Dokumen - Tips Ch2 Accounting Social
Dokumen - Tips Ch2 Accounting Social
Disusun Oleh :
Candra Bayu P.p
( 0710233070 )
Choirul Amin
( 0710233090 )
Yeriko P.W.
( 0710233116 )
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2011
ilmu akuntansi. Sementara itu Belkoui dalam Harahap (1993) membuat suatu terminologi
Socio Economic Accounting (SEA) yang berarti proses pengukuran, pengaturan dan
pengungkapan dampak pertukaran antara perusahaan dengan lingkungannya.
Hadibroto (1988); Bambang Sudibyo (1988) dan para pakar akuntansi di Indonesia
menggunakan istilah Akuntansi pertanggung jawaban sosial (APS) sebagai akuntansi yang
memerlukan laporan mengenai terlaksananya pertanggungjawaban sosial perusahaan.
Hendriksen (1994), menggambarkan akuntansi sosial sebagai suatu pernyataan tujuan,
serangkaian konsep sosial dan metode pengukurannya, struktur pelaporan dan komunikasi
informasi kepada pihakpihak yang berkepentingan. Pernyataan Hendriksen (1994) tersebut
memberikan gambaran tentang hubungan mendasar antara konsep akuntansi sosial dengan
informasi yang dihasilkan, sehingga secara kongkrit informasi tersebut dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan beberapa uraian diatas, pada dasarnya definisi yang diberikan oleh para
pakar akuntansi mengenai akuntansi sosial memiliki karakteristik yang sama, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Ramanathan (1976) dalam Arief Suadi (1988), yaitu Akuntansi sosial
berkaitan erat dengan masalah : (1) Penilaian dampak sosial dari kegiatan entitas bisnis, (2)
mengukur kegiatan tersebut (3) melaporkan tanggungjawab sosial perusahaan, dan (4) sistem
informasi internal dan eksternal atas penilaian terhadap sumber-sumber daya perusahaan dan
dampaknya secara sosial ekonomi.
Tujuan akuntansi sosial
Adapun tujuan akuntansi sosial menurut Hendriksen (1994) adalah untuk memberikan
informasi yang memungkinkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap masyarakat dapat di
evaluasi. Ramanathan (1976) dalam Arief Suadi (1988) juga menguraikan tiga tujuan dari
akuntansi sosial yaitu : (1) mengidentifikasikan dan mengukur kontribusi sosial neto periodik
suatu perusahaan, yang meliputi bukan hanya manfaat dan biaya sosial yang di
internalisasikan keperusahaan, namun juga timbul dari eksternalitas yang mempengaruhi
segmen-segmen sosial yang berbeda, (2) membantu menentukan apakah strategi dan praktik
perusahaan yang secara langsung mempengaruhi relatifitas sumberdaya dan status individu,
masyarakat dan segmen-segmen sosial adalah konsisten dengan prioritas sosial yang
diberikan secara luas pada satu pihak dan aspirasi individu pada pihak lain, (3) memberikan
dengan cara yang optimal, kepada semua kelompok sosial, informasi yang relevan tentang
tujuan, kebijakan, program, strategi dan kontribusi suatu perusahaan terhadap tujuan-tujuan
sosial perusahaan.
Berdasarkan tujuan akuntansi sosial yang diuraikan diatas dapat dipahami bahwa
akuntansi sosial berperan dan menjalankan fungsinya sebagai bahasa bisnis yang
mengakomodasi masalahmasalah sosial yang dihadapi oleh perusahaan, sehingga pospos
biaya sosial yang dikeluarkan kepada masyarakat dapat menunjang operasional dan
pencapaian tujuan jangka panjang perusahaan.
Pengukuran akuntansi sosial
Dalam pertukaran yang terjadi antara perusahaan dan lingkungan sosialnya terdapat
dua dampak yang timbul yaitu dampak positif atau yang disebut juga dengan manfaat social
(Social benefit) dan dampaknegatif yang disebut dengan pengorbanan sosial (Social Cost).
Masalah yang timbul adalah bagaimana mengukur kedua dampak tersebut. Menurut Harahap
(1993), masalah pengukuran akuntansi sosial memang rumit, karena jika dibandingkan
dengan transaksi biasa yang langsung dapat dicatat dan mempengaruhi posisi keuangan,
maka dalam akuntansi sosial terlebih dahulu harus diukur dampak positif dan dampak negatif
yang ditimbulkan oleh perusahaan.
Lebih jauh Harahap (1993) menguraikan beberapa metode yang biasa dipakai dalam
pengukuran Akuntansi sosial yaitu;
1. Menggunakan penilaian dengan menghitung Opportunity cost approach
2. Menggunakan daftar kuesioner
3. Menggunakan hubungan antara kerugian massal dengan permintaan untuk barang
perorangan dalam menghitung kerugian masyarakat
4. Menggunakan reaksi pasar dalam menentukan harga
Ansry Zulfikar (1987) dalam Achmad Sonhadji (1989) memberikan beberapa teknik
pengukuran yang dapat diapakai, antara lain ;
1. Penilaian pengganti, yaitu jika nilai dari sesuatu tidak dapat langsung ditentukan, maka
dapat mengetimasikannya dengan nilai pengganti.
2. Teknik survey, yaitu mencakup cara-cara untuk mendapatkan informasi dari kelompok
masyarakat tentang pengukuran aktifitas sosial perusahaan.
3. Biaya perbaikan dan pencegahan, yaitu biaya-biaya perbaikan yang dikeluarkan oleh
perusahaan sebuhubungan dengan lingkungan sosialnya.
4. Penilaian dari penilai independen, yaitu memberikan suatu wewnang kepada pihak luar
untuk mengukur aktifitas sosial perusahaan
5. Putusan pengadilan, yaitu dengan suatu keputusan yang mempunyai kekuatan hukum
berproduksi, melakukan akuisisi, penggunaan sumber daya yang lebih murah, pengurangan
biaya, dan usaha lainnya untuk meningkatkan produktivitas. Semuanya dilakukan untuk
memberikan hasil yang lebih banyak kepada pemegang saham.
Tindakan perusahaan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, di satu sisi akan
meningkatkan produktivitas perusahaan, tetapi di sisi lain mungkin akan merugikan pihakpihak yang berkepentingan, antara lain karyawan, konsumen, dan masyarakat. Dalam usaha
untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi sering kali mengakibatkan perusakan
lingkungan, berupa pencemaran air, penggundulan hutan, pencemaran udara, dan lainnya.
Perusahaan menganggap semua yang dilakukannya sebagai eksternalitas dari usaha
meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan.
Berdasarkan pembahasan teori sebelumnya, keberadaan perusahaan tidak terlepas dari
kepentingan berbagai pihak. Investor berkepentingan terhadap sumber daya yang
diinvestasikan di perusahaan. Kreditor berkepentingan terhadap pengembalian pokok dan
bunga pinjaman. Pemerintah berkepentingan
terhadap
kepatuhan
perusahaan
terhadap
peraturan yang berlaku agar kepentingan masyarakat secara umum tidak terganggu. Namun,
yang tak kalah pentingnya adalah pihak-pihak yang selama ini kurang mendapat perhatian,
yaitu karyawan, pemasok, pelanggan, dan masyarakat di sekitar perusahaan. Karyawan perlu
mendapatkan penghasilan dan jaminan sosial yang layak. Bila memungkinkan, karyawan
memerlukan pendidikan dan pelatihan teknis untuk meningkatkan keahlian sehingga dapat
meningkatkan karier di perusahaan. Pemasok berkepentingan terhadap pelunasan utang
dagang. Pelanggan berkepentingan terhadap kualitas produk perusahaan.Terakhir, masyarakat
yang tinggal di sekitar perusahaan berkepentingan terhadap dampak sosial dan lingkungan
yang berasal dari aktivitas perusahaan.
Perusahaan bertanggung jawab terhadap berbagai pihak yang berkepentingan. Selama ini
perusahaan cenderung untuk mementingkan kepentingan investor, sedangkan kepentingan
pihak lain, seperti karyawan dan masyarakat diabaikan, dianggap sebagai eksternalitas untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan. Berdasarkan contoh dampak sosial dari
kegiatan operasi perusahaan, maka tanggung jawab perusahaan tidak terbatas pada investor,
yaitu memberikan pengembalian yang maksimal kepada investor. Kepentingan publik dan
lingkungan juga perlu mendapat perhatian perusahaan sebagai dukungan atas operasi
perusahaan. Pelestarian lingkungan di samping bermanfaat bagi masyarakat di sekitar juga
bermanfaat bagi perusahaan khususnya perusahaan yang memanfaatkan lingkungan dan
mendapatkan keuntungan dari lingkunganya.
Sejak tahun 80-an, di Indonesia sendiri telah dibahas mengenai pertanggung jawaban social
perusahaan (Corporate Social Responsibility) dan akuntansi sosial (Accounting Social).
Secara khusus Bambang Sudibyo (1988) menyimpulkan bahwa terdapat dua hal yang
menjadi kendala sulitnya penerapan akuntansi sosial di Indonesia yaitu (1) Lemahnya
tekanan social yang menghendaki pertanggung jawaban sosial perusahaan dan (2) Rendahnya
kesadaran perusahaan di Indonesia tentang pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan.
Tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility) adalah kewajiban organisasi yang
tidak hanya menyediakan jasa yang baik bagi masyarakat tetapi juga mempertahankan
kualitas lingkungan sosial maupun fisik serta memberikan kontribusi positif terhadap
kesejahteraan komunitas dimana mereka berada (Mirza dan Imbuh: 1997)
Secara teoritik, tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility) dapat didefinisikan
sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan kepada para stakeholder-nya, terutama
komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja dan operasinya. Suatu perusahaan dapat
dikatakan bertanggungjawab secara sosial, ketika manajemennya memiliki atas kinerja
operasional yang tidak hanya sekedar merealisasikan profit semata, namun juga
meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau lingkungan sosialnya.
Adapun wujud nyata dari Tanggung Jawab Sosial Perusahaan berdasarkan ruang lingkup,
menurut Maksum (2007) adalah sebagai berikut:
1. Kualitas lingkungan:
a. Penanggulangan populasi
b. Pemilihan lokasi
c. Keasrian lingkungan
2. Konsumerisme:
a. Tidak menjerumuskan
b. Jaminan dan layanan purna jual
c. Pemberian peringatan bagi produk yang membahayakan
3. Kepentingan masyarakat:
a. Penyediaan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.
b. Penyediaan tenaga sukarela
c. Pemberian beasiswa
d. Pemberian bantuan social
4. Pemerataan kesempatan:
a. Kesempatan kerja
b. Kesempatan berkembang (misalnya: training)
5. Hubungan tenaga kerja:
a. Perbaikan kondisi kerja
b. Pengaturan jam kerja
c. Pengaturan jaminan/tunjangan
akan memenuhi harapan stakeholder perusahaan sehingga perusahaan akan berupaya untuk
menyampaikan laporan yang menyajikan informasi mengenai upaya perusahaan untuk
memenuhi tanggung jawab sosial. Akuntansi sosial yang dikenal selama ini berbentuk
corporate social responsibility (CSR) dan sustainability reporting (SR).
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial
Akuntansi adalah bahasa bisnis karena akuntansi memberikan informasi mengenai suatu
entitas. Akuntansi memungkinkan terjadi komunikasi antara pihakpihak yang berkepentingan
dalam entitas tersebut. Pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) menggunakan
laporan akuntansi sebagai sumber informasi utama untuk pengambilan keputusan karena
pihak-pihak yang berkepentingan juga menggunakan informasi lain untuk pengambilan
keputusan mengenai perusahaan.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa dunia bisnis mempunyai hubungan erat dengan akuntansi,
sedangkan akuntansi mempunyai hubungan erat dengan lingkungannya yang dapat
menyebabkan nilai positif atau nilai negatif tergantung pada individunya bagaimana cara
menggunakan akuntansi tersebut. Jadi jelaslah bahwa dunia bisnis merupakan lingkungan
sosial yang membentuk akuntansi, dan akuntansi tersebut dibentuk dan tergantung pada
lingkungan sosialnya dari sebagian berinteraksi sebagai faktor dan pembentukan lingkungan
sosial yang berdampak dari kegiatannya terhadap lingkungan sosial dan orang lain (Hidayat,
2002).
Akuntansi pertanggungjawaban sosial berada dalam koridor akuntansi keuangan. Bentuk
akuntansi pertanggungjawaban sosial selama ini dikenal dengan istilah corporate social
responsibility (CSR) dan sustainability reporting (SR). Laporan akuntansi pertanggung
jawaban sosial dapat dilaporkan pada annual report atau sebagai laporan terpisah dari annual
report. Akuntansi CSR dan SR menjadi perhatian perusahaan sesuai dengan teori legitimasi
dimana perusahaan berusaha untuk memenuhi harapan berbagai pihak yang terkait dalam
upaya mendapat dukungan dan kepercayaan dari masyarakat. Akuntansi CSR didefinisikan
sebagai proses seleksi variabel-variabel kinerja sosial tingkat perusahaan, ukuran, dan
prosedur pengukuran, yang secara sistematis mengembangkan informasi yang bermanfaat
untuk mengevaluasi kinerja sosial perusahaan dan mengkomunikasikan informasi tersebut
kepada kelompok sosial yang tertarik, baik di dalam maupun di luar perusahaan. SR
merupakan isu baru yang kemudian berkembang terkait dengan pembangunan yang
berkelanjutan. Pembangunan berkesinambungan adalah pembangunan yang memenuhi
kebutuhan dunia sekarang tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang dalam
memenuhi kebutuhannya. Hal ini terkait dengan kebutuhan untuk memproteksi lingkungan.
SR tidak sekadar melaporkan bagaimana menjaga kelestarian lingkungan, pembuangan
limbah, dampak sosial atas operasi perusahaan, tetapi mencakup pula bagaimana program
dan kinerja perusahaan atas pengembangan masyarakat (community development) terutama di
daerah operasi perusahaan (Laily, 2005).
Pada tahun 2000 perhatian serupa diberikan oleh Global Reporting Initiative (GRI), sebagai
bagian dari program lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang memberikan pedoman SR
yang meliputi tiga elemen, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial yang selanjutnya direvisi
pada tahun 2002 (Satyo, 2005). Pedoman GRI meliputi bagian-bagian sebagai berikut (GRI,
2002).
1. Bagian pengantar memberikan informasi mengenai overview tentang sustainability
reporting.
2. Bagian pertama memberikan definisi isi, kualitas, dan batasan laporan.
3. Bagian kedua memberikan petunjuk mengenai standar pengungkapan dalam SR.
Pengungkapan dalam SR meliputi pengungkapan informasi yang relevan dan material
mengenai organisasi yang menjadi perhatian berbagai stakeholder.
Standar pengungkapan meliputi tiga bagian yaitu, sebagai berikut:
a. Strategi dan profil perusahaan.
b. Pendekatan manajemen.
c. Indikator kinerja yang meliputi ekonomi, lingkungan, dan social.
Pedoman pengungkapan GRI telah memberikan rerangka pelaporan yang lebih menyeluruh
mengenai kinerja perusahaan. GRI berbeda dengan laporan keuangan yang selama ini
digunakan, terutama dalam pelaporan kinerja perusahaan yang hanya melaporkan kinerja
ekonomi perusahaan, tetapi mengabaikan kinerja sosial dan lingkungan. Pelaporan informasi
social dan lingkungan ternyata bermanfaat bagi perusahaan. Bewley dan Magnes (2008)
Menemukan bahwa perusahaan mengungkapkan perusahaan menggunakan pengungkapan
lingkungan untuk membedakan perusahaan dengan perusahaan lain. Pengungkapan
merupakan signal mengenai informasi keuangan perusahaan pada masa depan. Mahoney et
al. (2008) menemukan laporan CSR secara positif mempengaruhi Return on Asset
Perusahaan.
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial
Regulasi mengenai akuntansi pertanggungjawaban sosial di Indonesia telah diatur dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 57 yang diterbitkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI). Akuntansi dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan juga telah
diatur SAK. PSAK No. 1 paragraf 9 telah memberikan penjelasan mengenai penyajian
dampak lingkungan sebagai berikut.
Perusahaan menyajikan laporan tambahan mengenai lingkungan hidup (atau nilai tambah),
khususnya bagi industry dengan sumber daya utama terkait dengan lingkungan hidup (atau
karyawan dan stakeholder lainnya sebagai pengguna laporan keuangan penting).
PSAK No. 1 belum mengatur dengan tegas, tetapi mengatur pengungkapan dampak
lingkungan. Perlakuan akuntansi dampak lingkungan juga diatur di dalam PSAK No. 32
mengenai Akuntansi Kehutanan dan PSAK No. 33 tentang Akuntansi Pertambangan Umum.
PSAK No. 32 dan 33 semestinya sudah memadai untuk mengatur perlakuan akuntansi
lingkungan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur oleh pemerintah melalui Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah
mengatur upaya dalam kewajiban perusahaan dalam melestarikan lingkungan. Pasal 17,
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25, Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
misalnya menyatakan sebagai berikut.
Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib
mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar
kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan tertuang dengan jelas pada Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 40, Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 74 menyatakan sebagai
berikut.
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan
sumberdaya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
(2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya
perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan
kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan
peraturan pemerintah. Tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan telah diatur
dengan tegas dalam peraturan perundang-undangan. Demikian pula SAK telah
menuangkannya dalam bentuk petunjuk perlakuan akuntansi tanggung jawab sosial
dan lingkungan.
Berdasarkan peraturan tersebut beberapa perusahaan telah mengungkapkan aktivitas sosial
karena dorongan persaingan yang semakin ketat dan adanya peraturan yang mewajibkan.
Namun, pengungkapan aktivitas lingkungan masih sedikit dilakukan. Suharto (2004)
menyebutkan beberapa kesulitan manajemen keuangan untuk melaporkan kewajiban
lingkungan, yaitu sebagai berikut.
a. Permintaan atas pengungkapan informasi lingkungan dalam pelaporan keuangan
belum ada secara tegas.
b. Biaya dan manfaat dalam rangka menyajikan informasi lingkungan dalam laporan
keuangan dirasakan tidak seimbang oleh perusahaan.
c. Pengenalan kewajiban bersyarat.
d. Kesulitan dalam mengidentifikasi biaya-biaya lingkungan