PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bagi seorang wanita, payudara merupakan lambang kewanitaannya
sehingga pembedahan payudara menjadi perampasan intisari dan asas
kehidupannya yang tidak dapat ditutupi secara kosmetik saja.1
Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah
karsinoma serviks
merupakan 28% kanker pada wanita kulit putih dan 25% pada wanita kulit
hitam.1
Kurva insidens-usia bergerak naik terus sejak usia 30 tahun. Kanker ini
jarang sekali ditemukan pada wanita usia dibawah 20 tahun. Angka tertinggi
terdapat pada usia 45-66 tahun. Insidens karsinoma mammae ini pada lakilaki hanya 1% dari kejadian pada perempuan.1
1.2 Ilustrasi Kasus
Pasien bernama Ramalia berusia 50 tahun, masuk RSUD Raden
Mattaher untuk melakukan operasi pembedahan payudara. Sebelumnya
sekitar 2 bulan yang lalu pasien datang dengan keluhan adanya benjolan di
payudara kanan, benjolan dirasakan sebesar telur puyuh, immobile (+), keras
dan tidak nyeri. Pada tanggal 12 Maret 2013 telah dilakukan operasi biopsi.
Dari pemeriksaan PA didapatkan hasil yaitu infiltrating duct carcinoma
mammae. Kemudian dokter menyarankan untuk melakukan mastectomy.
Pada saat pemeriksaan pra anestesi didapati pasien ASA 2. Setelah
pemeriksaan, direncanakan akan dilakukan anestesi umum. Operasi
direncanakan pada tanggal 18 April 2013 pagi hari dan akan dilakukan oleh
ahli bedah dr.Riadi Ali, Sp.B (K) Onk dengan ahli anestesi dr.Ade Susanti,
Sp.An.
BAB II
LAPORAN KASUS
3
Identitas Pasien
Nama
: Ny. Ramalia
Umur
: 50 Tahun
2.2.
BB
: 68 kg
Gol. Darah
: AB
Diagnosis
Tindakan
: Mastectomy
Ruangan
: 2P
No. MR
: 718916
2.2.1. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Terdapat benjolan di payudara sebelah kanan lebih kurang sejak 2 bulan
yang lalu.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Teraba benjolan di payudara sebelah kanan sebesar telor puyuh.
Benjolan immobile (+), terasa keras, nyeri (-). Benjolan ini dirasakan sejak
2 bulan yang lalu.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
: Composmentis
GCS
: 15
1. Tanda vital
- TD : 120/90 mmHg
- N : 80 x/menit
- S : 36,5C
- RR : 20 x/menit
2. Kepala
a. Mata
: sklera ikterik (-/-), conjungtiva anemis (-/-)
b. THT
: dbn
c. Leher : pembesaran KGB (-)
3. Thorax
- Inspeksi : pergerakan dada simetris (ka/ki)
- Palpasi
: teraba benjolan mammae dextra sebesar telor puyuh
- Perkusi
: sonor
- Auskultasi : vesikuler
4. Abdomen
- Inspeksi : tidak tampak kelainan
- Palpasi
: nyeri tekan (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi
: timpani (+) normal
5. Ekstremitas
Akral hangat, edema (-), sianosis (-)
2.2.3. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Rutin
- WBC
- RBC
- Hb
- Ht
- Trombosit
- CT
- BT
: 9,0 103/mm3
: 4,7 103/mm3
: 14,0 g/dl
: 42,5 %
: 236 103/mm
: 3
: 2
- LED
: 16
2. Kimia Darah Lengkap
- Protein total : 7,3 g/dl
- Albumin
: 4,3 g/dl
- Globulin
: 3,0 g/dl
- SGOT
: 50 u/l
- SGPT
: 52 u/l
- Ureum
: 17,5 mg/dl
- Kreatinin : 0,8 mg/dl
- GDS
: 169 g/dl
3. X-Ray
Cor dan pulmo Normal
4. CT-Scan
Tidak diperiksa
5. Pemeriksaan Penunjang Lain
PA : jaringan tidak beraturan dengan ukuran 1,5x1x1 cm warna
kecoklatan, kenyal.
Kesan : Infiltrating duct carcinoma mammae
BAB III
ANESTESI
3.1 Rencana Tindakan Anestesi
Diagnosa pra bedah : Carcinoma mammae dextra
Tindakan bedah
: Mastectomy
Status anestesi
: ASA 2
Malampati
:2
Reverse (SA+Prostigmin)
Tramadol 100 mg
Ketorolac 30 ml
6. Maintenance : Sevofluran MAC 1-2 + N2O : O2
7. Respirasi
: Napas kendali dengan Ventilator, Tidal Volume 500ml,
frekuensi 14x/i
8. Ekstubasi : setelah pasien sadar penuh
Keadaan penderita selama operasi
1. Posisi pasien
: Supine
2. Intubasi
: Oral, ETT no. 7.5
3. Penyulit intubasi : Gigi atas pasien tidak ada
4. Penyulit waktu anastesi : tidak ada
5. Lama anastesi : + 135 menit
6. Jumlah cairan
Input
: RL 4 kolf 2000ml
Fima HES 1 kolf 500 ml
NaCl 100-150 ml
PRC 2 kantong 500
Total : 3150 ml
Output
: Perdarahan (+ 600 cc), Urine (+ 400 cc)
7. Monitoring
:
Jam
09.00
09.15
09.30
09.45
10.00
10.15
10.30
10.45
11.00
11.15
11.30
3.3
TD (mmHg)
120/80
111/72
134/92
145/74
110/59
109/66
108/67
100/65
99/61
114/66
119/68
Nadi (x/i)
80
78
77
78
80
81
77
77
78
94
95
RR (x/i)
19
14
20
28
32
30
14
15
15
23
24
Masuk Jam
: 11.45
Keadaan umum : GCS : 13 (eye 3, motorik 6, verbal 4)
Pernapasan
: O2 3 liter/menit
Skoring Alderete
Aktifitas
:1
Respirasi
:2
Warna kulit : 2
Sirkulasi
Kesadaran
Jumlah
3.4
:2
:1
:8
30 tpm
5. Terapi sesuai instruksi dr. Riadi Ali, SpB (K) Onk.
3.5
Diagnosa Post-op
Post. Op Mastectomy
BAB IV
TEORI DAN PEMBAHASAN
4.1 Anestesi Umum
4.1.1 Definisi
Anestesi umum adalah kehilangan kemampuan untuk merasakan sakit
atau nyeri secara sentral, disertai oleh hilangnya kesadaran dan bersifat
Reversible
yang
berarti
anestesi
umum
akan
Stadium Anestesi
Adapun stadium dalam anestesi, yaitu :2,4
1. Stadium 1 (induksi)
Periode sejak masuknya obat induksi hingga hilangnya nkesadaran,
ditandai dengan refleks hilangnya bulu mata.
2. Stadium 2 (eksitasi)
Setelah kesadaran hilang, timbul eksitasi dan delirium. Pernapasan
irreguler, dapat terjadi pasien menahan napas. Terjadi REM.
Timbul gerakan involuntari, seringkali spastik. Pasien dapat
muntah dan ini dapat membahayakan jalan napas. Pada stadium ini
aritmia jantung dapat tejadi. Pupil dilatasi sebagai tanda
peningkatan tonus simpatis. Stadium 2 adalah stadium yang
berisiko tinggi.
3. Stadium 3 (pembedahan), dibagi menjadi 4 plana, yaitu :
Plana 1 : mata berputar kemudian terfiksasi
Plana 2 : refleks kornea dan refleks laring hilang
Plana 3 : dilatasi pupil, refleks cahaya hilang
Plana 4 : kelumpuhan otot interkostal, pernapasan
menjadi
10
2) Sirkulasi
Saat induksi, konsentrasi zat anestetika dalam darah arterial lebih
besar daripada darah vena. Faktor yang mempengaruhinya adalah :
a. Perubahan tekanan parsial zat anestetika yang jenuh dalam alveolus
dan darah vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestetika diserap
jaringan dan sebagian kembali melalui vena.
b. Koefisien partisi darah/gas yaitu rasio konsentrasi zat anestetika dalam
darah terhadap konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan
seimbang.
c. Aliran darah yaitu aliran darah paru dan curah jantung.
3) Jaringan
a. Perbedaan tekanan parsial obat anestetika antara darah arteri dan
jaringan
b. Koefisien partisi jaringan/darah
c. Aliran darah dalam 4 masing-masing kelompok jaringan (jaringan
kaya pembuluh darah, kelompok intermediate, lemak, dan jaringan
sedikit pembuluh darah)
4) Zat anestetika
Potensi dari berbagai macam obat anestetika ditentukan oleh MAC
yaitu konsentrasi terendah zat anestetika dalam udara alveolus yang
mampu mencegah terjadinya tanggapan (respon) terhadap rangsang rasa
sakit. Semakin rendah nilai MAC, semakin potensial zat anestetika
tersebut.
5) Faktor lain
a. Ventilasi; semakin besar ventilasi maka semakin cepat pendalaman
anestesi
b. Curah jantung; semakin tinggi curah jantung semakin lambat induksi
dan pedalaman anestesi
c. Suhu; semakin turun suhu semakin larut zat anestesia sehingga
pendalaman anestesia semakin cepat.
4.1.5
Efek Samping
Adapun efek samping anestesia yaitu :5
Penekanan respirasi
- Ventilasi kadang diperlukan untuk mengatasi respirasi negatif
Nausea/vomitung
- Spingter esofagal bawah mengalami relaksasi
- Tabung endotrakeal diperlukan untuk mencegah kematian
11
4.1.6
4.2
Penyulit Intubasi
a. Leher pendek berotot
b. Mandibula menonjol
c. Maksila/gigi depan menonjol
d. Uvula tidak terlihat (Mallampati 3 atau 4)
e. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
f. Gerak vertebra cervical terbatas
Persiapan Praanestesi
Pasien yang akan menjalani anestesia dan pembedahan (elektif/darurat)
harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif
dilakukan 1-2 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat dilakukan
sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi bertujuan mempersiapkan mental
dan fisik pasien secara optimal, merencanakan dan memilih tekhnik dan
mobat-obat anestesi yang sesuai, serta menentukan klasifikasi yang sesuai
berdasar klasifikasi ASA.6
Adapun klasifikasi ASA yaitu :
ASA I
ASA II
ASA III
terbatas.
ASA IV
12
eksisi payudara total dengan diseksi kelenjer limfe axillaris, dengan anestesi
umum (anestesi general).
Tahapan anestesi dimulai dengan pemberian cairan IV line kanan cairan
RL sebanyak 1 kolf pada tangan kiri dan 1 kolf pada kaki kanan untuk
menghindari terjadinya shock hipovolemik, karena pada pasien ini telah
berpuasa selama + 10 jam. Pemberian obat-obat premedikasi yaitu Ranitidine
50 mg (golongan antagonis reseptor H2 Histamin) tujuannya yaitu untuk
mencegah pneumonitis asam sebab cairan lambung bersifat asam dengan PH
2,5. Ondansetron 4mg (golongan antiemetik) untuk mengurangi mual dan
muntah pasca pembedahan.
4.3
Durate Operatif
Pasien mulai diinduksi pukul 09.00 wib, dengan diposisikan terlentang
(supine), kemudian diberikan O2 8 liter melalui face mask sambil disuntikkan
Sulfas Atropin 0,5 mg sebagai antikolinergik untuk mengurangi sekresi ludah
dan bronkus dengan dosis 0,01-0,04 mg/kgBB. Serta diberikan juga Fentanyl
golongan opioid (analgesik narkotika)100 mcg yang bertujuan untuk
mengurangi kecemasan dan ketakutan pasien dan mengurangi rasa nyeri saat
pembedahan dengan dosis 1-2 mcg/kgBB. Onset fentanyl ini sangat cepat
yaitu 3 menit.
Kemudian induksi propofol 100 mg. Induksi intravena hendaknya
dikerjakan dengan hati-hati, perlahan, lembut dan terkendali. Selama induksi,
pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberi
oksigen. Propofol merupakan derivat fenol dan bersifat lipofilik dimana 98%
terikat protein plasma, eliminasi terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak
aktif, waktu paruh sekitar 5 10 menit. Dosis induksi cepat menyebabkan
sedasi (30-45 detik) dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Setelah
propofol. Setelah propofol dimasukkan dilihat refleks bulu mata, jika refleks
bulu mata sudah tidak ada maka face mask ditempelkan sambil disuntikkan
Rocuronium Bromide 50 mg yang berfungsi untuk mempermudah ETT serta
memberikan relaksasi otot rangka selama pembedahan.
13
tubuh
terhadap
stimulasi
rangsang.
Aktifitas
anti
inflamasi
O (Operasi)
Post Operatif
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke RR (Recovery Room). Pasien
berbaring dengan posisi kepala sejajar dengan tempat tidur. Karena efek obat
anestesi masih tersisa, observasi tanda vital dan pemberian oksigenasi tetap
diberikan sebanyak 2-3 liter/menit. Setelah keadaan umum stabil, maka
pasien dibawa ke ruangan bangsal bedah.
BAB V
KESIMPULAN
Penderita bernama Ny. Ramalia usia 50 tahun dengan diagnosa carcinoma
mammae. Pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang saat pra anestesi
didapatkan pasien termasuk ASA 2.
16
Anestesi dilakukan pada tanggal 18 April 2013 pukul 09.00 wib dan
berakhir pada pukul 11.30 wib di ruang OK 1 RSUD Raden Mettaher Jambi oleh
ahli bedah dr.Riadi Ali, Sp.B (K) Onk dengan ahli anestesi dr.Ade Susanti, Sp.An.
Proses pre anestesi berlangsung baik. Tidak ada kendala yang berarti selama
intubasi kecuali karena tidak adanya gigi atas pasien. Efek samping pemberian
obat minimal tanpa ada masalah berarti. Selama operasi balance cairan baik, tidak
terjadi ketidakseimbangan cairan yang mengancam keselamatan pasien. Setelah
selesai operasi, pasien dipindahkan ke bangsal bedah pukul 13.00 wib.
Dapat disimpulkan bahwa proses anestesi berlangsung baik. Perawatan post
operatif dilakukan di bangsal bedah, diawasi vital sign dan perdarahan tiap 15
menit, tirah baring tanpa bantal selama 24 jam, dan puasa sampai pasien sadar
penuh dan bising usus (+).
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Tumor ganas. Edisi ke-2.
Jakarta : EGC, 2004. hal. 394-402
17
18