Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bagi seorang wanita, payudara merupakan lambang kewanitaannya
sehingga pembedahan payudara menjadi perampasan intisari dan asas
kehidupannya yang tidak dapat ditutupi secara kosmetik saja.1
Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah
karsinoma serviks

uterus. Di Amerika Serikat, karsinoma payudara

merupakan 28% kanker pada wanita kulit putih dan 25% pada wanita kulit
hitam.1
Kurva insidens-usia bergerak naik terus sejak usia 30 tahun. Kanker ini
jarang sekali ditemukan pada wanita usia dibawah 20 tahun. Angka tertinggi
terdapat pada usia 45-66 tahun. Insidens karsinoma mammae ini pada lakilaki hanya 1% dari kejadian pada perempuan.1
1.2 Ilustrasi Kasus
Pasien bernama Ramalia berusia 50 tahun, masuk RSUD Raden
Mattaher untuk melakukan operasi pembedahan payudara. Sebelumnya
sekitar 2 bulan yang lalu pasien datang dengan keluhan adanya benjolan di
payudara kanan, benjolan dirasakan sebesar telur puyuh, immobile (+), keras
dan tidak nyeri. Pada tanggal 12 Maret 2013 telah dilakukan operasi biopsi.
Dari pemeriksaan PA didapatkan hasil yaitu infiltrating duct carcinoma
mammae. Kemudian dokter menyarankan untuk melakukan mastectomy.
Pada saat pemeriksaan pra anestesi didapati pasien ASA 2. Setelah
pemeriksaan, direncanakan akan dilakukan anestesi umum. Operasi
direncanakan pada tanggal 18 April 2013 pagi hari dan akan dilakukan oleh
ahli bedah dr.Riadi Ali, Sp.B (K) Onk dengan ahli anestesi dr.Ade Susanti,
Sp.An.

BAB II
LAPORAN KASUS
3

KUNJUNGAN PRA ANESTESI


2.1.

Identitas Pasien
Nama

: Ny. Ramalia

Umur

: 50 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

2.2.

BB

: 68 kg

Gol. Darah

: AB

Diagnosis

: Ca. mammae dextra

Tindakan

: Mastectomy

Ruangan

: 2P

No. MR

: 718916

Hasil Kunjungan Pra Anestesi

2.2.1. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Terdapat benjolan di payudara sebelah kanan lebih kurang sejak 2 bulan
yang lalu.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Teraba benjolan di payudara sebelah kanan sebesar telor puyuh.
Benjolan immobile (+), terasa keras, nyeri (-). Benjolan ini dirasakan sejak
2 bulan yang lalu.
C. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi (-)


Riwayat asma (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat batuk lama/TB (-)
Riwayat operasi
Pasien pernah sebelumnya pernah melakukan operasi bedah PA

pada tanggal 11 Maret 2013 di RSUD Raden Mettaher Jambi


Riwayat alergi obat (-)
4

Riwayat penyakit lain


E. Riwayat Kebiasaan
Merokok (-), Alkohol (-)
2.2.2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran

: Composmentis

GCS

: 15

1. Tanda vital
- TD : 120/90 mmHg
- N : 80 x/menit
- S : 36,5C
- RR : 20 x/menit
2. Kepala
a. Mata
: sklera ikterik (-/-), conjungtiva anemis (-/-)
b. THT
: dbn
c. Leher : pembesaran KGB (-)
3. Thorax
- Inspeksi : pergerakan dada simetris (ka/ki)
- Palpasi
: teraba benjolan mammae dextra sebesar telor puyuh
- Perkusi
: sonor
- Auskultasi : vesikuler
4. Abdomen
- Inspeksi : tidak tampak kelainan
- Palpasi
: nyeri tekan (-)
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi
: timpani (+) normal
5. Ekstremitas
Akral hangat, edema (-), sianosis (-)
2.2.3. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Rutin
- WBC
- RBC
- Hb
- Ht
- Trombosit
- CT
- BT

: 9,0 103/mm3
: 4,7 103/mm3
: 14,0 g/dl
: 42,5 %
: 236 103/mm
: 3
: 2

- LED
: 16
2. Kimia Darah Lengkap
- Protein total : 7,3 g/dl
- Albumin
: 4,3 g/dl
- Globulin
: 3,0 g/dl
- SGOT
: 50 u/l
- SGPT
: 52 u/l
- Ureum
: 17,5 mg/dl
- Kreatinin : 0,8 mg/dl
- GDS
: 169 g/dl
3. X-Ray
Cor dan pulmo Normal
4. CT-Scan
Tidak diperiksa
5. Pemeriksaan Penunjang Lain
PA : jaringan tidak beraturan dengan ukuran 1,5x1x1 cm warna
kecoklatan, kenyal.
Kesan : Infiltrating duct carcinoma mammae
BAB III
ANESTESI
3.1 Rencana Tindakan Anestesi
Diagnosa pra bedah : Carcinoma mammae dextra
Tindakan bedah

: Mastectomy

Status anestesi

: ASA 2

Malampati

:2

3.2 Jenis / Tindakan Anestesi :


Tindakan Anestesi
1. Metode
: General Anestesi
2. Premedikasi : ranitidin 50 mg
ondansetron 4 mg
atropine sulfas 0,5 mg
fentanyl 100 mg
3. Induksi
: propofol 100+10 ml
4. Intubasi/Relaksasi :
Dengan ETT no.7,5 difasilitasi dengan Rocuronium Bromide 35 mg
5. Medikasi
: propofol 100+30 ml
Rocuronium bromide 35 mg
Pethidine hcl 30 mg
Asam traneksamat 1000 mg
Dexamethason 10 mg
6

Reverse (SA+Prostigmin)
Tramadol 100 mg
Ketorolac 30 ml
6. Maintenance : Sevofluran MAC 1-2 + N2O : O2
7. Respirasi
: Napas kendali dengan Ventilator, Tidal Volume 500ml,
frekuensi 14x/i
8. Ekstubasi : setelah pasien sadar penuh
Keadaan penderita selama operasi
1. Posisi pasien
: Supine
2. Intubasi
: Oral, ETT no. 7.5
3. Penyulit intubasi : Gigi atas pasien tidak ada
4. Penyulit waktu anastesi : tidak ada
5. Lama anastesi : + 135 menit
6. Jumlah cairan
Input
: RL 4 kolf 2000ml
Fima HES 1 kolf 500 ml
NaCl 100-150 ml
PRC 2 kantong 500
Total : 3150 ml
Output
: Perdarahan (+ 600 cc), Urine (+ 400 cc)
7. Monitoring
:
Jam
09.00
09.15
09.30
09.45
10.00
10.15
10.30
10.45
11.00
11.15
11.30
3.3

TD (mmHg)
120/80
111/72
134/92
145/74
110/59
109/66
108/67
100/65
99/61
114/66
119/68

Nadi (x/i)
80
78
77
78
80
81
77
77
78
94
95

RR (x/i)
19
14
20
28
32
30
14
15
15
23
24

Ruang Pemulihan (RR)

Masuk Jam
: 11.45
Keadaan umum : GCS : 13 (eye 3, motorik 6, verbal 4)
Pernapasan
: O2 3 liter/menit
Skoring Alderete
Aktifitas
:1
Respirasi
:2
Warna kulit : 2

Sirkulasi
Kesadaran
Jumlah
3.4

:2
:1
:8

Instruksi Post Operasi


1.
2.
3.
4.

Awasi tanda-tanda vital dan perdarahan setiap 15 menit


Tirah baring tanpa bantal selama 24 jam
Puasa sampai penuh dan bising usus (+)
IVFD analgetic ketorolac 30 mg + tramadol 100 mg dalam RL 500 cc

30 tpm
5. Terapi sesuai instruksi dr. Riadi Ali, SpB (K) Onk.
3.5

Diagnosa Post-op
Post. Op Mastectomy

BAB IV
TEORI DAN PEMBAHASAN
4.1 Anestesi Umum
4.1.1 Definisi
Anestesi umum adalah kehilangan kemampuan untuk merasakan sakit
atau nyeri secara sentral, disertai oleh hilangnya kesadaran dan bersifat

reversible yang disebabkan karena pemberian obat atau intervensi medis


lainnya.2-3 Anestesi umum memiliki karakteristik menyebabkan amnesia
bagi pasien yang bersifat anterograd yaitu hilang ingatan kedepan
maksudnya pasien tidak akan bisa ingat apa yang telah terjadi saat dia
dianestesi/operasi.

Reversible

yang

berarti

anestesi

umum

akan

menyebabkan pasien bangun kembali tanpa efek samping.


Dahulu dikenal dengan istilah Trias Anestesia yaitu hipnosis,
analgesia dan arefleksia. Sekarang anestesi umum tidak hanya mempunyai 3
komponen tersebut, namun lebih luas. Komponen yang ada dalam anestesi
umum adalah :2
1. Hipnosis (hilangnya kesadaran)
2. Analgesia (hilangnya rasa sakit)
3. Arefleksia (hilangnya refleks-refleks motorik tubuh, memungkinkan
immobilisasi pasien)
4. Relaksasi otot, memydahkan prosedur pembedahan dan memfasilitasi
intubasi trakeal
5. Amnesia (hilangnya memori pasien saat menjalani operasi)
4.1.2 Keuntungan Dan Kerugian
Tidak semua pasien atau prosedur medis ideal untuk dijalani dibawah
anestesi umum. Namun demikian semua teknis anestesi harus dapat
sewaktu-waktu dikonversikan menjadi anestesi umum.2
Keuntungan :2
a. Pasien tidak sadar, mencegah ansietas pasien selama prosedur medis
berlangsung
b. Efek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang didapat akibat
ansietas dan berbagai kejadian intraoperatif yang mungkin memberikan
trauma psikologis
c. Memungkinkan dilakukannya prosedur yang memakan waktu lama
d. Memudahkan kontrol penuh ventilasi pasien
Kerugian :2
a. Sangat mempengaruhi fisiologis. Hampir semua regulasi tubuh menjadi
tumpul di bawah anestesi umum
b. Memerlukan pemantauan yang lebih holistik dan rumit
9

c. Tidak dapat mendeteksi gangguan SSP, misalnya perubahan kesadaran


d. Risiko komplikasi pascabedah lebih besar
e. Memerlukan persiapan pasien yang lebih seksama
4.1.3

Stadium Anestesi
Adapun stadium dalam anestesi, yaitu :2,4
1. Stadium 1 (induksi)
Periode sejak masuknya obat induksi hingga hilangnya nkesadaran,
ditandai dengan refleks hilangnya bulu mata.
2. Stadium 2 (eksitasi)
Setelah kesadaran hilang, timbul eksitasi dan delirium. Pernapasan
irreguler, dapat terjadi pasien menahan napas. Terjadi REM.
Timbul gerakan involuntari, seringkali spastik. Pasien dapat
muntah dan ini dapat membahayakan jalan napas. Pada stadium ini
aritmia jantung dapat tejadi. Pupil dilatasi sebagai tanda
peningkatan tonus simpatis. Stadium 2 adalah stadium yang
berisiko tinggi.
3. Stadium 3 (pembedahan), dibagi menjadi 4 plana, yaitu :
Plana 1 : mata berputar kemudian terfiksasi
Plana 2 : refleks kornea dan refleks laring hilang
Plana 3 : dilatasi pupil, refleks cahaya hilang
Plana 4 : kelumpuhan otot interkostal, pernapasan

menjadi

abdominal dan dangkal


Pada stadium ini otot-otot skeletal akan relaks, penapasan menjadi
teratur dan pembedahan dapat dimulai.
4. Stadium 4 (overdosis obat aestesis)
Anestesi menjadi terlalu dalam. Terjadi depresi berat semua sistem
tubuh, termasuk batang otak. Stadium ini letal.
4.1.4

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


1) Respirasi
Hal-hal yang mempengaruhi tekanan parsial zat anestetika dalam
alveolus adalah :
a. Konsentrasi zat anestetika yang diinhalasi; semakin tinggi konsentrasi,
semakin cepat kenaikan tekanan parsial
b. Ventilasi alveolus; semakin tinggi ventilasi, semakin cepat kenaikan
tekanan parsial

10

2) Sirkulasi
Saat induksi, konsentrasi zat anestetika dalam darah arterial lebih
besar daripada darah vena. Faktor yang mempengaruhinya adalah :
a. Perubahan tekanan parsial zat anestetika yang jenuh dalam alveolus
dan darah vena. Dalam sirkulasi, sebagian zat anestetika diserap
jaringan dan sebagian kembali melalui vena.
b. Koefisien partisi darah/gas yaitu rasio konsentrasi zat anestetika dalam
darah terhadap konsentrasi dalam gas setelah keduanya dalam keadaan
seimbang.
c. Aliran darah yaitu aliran darah paru dan curah jantung.
3) Jaringan
a. Perbedaan tekanan parsial obat anestetika antara darah arteri dan
jaringan
b. Koefisien partisi jaringan/darah
c. Aliran darah dalam 4 masing-masing kelompok jaringan (jaringan
kaya pembuluh darah, kelompok intermediate, lemak, dan jaringan
sedikit pembuluh darah)
4) Zat anestetika
Potensi dari berbagai macam obat anestetika ditentukan oleh MAC
yaitu konsentrasi terendah zat anestetika dalam udara alveolus yang
mampu mencegah terjadinya tanggapan (respon) terhadap rangsang rasa
sakit. Semakin rendah nilai MAC, semakin potensial zat anestetika
tersebut.
5) Faktor lain
a. Ventilasi; semakin besar ventilasi maka semakin cepat pendalaman
anestesi
b. Curah jantung; semakin tinggi curah jantung semakin lambat induksi
dan pedalaman anestesi
c. Suhu; semakin turun suhu semakin larut zat anestesia sehingga
pendalaman anestesia semakin cepat.
4.1.5

Efek Samping
Adapun efek samping anestesia yaitu :5
Penekanan respirasi
- Ventilasi kadang diperlukan untuk mengatasi respirasi negatif
Nausea/vomitung
- Spingter esofagal bawah mengalami relaksasi
- Tabung endotrakeal diperlukan untuk mencegah kematian

11

4.1.6

4.2

- Muntah post operasi karena efek pada MO


Hypothermia
- Suhu tubuh turun saat terjadi vasokontriksi
- Diperlukan cairan penghangat

Penyulit Intubasi
a. Leher pendek berotot
b. Mandibula menonjol
c. Maksila/gigi depan menonjol
d. Uvula tidak terlihat (Mallampati 3 atau 4)
e. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
f. Gerak vertebra cervical terbatas
Persiapan Praanestesi
Pasien yang akan menjalani anestesia dan pembedahan (elektif/darurat)
harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif
dilakukan 1-2 hari sebelumnya, sedangkan pada bedah darurat dilakukan
sesingkat mungkin. Kunjungan pra anestesi bertujuan mempersiapkan mental
dan fisik pasien secara optimal, merencanakan dan memilih tekhnik dan
mobat-obat anestesi yang sesuai, serta menentukan klasifikasi yang sesuai
berdasar klasifikasi ASA.6
Adapun klasifikasi ASA yaitu :
ASA I

: Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

ASA II

: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang

ASA III

: Pasien dengan penyakit sistemik berat hingga aktifitas rutin

terbatas.
ASA IV

: Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan

aktifitas rutin penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.


ASA V

: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan

hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.


Pada pasien ini tergolong ASA 2. Pada kasus ini pasien mengalami
karsinoma mammae dextra. Operasi dilakukan tindakan mastektomi yaitu

12

eksisi payudara total dengan diseksi kelenjer limfe axillaris, dengan anestesi
umum (anestesi general).
Tahapan anestesi dimulai dengan pemberian cairan IV line kanan cairan
RL sebanyak 1 kolf pada tangan kiri dan 1 kolf pada kaki kanan untuk
menghindari terjadinya shock hipovolemik, karena pada pasien ini telah
berpuasa selama + 10 jam. Pemberian obat-obat premedikasi yaitu Ranitidine
50 mg (golongan antagonis reseptor H2 Histamin) tujuannya yaitu untuk
mencegah pneumonitis asam sebab cairan lambung bersifat asam dengan PH
2,5. Ondansetron 4mg (golongan antiemetik) untuk mengurangi mual dan
muntah pasca pembedahan.
4.3

Durate Operatif
Pasien mulai diinduksi pukul 09.00 wib, dengan diposisikan terlentang
(supine), kemudian diberikan O2 8 liter melalui face mask sambil disuntikkan
Sulfas Atropin 0,5 mg sebagai antikolinergik untuk mengurangi sekresi ludah
dan bronkus dengan dosis 0,01-0,04 mg/kgBB. Serta diberikan juga Fentanyl
golongan opioid (analgesik narkotika)100 mcg yang bertujuan untuk
mengurangi kecemasan dan ketakutan pasien dan mengurangi rasa nyeri saat
pembedahan dengan dosis 1-2 mcg/kgBB. Onset fentanyl ini sangat cepat
yaitu 3 menit.
Kemudian induksi propofol 100 mg. Induksi intravena hendaknya
dikerjakan dengan hati-hati, perlahan, lembut dan terkendali. Selama induksi,
pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberi
oksigen. Propofol merupakan derivat fenol dan bersifat lipofilik dimana 98%
terikat protein plasma, eliminasi terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak
aktif, waktu paruh sekitar 5 10 menit. Dosis induksi cepat menyebabkan
sedasi (30-45 detik) dan kecepatan untuk pulih juga relatif singkat. Setelah
propofol. Setelah propofol dimasukkan dilihat refleks bulu mata, jika refleks
bulu mata sudah tidak ada maka face mask ditempelkan sambil disuntikkan
Rocuronium Bromide 50 mg yang berfungsi untuk mempermudah ETT serta
memberikan relaksasi otot rangka selama pembedahan.

13

Setelah diberikan relaksan, dilakukan bagging selama + 3 menit untuk


melihat pengembangan paru dan juga menunggu relaksan bekerja sehingga
mempermudah dilakukannya intubasi. Pompa 15x dalam 30 detik untuk
menciptakan keadaan hiperventilasi sehingga pasien memiliki persediaan O 2
di otak. Pegang laringoskopi dengan tangan kiri dan mulai melakukan
pemasangan ETT. Slight manuver, minta bantuan asisten untuk menekan
cartilago cricoidea. Masukkan ETT ukuran 7.5 yang sudah dilubrikasi dengan
jelly dibantu dengan madrin lalu menghubungkan ke pompa, lalu dengarkan
suara abdomen dan apek paru. Setelah itu menggelembungkan cuff dengan
spuit yang berisi udara. Fiksasi ETT dengan plestes di tulang pipi.
Mengalirkan O2 dan N2O diberikan dengan perbandingan 1:1 (3L/i:3L/i) dari
mesin ke jalan napas pasien sebagai anestesi rumatan. Diberi tambahan
anestesi inhalasi sevoflurance 1-2 vol%. Kemudian mata ditutup plester.
Setelah stadium anestsi cukup dalam, operasipun dimulai sikitar pukul
09.25 wib dengan TD 134/92 mmHg dan nadi 77 x/i. Pasien diberikan asam
traneksamat 1000 mg yang bekerja sebagai competitive inhibitor dari
aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan
menghancurkan fibrinogen, fibrin, dan faktor pembekuan darah lain, oleh
karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi
perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan. Pasien juga diberikan
Dexamethason 10 mg yaitu merupakan glukokortikoid sintetik dengan
aktifitas immunosupresan dan inflamasi. Bekerja dengan menurunkan respon
imun

tubuh

terhadap

stimulasi

rangsang.

Aktifitas

anti

inflamasi

dexametasone dengan jalan menekan atau mencegah respon jaringan terhadap


proses inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang mengalami inflamasi,
termasuk makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi.
Selama operasi diberikan cairan RL sebanyak 4 kolf, NaCl 150 ml dan
PRC 2 kantong untuk memenuhi kebutuhan perioperatif. Obat-obat tambahan
lain yang diberikan perioperatif yaitu pethidin Hcl 30 mg, kalnex 1 mg. Pada
pukul 10.55 wib disuntikkan Propofol 10 mg. Kemudian sekitar pukul 11.15
wib disuntikkan Reverse dengan SA 0,5 mg + Prostigmin 1 mg yang
merupakan obat untuk pelumpuh otot yang bekerja pada sambungan saraf14

otot mencegah asetilkolin esterase keberja, sehingga asetilkolin dapat


bekerja.
Ekstubasi pada pasien ini dilakukan saat pasien bernapas spontan,
kemudian membersihkan ludah dan sekret dari jalan napas dengan suction.
Ekstubasi umumnya dilakukan pada keadaan anestesi sudah ringan dan pasien
sudah mulai bernapas spontan, dengan catatan tidak akan terjadi spasme
laring.
Operasi selesai pukul 11.30 wib, infus lanjutan diberikan analgetik drip
tramadol 100 mg dan ketorolac 30 mg yang diberikan 30 tpm. Tramadol
merupakan analgetik sentral dengan afinitas rendah pada reseptor mu dan
kelemahan analgesiknya 10-20 % dibandingkan morfin. Tramadol dapat
diberikan iv atau im dengan dosis 50-100 mg dan diulang tiap 4-6 jam.
Dengan dosis

maksimal 400 mg/hari. Ketorolac merupakan obat AINS

bekerja pada jalur oksigenasi menghambat biosintesis prostaglandin dengan


analgesik yang kuat secara perifer dan sentral. Juga memiliki efek
antiinflamasi dan antipiretik. Ketorolac dapat mengatasi rasa nyeri ringan
sampai berat pada kasus emergensi seperti pada pasien ini. Mula kerja efek
analgesia ketorolac mungkin sedikit lebih lambat namun lama kerjanya lebih
panjang dibanding opioid. Efek analgesianya akan mulai terasa dalam
pemberian iv/im, lama efek analgesik adalah 4-6 jam.
4.4

Pemberian Cairan Perioperatif


Pada pasien ini diberikan 4 kolf cairan infus RL (ringer laktat), 150 ml
NaCl sebagai cairan fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit yang
hilang. Larutan koloid HES 1 kolf dan 2 kantong PRC juga diberikan untuk
mempertahankan circulating blood volume. Pasien sudah tidak makan dan
minum + 10 jam, maka kebutuhan cairan pada pasien ini adalah :
BB : 68 kg
Pemberian cairan :
M (Maintenance) = 2 x kgBB/jam
= 2 x 68
= 136 cc/jam
P (Puasa)
= Maintenance x lama puasa
= 136 x 10
= 1360 cc/jam
15

O (Operasi)

= operasi besar (BB x 8), operasi sedang (BB x 6),

operasi kecil (BB x 4)


= 68 x 6
= 408 cc/jam
Total kebutuhan cairan pada pasien ini adalah :
I =P+M+O
= 1360 + 136 + 408
= 1224 cc/jam
II = P + M + O
= 1360 + 136 + 408
= 884 cc/jam
III = P + M + O
= 1360 + 136 + 408
= 884 cc/jam
4.5

Post Operatif
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke RR (Recovery Room). Pasien
berbaring dengan posisi kepala sejajar dengan tempat tidur. Karena efek obat
anestesi masih tersisa, observasi tanda vital dan pemberian oksigenasi tetap
diberikan sebanyak 2-3 liter/menit. Setelah keadaan umum stabil, maka
pasien dibawa ke ruangan bangsal bedah.

BAB V
KESIMPULAN
Penderita bernama Ny. Ramalia usia 50 tahun dengan diagnosa carcinoma
mammae. Pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang saat pra anestesi
didapatkan pasien termasuk ASA 2.

16

Anestesi dilakukan pada tanggal 18 April 2013 pukul 09.00 wib dan
berakhir pada pukul 11.30 wib di ruang OK 1 RSUD Raden Mettaher Jambi oleh
ahli bedah dr.Riadi Ali, Sp.B (K) Onk dengan ahli anestesi dr.Ade Susanti, Sp.An.
Proses pre anestesi berlangsung baik. Tidak ada kendala yang berarti selama
intubasi kecuali karena tidak adanya gigi atas pasien. Efek samping pemberian
obat minimal tanpa ada masalah berarti. Selama operasi balance cairan baik, tidak
terjadi ketidakseimbangan cairan yang mengancam keselamatan pasien. Setelah
selesai operasi, pasien dipindahkan ke bangsal bedah pukul 13.00 wib.
Dapat disimpulkan bahwa proses anestesi berlangsung baik. Perawatan post
operatif dilakukan di bangsal bedah, diawasi vital sign dan perdarahan tiap 15
menit, tirah baring tanpa bantal selama 24 jam, dan puasa sampai pasien sadar
penuh dan bising usus (+).

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Tumor ganas. Edisi ke-2.
Jakarta : EGC, 2004. hal. 394-402

17

2. Soenarto RF, Chandra S. Buku ajar anestesiologi. Anestesia umum. Jakarta :


FKUI, hal. 291-300
3. Kamus saku kedokteran Dorland. Edisi ke-25. Jakarta: EGC; 1998.
4. Bakhriansyah HM. Anestesi Umum. FK UNLAM banjarbaru
5. Latief S.A, Suryadi KA & Dachlan, MR. eds. Petunjuk praktis Anestesiologi.
Edisi ke-2. Bagian Anestesiologi dan Terapi intensif FKUI. Jakarta; 2009.
hal : 46-47
6. Dobson MB. Penuntun praktis anestesi. Jakarta : EGC. 1994. hal.53
7. Foster ME, Stiff Moris. Teknik Bedah Umum. Cet-1,- Jakarta, Farmedia
2001.

18

Anda mungkin juga menyukai