240210130101
IV.
karbohidrat khususnya kadar gula total dan kadar gula reduksi. Karbohidrat adalah
polihidroksi aldehid atau polihiroksiketon dan meliputi kondensat polimerpolimernya yang terbentuk. Di alam, karbohidrat merupakan hasil sintesa CO 2 dan
H2O dengan pertolongan sinar matahari dan hijau daun (chlorophyll). Hasil
fotosintesa ini kemudian mengalami polimerisasi menjadi pati dan senyawasenyawa bermolekul besar lain yang menjadi cadangan makanan pada tanaman.
Karbohidrat ini merupakan sumber kalori atau makronutrien utama bagi makhluk
hidup, sebagian lagi menjadi bahan utama sandang (misalnya serat kapas),
industri, bahan bangunan, atau bahan bakar. Di samping sebagai sumber utama
biokalori dalam bahan makanan, beberapa jenis karbohidrat dan turunannya
(derivatnya) memegang peranan penting dalam teknologi makanan, misalnya gum
(arabic,
karaya,
guar)
sebagai
bahan
pengental
atau
CMC
Cu2O + RCOOH
H2SO4
+ CuO (sisa)
CuSO4 + H2O
CuSO4
+ 2 KI
CuI2 + K2SO4
2 Cu I2
Cu2I2 + I2
I2
+ Na2S2O3
Na2S4O6 + NaI
dalam labu ukur 250 ml. Kemudian sampel tersebut dilarutkan dalam 50 mL
aquades dan ditambahkan 5 mL Pb-asetat 5%, lalu dikocok kuat-kuat selama 1
menit. Fungsi penambahan Pb-asetat adalah untuk mengendapkan zat-zat organik
di dalam larutan sehingga yang tertinggal hanya gula yang akan dianalisis. Setelah
dikocok selama 1 menit, lalu ditambahkan 5 ml Na-phosphat 5% dan lalu dikocok
kuat-kuat selama 1 menit. Penambahan Na-phosphat 5% berfungsi untuk
menghilangkan kelebihan Pb-asetat yang terdapat pada larutan. Selanjutnya
ditepatkan dengan aquades, lalu dikocok dan disaring ke beaker glass sampai
jernih. Sebanyak 50 ml filtrat diambil dan dimasukkan ke dalam beaker glass
kemudian dievaporasi sampai volumenya menjadi dari volume awal. Evaporasi
dilakukan untuk menguapakan sebagian air di dalam laruatan. Setelah dievaporasi,
larutan didiamkan hingga suhu ruang kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur
100 ml. Larutan selanjutnya ditepatkan dengan aquades, dan dikocok sehingga
terbentuklah larutan A. Larutan A digunakan untuk menganalisis kadar gula
pereduksi di dalam sampel. Namun, untuk beberapa sampel yakni tepung pisang
matang, bubur bayi dan madu, karena diduga mengandung gula cukup tinggi
maka dilakukan pengenceran tambahan dalam preparasinya. Setelah didapat
larutan sampel di dalam labu ukur 100ml yang telah dihimpitkan dengan akuades,
larutan sampel diencerkan kembali. Diambil sebanyak 10ml dari pengenceran
sebelumnya dan dipindahkan ke dalam labu ukur 50ml untuk selanjutnya
diencerkan dan dihimpitkan. Barulah, didapat larutan A untuk sampel tepung
pisang masak, bubur bayi dan madu.
Selanjutnya adalah pembuatan larutan B dengan cara larutan A diambil
sebanyak 50 ml, lalu ditambahkan 5 tetes indikator metil orange dan 20 ml HCl 4
N yang berfungsi untuk menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
Untuk sampe tepung pisang masak dan madu, larutan A yang digunakan sama
seperti sampel lainnnya yakni dari pengenceran dengan labu ukur 100ml. Adapun,
larutan sampel yang diencerkan ke dalam labu ukur 50ml digunakan untuk titrasi.
Setelah itu larutan dipanaskan dalam penangas air selama 30 menit dan sampel
didiamkan hingga suhu ruang, lalu ditambahkan NaOH 60%. Penambahan NaOH
60% dilakukan dengan tujuan untuk menetralkan larutan yang asam karena
penambahan HCl, sehingga larutan berubah menjadi warna kuning. Larutan
dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditepatkan dengan aquades
dan dikocok sehingga terbentuklah larutan B. Sama seperti pada pembuatan
larutan A, yakni untuk sampel tepung pisang masak, bubur bayi dan madu, larutan
B diencerkan kembali ke dalam labu ukur 50ml barulah diambil 25ml untuk
selanjutnya dititrasi.
Analisis kadar gula reduksi maupun gula total dilakukan dengan cara larutan
A atau larutan B diambil sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
asah. Larutan kemudian ditambahkan 25 ml larutan Luff Schoorl dan direfluks
selama 15 menit. Tujuan dari penambahan larutan Luff Schoorl lalu direfluks
adalah untuk mereduksi gula sehingga Cu2O teroksidasi menjadi CuO sedangan
perfluksan dilakukan untuk mempercepat reaksi. Untuk mencegah penguapan
sampel dan menyusutnya volume larutan maka dilakukan perefluksan sehingga
sampel yang menguap dapat diembunkan kembali menggunakan kondensor.
Setelah sampel direfluks dan didinginkan, kemudian ditambahkan 10 ml KI 30%
dan 25 ml H2SO4 6 N. Penambahan KI dan H2SO4 dilakukan sedikit demi sedikit
melewati dinding erlenmeyer agar reaksi yang terjadi tidak terlalu cepat sehingga
tidak menimbulkan pembentukan gas yang besar. Penambahan larutan-larutan ini
akan menimbulkan reaksi antara kuprioksida menjadi CuSO 4 dengan H2SO4, dan
CuSO4 tersebut bereaksi dengan KI. Reaksi tersebut ditandai dengan timbulnya
buih dan warna larutan menjadi coklat. Larutan tersebut kemudian dititrasi cepat
dengan menggunakan larutan Natrium thio sulfat (Na 2S2O3) . titrasi cepat
dilakukan untuk menghindari penguapan KI
Setelah itu sampel dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai terbentuk
warna kuning jerami. Setelah terbentuk warna kuning jerami, ditambahkan 2 ml
amilum 1% sambil digoyang-goyangkan hingga berubah warna menjadi kebiruan,
kemudian dilanjutkan titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai terbentuk warna putih
susu. Apabila larutan berubah warna dari biru menjadi putih susu atau krem,
menandakan titrasi telah mencapai titik ekuivalennya. Setelah titrasi selesai, maka
dicatat volume Na-tiosulfat yang terpakai.
Pada penentuan gula reduksi, monosakarida akan mereduksikan CuO dalam
larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI
berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan
larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah
Iodometri karena kita akan menganalisa I 2 yang bebas untuk dijadikan dasar
penetapan kadar. Di mana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium
(I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H 2SO4) dalam
larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih
akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I 2 yang setara
jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator. I2 bebas ini selanjutnya akan
dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sehinga I2 akan membentuk kompleks
iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu titrasi
membutuhkan indikator amilum, maka penambahan amilum sebelum titik
ekuivalen.
Setelah diketahui volume Na-tiosulfat yang digunakan dalam titrasi sampel,
maka dapat dihitung kadar gula reduksi dan gula total dalam sampel. Sebelumnya
perlu diketahui volume Na-tiosulfat yang digunakan untuk titrasi blanko. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui jumlah kuprioksida yang bereaksi dengan gula
reduksi. Selisih antara volume Na-tiosulfat untuk titrasi blanko dengan titrasi
sampel ekuivalen dengan kuprooksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan
jumlah gula reduksi yang ada dalam sampel. Selisih banyaknya Na-tiosulfat titrasi
blanko dengan titrasi sampel (a) dapat dihitung menggunakan rumus berikut.
a=
(V blanko - V sampel )
x N Na-tiosulfat
0,1
ml Natrium Tiosulfat
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Sumber: SNI 01-2891-1992
Mg Glukosa
9,7
12,2
12,7
17,2
19,8
22,4
25
27,6
30,3
Kadar gula reduksi dan gula total yang terdapat dalam sampel dapat
dihitung menggunakan rumus berikut.
Kadar gula =
b x faktor pengenceran
x 100%
W sampel
Tabel 2. Hasil Pengamatan Penentuan Kadar Gula Reduksi dan Gula Total
Vtitrasi (ml)
%
% Rata-rata
Wsampel Gula
Gula
Kel. Sampel
Gula Gula
Gula
Gula
(g)
reduks
reduks
total reduksi total
total
i
i
Tepung
1,50
1B
Pisang
5
25,3
25,1 0,38
mentah
0,61
5,05
Tepung
3,55
6B
pisang
5
24,6
23,6 0,84
mentah
Tepung
60,32
2B
pisang
2,5
22,4
22,3 29,18
masak
26,88
68,16
Tepung
76
7B
pisang
2,5
23,1
21,5 22,58
masak
Sari
4,88
3B
2,5
24,0
24,2 2,81
buah
2,625
4,13
Sari
3,38
8B
2,5
24,2
24,6 2,44
buah
Bubur
31,97
4B
2,5
22,1
23,8 2,63
bayi
28,16
2,625
5
Bubur
24,36
9B
2,5
24,1
24,2 2,62
bayi
55,60
85,75
55,66
76,41
5B
Madu
2,5
19,7
21
Vtitrasi (ml)
Gula
Kel. Sampel
Gula
reduks
total
i
10B Madu
2,5
14,6
21,9
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015).
Wsampel
(g)
%
Gula
Gula
reduksi total
55,72
% Rata-rata
Gula
Gula
reduks
total
i
67,08
25,5 - 2 3,1
x 0,0 98
0,1
= 2,352 ml
b x faktor pengenceran
x 100%
W sampel
5,6448 ) x 100
x 100%
2,5 00
25,5 - 2 1,5
x 0,0 98
0,1
mg gula =
( 3,92 -3 ) b - 7,2
=
( 4 - 3,92 ) 9,7 - b
9,5 x 200
x 100%
2,5 00
penentuan gula total. Hal ini karena semakin banyak gula yang terdapat pada
sampel semakin sedikit larutan luff schoorl tersisa untuk bereaksi dengan titer.
Hasil pengamatan menunjukkan, rata-rata total gula pada sampel tepung
pisang mentah adalah sebesar 5,95% dengan gula pereduksi sebanyak 0,61%. Hal
ini menunjukkan hanyasekitar5,34%gulayangterdapatdidalamtepungpisang
mentahmerupakangulanonpereduksimisalnyasukrosa,rafnosa,stakiosa,dan
vervaskosa (Sutresna). Menurut Bello, et al.,(2002) pada saat buah menjadi
ranum,makasebagianpatiakandiubahmenjadisukrosasehinggakadarpatinya
menurun. Pada waktu kadar pati menurun, kandungan sukrosa akan naik, dan
sukrosa yang terbentuk akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa (Winarno,
2002).Sehingga,didalam5,34%gulaselaingulapereduksitersebutsebagian
besar yang diduga sukrosa belum dipecah menjadi glukosa dan fruktosa yang
merupakangulapereduksidanmenyebabkankadargulapereduksisangatkecil.
Menurut Prabawati et al (2008), tepung buah pisang (masak) mengandung
karbohidrat yang cukup tinggi yaitu 70% - 80%, hal ini mendekati kadar gula total
yang ditemukan pada sampel tepung pisang matang yakni sebsar 68,16%
sedangkan gula pereduksi sebesar 26,88%. Hal ini membuktikan, kadar gula total
pada tepung pisang yang sudah matang lebih tinggi dibandingkan tepung pisang
mentah. Selain itu, persentase gula non pereduksi hanya berkisar 45% dari kadar
gula total sedangkan pada tepung pisang mentah gula non pereduksi hampir
mencakup 90% kadar gula total. Hal ini menunjukkan, tepung pisang yang sudah
matang mengandung lebih banyak gula pereduksi dibandingkan gula non ereduksi
karena proses pematangan yang menyebabkan pati dipecah menjadi sukrosa lalu
dipecah kembali menjadi gula-gula sederhana seperti glukosa dan fruktosa(gula
reduksi).
Sampel selanjutnya adalah sari buah. Pada sari buah menurut hasil analisis
terdapat sebesar 4,13% kadar gula total dengan kadar gula pereduksi sebesar
2,625%. Hal ini menunjukkan hampir setengah dari total gula yang digunakan
dalam pembuatan merupakan gula non-pereduksi yang diduga sukrosa. Sampel
bubur bayi mengandung total kadar gula sebesar 28,165% dan total gula reduksi
sebesar 2,625%.
Standar mutu madu salah satunya didasarkan pada kandungan gula
pereduksi (glukosa dan fruktosa) total yaitu minimal 60 %. Sedangkan, jenis gula
pereduksi yang terdapat pada madu tidak hanya glukosa dan fruktosa, tetapi juga
terdapat maltosa dan dekstrin(Sarwono, 2001). Hasil pengamatan menunjukkan,
terdapat hanya 55,66% gula reduksi di dalam sampel dan gula total sebesar
76,415%. Melihat standar di atas, maka sampel madu yang dianalis dapat
dikatakan di bawah standar mutu yang mendasarkan salah satu kriterianya pada
kadar gula pereduksi.
Kadar gula reduksi pada bahan pangan dapat menentukan proses
pengolahan yang akan dilakukan. Bahan yang memiliki kadar gula pereduksi yang
tinggi apabila melalui proses pemanasan (penggorengan atau pengeringan) akan
rentan mengalami karamelisasi atau pencoklatan non-enzimatis. Apabila tidak
diinginkan adanya pencoklatan tersebut, maka proses pemanasan harus dikontrol
dengan benar. Umumnya gula pereduksi yang dihasilkan berhubungan erat dengan
aktivitas enzim, di mana semakin tinggi aktivitas enzim maka semakin tinggi pula
gula pereduksi yang dihasilkan. Contoh gula pereduksi yaitu glukosa dan fruktosa.
Dalam metode Luff-Schoorl, pH harus diperhatikan dengan cermat. Suasana
yang terlalu asam akan menimbulkan overestimated pada tahap titrasi sebab akan
terjadi reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2.
O2 + 4I- + 4H+
2I2 + 2H2O
Apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan menjadi lebih
rendah daripada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan,
yaitu terjadinya reaksi I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis). H2SO4
ditambahkan untuk mengikat ion tembaga yang terbentuk dari hasil reduksi
monosakarida dengan pereaksi Luff-Schoorl, kemudian membentuk CuSO 4. KI
akan bereaksi dengan tembaga sulfat membentuk buih coklat kehitaman. Langkah
terakhir yang dilakukan dalam metode Luff Schoorl adalah titrasi dengan natrium
tiosulfat (Harjadi 1994).
V.
5.1
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini antara lain:
dititrasi.
Rata-rata kadar gula total dan gula reduksi tepung pisang mentah sebesar
2,625%.
Rata-rata kadar gula total dan gula reduksi madu sebesar 76,415% dan
55,66%
5.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, N., Feri K., dan Dian H. 2011. Analisis Pangan. PT. Dian Rakyat,
Jakarta
Bello,L.A.,Hernandez,L.S.,Damian,E.M.danVazquez,J.F.2002.Laboratory
Scale Production of Maltodextrins and Glucose Syrup from Banana
Starch.ActaCientificaVenezolana.53:4448
Harjadi, W. 1994. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Nielsen, S.S. 2003. Food Analysis Third Edition. Kluwer Academic / Plenum
Publishers, New York
Osborne, D. R. and Voogt, P. 1978. The analysis of nutrients in foods. Academic
Press, London.
Prabawati, S., Suyanti dan Setyabudi, D. A. 2008. Teknologi Pascapanen dan
TeknikPengolahanBuahPisang.Penyunting:WisnuBroto.BalaiBesar
PenerbitandanPengembanganPertanian.
Sarwono, B., 2001. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Lebah Madu,
Agromedia Pustaka, Tangerang.
SNI 01-2891. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan Stanrdisasi Nasional
Sudarmadji, S., H. Bambang, Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty, Yogyakarta
Sutresna, N. 2008.
Bandung.