Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kelompok 9
Kelas B
USI SUPINAR
NURHALIMAH
WAHYU SETIAWAN
230110140074
230110140097
230110140122
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2015
DAFTAR ISI
BAB
I.
II.
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................
iii
PENDAHULUAN ........................................................................
1
1.1
1.2
1.3
2.1
2.2
2.3
2.4
10
2.5
13
13
14
2.6
3.1
14
3.2
14
14
16
3.3
16
18
4.1
Hasil .....................................................................................
18
4.2
Pembahasan ..........................................................................
20
V.
24
5.1
Kesimpulan...........................................................................
24
5.2
Saran .....................................................................................
24
25
LAMPIRAN .................................................................................
26
ii
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
1.
14
2.
16
3.
18
4.
18
5.
19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ikan adalah anggota vertebrata berdarah dingin (poikilotermik) yang hidup di
air dan bernafas dengan insang. Insang dimiliki oleh jenis ikan (pisces). Insang
berbentuk lembaran-lembaran tipis berwarna merah muda dan selalu lembab. Bagian
terluar insang berhubugan dengan air, sedangkan bagian dalam berhubungan erat
dengan kapiler darah. Tiap lembaran insang terdiri dari sepasang filamen, dan tiap
filamen mengandung banyak lapisan tipis (lamela). Pada filamen terdapat pembuuh
darah yang memiliki banyak kapiler sehingga memungkinkan O2 berdifusi masuk
dan CO2 berdifusi keluar.
Kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh kemampuan memperoleh
oksigen yang cukup dari lingkungannya. Berkurangnya oksigen terlarut dalam
perairan tentu saja akan mempengaruhi fisiologi respirasi ikan dan hanya ikan yang
memiliki sistem respirasi yang sesuai yang dapat bertahan hidup (Fujaya, 2004).
Menurut Villa, et., al. (1988), konsumsi oksigen digunakan untuk menilai laju
metabolisme ikan sebab sebagian besar energi berasal dari metabolisme aerobik.
Menurut Fujaya (2004) oksigen sebagai bahan pernapasan dibutuhkan oleh sel untuk
berbagai metabolisme.
Oksigen yang terlarut atau tersedia bagi hewan air lebih sedikit daripada hewan
darat yang hidup dalam lingkungan dengan 21% oksigen (Ville, et. al. 1988). Ikan
dapat hidup dalam air dan mengkonsumsi oksigen karena ikan memiliki insang.
Insang memberikan permukaan luar yang dibasahi oleh air. Oksigen yang terlarut
dalam air akan berdifusi ke dalam sel-sel insang ke jaringan sebelah dalam dari badan
(Kimball,1988).
Salah satu paramter yang digunakan untuk mengukur kualitas suatu perairan
adalah jumlah oksigen terlarut (DO), yaitu menempati urutan kedua setelah Nitrogen
(Cole, 1991). Namun dilihat dari segi kepentingan untuk budidaya ikan, oksigen
1
1.2
Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum Fisiologi Hewan Air mengenai Konsumsi Oksigen adalah
untuk mengetahui jumlah kebutuhan konsumsi oksigen pada ikan mas yang sensitif
terhadap kadar oksigen terlarut dalam media tempat hidupnya.
1.3
Kegunaan Praktikum
Dengan adanya praktikum Fisiologi Hewan Air mengenai Konsumsi Oksigen
pada Ikan Mas, diharapkan praktikan mengetahui berapa kadar oksigen yang
dibutuhkan ikan dalam waktu tertentu, mengetahui konsumsi oksigen pada beberapa
ikan yang memiliki massa yang berbeda dan mengetahui perbedaan konsumsi
oksigen pada umur ikan yang berbeda.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
hidup
membutuhkan
kemampuan
untuk
bernapas
dalam
berlangsungnya proses metabolisme dalam tubuh, begitu pula dengan ikan. Ikan
merupakan makhluk hidup poikilotermik, yaitu jenis makhluk hidup yang dapat
menyesuaikan suhu tubuh dengan suhu lungkungan. Ikan mas termasuk famili
Cyprinidae yang mempunyai ciri-ciri umum, badan ikan mas berbentuk memanjang
dan sedikit pipih ke samping (Compressed) dan mulutnya terletak di ujung tengah
(terminal), dan dapat di sembulkan, di bagian mulut di hiasi dua pasang sungut, yang
kadang-kadang satu pasang di antaranya kurang sempurna dan warna badan sangat
beragam (Susanto,2007). Ikan mas dapat di klasifikasikan secara taksonomi (Susanto,
2007) sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Class
: Actinopterygii
Ordo
: Cypriniformes
Famili
: Cyprinidae
Genus
: Cyprinus
Spesies
: Cyprinus carpio
Tubuh ikan mas digolongkan tiga bagian yaitu kepala, badan, dan ekor. Pada
kepala terdapat alat-alat seperti sepasang mata, sepasang cekung hidung yang tidak
berhubungan dengan rongga mulut, celah-celah insang, sepasang tutup insang, alat
pendengar dan keseimbangan yang tampak dari luar (Cahyono, 2000). Jaringan
tulang atau tulang rawan yang disebut jari-jari. Sirip-sirip ikan ada yang berpasangan
dan ada yang tunggal, sirip yang tunggal merupakan anggota gerak yang bebas.
Disamping alat-alat yang terdapat dalam, rongga peritoneum dan pericardium,
gelembung renang, ginjal, dan alat reproduksi pada sistem pernapasan ikan umumnya
berupa insang (Bactiar,2002).
Ikan mas dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada
ketinggian antara 150-1000 m diatas permukaan laut, dengan suhu 20oC-25oC pH air
antara 7-8 (Herlina,2002).
Ikan ini merupakan ikan pemakan organisme hewan kecil atau renik ataupun
tumbuh-tumbuhan (omnivora). Kolam yang di bangun dari tanah banyak
mengandung pakan alami, ikan ini mengaduk lumpur, memangsa larva insekta,
cacing-cacing, dan mollusca (Djarijah,2001).
Cahyono (2000) menyatakan, jenis makan dan tambahan yang biasa di berikan
pada ikan mas adalah bungkil kelapa atau bungkil kacang, sisa rumah pemotongan
hewan, sampah rumah tangga dan lain-lain, sedangkan untuk makanan buatan
biasanya di berikan berupa crumble dan pellet.
Ikan mas menyukai tempat hidup (habitat) di perairan tawar yang airnya tidak
terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu deras, seperti di pinggiran sungai atau danau.
Ikan mas dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian 150600 meter di atas
permukaan air laut (dpl) dan pada suhu 25-30C. Meskipun tergolong ikan air tawar,
ikan mas kadang-kadang ditemukan di perairan payau atau muara sungai yang
bersalinitas (kadar garam) 25-30%.
2.2
Laju Pernapasan
2.2.1 Pernapasan
Pernapasan adalah proses pengikatan oksigen dan pengeluaran karbondioksida
oleh darah melalui permukaan alat pernapasan. Proses pengikatan oksigen tersebut
dipengaruhi struktur alat pernapasan, juga dipengaruhi perbedaan tekanan parsial O2
antara perairan dengan darah. Perbedaan tersebut menyebabkan gas-gas berdifusi ke
dalam darah atau keluar melalui alat pernapasan.
2.3
2.3.1 Suhu
Suhu menurut Kangingan (2007:52-53) adalah suatu besaran yang menyatakan
ukuran derajat panas atau dinginnya suatu benda. Suhu menunjukkan derajat panas
benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut.
Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap
atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan
maupun gerakan di tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-atom
penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut. Suhu juga disebut temperatur.
Benda yang panas memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan benda yang dingin. Alat
yang digunakan untuk mengukur suhu adalah termometer. Namun dalam kehidupan
sehari-hari, untuk mengukur suhu masyarakat cenderung menggunakan indera
peraba. Tetapi dengan adanya perkembangan teknologi maka diciptakanlah
termometer untuk mengukur suhu dengan valid.
Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu (temperatur),
ataupun perubahan suhu. Istilah termometer berasal dari bahasa Latin thermo yang
berarti bahang dan meter yang berarti untuk mengukur. Prinsip kerja termometer ada
bermacam-macam, yang paling umum digunakan adalah termometer air raksa.
gelombang dan pasang surut. Odum (1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam
air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang
dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen
akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta
adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan
kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar
oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan
organik dan anorganik. Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi
tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam
keadaan diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat
bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen
dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan
oksigen terlarut (Wardoyo, 1978).
Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan
nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut
minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (Swingle, 1968).
Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama
waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70% (Huet, 1970).
KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan
wisata bahari dan biota laut (Anonimous, 2004).
10
Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses
metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi. Untuk
pertumbuhan dan pembiakan, disamping itu oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi
bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik.
ikan.
Adaptasi
ini
dipengaruhi
oleh
temperatur
dan
keadaan
2.4
Laju Metabolisme
Laju metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh
per satuan waktu (Seeley, 2002). Laju metabolisme berkaitan erat dengan respirasi
karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul makanan yang
bergantung pada adanya oksigen (Tobin, 2005). Secara sederhana, reaksi kimia yang
terjadi dalam respirasi dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + 6O2 6 CO2 + 6H2O + ATP
(Tobin, 2005).
Laju metabolisme biasanya diperkirakan dengan mengukur banyaknya oksigen
yang dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu. Hal ini memungkinkan karena
oksidasi dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah yang diketahui)
untuk menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya juga. Akan tetapi, laju
11
12
konsumsi oksigen lebih rendah dibandingkan di air tawar (Tsuzuki et al., 2008).
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain umur, jenis
kelamin, status reproduksi, makanan dalam usus, stress fisiologis, aktivitas, musim,
ukuran tubuh dan temperatur lingkungan (Tobin, 2005).
Metode Winkler merupakan suatu cara untuk menentukan banyaknya oksigen
yang terlarut di dalam air (Anonim, wikipedia.org). Dalam metode ini, kadar Oksigen
dalam air ditentukan dengan cara titrasi. Titrasi merupakan penambahan suatu larutan
yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar) ke dalam larutan lain yang tidak
diketahui konsentrasinya secara bertahap sampai terjadi kesetimbangan (Chang,
1996).
2.5
tersebut dikarenakan ikan yang usianya lebih tua sudah memiliki daya metabolisme
yang lebih kuat. Sebaliknya ikan yang masih muda membutuhkan Oksigen yang lebih
rendah dibandingkan ikan dewasa karena daya metabolisme tubuhnya masih lemah.
Hal itu ditunjukkan dengan lebih agresifnya ikan saat berada dalam toples.
2.6
14
BAB III
BAHAN DAN METODE
Tempat
: Lab. MSP
Alat
Fungsi
Wadah plastik
Utuk tempat
percobaan
DO meter
Untuk mengukur
DO awal dan DO
akhit
Gambar
15
Jam tangan
untuk penunjuk
waktu
Timbangan
untuk mengukur
bobot ikan
Penutup wadah
Sebagai penutup
wadah
16
3.2.2 Bahan
Tabel 2. Bahan Praktikum
No
1
Bahan
Ikan Mas
Fungsi
Gambar
Air
3.1
Prosedur Praktikum
Dalam percobaan ini langkah-langkah yang harus diperhatikan antara lain :
1.
Wadah plastik disiapkan yang sebelumnya terlebih dahulu diisi air penuh.
2.
3.
4.
5.
Wadah percobaan ditutup dengan cling wrap, agar tidak ada kontak dengan
udara luar.
6.
7.
17
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1
HASIL
Dengan :
Bobot Ikan 83,77 gram
DO Awal = 5,4 mg/l
DO Akhir = 3,7 mg/l
Maka, Konsumsi Oksigen =
4.1.1
(5.4 3.7) x 2
83.77
= 0.040 mg/l
4.1.2
Bobot Ikan
DO Awal
DO Akhir
Konsumsi O2
(g)
(mg/l)
(mg/l)
(mg/l)
83.77
5.4
3.7
0.040
DO Awal
DO Akhir
Konsumsi O2
(g)
(mg/l)
(mg/l)
(mg/l)
68
3.4
0.047
101
3.9
0.022
91
3.1
0.042
119
3.3
0.028
102
3.4
0.032
Kelompok
18
19
Bobot Ikan
DO Awal
DO Akhir
Konsumsi O2
(g)
(mg/l)
(mg/l)
(mg/l)
119
3.3
0.028
102
3.2
0.035
86.73
5.4
3.0
0.055
83.77
5.4
3.7
0.040
10
82.86
5.4
2.3
0.074
11
83.77
5.4
3.6
0.043
12
87.76
5.4
3.6
0.041
13
150.84
5.4
4.0
0.018
14
58.96
5.4
2.1
0.111
15
70.96
5.4
2.4
0.084
16
125
2.9
0.033
17
140
2.8
0.031
18
111.68
2.9
0.037
19
141.20
2.9
0.029
20
140.17
2.8
0.031
21
112.69
2.7
0.040
22
128.16
2.5
0.039
23
95.5
2.5
0.052
Kelompok
4.1.3
Kelompok
Bobot Ikan
DO Awal
DO Akhir
Konsumsi O2
(g)
(mg/l)
(mg/l)
(mg/l)
86.73
5.4
3.0
0.055
83.77
5.4
3.7
0.040
10
82.86
5.4
2.3
0.074
20
Bobot Ikan
DO Awal
DO Akhir
Konsumsi O2
(g)
(mg/l)
(mg/l)
(mg/l)
11
83,77
5,4
3,6
0,043
12
87.76
5.4
3.6
0.041
13
150.84
5.4
4.0
0.018
14
58.96
5.4
2.1
0.111
15
70.96
5.4
2.4
0.084
Kelompok
4.2
PEMBAHASAN
Laju konsumsi oksigen pada setiap jenis ikan berbeda-beda. Konsumsi oksigen
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti temperatur, ukuran tubuh, aktivitas yang
dilakukannya (Djuhanda. 1981). Dari hasil pengukuran oksigen terlarut (DO)
kelompok 9, didapat nilai DO sebesar 5,4 mg/l. Nilai DO tersebut berlaku untuk
kelompok 8 hingga 15 pada laboratorium MSP. Setelah 30 menit penutupan,
kemudian dilakukan pengukuran dan didapat nilai DO akhir sebesar 3,7 mg/l. Maka
laju konsumsi oksigennya didapat sebesar 0,040 mg/l, setelah melalui penghitungan.
Dari hasil yang didapat, laju konsumsi oksigen ikan kelompok 9 cukup rendah
bila dibandingkan dengan laju konsumsi oksigen ikan kelompok lain di laboratorium
MSP. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, pertama dari bobot ikan. Bobot ikan
kelompok 9 yang diamati cukup besar, yaitu 83,77 gram. Pada beberapa kelompok
yang memiliki bobot ikan yang tidak terlalu jauh dengan kelompok 9, diketahui
bahwa laju konsumsi oksigennya hampir sama atau mendekati. Namun pada
kelompok 10 dengan berat 82,86 gram memiliki laju konsumsi yang cukup tinggi.
Pada kelompok 14 diketahui bobot ikannya sebesar 58,96 gram, terkecil
dibandingkan kelompok lain. Serta kelompok 13 yang memiliki ikan terberat dengan
bobot 150,84 gram. Dapat dilihat bahwa laju konsumsi ikan kelompok 14 terbesar
dengan nilai 0,111 mg/l, dan ikan kelompok 13 memiliki laju konsumsi terendah
21
sebesar 0,018 mg/l. Dapat disimpulkan bahwa bobot ikan sangat mempengaruhi laju
konsumsi oksigen.
Faktor berikutnya adalah aktivitas dari ikan tersebut. Terlihat dari pembahasan
sebelumnya, ikan yang memiliki bobot yang besar memiliki nilai konsumsi oksigen
yang rendah. Sedangkan ikan yang memiliki bobot kecil, laju konsumsinya sangat
cepat. Hal tersebut diakibatkan karena bobot ikan mempengaruhi daya aktivitas dari
ikan tersebut. Semakin banyak ikan tersebut beraktivitas maka mempengaruhi laju
metabolisme di dalam tubuhnya (semakin cepat), sehingga laju konsumsi oksigen pun
berbanding lurus dengan laju metabolisme. Energi yang dihasilkan akan dengan cepat
digunakan dan habis terpakai bila aktivitas ikan semakin agresif.
Dari faktor tersebut mempengaruhi laju metabolisme dari ikan. Pada ikan yang
memiliki bobot yang kecil seperti pada kelompok 14, memiliki laju konsumsi oksigen
yang tinggi. Hal ini menyebabkan laju metabolisme meningkat seiring meningkatnya
konsumsi yang tinggi. Ikan yang memiliki daya aktivitas yang tinggi memerlukan
oksigen yang banyak, sehingga melakukan respirasi yang cukup cepat. Semakin
tinggi tingkat respirasi yang dilakukan, maka laju metabolisme yang dilakukan akan
semakin cepat pula. Hal tersebut terjadi pada ikan kelompok 13dengan laju konsumsi
sebesar 0,111 mg/l.
Faktor selanjutnya adalah umur dari ikan, namun dalam praktikum kali ini
umur dari ikan yang akan dipraktikumkan tidak diketahui. Ikan yang berumur lebih
muda akan mengkonsumsi oksigen yang lebih banyak daripada ikan yang berumur
lebih tua. Karena semakin tua umur/ usia ikan maka semakin sedikit respirasi yang
dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh penurunan regenerasi sel sehingga respirasi yang
dibutuhkan pun sedikit.
Kemudian tingkat emosi/ stress menjadi faktor yang mempengaruhi laju
konsumsi oksigen. Pada hasil pengamatan, ikan kelompok 9 tidak terlalu mengalami
stress yang berlebihan. Hal tersebut terlihat dari daya aktivitas ikan yang tidak
agresif, kemudian ukuran tubuh ikan yang terlalu lebar yang tidak diikuti oleh wadah
plastik yang terlalu sempit. Sehingga pergerakan ikan menjadi terganggu dan
22
terbatas, menyebabkan laju konsumsi oksigen pun sedikit. Kemudian dari proses
pemindahan wadah, menyebabkan ikan melakukan adaptasi. Bila ikan tidak mampu
beradaptasi dengan cepat, maka ikan tersebut akan mengalami stress yang
menyebabkan laju metabolisme yang meningkat.
Faktor berikutnya adalah jenis kelamin, jenis kelamin mempengaruhi laju
konsumsi oksigen dikarenakan perbedaan sistem hormonal. Pada jenis kelamin betina
lebih banyak melakukan respirasi, sehingga laju konsumsi oksigen pun meningkat.
Jenis kelamin betina memiliki sistem hormonal yang lebih kompleks dibandingkan
jantan, sehingga memerlukan jumlah oksigen yang cukup besar dalam melakukan
aktivitas atau pergerakan. Dalam praktikum kali ini, jenis kelamin tidak dilakukan
pengamatan. Padahal penentuan jenis kelamin dapat membantu proses analisa dari
laju konsumsi oksigen pada ikan.
Faktor yang terakhir berasal dari eksternal yaitu, dari suhu lingkungannya.
Temperatur pada laboratorium MSP berkisar pada suhu normal. Sehingga tidak
mempengaruhi daya aktivitas ikan yang akan diamati.
Dari data keseluruhan dapat dilihat bahwa pada Lab. FHA, rentang bobot 100119 gram memiliki rentang laju konsumsi 0,22-0,35 mg/l; bobot terkecil pada
kelompok 1 dengan berat 68 gram, serta nilai laju konsumsi 0,047 mg/l. Sedangkan
pada Lab. Akuakultur, rentang bobot 111-113 gram memiliki laju konsumsi 0,0370,040 mg/l; pada rentang 140-141 gram (terberat) didapat laju konsumsi sebesar
0,029-0,031 mg/l; dan bobot terkecil pada kelompok 23 dengan 95,5 gram, serta laju
konsumsi sebesar 0,052 mg/l. Kemudian dari data Lab.MSP seperti pada pembahasan
sebelumnya. Maka dapat dianalisis dan dilihat terdapat perbedaan dari hasil DO awal
sehingga mempengaruhi laju konsumsi oksigen pada data keseluruhan kelas B.
Bila data tersebut dibandingkan dengan data kelas atau data dari laboratorium
lain. Terdapat perbedaan yang dihasilkan dari setiap laboratorium. Pada Lab. MSP
DO awal didapat sebesar 5,4 mg/l. Namun, pada Lab. FHA dan Akuakultur didapat
DO awal sebesar 5 mg/l. Dari perbedaan jumlah DO awal akan mempengaruhi nilai
yang dihasilkan dari laju konsumsi oksigen.
23
Kemudian dari cara penutupan wadah, terdapat pula perbedaan. Pada Lab.FHA
dan Akualtur menggunakan cling wrap sebagai alat bantu untuk menutup. Sedangkan
pada Lab.MSP menggunakan tutup dari wadah plastik tersebut. Dari perbedaan
tersebut sebenarnya memberikan pengaruh terhadap hasil akhir DO. Hal ini
disebabkan karena cling wrap memiliki tingkat kerapatan yang cukup tinggi
dibandingkan dengan tutup wadah plastik. Dengan semakin rapatnya tutup maka
mencegah oksigen dari udara masuk kedalam wadah yang berisi air (memiliki tingkat
kepercayaan yang tinggi).
Pengaruh berikutnya dari pengukuran DO akhir, bila menggunakan cling wrap
maka pengukuran dilakukan dengan menusuk tutup untuk menghindari terlalu
lebarnya celah dibandingkan dengan menggunakan tutup wadah. Pembacaan skala
pada DO meter juga mempengaruhi nilai DO akhir yang didapatkan. Kesalahan
membaca akan mempengaruhi keabsahan atau kebenaran hasil dari penghitungan laju
konsumsi oksigen.
24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
Laju konsumsi oksigen pada setiap ikan memiliki jumlah yang berbeda-beda
bergantung dengan jenisnya (spesies), bobot, jenis kelamin, dan umur ikan.
Hasil dari laju konsumsi oksigen kelompok 9 dengan bobot 83,77 gram sebesar
0,040 mg/l.
Faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen adalah bobot ikan, daya
aktivitas ikan tersebut, laju metabolisme, umur ikan, tingkat emosi/ stress, jenis
kelamin, dan suhu lingkungan.
5.2
SARAN
Untuk mendapatkan hasil yang absolut dan benar dibutuhkan alat-alat yang
berfungsi dengan baik, serta tingkat ketelitian dari praktikan. Sehingga
pengukuran dan penghitungan yang dilakukan meminimalkan tingkat kesalahan
dari praktikan (human error) dan kesalahan akibat alat yang tidak dapat
berfungsi dengan baik.
24
DAFTAR PUSTAKA
Alfiansyah,
Muhammad.
2011.
Sistem
Pernafasan
Ikan
(Pisces).
Dari
Arsyad. 1999. Klasifikasi Ikan Mas (Cyprinus carpio). PT Gramedia Utama. Jakarta.
Fujaya Yushinta. 2002. Fisiologi Ikan. Fakultas Ilmu Kelautan dan perikanan,
Universitas Hasanudin. Makassar.
Kimball, J. W. 1988. Biologi Jilid II. Diterjemahkan oleh Siti Soetarmi Tjitrosomo
dan Nawangsari Sugiri. Erlangga. Jakarta
Ville, C. A., W. F. Walker and R. D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga. Jakarta
(diakses
25
LAMPIRAN
26
27