Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium
yaitu (1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan
pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala,
(2)Stadium prodromal yang menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan
batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan
(3)Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya ruam makulopapular yang didahului
dengan meningkatnya suhu badan3.Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun
1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi
terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174.
Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Umur
terbanyak menderita campak adalah <12> Transmisi campak terjadi melalui udara,
kontak langsung maupun melalui droplet dari penderita saat gejala yang ada minimal
bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat menularkan penyakitnya mulai hari ke-7
setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya seseorang akan mendapat
kekebalan

seumur

hidup

bila

telah

sekali

terinfeksi

oleh

campak6.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa
Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama masern, dalam
bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam bahasa Inggris.
Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus,
dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran
pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna
merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit6.
2. Etiologi
Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan genus Morbili
virus. Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip dengan virus
Parainfluenza dan Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring, darah dan urin
paling tidak selama masa prodromal hingga beberapa saat setelah ruam muncul. Virus
campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi apabila berada di luar
tubuh manusia. Pada temperatur kamar selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat
infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di
dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam temperatur 35C, beberapa hari pada
suhu

0C,

dan

tidak

aktif

pada

pH

rendah 5.

3. Epidemiologi

Distribusi dan Frekuensi Penyakit Campak


a. Menurut Orang
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat menginfeksi
anak-anak pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja dan

kadang kala orang dewasa. Campak endemis di masyarakat metropolitan dan


mencapai proporsi untuk menjadi epidemi setiap 2-4 tahun ketika terdapat 3040% anak yang rentan atau belum mendapat vaksinasi. Pada kelompok dan
masyarakat yang lebih kecil, epidemi cenderung terjadi lebih luas dan lebih
berat. Setiap orang yang telah terkena campak akan memiliki imunitas seumur
hidup.
b. Menurut Tempat
Penyakit campak dapat terjadi dimana saja kecuali di daerah yang sangat
terpencil. Vaksinasi telah menurunkan insiden morbili tetapi upaya eradikasi
belum dapat direalisasikan.
Di Amerika Serikat pernah ada peningkatan insidensi campak pada tahun 19891991. Kebanyakan kasus terjadi pada anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi,
termasuk anak-anak di bawah umur 15 bulan. Di Afrika dan Asia, campak masih dapat
menginfeksi sekitar 30 juta orang setiap tahunnya dengan tingkat kefatalan 900.000
kematian.
Berdasarkan data yang dilaporkan ke WHO, terdapat sekitar 1.141 kasus campak
di Afganistan pada tahun 2007. Di Myanmar tercatat sebanyak 735 kasus campak pada
tahun 2006.
c. Menurut Waktu
Virus penyebab campak mengalami keadaan yang paling stabil pada
kelembaban dibawah 40%. Udara yang kering menimbulkan efek yang positif
pada virus dan meningkatkan penyebaran di rumah yang memiliki alat
penghangat ruangan seperti pada musim dingin di daerah utara. Sama halnya
dengan udara pada musim kemarau di Persia atau Afrika yang memiliki insiden
kejadian

campak

yang

relatif

tinggi

pada

musim-musim

tersebut.

Bagaimanapun, kejadian campak akan meningkat karena kecenderungan


manusia untuk berkumpul pada musim-musim yang kurang baik tersebut
sehingga efek dari iklim menjadi tidak langsung dikarenakan kebiasaan manusia.
Kebanyakan kasus campak terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim
semi di negara dengan empat musim dengan puncak kasus terjadi pada bulan Maret dan
April. Lain halnya dengan di negara tropis dimana kebanyakan kasus terjadi pada

musim panas. Ketika virus menginfeksi populasi yang belum mendapatkan kekebalan
atau vaksinasi maka 90-100% akan menjadi sakit dan menunjukkan gejala klinis2.
4. Patofisiologi
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus
yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama infeksi
virus campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama pada saluran
nafas sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran pertama virus
campak ke jaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya viremia primer.
Setelah viremia primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi
pada jaringan limfatik regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi
virus campak juga terjadi di lokasi pertama infeksi. Selama lima hingga tujuh hari
infeksi terjadi viremia sekunder yang ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi
campak secara umum. Kulit, konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas
terkena infeksi, tetapi organ lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14
infeksi, kandungan virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai
puncaknya dan kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3
hari. Selama infeksi virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel,
monosit, dan makrofag2. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran
pernafasan memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa
bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus dan
herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak5.
Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit
Hari
0

Manifestasi
Virus campak dalam droplet kontak
dengan permukaan epitel nasofaring atau
kemungkinan konjungtiva Infeksi pada sel
epitel dan multiplikasi virus

1-2

Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik


regional

2-3

Viremia primer

3-5

Multiplikasi virus campak pada epitel


4

saluran nafas di tempat infeksi pertama,


dan pada RES regional maupun daerah
yang jauh
5-7

Viremia sekunder

7-11

Manifestasi pada kulit dan tempat lain


yang bervirus, termasuk saluran nafas

11-14

Virus pada darah, saluran nafas dan organ


lain

15-17

Viremia berkurang lalu hilang, virus pada

organ menghilang
Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition
5. Gejala klinis
Penyakit campak terdiri dari 3 stadium, yaitu:
Stadium inkubasi Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga
12 hari). Walaupun pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif,
penderita tidak menampakkan gejala sakit. Stadium prodromal Manifestasi klinis
campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal yang berlangsung selama
2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik khas berupa batuk, pilek dan
konjungtivitis, juga demam. Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi
petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang kemerahan yang terdapat
pada konjungtuva dapat menjadi penunjang diagnosis pada stadium prodromal. Garis
tersebut akan menghilang bila seluruh bagian konjungtiva telah terkena radang Koplik
spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada hari ke-101
infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran pasir dengan
areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik. Tersering ditemukan
pada mukosa bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga ditemukan pada
bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di bagian tengah bibir bawah dan
karunkula lakrimalis. Muncul 1 2 hari sebelum timbulnya ruam dan menghilang
dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada akhir masa prodromal, dinding
posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan penderita akan mengeluhkan nyeri
tenggorokkan. Stadium erupsi Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari
5

ke-14 infeksi yaitu pada saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala
gangguan pernafasan dan saat suhu berkisar 39,5C. Ruam pertama kali muncul sebagai
makula yang tidak terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan garis
batas rambut. Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke seluruh wajah,
leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian ruam akan
menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki, yaitu sekitar
hari ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan
menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya 3. Saat
awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak memutih
dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna kecokelatan
yang tidak memudar bila ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan maka muncullah
deskuamasi kecokelatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit berbanding lurus
dengan gambaran ruam yang muncul. Pada infeksi campak yang berat, ruam dapat
muncul hingga menutupi seluruh bagian kulit, termasuk telapak tangan dan kaki. Wajah
penderita

juga

menjadi

bengkak

sehingga

sulit

dikenali3.

6. Diagnose banding
Diagnosis banding morbili diantaranya :
1. Roseola infantum. Pada Roseola infantum, ruam muncul saat demam telah
menghilang.
2. Rubella. Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari campak.
Gejala yang timbul tidak seberat campak.
3. Alergi obat. Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak lama sebelum ruam
muncul dan biasanya tidak disertai gejala prodromal.
4. Demam skarlatina. Ruam bersifat papular, difus terutama di abdomen. Tanda
patognomonik berupa lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa
atau

membranosa1.

7. Diagnosa
Diagnosis campak biasanya cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis.
Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan. Pada stadium prodromal dapat ditemukan

sel raksasa berinti banyak dari apusan mukosa hidung. Serum antibodi dari virus
campak

dapat

dilihat

dengan

pemeriksaan

Hemagglutination-inhibition

(HI),

complement fixation (CF), neutralization, immune precipitation, hemolysin inhibition,


ELISA, serologi IgM-IgG, dan fluorescent antibody (FA). Pemeriksaan HI dilakukan
dengan menggunakan dua sampel yaitu serum akut pada masa prodromal dan serum
sekunder pada 7 10 hari setelah pengambilan sampel serum akut. Hasil dikatakan
positif bila terdapat peningkatan titer sebanyak 4x atau lebih 2. Serum IgM merupakan
tes yang berguna pada saat munculnya ruam. Serum IgM akan menurun dalam waktu
sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG akan menetap kadarnya seumur hidup. Pada
pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih cenderung menurun. Pungsi lumbal
dilakukan bila terdapat penyulit encephalitis dan didapatkan peningkatan protein,
peningkatan

ringan

jumlah

limfosit

sedangkan

kadar

glukosa

normal 3.

8. Komplikasi
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih
kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri.
Beberapa penyulit campak adalah :
a) Bronkopneumonia
Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat
disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh
bakteri (Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, dan Haemophyllus
influenza). Ditandai dengan adanya ronki basah halus, batuk, dan
meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia
karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang masih akan
bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai
adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran nafas
yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan antibiotik
diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal.
b) Encephalitis
Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala
encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah
onset penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak
akan timbul pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat
7

muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi


nafas, twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi
ini antara lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak
tersebut.
c) Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)
Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan
karakteristik gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang
diikuti kejang. Merupakan penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru
muncul 7 tahun setelah infeksi campak pertama kali. Insidensi pada anak
laki-laki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan. Terjadi pada
1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif dan fatal. Anak
yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk
terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah mendapat vaksinasi4.
d) Konjungtivitis
Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi
infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan
oftalmitis dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.
e) Otitis Media
Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi.
f) Diare
Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna
sehingga mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya
daya tahan penderita campak 5.
g) Laringotrakheitis
Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga
dibutuhkan tindakan trakeotomi.
h) Jantung Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak.
Walaupun jantung seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang
terlihat gejala kliniknya.

i) Black measles
Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang
ditandai dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita
menunjukkan gejala encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi

perdarahan ekstensif dari mulut, hidung dan usus. Dapat pula terjadi
koagulasi intravaskuler diseminata3.
9. Penatalaksanaan
Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian
cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder,
anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A 100.000 Unit
untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan 200.000 Unit untuk anak usia >1 tahun.
Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak,
menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah
limfosit total2. Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5C), dehidrasi, kejang,
asupan oral sulit atau adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan dengan
penyulit yang timbul4
10. Pencegahan penyakit campak
Pencegahan terutama dengan melakukan imunisasi campak. Imunisasi Campak
di Indonesia termasuk Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan
dengan ulangan saat anak berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program
pengembangan imunisasi (PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama
Mumps dan Rubela (MMR) pada usia 12-15 bulan. Anak yang telah mendapat MMR
tidak perlu mendapat imunisasi campak ulangan pada usia 6 tahun. Pencegahan dengan
cara isolasi penderita kurang bermakna karena transmisi telah terjadi sebelum penyakit
disadari dan didiagnosis sebagai campak 4
11. Prognosis
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan
penyulit maka prognosisnya baik 6

DAFTAR PUSTAKA
1. Alan R. Tumbelaka. 2002. Pendekatan Diagnostik Penyakit Eksantema Akut
dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 113
2. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds)
Textbook of Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia.
Saunders. p.2283 2298
3. Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson
Textbook of Pediatrics. 12th edition. Japan. Igaku-Shoin/Saunders. p.743

10

4. Soegeng Soegijanto. 2001. Vaksinasi Campak. Dalam: I.G.N. Ranuh, dkk. (ed)
Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Hal. 105
5. Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo,
dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I.
Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 125
6. T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 90

11

Anda mungkin juga menyukai