Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman / RSJD Atma Husada Mahakam
Tutorial Kasus
Delirium
Oleh:
10100150XX
Hafied Himawan
09100150XX
Ira Damayanti
09100150XX
M. Rizky Bachtiar
10100150XX
Pembimbing
dr. Denny Jeffry Rotinsulu, Sp. KJ
LAB / SMF KESEHATAN JIWA
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
RSJD Atma Husada Mahakam
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Delirium merupakan kelainan neuropsikiatri yang ditandai dengan perubahan
tingkat kesadaran, disfungsi atensi, gangguan fungsi kognitif yang meliputi memory,
orientasi, dan bahasa, dan perubahan non-kognitif seperti psikomotor, persepsi,
afektif, siklus tidur, dan proses berpikir. Delirium timbul dari berbagai etiologi yang
mempengaruhi gejala klinis dan outcome diantaranya infeksi sekunder, gangguan
jatuh, tindak kekerasaan, dan menambah lamanya perawatan di rumah sakit, biaya,
dan kematian. Walaupun patofisiologi dari delirium belum sepenuhnya dimengerti,
sindroma
neuropsikiatri
menunjukkan
gangguan
mekanisme
kerja
sistem
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Delirium merupakan kelainan neuropsikiatri yang ditandai dengan perubahan
tingkat kesadaran, disfungsi atensi, gangguan fungsi kognitif yang meliputi memory,
orientasi, dan bahasa, dan perubahan non-kognitif seperti psikomotor, persepsi,
afektif, siklus tidur, dan proses berpikir.
2. Epidemiologi
Delirium mempunyai prevalensi yang tinggi yaitu berisiko terjadi pada 10 15 % pasien bedah umum, 25 45 % pasien kanker yang rawat inap, dan 80 90 %
pada pasien stadium akhir yang melakukan terapi paliatif. Insidensi delirium menjadi
lebih tinggi pada pasien yang dirawat di ICU. Lebih dari 80% pasien ICU yang
mendapat ventilasi mekanik juga berisiko mengalami delirium.
3. Etiologi
Delirium dapat disebabkan oleh banyak hal seperti metabolik, keracunan obat,
infeksi, vaskular, trauma, dan keadaan paska bedah. Brain imaging menjadi evaluasi
awal pada kasus delirium walaupun mayoritas episode delirium tidak selalu diikuti
oleh kcelainan struktural. Penyebab struktural delirium biasanya dikabarkan dari
riwayat trauma atau pemeriksaan neurologis fokal. Delirium banyak terjadi pada
pasien stroke rawat inap dan paling sering akibat dari kelainan metabolik ataupun
komplikasi infeksi. Biasanya stroke tidak menjadi penyebab langsung delirium.
Gangguan metabolisme seperti pada metabolisme sodium dan kalsium,
hipoalbuminemia,
hipoksemia,
hiperkapnea,
insufisiensi
ginjal
dan
hepar,
hiperglikemia dan hipoglikemia, keracunan obat maupun gejala putus obat, infeksi,
dan penyakit primer pada sistem syaraf pusat seperti stroke, kejang dan trauma kepala
dihubungkan dengan kejadian delirium.
Metabolik
Asidosis or alkalosis
Anemia
Heparic failure
Hipercapnea
Hipoalbuminemia
Hipo- atau hiperkalsemia
Hipo- atau hiperglikemia
Hipo- atau hiperkalemia
Hipo- atau hipermagnesemia
Hipo- atau hipernatremia
Hipofosfatemia
Hipoksemia
Uremia
Other (carcinoid, porphyria, dll)
Neoplasma
Carcinomatous meningitis
Intraparenchymal brain tumor
Lymphomatous meningitis
Parenchymal metastasis
Paraneoplastic syndrome
Infeksi Sistemik
Bacteremia
Selulitis
Pneumonia
Sepsis
Infeksi saluran kemih
Trauma kepala
Diffuse axonal injury
Parenchymal contusion
Subdural hematoma
Lainnya
Radiasi sistem syaraf pusat
Disseminated intravascular coagulation,
thrombotic thrombocytopenic purpura
Malignant hyperthermia, neuroleptic
malignant syndrome, serotonin syndrome
Tahap post operasi
(cardiotomy, joint arthroplasty)
Kejang
Terapi untuk berbagai kelas, lewat mekanisme yang telah dimengerti maupun
belum dimengerti, juga dikaitkan dengan kejadian delirium. Pengobatan dengan
antimikroba seperti clerithromycin, fluoroquinolone (ciprofloxacin, penicillin,
cephalosporin, dan metronidazole), antikonvulsan (fenitoin, fenobarbital, asam
valproat), kortikostroid, obat anti parkinson (amantadine, levodopa), obat jantung
(digitalis, lidocain, quinidine, dan beta blocker), berbagai obat anti kanker (5fluoruracil, methotrexate, procarbazine, vincristine, interferon-, dan ifosfamide).
Analgetik opioid dan benzodiazepine menjadi penyebab utama terjadinya delirium
pada pasien bedah.
Intoksikasi obat akut disebabkan oleh penyalahgunaan obat bisa memicu
delirium (drug withdrawl delirium), biasanya berasal dari golongan obat hipnotik
sedatif (barbiturat, alkohol dan benzodiazepine) yang digunakan secara bebas.
Mekanisme
melalui
GABA-nergik
sehingga
terjadi
delirium
tremens-like
Antiparkinson
Amantadine
Bromocriptine
Agonis dopamine
(ropinirole, pramipexole)
Levodopa
Obat jantung
Beta-blocker
Captopril
Clonidine
Digoksin
Isoniazid
Macrolides (clarithromycin)
Metronidazole
Quinolones (ciprofloxacin)
Rifampin
Sulfonamides
Vancomycin
Antikolinergik
Antihistamin (H1)
Antispasme
Atropine dan atropine-like drugs
Benztropine
Phenothiazines
Tricyclics (amitriptyline, doxepin, imipramine)
Trihexiphenidyl
Antikonvulsan
Phenobarbital
Phenytoin
Asam valproat
Anti inflamasi
Kortikosteroid
Nonsteroidal anti-inflammatory drugs
Antineoplasma
Asparaginase
Dacarbazine
Diphosphamide
5-Fluorouracil
Methotrexate
Procarbazine
Vinblastine
Vincristine
Lidocaine
Methyldopa
Procainamide
Quinidine
Tocainide
Sedatif-hipnotic
(intoksikasi atau withdrawal)
Barbiturates
Benzodiazepines
Stimulan
Amphetamines
Epinephrine, phenylephrine
Pseudoephedrine
Theophylline
Lainnya
Antihistamines (H2)
Baclofen (intoksikasi atau withdrawal)
Bromides
Disulfiram
Ergotamine
Lithium
Propylthiouracil
Quinacrine
Timolol (ophthalmic)
Delirium dapat terjadi selama beberapa jam hingga hari. Pada kasus
ensefalopati subakut dapat terjadi selama beberapa hari hingga mingguan. Perubahan
kognitif dan perilaku pada delirium bersifat fluktuatif dan sesuai siklus diurnal.
Perubahan kemampuan motorik pada delirium dapat dibedakan menjadi dua
subtipe yaitu hiperaktif dan hipoaktif. Akan tetapi, perubahan motorik juga bersifat
fluktuatif sehingga terkadang pasien hiperaktif kemudian berubah menjadi hipoaktif.
Delirium tipe hiperaktif sering terjadi pada pasien yang mengalami intoksikasi obat
dan withdrawal. Dari studi yang ada menunjukkan bahwa delirium tipe hiperaktif
lebih responsif terhadap pengobatan farmakologi daripada tipe hipoaktif.
Gejala psikiatri dan neurobehavioral pada delirium bersifat berubah-ubah/
fluktuatif seperti agitasi, gelisah, ansietas, disforia, apati, withdrawal, halusinasi
maupun delusi. Pada delirium gejala psikiatri yang ada terjadi termasuk fenomena
sekunder dan didapatkan fungsi yang abnormal dari otak.
Walaupun kasus delirium mempunyai prevalensi yang tinggi serta
menyebabkan morbiditas dan mortalitas, delirium sering tidak terdeteksi oleh dokter.
Hal ini disebabkan karena perubahan perilaku pada pasien delirium mirip dengan
proses psikiatri primer. Delirium tipe hipoaktif sering didiagnosis depresi karena
adanya penurunan psikomotor, nafsu makan yang berkurang, dan pasien menjadi
senang menyendiri. Sedangkan gelisah dan ansietas pada pasien dengan penyakit
medis tertentu dianggap respon psikologi yang normal. Hal ini menyebabkan
penegakkan diagnosis dan pemberian tatalaksana tertunda bahkan tidak tepat.
Misalnya, pasien justru mendapatkan terapi antidepresan atau benzodiazepine yang
bersifat deliriogenik.
Halusinasi, ilusi, dan delusi tipe paranoid sering terjadi pada pasien delirium.
Sehingga dokter sering salah menginterpretasikan gejala yang ada sebagai gejala
psikosis. Maka, halusinasi maupun delusi pada lansia dan pasien dengan penyakit
medis tertentu dapat dipertimbangkan sebagai delirium atau demensia hingga dapat
dibuktikan diagnosis pastinya.
Episode delirium dapat berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan. Selain
itu, delirium dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif jangka panjang terutama
pada pasien yang telah melewati masa kritis dan kasus sepsis ensefalopati.
7. Tatalaksana
7.1.
Intervensi Non-Farmakologis
Sebuah studi yang dilakukan Inouye et al meneliti protokol multidisiplin dalam
suatu intervensi nonfarmakolois untuk menurunkan insidensi, durasi, dan keparahan
delirium pada 852 pasien lansia yang masuk ke pelayanan kesehatan umum sebuah
rumah sakit akademik. Protokol tersebut terdiri atas intervensi global dan intervensi
khusus untuk pasien dengan faktor risiko spesifik. Intervensi tersebut yaitu mobilisasi
segera, pengurangan paparan bising dan pengaturan jadwal harian untuk mencegah
gangguan tidur, pengenalan dan penatalaksanaan awal dehidrasi, serta bantuan
komunikasi untuk pasien dengan gangguan penglihatan dan pendengaran. Indisensi
delirium pada kelompok intervensi 40% lebih rendah daripada kelompok kontrol.
Durasi delirium pada kelompok intevensi juga lebih rendah secara signifikan pada
kelompok intervensi. Zaubler et al mereplikasi hasil ini dan melaporkan penghematan
$841,000 dalam 9 bulan pada sebuah setting rumah sakit umum. Protokol ini
dipertimbangkan sebagai pelayanan standar dan telah dilaksanakan pada berbagai
institusi di berbagai penjuru negara (Amerika Serikat). Intervensi nonfarmakologis
yang serupa telah didesain dan diimplementasikan oleh Brown-based Geriatric
Medicine Program, dan menjadi dasar dari Close Observation Medical Unit (COMU)
serta protokol pelayanan lansia lain di rumah sakit Rhode Island dan rumah sakit
Miriam (L. McNicoll, komunikasi personal, Juli 2012).
7.2.
Food and Drug Association (FDA) mengeluarkan peringatan black box pada
April 2005 dan Juni 2008 mengenai penggunaan antipsikosis pada lansia. Peringatan
ini terkait dengan bukti meningkatnya kejadian serebrovaskular dan mortalitas pada
studi tentang terapi antipsikosis jangka panjang pada lansia yang merupakan pasien
nursing home. Relevansi hasil penelitian dan peringatan ini dalam penggunaan
antipsikosis jangka pendek pada pasien delirium belum jelas. Karena jumlah pasien
delirium dengan komorbid demensia cukup tinggi, maka peringatan ini perlu
mendapatkan perhatian ketika menimbang risiko dan keuntungan penggunaan
antipsikosis sebagai terapi delirium.
Haloperidol
dan
semua
antipsikosis
generasi
kedua
memiliki
risiko
BAB III
KESIMPULAN
Guideline berbagai penelitian dan para ahli mendukung penggunaaan
antipsikotik untuk penanganan delirium terkait psikosis dan agitasi. Anti psikotik
generasi pertama dan kedua terbukti efektif dan aman bisa digunakan dengan
kombinasi. Intervensi non farmakologi secara signifikan mengurangi insidensi,
durasi, dan keparahan dari delirium. Terdapat bukti yang berkembang bahwa
antipsikotik dan dexmedetomidine efektif dala mencegah delirium pada pasien pasca
bedah dan pasien dengan alat bantu napas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Trzepacz PT, Meagher DJ. Delirium. In: Levenson JL, editor. American
Psychiatric Publishing Textbook of Psychosomatic Medicine. Washington, DC:
American Psychiatric Publishing. 2005;91-130.
2. Inouye SK. Delirium in older persons. N Engl J Med. 2006;34:1157-1165.
3. Witlox J, Eurelings LS, deJonghe JF, et al. Delirium in elderly patients and the
risk of postdischarge mortality, institution-alization, and dementia: a metaanalysis. JAMA. 2010;304(4): 443-451.
4. Robinson TN, Raeburn CD, Tran ZV, et al. Postoperative delirium in the elderly:
risk factors and outcomes. Ann Surg. 2009;249:173-178.
5. Siddiqi N, House AO, Holmes JD. Occurrence and outcome of delirium in
medical in-patients: a systematic literature review. Age and Ageing. 2006;35:350364.
6. Gonzalez M, Martinez G, Calderon J, et al. Impact of delirium on short-term
mortality in elderly patients: a prospective cohort study. Psychosomatics.
2009;50(3):234-238.
7. Leslie DL, Zhang Y, Holford TR, et al. Premature death associated with delirium
at 1-year follow-up. Arch Intern Med. 2005;165:1657-1662.
8. Leslie DL, Marcantonio ER, Zhang Y, et al. One-year health care costs associated
with delirium in the elderly population. Arch Intern Med. 2008;168:27-32.
9. Lamar CD, Hurley RA, Taber KH. Sepsis-associated encephalopathy: review of
the neuropsychiatric manifestations and cognitive outcome. J Neuropsychiatry
Clin Neurosci. 2011;23(3): 236-241.
10. Choi SH, Lee H, Chung TS, et al. Neural network functional connectivity during
and after an episode of delirium. Am J Psychiatry. 2012;169:498-507.
11. Maldonado JR. Delirium in the acute care setting: characteristics, diagnosis and
treatment. Crit Care Clin. 2008;24:657-722.
12. Breitbart W, Gibson C, Tremblay A. The delirium experience: delirium recall and
delirium-related distress in hospitalized patients with cancer, their
spouses/caregivers, and their nurses. Psychosomatics. 2002;43:183-194.
13. Iwashyna TJ, Ely EW, Smith DM, et al. Long-term cognitive impairment and
functional disability among survivors of severe sepsis. JAMA.
2010;304(16):1787-1794.
14. Girard TD, Jackson JC, Pandharipande PP, et al. Delirium as a predictor of longterm cognitive impairment in survivors of critical illness. Crit Care Med.
2010;38(7):1513-1520.
15. Barr J, Gilles L, Puntillo K, et al. Clinical practice guidelines for the management
of pain, agitation, and delirium in adult patients in the intensive care unit. Crit
Care Med. 2013;41: 263-306.
16. Ely EW, Shintani A, Truman B, et al. Delirium as a predictor of mortality in
mechanically ventilated patients in the intensive care unit. JAMA.
2004;291(14):1753-1762.
17. Minden SL, Carbone LA, Barsky A, et al. Predictors and outcomes of delirium.
Gen Hosp Psychiatry. 2005;27:209-214.
18. Pandharipande PP, Girard TD, Jackson JC, et al. Long-term cognitive impairment
after critical illness. N Engl J Med. 2013;369:1306-1316.
19. Trzepacz P, Breitbart W, Franklin J, et al. Practice guideline for the treatment of
patients with delirium. Am J Psychiatry. 1999;156(suppl):1-38.
20. Prakanrattana U, Prapaitrakool S. Efficacy of risperidone for prevention of
postoperative delirium in cardiac surgery. Anaesth Intensive Care. 2007;35:714719.
21. Larsen KA, Kelly SE, Stern TA, et al. Administration of olanzapine to prevent
postoperative delirium in elderly joint-replacement patients: a randomized,
controlled trial. Psychosomatics. 2010;51:409-418.
22. Teslyar P, Stock VM, Wilk CM, et al. Prophylaxis with antipsychotic medication
reduces the risk of post-operative delirium in elderly patients: a meta-analysis.
Psychosomatics. 2013;54: 124-131.
23. Heymann A, Radtke F, Schiemann A, et al. Delayed treatment of delirium
increases mortality rate in intensive care unit patients. The Journal of
International Medical Research. 2010;38: 1584-1595.
24. Franco JG, Trzepacz PT, Meagher DJ, et al. Three core domains of delirium
validated using exploratory and confirmatory factor analyses. Psychosomatics.
2013;54(3):227-238.
25. Misak C. ICU psychosis and patient autonomy: some thoughts from the inside.
Journal of Medicine and Philosophy. 2005;30:411-430.
26. Jones C, Griffiths RD, Humphris G, et al. Memory, delusions, and the
development of acute posttraumatic stress disorder-related symptoms after
intensive care. Crit Care Med. 2001;29:573-580.
27. Fong TG, Jones RN, Shi P, et al. Delirium accelerates cognitive decline in
Alzheimer disease. Neurology. 2009;72:1570-1575.
28. Raison CL, Demetrashvili M, Capuron L, et al. Neuropsychiatric effects of
interferon-alpha: recognition and management. CNS Drugs. 2005;19(2):105-123.
29. Dantzer R, OConnor JC, Freund GG, et al. From inflammation to sickness and
depression: when the immune system subjugates the brain. Nat Rev Neurosci.
2008;9:46-57.
30. Sutter R, Steven RD, Kaplan PW. Continuous electroencephalographic
monitoring in critically ill patients: indications, limitations, and strategies. Crit
Care Med. 2013;41:1124-1132.
31. American Psychiatric Association: Practice guideline for the treatment of patients
with delirium. Am J Psychiatry. 1999;156(5 suppl):120.
32. Barr J, Fraser GL, Puntillo K, et al. Clinical practice guidelines for the
management of pain, agitation, and delirium in adult patients in the intensive care
unit. Crit Care Med. 2013;41(1): 263-306.
33. Inouye SK, Bogardus ST, Charpentier PA, et al. A multicomponent intervention to
prevent delirium in hospitalized older patients. N Engl J Med. 1999;340(9):66976.
34. Zaubler TS, Murphy K, Rizzuto L, et al. Quality improvement and cost savings
with multicomponent delirium interventions: replication of the Hospital Elder
Life Program in a community hospital. Psychosomatics. 2013;54(3):219-26.
35. Maldonado JR. Delirium in the acute care setting: characteristics, diagnosis and
treatment. Crit Care Clin. 2008;24(4):657-722, vii.
36. Bledowski J, Trutia A. A review of pharmacologic management and prevention
strategies for delirium in the intensive care unit. Psychosomatics. 2012;53(3):20311.
37. Teslyar P, Stock VM, Wilk CM, Camsari U, Ehrenreich MJ, Himelhoch S.
Prophylaxis with antipsychotic medication reduces the risk of post-operative
delirium in elderly patients: a meta-analysis. Psychosomatics. 2013;54(2):124-31.
38. Lonergan E, Britton AM, Luxenberg J, Wyller T. Antipsychotics for delirium.
Cochrane Database Syst Rev. 2007;(2):CD005594.
39. Devlin JW, Skrobik Y. Antipsychotics for the prevention and treatment of
delirium in the intensive care unit: what is their role? Harv Rev Psychiatry.
2011;19(2):59-67.
40. Han CS, Kim YK. A double-blind trial of risperidone and haloperidol for the
treatment of delirium. Psychosomatics. 2004;45(4):297-301.
54. Page VJ, Ely EW, Gates S, et al. Effect of intravenous haloperidol on the duration
of delirium and coma in critically ill patients (Hope-ICU): a randomised, doubleblind, placebo-controlled trial. Lancet Respir Med. 2013;1(7):515-23.
55. van Eijk MM, Roes KC, Honing ML, et al. Effect of rivastigmine as an adjunct to
usual care with haloperidol on duration of delirium and mortality in critically ill
patients: a multicentre, double blind, placebo-controlled randomised trial. Lancet.
2010;376 (9755):1829-37.
56. Kalisvaart KJ, De jonghe JF, Bogaards MJ, et al. Haloperidol prophylaxis for
elderly hip-surgery patients at risk for delirium: a randomized placebo-controlled
study. J Am Geriatr Soc. 2005;53(10):1658-66.
57. Wang W, Li HL, Wang DX, et al. Haloperidol prophylaxis decreases delirium
incidence in elderly patients after noncardiac surgery: a randomized controlled
trial*. Crit Care Med. 2012;40(3):731-9.
58. Hudetz JA, Patterson KM, Iqbal Z, et al. Ketamine attenuates delirium after
cardiac surgery with cardiopulmonary bypass. J Cardiothorac Vasc Anesth.
2009;23(5):651-7.