/
ACUAN

(4)

(5)

STANDAR
MUTU

TOLOK
UKUR

METODE
PENGUKU
RAN

ALAT/PERAL
ATAN
(WHAT)

FREQUENSI
(WHEN)

PENANGG
UNG
JAWAB
(WHO)

Pemohon Mengajukan
Permintaan Sambung-an
Pelanggan dg meng-isi
formulir permohonan

Sesuai
Persyaratan

Lengkap

Visual

ATK

Setiap pengajuan

Pemohon

Formulir
Permohonan

Mencatat nama & alamat pemohon kedalam


buku daftar calon
pelanggan

Standar
Pencatatan

Sesuai
Permohonan

Visual

ATK

Setiap pengajuan

Staf Hublang

Buku Daftar
Calon
Pelanggan

Sesuai
Pemeriksaan

Sesuai
Permohonan

Visual

ATK

Setiap pemohon

Staf Hublang

Buku
Sambungan
Pelanggan

Memeriksa data pemohon bila tidak ada dibuku register sambungan


pelanggan maka diproses
sambungan baru, bila
ada tunggakan diproses
sambungan kembali

90

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

(3)

StandarPelayananPublik

INDIKATOR PENGUKURAN MUTU

PELAKSANAAN / PENGECEKAN

(1)

(2)

URAIAN
KEGIATAN

PENANGG
UNG
JAWAB
(WHO)

TINDAKAN
PENANGG
ULANGAN

REKAMAN/
RECORD

REFERENS/
ACUAN

(4)

(5)

METODE
PENGUKU
RAN

ALAT/PERAL
ATAN
(WHAT)

FREQUENSI
(WHEN)

Sesuai
Tahapan

Visual

ATK

Setiap pemohon

Kabag
Hublang

Formulir
Permohonan

Sesuai
Format

Sesuai
Tahapan

Visual

ATK

Setiap pemohon

Dirtek

Formulir
Permohonan

Menerima SPKO untuk


memeriksa lokasi pemasangan sambungan pelanggan. Sebelum kelokasi melihat peta jaringan distribusi rencana
opname (bila tidak ada
dibuat rencana pengembangan untuk diusulkan
ke Direksi)

Sesuai
Prosedur

Jelas

Visual

Peta Jaringan

Setiap pemohon

Staf
Perencanaan

Berkas
Permohonan
Pelanggan

Survey lokasi pemasangan untuk kemudian dibuatkan sket dan rinci-

Sesuai
Prosedur

Akurat

Visual

Kendaraan
Operasional /
Meteran

Setiap pemohon

Staf
Perencanaan

Gambar
Situasi

STANDAR
MUTU

TOLOK
UKUR

Mengajukan surat opname lapangan sesuai


permintaan pemohon

Sesuai
Format

Memerintahkan Opname lapangan untuk bagian perencanaan sesuai


data pemohon

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

(3)

91

StandarPelayananPublik

INDIKATOR PENGUKURAN MUTU

PELAKSANAAN / PENGECEKAN

(1)

(2)

URAIAN
KEGIATAN

PENANGG
UNG
JAWAB
(WHO)

TINDAKAN
PENANGG
ULANGAN

REKAMAN/
RECORD

REFERENS/
ACUAN

(4)

(5)

METODE
PENGUKU
RAN

ALAT/PERAL
ATAN
(WHAT)

FREQUENSI
(WHEN)

Sesuai
Tahapan

Visual

Komputer

Setiap pemohon

Kabag
Perencanaan

RAB

Sesuai
Prosedur

Tanda tangan

Visual

Setiap pengajuan

Dirtek

RAB

Menyetujui RAB pemasangan sambungan pelanggan

Sesuai
Prosedur

Tanda tangan

Visual

Setiap pengajuan

Direktur
Utama

Formulir
Permohonan

Menerima RAB untuk


selanjutnya menghubungi pemohon untuk persetujuan pembayaran

Sesuai
Prosedur

Hasil diterima

Visual

Setelah
menerima RAB

Kabag
Hublang

Formulir
Permohonan

STANDAR
MUTU

TOLOK
UKUR

Menerima sket dan rincian kebutuhan bahan untuk dijadikan RAB pemasangan sambungan
pelanggan

Sesuai
Prosedur

Memeriksa RAB yang diajukan sesuai Sket lokasi


pemohon

(3)

an kebutuhan bahan

92

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

INDIKATOR PENGUKURAN MUTU

PELAKSANAAN / PENGECEKAN

(1)

(2)

URAIAN
KEGIATAN

TINDAKAN
PENANGG
ULANGAN

REKAMAN/
RECORD

REFERENS/
ACUAN

(4)

(5)

STANDAR
MUTU

TOLOK
UKUR

METODE
PENGUKU
RAN

ALAT/PERAL
ATAN
(WHAT)

FREQUENSI
(WHEN)

PENANGG
UNG
JAWAB
(WHO)

Pemohon menyetujui biaya pemasangan sambungan pelanggan sesuai


RAB yang telah ditentukan

Sesuai
Prosedur

Hasil diterima

Visual

Bukti Stor

Loket penagihan menerima pembayaran dari


pemohon dan dicatat
kedalam LPP Non Air

Sesuai
Prosedur

Lengkap

Visual

Petugas Loket

Formulir
Permohonan

Bagian Hublang membuatkan SPK pe-masangan


sambungan pelanggan

Sesuai
Prosedur

Sesuai
Tahapan

Visual

ATK

Setelah lunas
dibayar

Kabag
Hublang

SPK

Menyetujui SPK pemasangan sambungan pelanggan untuk dilaksanakan


bagian Distribusi

Sesuai
Prosedur

Tanda tangan

Visual

Setelah lunas
dibayar

Dirtek

SPK

Mengajukan DPB untuk


pemasangan sambungan
pelanggan sesuai SPK

Sesuai
Prosedur

Berkas
diterima

Visual

Setelah disetujui

Kabag
Distribusi

DPB

Setelah
menerima
Rekening Non
Air

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

(3)

93

StandarPelayananPublik

INDIKATOR PENGUKURAN MUTU

PELAKSANAAN / PENGECEKAN

(1)

(2)

URAIAN
KEGIATAN

REKAMAN/
RECORD

REFERENS/
ACUAN

(4)

(5)

METODE
PENGUKU
RAN

ALAT/PERAL
ATAN
(WHAT)

FREQUENSI
(WHEN)

Berkas
diterima

Visual

Setelah disetujui

Petugas
Gudang

BPPB

Sesuai
Instruksi
kerja

Material
diterima

Visual

Kendaraan
Operasional

Setelah Material
diterima

Staf Distribusi

BA
Pemasangan
Sambungan

Instruksi kerja
pelaksanaan
Pemasangan
Sambungan

Sesuai
Prosedur

Tanda tangan

Visual

Setelah
pemasangan

Staf Distribusi

BA
Pemasangan
Sambunagn

STANDAR
MUTU

TOLOK
UKUR

Sesuai Rencana Mutu


Penyimpanan Barang

Sesuai
Prosedur

Pemasangan Sambungan
Pelanggan

Menandatangani BA
Pemasangan Meter Air
sebagai tanda telah menjadi pelanggan PDAM

94

PENANGG
UNG
JAWAB
(WHO)

TINDAKAN
PENANGG
ULANGAN

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

(3)

StandarPelayananPublik

Selain membantu memastikan bahwa standar pelayanan telah


dilaksanakan dengan benar, hasil monitoring dapat dijadikan masukan
dalam fase berikutnya yaitu fase Evaluasi.
b. Evaluasi

Tahapan evaluasi dalam siklus penyusunan standar pelayanan


merupakan sebuah analisis yang sistematis terhadap serangkaian proses
operasi dan aktivitas yang telah dibakukan. Tujuannya adalah untuk
melihat kembali tingkat keakuratan dan ketepatan standar pelayanan
yang sudah disusun dengan proses penyelenggaraan tugas dan fungsi
organisasi sehingga organisasi dapat berjalan secara efisien dan efektif.
Evaluasi terhadap standar pelayanan dapat dilakukan baik terhadap
substansi standar pelayanan maupun proses penerapannya. Dari sisi
substansi, evaluasi dapat dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan
antara lain:
Sejauhmana standar pelayanan
yang diterapkan dapat
mendorong peningkatan kinerja individual, unit kerja dan
organisasi secara keseluruhan?
Sejauhmana standar pelayanan
yang diterapkan mampu
dipahami dan dilaksanakan dengan baik oleh para pelaksana?
Hal paling mudah dilihat dari penerapan standar pelayanan
adalah bagaimana standar pelayanan dapat dengan mudah
dipahami dan diterapkan secara benar oleh setiap individu
dalam organisasi yang ditugasi untuk melaksanakan prosedur
yang tertuang dalam standar pelayanan .
Sejauhmana setiap orang yang ditugasi melaksanakan pelayanan
tertentu sudah mampu melaksanakannya dengan baik?
Pertanyaan ini berkaitan dengan pertanyaan di atas. Jika standar
pelayanan mudah dipahami, maka akan memudahkan pula
untuk pelaksanaannya. Namun demikian, dalam hal tertentu

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

95

StandarPelayananPublik

pendapat ini belum tentu benar, karena setiap orang memiliki


pengalaman dan tingkat kepandaian yang berbeda.
Sejauhmana
diperlukan
penyempurnaan-penyempurnaan
terhadap standar pelayanan yang telah diterapkan atau bahkan
sejauhmana diperlukan standar pelayanan yang baru? Dari
tahapan monitoring sebenarnya dapat dilihat masukan-masukan
mengenai tahapan mana yang dipandang menghambat, kurang
tepat atau perlu dibuat standar pelayanan yang baru.
Sejauhmana standar pelayanan
yang diterapkan mampu
mengatasi berbagai masalah yang akan dipecahkan melalui
penerapan standar pelayanan? Secara khusus standar pelayanan
juga didisain untuk memecahkan masalah prosedural yang
menghambat proses organisasi.
Sejauhmana standar pelayanan
yang diterapkan mampu
menjawab tantangan perubahan lingkungan organisasi? Baik
perubahan yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan
pemerintah ataupun perubahan dalam kaitan untuk pemenuhan
harapan masyarakat atau pelanggan.
Sejauhmana standar pelayanan yang diterapkan dapat berjalan
secara sinergis satu dengan yang lainnya? Dari tahapan
monitoring juga dapat diketahui tahapan prosedur mana yang
tidak berfungsi sehingga mengganggu keseluruhan proses
organisasi, atau prosedur mana yang berjalan lambat sehingga
mengganggu prosedur-prosedur lainnya yang bergantung pada
prosedur tersebut, dan lainnya.
Dari sisi proses penerapan, pertanyaan-pertanyaan yang dapat
diajukan dalam melakukan evaluasi antara lain sebagai berikut:
Sejauhmana strategi penerapan yang telah dilakukan berhasil
mendorong penerapan standar pelayanan secara benar? Proses

96

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

StandarPelayananPublik

penerapan yang benar, melalui perencanaan yang sistematis,


pemberian pelatihan-pelatihan, pemberitahuan serta pembukaan
akses yang luas, akan meningkatkan tingkat keberhasilan
penerapan.
Sejauhmana tingkat penerimaan para pelaksana terhadap standar
pelayanan yang telah diterapkan? Sikap keengganan terhadap
penerapan standar pelayanan
akan menghambat proses
organisasi secara keseluruhan. Minimnya pemberitahuan,
pelatihan dan aksesibilitas terhadap standar pelayanan ,
cenderung akan menimbulkan sikap penolakan terhadap standar
pelayanan .
Sejauhmana tim-tim yang telah dibentuk mampu bekerja secara
efektif dari mulai proses penilaian kebutuhan sampai pada
proses monitoring? Keberhasilan tim sangat dapat dilihat dari
keberhasilan penerapan standar pelayanan dalam prakteknya.
Sejauhmana mekanisme supervisi mampu berjalan dengan baik?
Supervisi memegang peranan penting dalam penerapan standar
pelayanan . Oleh karena itu, mekanisme supervisi yang baik juga
akan mendorong keberhasilan penerapan standar pelayanan.
Sejauhmana pelatihan-pelatihan diberikan kepada para
pelaksana secara benar sehingga mampu memperlancar proses
penerapan? Evaluasi ini sekaligus pula untuk melihat
sejauhmana identifikasi kebutuhan pelatihan secara tepat
ditetapkan, bagaimana metoda pelatihannya, siapa instrukturnya
serta evaluasi setelah mengikuti pelatihan.
Sejauhmana resiko-resiko akibat perubahan standar pelayanan
dapat ditangani secara baik? Perubahan standar pelayanan pada
tahap awal penerapannya selalu memberikan dampak terhadap
proses pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi. Oleh karena itu,

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

97

StandarPelayananPublik

perlu pula dilihat sampai sejauhmana dampak tersebut


mempengaruhi kinerja organisasi dan bagaimana antisipasinya.
5.8.

Review hasil penerapan untuk peningkatan kualitas berkelanjutan

Setelah proses monitoring dan evaluasi dilakukan, maka hasilnya


diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang
berbagai hal yang sudah berjalan dengan baik dan berbagai hal yang
masih perlu mendapatkan perbaikan. Tentunya hal-hal yang telah
berjalan baik akan terus dipertahankan sementara hal-hal yang kurang
baik harus mengalami perbaikan-perbaikan yang memadai sehingga
proses peningkatan kualitas pelayanan melalui penerapan standar
pelayanan dapat dilakukan secara berkelanjutan dan mencapai hasil
yang maksimal.

98

Bab 5 Penerapan Standar Pelayanan

BAB 6. PENUTUP

StandarPelayananPublik

BAB 6

PENUTUP

Akuntabilitas dan transparansi, adalah dua hal yang diupayakan


untuk selalu ditingkatkan dalam pengelolaan pelayanan publik. Hanya
dengan cara tersebut pemerintah dapat kembali meraih kepercayaan
masyarakat terhadap proses penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan
mengembangkan standar pelayanan di setiap unit penyelenggara
pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan salah satu jembatan
yang dapat mempertemukan harapan masyarakat dan kesanggupan
penyedia pelayanan. Melalui standar pelayanan penyedia pelayanan
berjanji untuk memberikan pelayanan yang berkualitas.
Begitu banyak manfaat yang dapat dirasakan jika suatu instansi
memiliki standar pelayanan. Manfaat ini tentu saja dapat dirasakan oleh
kedua belah pihak, baik masyarakat maupun bagi pemerintah sebagai
penyelenggara pelayanan. Masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan
juga dapat mengetahui dengan pasti hak dan kewajiban apa yang harus
mereka dapatkan dan lakukan untuk mendapatkan suatu jasa
pelayanan. Selain itu masyarakat akan mendapat jaminan bahwa mereka
akan mendapat pelayanan dalam kualitas yang dapat dipertanggung-

Bab 6 Penutup

99

StandarPelayananPublik

jawabkan serta memberikan fokus pelayanan kepada pelanggan/


masyarakat. Bagi organisasi standar pelayanan merupakan alat komunikasi antara pelanggan dengan penyedia pelayanan dalam upaya meningkatkan pelayanan, menjadi alat untuk mengukur kinerja pelayanan serta
menjadi alat sarana monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan .
Adanya standar pelayanan, memungkinkan adanya perbaikan
kualitas atau mutu pelayanannya secara berkelanjutan (continous
improvement). Karena dengan adanya standar pelayanan organisasi dapat
terus menerus memperbaiki pelayanannya dari aspek persyaratan
pelayanan, prosedur pelayanan, waktu pelayanan, dan biaya. Standar
pelayanan juga mensyaratkan adanya pengelolaan pengaduan yang
merupakan wadah bagi mekanisme umpan balik dari masyarakat,
sehingga birokrasi dapat lebih memahami apa yang sebenarnya
diinginkan oleh masyarakat dan bagaimana dan apa yang seharusnya
mereka lakukan dalam memberikan pelayanan.
Uraian dalam buku ini memberikan petunjuk praktis mengenai halhal apa yang harus dipersiapkan serta langkah-langkah dalam
merencanakan, menyusun dan mengimplementasikan standar
pelayanan. Terdapat syarat utama bagi keberhasilan penerapan standar
pelayanan yaitu perubahan paradigma birokrasi yang harus
menempatkan rakyat dan kepentingannya sebagai fokus utama dari
pelayanan yang diselenggarakannya.
Semoga buku ini bermanfaat bagi instansi penyelenggara pelayanan
yang akan menyusun, mengimplementasikan, dan memperbaiki standar
pelayanannya. Karena bagaimanapun pemerintah telah menetapkan
peraturan perundangan yang memang mensyaratkan agar setiap instansi
penyelenggara pelayanan memiliki sebuah standar pelayanan. Dengan
demikian diharapkan penyusunan buku ini memberikan kontribusi
nyata bagi upaya perbaikan kualitas pelayanan publik di tanah air
tercinta.

100

Bab 6 Penutup

StandarPelayananPublik

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adair, John. (1989). Great Leaders. Talbot Adair Press. Guildford
Bromley, Peter. (1989). The Role of Leaderships and Culture in Creating
Canadas Most Successful Organization. Canada. First Light PMV, Inc.
Brunsson, N. dan Olsen, J.P. (1993). The Reforming Organization. London:
Routledge.
Dwiyanto, A. (Ed.). (2006). Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan
Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Fukuyama, F. (2002). Memperkuat Negara: Tata Pemerintahan dan Tata Dunia
Abad 21. Jakarta: Gramedia.
Gibson, J.L., Ivancevich, J.M, and Donnelly, J.H. (1998). Organizations:
Behavior, Structure, Processes. Homewood III: Richard D. Irwin, Inc.
Goodin, R.E.(Ed.). (1996). The Theory of Institutional Design. Cambridge,
UK: Cambridge University Press.

Daftar Pustaka

101

StandarPelayananPublik

Harsey, Paul & Blanchard, Kenneth H. (1982). Management of Organization


Behaviour, Utilizing Human Resources. Englewood Cliffs. New Jersey:
USA.
Harvey, Don dan Robert Bruce Bowin. (1996). Human Resource
Management: An Experiential Approach. Prentice-Hall International,
Inc.
Jones, B. F. And Olken B.A. (2005). Do leaders matter? : National
Leaderships and Growth since world War II.. MIT Press.
Kartono, Kartini. (1994). Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta. Rajawali
Koontz, H, ODonnel, C, and Weihrich, H. 1984. Management. 8Th Edn.
Maidenhead, McGraw Hill
Lembaga Administrasi Negara, (2004): Budaya Kerja Aparatur Pemerintah,
Jakarta
Lembaga Administrasi Negara (2006); Strategi Peningkatan Kualitas
Pelayanan Publik, LAN Jakarta Luthans, Fred. (1989).
Organizational Behaviour. Singapore: Mc. Graw-Hill International
Edition.
Morgan, G. (1997). Images Of Organization. Sage Publication. Thousand
Oaks, California: Sage Publications, Ltd. Robbins
Newstrom, John W and David, Keith A (1999): Leaders and the Leadership
Process, Reading, Self Assesment and Application, Mc Graw Hill
College, New York
Schein, Edger H. (1985). Organizational Culture and Leadership. San
Francisco: Jossey Bass.
Scoot, W. (2003). Institution and Organization. Thousand Oaks, CA: Sage.

Daftar Pustaka

102

StandarPelayananPublik

Stephen P. (1994). Teori Organisasi: Struktur, Desain, dan Aplikasi. (alih


bahasa: Jusuf Udayana). Jakarta: Arcan.
Stinchcombe, A.L. (2001). When formality works: Authority and Abstraction in
Law and Organizations. Chicago: University of Chicago Press.
Stogdill, R.M. (1974). Handbook of Leaderships: A survey of Theory and
Research. New York. The Free Press
Stoner, J. A.F, Freeman, R.E, and Gilbert , D.R. (1989). Management.
Prentice Hall, Inc. New Jersey
Timpe, A. Dale. (1999). The Arts and Science of Business Management
Leaderships. New York; Kent Publishing, Inc.
Vigoda-Gadot, E. and Cohen, A. (Eds.). (2004). Citizenship and
Management in Public Administration: Integrating Behavioral Theories and
Managerial Thinking. Cheltenham, etc.: Edward Elgar.
Zwell, Michael. 2000. Creating Culture of Competence. New York. John
Wiley & Sons, Inc.
Artikel:
Boin, A. dan Christensen, T. (2008). The development of public institutions:
Reconsidering the role of leadership. Administration and Society, V.XX
(X).pp 1-27.
Denhardt, J.V and Denhardt, R.B.V. (2003). The New Public Service: Serving
Not Streering. New York: M.E. Sharpe Inc.
Dwiyanto, Agus (2009): Pelayanan Publik: Konsep dan Paradigma., makalah
disampaikan pada acara diskusi terbatas Pusat Kajian Manajemen
Pelayanan LAN , 19-21 Pebruari, Bogor,

Daftar Pustaka

103

StandarPelayananPublik

Indrapradja, F.X.T. (1992). Manajemen Konsensus dalam Bisnis. Jurnal


Ilmu-Ilmu Sosial. Vol. 3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Keban, Yeremias (2001): Etika Pelayanan Publik: Pergeseran Paradigma,
Dilema dan Implikasinya bagi Pelayanan Publik di Indonesia, Majalah
Perencanaan Pembangunan, Bappenas
Pratikno. (2007). Governance dan Krisis Teori Organisasi, Jurnal Kebijakan
dan Administrasi Publik, V.11 (2), pp. 121-138.
Prijono, Onny S. dan A.M.W. Pranarka (penyunting). (1996).
Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: Centre
For Strategic and International Studies.
Purwanto, E A (2009): Strategi Penerapan Standar Pelayanan, makalah
disampaikan pada acara diskusi terbatas Pusat Kajian Manajemen
Pelayanan LAN , 19-21 Pebruari, Bogor
Peraturan Perundangan:
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk
Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal
Permenpan No. 20 tahun 2006 tetang Pedoman Penyusunan Standar
Pelayanan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No:PER/21/M.PAN/
11/2008 tentang Pedoman Penyusunan SOP Administrasi
Pemerintahan
Rancangan Undang-Undang tentang Pelayanan Publik, Jakarta 2009

Daftar Pustaka

104

StandarPelayananPublik

LAMPIRAN BAB IV
Langkah-langkah Penyusunan Standar Pelayanan:
Untuk memudahkan proses penyusunan standar pelayanan, pada
lampiran ini akan diuraikan secara singkat langkah-langkah penyusunan
standar pelayanan :
1. Analisis Pra Kondisi
1) Kegiatan yang harus dilakukan pada tahapan ini adalah : melakukan
identifikasi kewenangan/ tugas dan fungsi yang dimiliki suatu
organisasi pelayanan
2) Kegiatan identifikasi ini dilakukan dengan menjawab beberapa
pertanyaan sebagai berikut :
Bagaimana bentuk kelembagaan yang ada saat ini? Proses ini
dapat dilakukan dengan menganalisis stuktur kelembagaan yang
dimiliki?
Lampiran Bab IV

105

Apakah terdapat peraturan pelayanan yang jelas terkait dengan


kewenangan yang dimiliki?
Instansi mana saja yang terkait dengan pelayanan yang
diselenggarakan?
Apakah struktur kelembagaan yang ada sudah memudahkan
proses pengelolaan pelayanan?
Proses identifikasi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
lembar kerja dibawah ini:

Lembar Kerja 1 :
Identifikasi Tugas Fungsi, Kewenangan dan Dasar Hukum
No

Tugas Fungsi

Kewenangan

Dasar Hukum

2. Identifikasi jenis pelayanan dan pelanggan


1) Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah melakukan
Identifikasi jenis-jenis pelayanan dan identifikasi pihak yang
menjadi pelanggan atau target pelayanan.
2) Kegiatan identifikasi dilakukan dengan menjawab pertanyaan
sebagai berikut :
Pelayanan-pelayanan apa yang diselenggarakan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi, baik yang langsung diberikan kepada
106

Lampiran Bab IV

StandarPelayananPublik

masyarakat, kepada instansi lainnya, maupun kepada unit


lain secara internal dalam instansi?
Apa dasar hukum yang menjadi acuan penyelenggaraan
pelayanan tersebut?
Siapa pelanggan atau pengguna pelayanan atau target
pelayanan yang langsung merasakan hasil pelayanan?
Siapa pelanggan yang secara tidak langsung merasakan hasil
pelayanan?
Dalam kaitan dengan pelayanan internal, siapa pelanggan
internal yang dilayani?
Proses identifikasi tersebut dapat dilakukan dengan menngunakan
lembar kerja dibawah ini :

Lembar Kerja 2 :
Identifikasi Jenis
No

Jenis Pelayanan

Pelanggan

Dasar Hukum

Keterangan*)

*) pada kolom keterangan diisi keterangan jenis pelanggan (langsung/tidak langsung)


3. Identifikasi Harapan Pelanggan
1) Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini adalah : melakukan
survey pelanggan dan mengadakan diskusi dengan seluruh staf
yang terlibat langsung dalam pelayanan.
Lampiran Bab IV

107

2) Kegiatan tersebut dilakukan melalui :


Pembuatan kuesioner sederhana dengan membuat pertanyaanpertanyaan untuk penilaian kualitas pelayanan, dan atau
mengadakan focus group discussion, dengan pelanggan atau
penyelenggaraan lokakarya dengan melibatkan pelanggan sebagai
peserta
Mengadakan diskusi dengan seluruh staf yang terlibat langsung
dalam pemberian pelayanan
Beberapa pertanyaan-pertanyan dasar
antara lain:

yang dapat di ajukan

Bagaimana prosedur pelayanan?, biaya pelayanan, waktu


pelayanan?
Apakah saran dari pelanggan untuk perbaikan pelayanan?
Apa saja kebutuhan pelanggan terkait dengan pelayanan yang
diberikan?
Instrument lain yang dapat digunakan adalah survey
kepuasan
masyarakat
sebagaimana
diatur
dalam
Kep/25/M.PAN/2/2004
tentang
Indeks
Kepuasan
Masyarakat
Proses identifikasi tersebut dapat dilakukan dengan menngunakan
lembar kerja berikut :

108

Lampiran Bab IV

StandarPelayananPublik

Lembar Kerja 3 :
Identifikasi Harapan Pelanggan
No

Jenis Pelayanan

Harapan/Kebutuhan
Pelanggan *)

Saran*)

*) di rumuskan dari hasil survey

4. Identifikasi Visi dan Misi Pelayanan


1) Kegiatan yang harus dilakukan dalam tahapan ini : merumuskan
visi dan misi pelayanan.
2) Kegiatan merumuskan visi dapat dilakukan melalui langkahlangkah sebagai berikut:
Bentuklah beberapa kelompok/TIM sebagai perwakilan
seluruh staf yang ada dalam unit penyedia pelayanan;
Pimpinan menjelaskan harapan-harapan yang ingin dicapai
oleh organisasi melalui pelayanan yang diberikan;
Kelompok bekerja secara mandiri merumuskan visi pelayanan.
Kegiatan
merumuskan
harus
melihat
dan
mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku pada lingkungan
internal dan eksternal, yang meliputi kekuatan dan kelemahan
internal unit penyedia pelayanan, peluang dan tantangan,
serta harapan-harapan masyarakat pelanggan;
Rumusan

visi

pelayanan
Lampiran Bab IV

dari

beberapa

kelompok
109

dipresentasikan
bersama
dan
dipilih
atau
dimodifikasi/dirumuskan kembali menjadi visi pelayanan
yang disepakati semua kelompok.
3) Kegiatan merumuskan misi dapat dilakukan melalui langkahlangkah sebagai berikut
Gunakan kelompok yang sama ketika menyusun visi untuk
menyusun misi pelayanan;
Beri kewenangan kepada kelompok tersebut untuk bekerja
secara mandiri merumuskan misi pelayanan. Kegiatan
merumuskan harus mencakup pelayanan yang akan
diberikan dan ditawarkan kepada pelanggan internal dan
eksternal;
Rumusan misi pelayanan dari beberapa kelompok
dipresentasikan
bersama
dan
dipilih
atau
dimodifikasi/dirumuskan kembali menjadi misi pelayanan
yang disepakati semua kelompok.
Untuk membantu setiap kelompok dalam merumuskan visi dan
misi, dapat digunakan lembar kerja sebagai berikut:
Lembar Kerja 4:
Identifikasi Visi dan Misi Pelayanan
VISI

MISI

110

Lampiran Bab IV

StandarPelayananPublik

5. Analisis Proses dan Prosedur, Persyaratan pelayanan, Waktu, dan


Biaya Pelayanan
1) Analisis Proses dan Prosedur
Kegiatan yang harus dilakukan : mengidentifikasi
keseluruhan aktivitas dalam pemberian pelayanan mulai saat
pelanggan datang sampai pada pelanggan selesai menerima
pelayanan.
Untuk menyusun proses dan prosedur pelayanan dapat
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Lakukan identifikasi langkah-langkah aktivitas dalam


memberikan satu jenis pelayanan, mulai dari awal sampai
dengan selesai pelayanan dilaksanakan.

Identifikasi dimulai dari aktivitas yang dilakukan oleh


pelanggan ketika akan mengajukan suatu jenis pelayanan
tertentu kepada unit penyedia pelayanan.

Identifikasi aktivitas proses pengolahan pelayanan dimulai


dari ketika petugas menerima pelanggan yang akan
mengajukan pelayanan, sampai dengan aktivitas
penyampaian produk pelayanan setelah selesai diproses
oleh pihak unit penyedia pelayanan.

Jika terdapat lebih dari satu jenis pelayanan yang


dilaksanakan, maka lakukan identifikasi langkah-langkah
aktivitas untuk semua jenis pelayanan tersebut. Makin
sedikit aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam rangka
pelayanan, makin pendek prosedur yang dilalui, makin
cepat pelayanan akan diberikan;

Buatlah alur proses setiap aktivitas tersebut secara


sekuens. Alur proses ini nantinya akan merupakan alur
Lampiran Bab IV

111

yang harus dilalui oleh seorang pelanggan dan alur untuk


proses pengolahan pelayanan.
2) Analisis Persyaratan Pelayanan
Kegiatan yang harus dilakukan : mengidentifikasi persyaratan
yang dibutuhkan pada setiap tahapan aktivitas dalam pemberian
pelayanan.
Langkah mengidentifikasi persyaratan pelayanan sangat
tergantung pada rumusan yang dihasilkan pada identifikasi
proses dan prosedur. Gunakan hasil identifikasi diatas untuk
menentukan persyaratan pada tiap-tiap aktivitas. Perlu dicermati
bahwa persyaratan pelayanan tidak hanya berupa dokumen
(surat-surat) tetapi termasuk pula persyaratan dalam bentuk
barang maupun biaya.
3) Analisis Sarana dan Prasarana Pelayanan
Kegiatan yang harus dilakukan : mengidentifikasi sarana dan
prasarana yang diperlukan dalam memberikan pelayanan.
Langkah mengidentifikasi sarana dan parasana dilakukan dengan
melihat hasil analisis proses dan prosedur pelayanan diatas.
Gunakan hasil identifikasi proses dan prosedur untuk
dilanjutkan identifikasi sarana dan prasarana yang diperlukan
pada tiap-tiap aktivitas pemberian pelayanan. Tidak setiap
aktivitas memerlukan sarana yang sama tergantung pada jenis
aktivitas yang dilakukan. Pada tahapan ini jsekaligus
diidentifikasi apa yang menjadi sarana utama dan atau sarana
pendukung.
4) Analisis Waktu dan Biaya Pelayanan
Kegiatan yang harus dilakukan : menentukan waktu dan biaya
pelayanan.
112

Lampiran Bab IV

StandarPelayananPublik

Langkah menentukan waktu dan biaya pelayanan sangat


tergantung pada hasil analisis proses dan prosedur yang harus
dilakukan, hasil analisis sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
organisasi pelayanan serta hasil analisis harapan pelanggan.
Gunakan hasil analisis sebelumnya untuk menentukan total
waktu dan biaya pelayanan. Pada tahapan analisis biaya
pelayanan perlu diidentifikasi pula biaya yang dibebankan
kepada pelanggan serta biaya yang dibebankan pada anggaran
pemerintah.
Untuk memudahkan proses identifikasi ini dapat dilakukan dengan
mempergunakan lembar kerja berikut :

Lembar Kerja 5 :
Identifikasi Proses, persyaratan, Sarana Prasarana, Biaya dan Waktu
Pelayanan*)
Jenis Pelayanan :.
Sarana Prasarana
No

Aktivitas

Persyaratan
Utama

Pendukung

Biaya
Pelanggan

Waktu
Instansi

*) proses identifikasi ini dilakukan untuk setiap jenis pelayanan yang tridentifikasi pada lembar
kerja 2

6. Analisisi Keterkaitan dan Kualifikasi Personel


1) Identifikasi Keterkaitan Standar Pelayanan
Lampiran Bab IV

113

Kegiatan yang harus dilakukan : mengidentifikasi keterkaitan


standar pelayanan yang sudah dibuat dengan standar pelayanan
lainnya
Langkah mengidentifikasi keterkaitan standar pelayanan ini
dilakukan dengan menganalisis standar pelayanan terkait yang
sudah disusun sebelumnya atau baik yang berasal dari dalam
maupun luar organisasi pelayanan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam proses analisis ini antara lain :
Apakah terdapat stdandar pelayanan lain yang terkait dengan
standar pelayanan yang sedang dibuat?
Apakah terdapat organisasi/ instansi pelayanan lainnya yang
berada dalam satu wilayah kewenangan yang memberikan
pelayanan sejenis?
Terkait dengan kewenangan yang dimiliki, apakah terdapat
standar pelayanan instansi lain yang terkait dengan prosedur
penyelesaian pelayanan kita?
2) Analisis Kualifikasi Personel
Kegiatan yang harus dilakukan : mengidentifikasi kemampuan.
Pengetahuan yang harus dimiliki oleh pegawai yang
melaksanakan pelayanan yang akan distandarkan.
Langkah pelaksanaan analisis kualifikasi personel ini dilakukan
dengan mencermati proses yang telah dilakukan sebelumnya,
sehingga dapat diketahui ketrampilan dan pemahaman apa yang
harus dimiliki agar proses pemberian pelayanan dapat terlaksana
dengan baik.
Untuk mempermudah proses analisis ini dapat dilakukan dengan
menggunakan lembar kerja berikut :
114

Lampiran Bab IV

StandarPelayananPublik

Lembar Kerja 6 :
Identifikasi Kualifikasi Personel Dan Keterkaitan
No

Jenis Pelayanan

Kualifikasi Personel

Keterkaitan

7. Penentuan Mekanisme Pengaduan


1) Kegiatan yang harus dilakukan: mengidentifikasi mekanisme
pelaksanaan pengaduan
2) Langkah
dalam
melakukan
analisis
pengelolaan
keluhan/pengaduan ini dapat ditempuh dengan menjawab
pertanyaan sebagai berikut ;
Penetapan lokasi dan media pengaduan
Pengembangan system penerimaan dan pencatatan serta
pendokumentasian pengaduan
Pengembangan system pemrosesan dan pengolahan data
pengaduan
Pemilihan metode penyelidikan dan analisis data
Pengembangan sistem penyelesaian masalah dan tindak
lanjut
Pengembangan sistem pelaporan

Lampiran Bab IV

115

8. Pengemasan dan Penyajian Standar Pelayanan,


1) Kegiatan yang harus dilakukan dalam tahapan ini adalah :
menyusun format standar pelayanan.
2) Langkah yang dilakukan dalam proses pengemasan standar
pelayanan adalah :
Mengidentifikasi informasi-informasi penting yang diperoleh
dari beberapa lembar kerja yang telah disusun pada tahapan
tahapan sebelumnya
Menentukan metode penyajian standar pelayanan agar
menarik dan mudah dipahami bagi pengguna pelayanan
Menyususn flow chart/ alur proses pelayanan, apabila di
pandang perlu.
Berikut Muatan yang minimal harus ada dalam kemasan standar
pelayanan:

116

Lampiran Bab IV

StandarPelayananPublik

Lembar Kerja 7
Format Standar Pelayanan
1. Visi Pelayanan kami adalah : ..(gunakan hasil lembar kerja
ke 4)
2. Misi Pelayanan kami adalah : .( gunakan hasil lembar kerja
ke 4)
3. Jenis Pelayanan yang disediakan :.
1)
2) .dst ( gunakan hasil lembar kerja ke 2)
4. Prosedur Pelayanan : ..
1) .
2) ..dst (gunakan hasil lembar kerja ke 5)
5. Persyaratan Pelayanan :..
1) .
2) ..dst (gunakan hasil lembar kerja ke 5)
6. Biaya Pelayanan :.. (gunakan hasil lembar kerja ke 5)
7. Waktu Pelayanan :. (gunakan hasil lembar kerja ke 5)
8. Mekanisme Pengaduan : (gunakan hasil analisis langkah ke 7)

Lampiran Bab IV

117

Anda mungkin juga menyukai