Anda di halaman 1dari 13

Intan Btari Dwiastuti

240210130101

IV.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Praktikum analisis pangan kali ini membahas mengenai penentuan

karbohidrat khususnya kadar gula total dan kadar gula reduksi. Karbohidrat adalah
polihidroksi aldehid atau polihiroksiketon dan meliputi kondensat polimerpolimernya yang terbentuk. Di alam, karbohidrat merupakan hasil sintesa CO 2 dan
H2O dengan pertolongan sinar matahari dan hijau daun (chlorophyll). Hasil
fotosintesa ini kemudian mengalami polimerisasi menjadi pati dan senyawasenyawa bermolekul besar lain yang menjadi cadangan makanan pada tanaman.
Karbohidrat ini merupakan sumber kalori atau makronutrien utama bagi makhluk
hidup, sebagian lagi menjadi bahan utama sandang (misalnya serat kapas),
industri, bahan bangunan, atau bahan bakar. Di samping sebagai sumber utama
biokalori dalam bahan makanan, beberapa jenis karbohidrat dan turunannya
(derivatnya) memegang peranan penting dalam teknologi makanan, misalnya gum
(arabic,

karaya,

guar)

sebagai

bahan

pengental

atau

CMC

(carboxylmethylcellulose) sebagai bahan penstabil, dan banyak lagi sebagai bahan


pemanis (sukrosa, glukosa, fruktosa) (Sudarmadji, 2003).
Penentuan karbohidrat dalam suatu bahan dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu uji kualitatif dan uji kuantitatif. Analisis kualitatif dan kuantitatif digunakan
untuk menentukan komposisi bahan pangan dan untuk otentikasi (misalnya untuk
mendeteksi pemalsuan) produk pangan. Analisis kualitatif digunakan untuk
memastikan keakuratan komposisi bahan yang tertera pada label informasi.
Sedangkan analisis kuantitatif untuk memastikan ketepatan komponen tambahan
yang tertera pada label dan juga memastikan jumlah komponen tertentu (Nielsen,
2003). Dalam praktikum kali ini dilakukan analisis kuntitatif terhadap penentuan
karbohidrat yang meliputi penentuan kadar gula reduksi dan gula total pada
sampel dengan menggunaka nmetode luff schoorl. Menurut Osborne dan Voogt
(1978) metode Luff-Schoorl dapat diaplikasikan untuk produk pangan yang
mengandung gula dengan bobot molekuler yang rendah dan pati alami atau
modifikasi. Adapun sampel yang digunakan antara lain tepung gula mentang,
tepung gula masak, sari buah, bubur buah dan madu.

Intan Btari Dwiastuti


240210130101

5.1. Penentuan Kadar Gula Reduksi dan Gula Total


Gula pereduksi (reducing sugar) merupakan gula-gula sederhana yang
memiliki gugus karbonil (seperti glukosa dan galaktosa), dapat teroksidasi
membentuk gugus karboksil dan mereduksi komponen lainnya. Gula pereduksi
dalam suasana basa dapat mereduksi logam-logam, sedangkan gula itu sendiri
teroksidasi menjadi asam-asam (asam aldonat, asam ketonat, atau asam uronat).
Gula reduksi mengalami reaksi hidrolisis dan bisa diuraikan menjadi sedikitnya 2
buah monosakarida. Sedangkan kadar gula total adalah kandungan gula
keseluruhan dalam suatu bahan pangan baik monosakarida maupun oligosakarida
(Andarwulan et al, 2011).
Penentuan kadar gula reduksi dan gula total dalam praktikum ini dilakukan
dengan salah satu metode oksidasi dengan kupri, yaitu metode Luff Schoorl.
Metode ini didasarkan pada peristiwa tereduksinya kuprioksida menjadi
kuprooksida karena adanya gula reduksi. Gula non reduksi yang terdapat di dalam
bahan akan diubah menjadi gula reduksi dengan cara dihidrolisis menggunakan
asam kuat. Reagen yang digunakan merupakan campuran kupri-sulfat, Nakarbonat, dan asam sitrat yang disebut larutan Luff Schoorl. Reagen ini berfungsi
sebagai oksidator, yaitu kuprioksida, yang akan mengalami reduksi ketika
bereaksi dengan gula reduksi menjadi kuprooksida dan mengendap berwarna
merah bata. Kuprioksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari
garam K-iodida, di mana jumlah iod yang dibebaskan ekuivalen dengan jumlah
kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Natiosulfat. Reaksi yang terjadi dalam penentuan gula reduksi dan gula total adalah
sebagai berikut.
RCOH + CuO (Luff Schoorl)

Cu2O + RCOOH

H2SO4

+ CuO (sisa)

CuSO4 + H2O

CuSO4

+ 2 KI

CuI2 + K2SO4

2 Cu I2

Cu2I2 + I2

I2

+ Na2S2O3

Na2S4O6 + NaI

Langkah pertama yang dilakukan dalam praktikum ini adalah melakukan


preparasi sampel. Sampel yang akan diamati dibuat menjadi larutan A dan larutan
B. Sampel diambil sebanyak 2,5 gram(sedangkan tepung pisang mentah 5 g) ke

Intan Btari Dwiastuti


240210130101

dalam labu ukur 250 ml. Kemudian sampel tersebut dilarutkan dalam 50 mL
aquades dan ditambahkan 5 mL Pb-asetat 5%, lalu dikocok kuat-kuat selama 1
menit. Fungsi penambahan Pb-asetat adalah untuk mengendapkan zat-zat organik
di dalam larutan sehingga yang tertinggal hanya gula yang akan dianalisis. Setelah
dikocok selama 1 menit, lalu ditambahkan 5 ml Na-phosphat 5% dan lalu dikocok
kuat-kuat selama 1 menit. Penambahan Na-phosphat 5% berfungsi untuk
menghilangkan kelebihan Pb-asetat yang terdapat pada larutan. Selanjutnya
ditepatkan dengan aquades, lalu dikocok dan disaring ke beaker glass sampai
jernih. Sebanyak 50 ml filtrat diambil dan dimasukkan ke dalam beaker glass
kemudian dievaporasi sampai volumenya menjadi dari volume awal. Evaporasi
dilakukan untuk menguapakan sebagian air di dalam laruatan. Setelah dievaporasi,
larutan didiamkan hingga suhu ruang kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur
100 ml. Larutan selanjutnya ditepatkan dengan aquades, dan dikocok sehingga
terbentuklah larutan A. Larutan A digunakan untuk menganalisis kadar gula
pereduksi di dalam sampel. Namun, untuk beberapa sampel yakni tepung pisang
matang, bubur bayi dan madu, karena diduga mengandung gula cukup tinggi
maka dilakukan pengenceran tambahan dalam preparasinya. Setelah didapat
larutan sampel di dalam labu ukur 100ml yang telah dihimpitkan dengan akuades,
larutan sampel diencerkan kembali. Diambil sebanyak 10ml dari pengenceran
sebelumnya dan dipindahkan ke dalam labu ukur 50ml untuk selanjutnya
diencerkan dan dihimpitkan. Barulah, didapat larutan A untuk sampel tepung
pisang masak, bubur bayi dan madu.
Selanjutnya adalah pembuatan larutan B dengan cara larutan A diambil
sebanyak 50 ml, lalu ditambahkan 5 tetes indikator metil orange dan 20 ml HCl 4
N yang berfungsi untuk menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
Untuk sampe tepung pisang masak dan madu, larutan A yang digunakan sama
seperti sampel lainnnya yakni dari pengenceran dengan labu ukur 100ml. Adapun,
larutan sampel yang diencerkan ke dalam labu ukur 50ml digunakan untuk titrasi.
Setelah itu larutan dipanaskan dalam penangas air selama 30 menit dan sampel
didiamkan hingga suhu ruang, lalu ditambahkan NaOH 60%. Penambahan NaOH
60% dilakukan dengan tujuan untuk menetralkan larutan yang asam karena
penambahan HCl, sehingga larutan berubah menjadi warna kuning. Larutan

Intan Btari Dwiastuti


240210130101

dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditepatkan dengan aquades
dan dikocok sehingga terbentuklah larutan B. Sama seperti pada pembuatan
larutan A, yakni untuk sampel tepung pisang masak, bubur bayi dan madu, larutan
B diencerkan kembali ke dalam labu ukur 50ml barulah diambil 25ml untuk
selanjutnya dititrasi.
Analisis kadar gula reduksi maupun gula total dilakukan dengan cara larutan
A atau larutan B diambil sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
asah. Larutan kemudian ditambahkan 25 ml larutan Luff Schoorl dan direfluks
selama 15 menit. Tujuan dari penambahan larutan Luff Schoorl lalu direfluks
adalah untuk mereduksi gula sehingga Cu2O teroksidasi menjadi CuO sedangan
perfluksan dilakukan untuk mempercepat reaksi. Untuk mencegah penguapan
sampel dan menyusutnya volume larutan maka dilakukan perefluksan sehingga
sampel yang menguap dapat diembunkan kembali menggunakan kondensor.
Setelah sampel direfluks dan didinginkan, kemudian ditambahkan 10 ml KI 30%
dan 25 ml H2SO4 6 N. Penambahan KI dan H2SO4 dilakukan sedikit demi sedikit
melewati dinding erlenmeyer agar reaksi yang terjadi tidak terlalu cepat sehingga
tidak menimbulkan pembentukan gas yang besar. Penambahan larutan-larutan ini
akan menimbulkan reaksi antara kuprioksida menjadi CuSO 4 dengan H2SO4, dan
CuSO4 tersebut bereaksi dengan KI. Reaksi tersebut ditandai dengan timbulnya
buih dan warna larutan menjadi coklat. Larutan tersebut kemudian dititrasi cepat
dengan menggunakan larutan Natrium thio sulfat (Na 2S2O3) . titrasi cepat
dilakukan untuk menghindari penguapan KI
Setelah itu sampel dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai terbentuk
warna kuning jerami. Setelah terbentuk warna kuning jerami, ditambahkan 2 ml
amilum 1% sambil digoyang-goyangkan hingga berubah warna menjadi kebiruan,
kemudian dilanjutkan titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N sampai terbentuk warna putih
susu. Apabila larutan berubah warna dari biru menjadi putih susu atau krem,
menandakan titrasi telah mencapai titik ekuivalennya. Setelah titrasi selesai, maka
dicatat volume Na-tiosulfat yang terpakai.
Pada penentuan gula reduksi, monosakarida akan mereduksikan CuO dalam
larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI
berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan

Intan Btari Dwiastuti


240210130101

larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah
Iodometri karena kita akan menganalisa I 2 yang bebas untuk dijadikan dasar
penetapan kadar. Di mana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium
(I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H 2SO4) dalam
larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih
akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I 2 yang setara
jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator. I2 bebas ini selanjutnya akan
dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sehinga I2 akan membentuk kompleks
iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu titrasi
membutuhkan indikator amilum, maka penambahan amilum sebelum titik
ekuivalen.
Setelah diketahui volume Na-tiosulfat yang digunakan dalam titrasi sampel,
maka dapat dihitung kadar gula reduksi dan gula total dalam sampel. Sebelumnya
perlu diketahui volume Na-tiosulfat yang digunakan untuk titrasi blanko. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui jumlah kuprioksida yang bereaksi dengan gula
reduksi. Selisih antara volume Na-tiosulfat untuk titrasi blanko dengan titrasi
sampel ekuivalen dengan kuprooksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan
jumlah gula reduksi yang ada dalam sampel. Selisih banyaknya Na-tiosulfat titrasi
blanko dengan titrasi sampel (a) dapat dihitung menggunakan rumus berikut.
a=

(V blanko - V sampel )
x N Na-tiosulfat
0,1

Setelah diketahui nilai a, kemudian nilai tersebut diinterpolasikan dengan


tabel yang menggambarkan hubungan antara banyaknya Na-tiosulfat dengan
banyaknya gula reduksi. Pada tabel tersebut dapat diketahui jumlah gula reduksi
yang terdapat dalam larutan sampel dan dianggap sebagai nilai b.

Tabel 1. Hubungan antara Banyaknya Na-tiosulfat dengan Banyaknya Gula


Reduksi.
ml Natrium Tiosulfat
Mg Glukosa
0
0
1
2,4
2
4,8
3
7,2

Intan Btari Dwiastuti


240210130101

ml Natrium Tiosulfat
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Sumber: SNI 01-2891-1992

Mg Glukosa
9,7
12,2
12,7
17,2
19,8
22,4
25
27,6
30,3

Kadar gula reduksi dan gula total yang terdapat dalam sampel dapat
dihitung menggunakan rumus berikut.
Kadar gula =

b x faktor pengenceran
x 100%
W sampel

Tabel 2. Hasil Pengamatan Penentuan Kadar Gula Reduksi dan Gula Total
Vtitrasi (ml)
%
% Rata-rata
Wsampel Gula
Gula
Kel. Sampel
Gula Gula
Gula
Gula
(g)
reduks
reduks
total reduksi total
total
i
i
Tepung
1,50
1B
Pisang
5
25,3
25,1 0,38
mentah
0,61
5,05
Tepung
3,55
6B
pisang
5
24,6
23,6 0,84
mentah
Tepung
60,32
2B
pisang
2,5
22,4
22,3 29,18
masak
26,88
68,16
Tepung
76
7B
pisang
2,5
23,1
21,5 22,58
masak
Sari
4,88
3B
2,5
24,0
24,2 2,81
buah
2,625
4,13
Sari
3,38
8B
2,5
24,2
24,6 2,44
buah
Bubur
31,97
4B
2,5
22,1
23,8 2,63
bayi
28,16
2,625
5
Bubur
24,36
9B
2,5
24,1
24,2 2,62
bayi
55,60
85,75
55,66
76,41
5B
Madu
2,5
19,7
21

Intan Btari Dwiastuti


240210130101

Vtitrasi (ml)
Gula
Kel. Sampel
Gula
reduks
total
i
10B Madu
2,5
14,6
21,9
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015).
Wsampel
(g)

%
Gula
Gula
reduksi total
55,72

% Rata-rata
Gula
Gula
reduks
total
i

67,08

Perhitungan kadar gula reduksi tepung pisang matang (7B):


(V
-V
)
a = blanko sampel x N Na-tiosulfat
0,1
a=

25,5 - 2 3,1
x 0,0 98
0,1

= 2,352 ml

(diinterpolasikan di antara 2ml dan 2ml Natrium tiosulfat)


( 2,352 - 2 ) b - 4,8
mg gula =
=
( 3 - 2,352 ) 7,2 - b
2,5344 + 3,1104 = 0,648b + 0,352b
b = 5,6448 mg
K adar gula reduksi =
Kadar gula reduksi =

b x faktor pengenceran
x 100%
W sampel

5,6448 ) x 100
x 100%
2,5 00

Kadar gula reduksi = 22,5792%


Perhitungan kadar gula total :
(V
-V
)
a = blanko sampel x N Na-tiosulfat
0,1
a=

25,5 - 2 1,5
x 0,0 98
0,1

= 3,93 ml (dinterpolasikan di antara 3ml dan 4ml natirum tiosulfat)

mg gula =

( 3,92 -3 ) b - 7,2
=
( 4 - 3,92 ) 9,7 - b

8,924 + 0,576 = 0,92b + 0,08b


0,304
b = 9,5 mg
b x faktor pengenceran
adar gula total =
x 100%
K
W sampel

Intan Btari Dwiastuti


240210130101

Kadar gula total =

9,5 x 200
x 100%
2,5 00

Kadar gula total = 76%


Dalam melakukan perhitungan sangat penting menentukan besarnya faktor
pengenceran dalam prepasi sampel. Faktor pengenceran untuk sampel tepung
pisang matang, bubur bayi dan madu berbeda dengan kedua sampel sisanya.
Prosedur pengerjaan sampel di mana dilakukannya lagi pengenceran tambahan
membuat faktor pengenceran ketiga sampel ini lebih besar. Faktor pengenceran
untuk tepung pisang matang, bubur bayi dan madu dalam penentuan kadar gula
pereduksi adalah sebesar 100. Nilai ini didapat saat preparasi sampel, 250ml
larutan sampel yang sudah dicampur reagen penjernih kemudian dipipet sebanyak
50ml filtratnya (Fp = 5). Selanjutnya filtrate tersebut diencerkan kembali ke dalam
labu ukur 100 ml dan dipipet kembali sebanyak 10 ml (Fp = 10). Sebanyak 10 ml
larutan sampel lalu diencerkan kembali ke dalam labu ukur 50 ml(pengenceran
tambahan). Hanya sebanyak 25ml larutan sampel diambil sebagai larutan A (Fp =
2). Jika semua faktor pengenceran dikaliakan maka diketahui faktor pengenceran
dari sampel tepung pisang matang, bubur bayi dan madu sebesar 5 x 10 x 2 = 100.
Untuk faktor pengeceran dari larutan B yang digunakan untuk penentuan
kadar gula total diketahui faktor pengencerannya adalah sebesar 200. Sebanyak
250ml sampel larutan A saat dijernihkan (sebelum disaring) diambil fitratnya
sebanyak 50ml (Fp = 5) lalu diencerkan ke dalam labu ukur 100ml. Selanjutnya
dipipet kembali 50ml larutan A (Fp = 2) dan dipanaskan lalu dipindahkan ke
dalam labu ukur 100ml untuk diencerkan kembali. Pengenceran tambahan
dilanjutnkan dengan memipet sebanyak 10ml larutan A (Fp = 10)ke dalam labu
ukur 50ml. Baru jadilah larutan B sebanyak 25ml untuk dianalisi(Fp = 2)
sehingga faktor pengenceran dari larutan B sebesar 200.
Faktor pengenceran dari dua sampel sisanya yakni tepung pisang mentah
dan sari buah memiliki tahapan pengenceran yang kurang lebih sama, hanya saja
tidak mengalami pengenceran tambahan seperti sampel sebelumnya. Untuk itu,
faktor pengenceran dari kedua sampel ini untuk larutan A adalah 50 dan untuk
larutan B adalah 100.

Intan Btari Dwiastuti


240210130101

Berdasarkan hasil pengamatan, ml natriun tiosulfat yang digunakan untuk


mentitrasi sampel pada penentuan gula

pereduksi lebih besar dibandingkan

penentuan gula total. Hal ini karena semakin banyak gula yang terdapat pada
sampel semakin sedikit larutan luff schoorl tersisa untuk bereaksi dengan titer.
Hasil pengamatan menunjukkan, rata-rata total gula pada sampel tepung
pisang mentah adalah sebesar 5,95% dengan gula pereduksi sebanyak 0,61%. Hal
ini menunjukkan hanyasekitar5,34%gulayangterdapatdidalamtepungpisang
mentahmerupakangulanonpereduksimisalnyasukrosa,rafnosa,stakiosa,dan
vervaskosa (Sutresna). Menurut Bello, et al.,(2002) pada saat buah menjadi
ranum,makasebagianpatiakandiubahmenjadisukrosasehinggakadarpatinya
menurun. Pada waktu kadar pati menurun, kandungan sukrosa akan naik, dan
sukrosa yang terbentuk akan dipecah menjadi glukosa dan fruktosa (Winarno,
2002).Sehingga,didalam5,34%gulaselaingulapereduksitersebutsebagian
besar yang diduga sukrosa belum dipecah menjadi glukosa dan fruktosa yang
merupakangulapereduksidanmenyebabkankadargulapereduksisangatkecil.
Menurut Prabawati et al (2008), tepung buah pisang (masak) mengandung
karbohidrat yang cukup tinggi yaitu 70% - 80%, hal ini mendekati kadar gula total
yang ditemukan pada sampel tepung pisang matang yakni sebsar 68,16%
sedangkan gula pereduksi sebesar 26,88%. Hal ini membuktikan, kadar gula total
pada tepung pisang yang sudah matang lebih tinggi dibandingkan tepung pisang
mentah. Selain itu, persentase gula non pereduksi hanya berkisar 45% dari kadar
gula total sedangkan pada tepung pisang mentah gula non pereduksi hampir
mencakup 90% kadar gula total. Hal ini menunjukkan, tepung pisang yang sudah
matang mengandung lebih banyak gula pereduksi dibandingkan gula non ereduksi
karena proses pematangan yang menyebabkan pati dipecah menjadi sukrosa lalu
dipecah kembali menjadi gula-gula sederhana seperti glukosa dan fruktosa(gula
reduksi).
Sampel selanjutnya adalah sari buah. Pada sari buah menurut hasil analisis
terdapat sebesar 4,13% kadar gula total dengan kadar gula pereduksi sebesar
2,625%. Hal ini menunjukkan hampir setengah dari total gula yang digunakan
dalam pembuatan merupakan gula non-pereduksi yang diduga sukrosa. Sampel

Intan Btari Dwiastuti


240210130101

bubur bayi mengandung total kadar gula sebesar 28,165% dan total gula reduksi
sebesar 2,625%.
Standar mutu madu salah satunya didasarkan pada kandungan gula
pereduksi (glukosa dan fruktosa) total yaitu minimal 60 %. Sedangkan, jenis gula
pereduksi yang terdapat pada madu tidak hanya glukosa dan fruktosa, tetapi juga
terdapat maltosa dan dekstrin(Sarwono, 2001). Hasil pengamatan menunjukkan,
terdapat hanya 55,66% gula reduksi di dalam sampel dan gula total sebesar
76,415%. Melihat standar di atas, maka sampel madu yang dianalis dapat
dikatakan di bawah standar mutu yang mendasarkan salah satu kriterianya pada
kadar gula pereduksi.
Kadar gula reduksi pada bahan pangan dapat menentukan proses
pengolahan yang akan dilakukan. Bahan yang memiliki kadar gula pereduksi yang
tinggi apabila melalui proses pemanasan (penggorengan atau pengeringan) akan
rentan mengalami karamelisasi atau pencoklatan non-enzimatis. Apabila tidak
diinginkan adanya pencoklatan tersebut, maka proses pemanasan harus dikontrol
dengan benar. Umumnya gula pereduksi yang dihasilkan berhubungan erat dengan
aktivitas enzim, di mana semakin tinggi aktivitas enzim maka semakin tinggi pula
gula pereduksi yang dihasilkan. Contoh gula pereduksi yaitu glukosa dan fruktosa.
Dalam metode Luff-Schoorl, pH harus diperhatikan dengan cermat. Suasana
yang terlalu asam akan menimbulkan overestimated pada tahap titrasi sebab akan
terjadi reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2.
O2 + 4I- + 4H+

2I2 + 2H2O

Apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan menjadi lebih
rendah daripada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan,
yaitu terjadinya reaksi I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis). H2SO4
ditambahkan untuk mengikat ion tembaga yang terbentuk dari hasil reduksi
monosakarida dengan pereaksi Luff-Schoorl, kemudian membentuk CuSO 4. KI
akan bereaksi dengan tembaga sulfat membentuk buih coklat kehitaman. Langkah
terakhir yang dilakukan dalam metode Luff Schoorl adalah titrasi dengan natrium
tiosulfat (Harjadi 1994).

Intan Btari Dwiastuti


240210130101

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini antara lain:

Gula total adalah kandungan gula keseluruhan dalam suatu bahan

pangan baik monosakarida maupun oligosakarida


Gula pereduksi merupakan gula yang mereduksi senyawa-senyawa

penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa


Melalui titrasi iodometri karbohidrat dihidrolisis menjadi monosakarida
yang dapat mereduksikan Cu2+ menajadi Cu+ sehingga kelebihan Cu2+ dapat

dititrasi.
Rata-rata kadar gula total dan gula reduksi tepung pisang mentah sebesar

5,05% dan 0,61%


Rata-rata kadar gula total dan gula reduksi tepung pisang masak sebesar

68,16% dan 26,88%


Rata-rata kadar gula total dan gula reduksi sari buah sebesar 4,13% dan

2,625%.
Rata-rata kadar gula total dan gula reduksi madu sebesar 76,415% dan
55,66%

5.2

Saran

Sebaiknya dalam melakukan penentuan karbohidrat dilakukan secara teliti


dan teratur mengingat prosesya yang cukup panjang

Rangkaian alat yang digunakan harus harus dipastikan dapat berfungsi


dengan baik.

Intan Btari Dwiastuti


240210130101

Larutan sampel harus memiliki pH netral karena pH yang terlalu rendah


atau terlalu tinggi akan memengaruh hasil analisis.

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N., Feri K., dan Dian H. 2011. Analisis Pangan. PT. Dian Rakyat,
Jakarta
Bello,L.A.,Hernandez,L.S.,Damian,E.M.danVazquez,J.F.2002.Laboratory
Scale Production of Maltodextrins and Glucose Syrup from Banana
Starch.ActaCientificaVenezolana.53:4448
Harjadi, W. 1994. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Nielsen, S.S. 2003. Food Analysis Third Edition. Kluwer Academic / Plenum
Publishers, New York
Osborne, D. R. and Voogt, P. 1978. The analysis of nutrients in foods. Academic
Press, London.
Prabawati, S., Suyanti dan Setyabudi, D. A. 2008. Teknologi Pascapanen dan
TeknikPengolahanBuahPisang.Penyunting:WisnuBroto.BalaiBesar
PenerbitandanPengembanganPertanian.
Sarwono, B., 2001. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Lebah Madu,
Agromedia Pustaka, Tangerang.
SNI 01-2891. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan Stanrdisasi Nasional
Sudarmadji, S., H. Bambang, Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty, Yogyakarta
Sutresna, N. 2008.
Bandung.

Cerdas Belajar Kimia.

PT. Grafindo Media Pertama,

Winarno,F.G.2002. KimiaPangandanGizi. PT.GramediaPustakaUtama,


Jakarta.

Intan Btari Dwiastuti


240210130101
.

Anda mungkin juga menyukai