Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari
pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya
bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun
kerugian-kerugian lainya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis
dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang
mungkin terjadi. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat
terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan
(Kristianti, 2011).
Lingkungan kerja merupakan keadaan, bahan peralatan, proses
produksi, cara dan sifat pekerjaan serta keadaan lainnya disekitar tempat kerja
yang dapat mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja. Lingkungan
kerja berpengaruh terhadap proses produksi karyawan sehingga berpengaruh
baik secara langsung maupun tidak langsung yang bermuara pada pencapaian
kinerja (Lestariningsih, 2012).
Temperatur lingkungan kerja merupakan salah satu faktor fisik yang
berpotensi untuk menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja bila berada
pada kondisi yang ekstrim. Kondisi temperatur lingkungan kerja yang ekstrim
meliputi panas dan dingin yang berada di luar batas kemampuan manusia untuk
beradaptasi. Apabila suhu lingkungan tinggi (lebih tinggi daripada suhu tubuh
normal), maka akan menyebabkan terjadinya peningkatan suhu tubuh karena
tubuh menerima panas dari lingkungan. Sedangkan hal yang sebaliknya terjadi,

yaitu bila suhu lingkungan rendah (lebih rendah daripada suhu tubuh normal),
maka panas tubuh akan keluar melalui evaporasi dan ekspirasi sehingga tubuh
dapat mengalami kehilangan panas (Hendra, 2011)
Iklim kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi untuk

menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja bila berada pada kondisi yang
ekstrim. Kondisi temperatur lingkungan kerja yang ekstrim meliputi panas
dan dingin yang berada di luar batas kemampuan manusia untuk beradaptasi.
Persoalan tentang bagaimana menentukan bahwa kondisi temperatur
lingkungan adalah ekstrim menjadi penting, mengingat kemampuan manusia
untuk beradaptasi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor.
Namun demikian secara umum kita dapat menentukan batas kemampuan
manusia untuk beradaptasi dengan temperatur lingkungan pada kondisi yang
ekstrim dengan menentukan rentang toleransi terhadap temperatur lingkungan
(Sumamur, 2009).
Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia sangat
mengkhawatirkan. Menurut Jamsostek pada tahun 2012, kecelakaan kerja di
Indonesia telah menyentuh angka 103.000 kasus hanya dalam 1 tahun. Jika
dirata-rata, 9 pekerja Jamsostek meninggal akibat kecelakaan kerja setiap
harinya. Hal tersebut tentunya tidak mengherankan apabila kita melihat
jumlah perusahaan skala besar yang menerapkan sistem manajemen K3 yang
hanya 2.1% saja dari 15.000 perusahaan (Supriyadi, 2014).
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan pengaruh iklim di
tempat kerja diantaranya penelitian yang dilakukan Kristianti (2011) mngenai
hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja
bagian produksi di CV. Rakabu Furniture Surakarta didaptakan pengukuran

di bagian produksi dengan menggunakan Area Heat Stress Monitor diketahui


bahwa rata-rata WBGT in pada penelitian ini adalah 31,24oC dengan WBGT
in minimal adalah 28,4oC dan WBGT in maksimal adalah 33,7oC. Hasil
tersebut kemudian dibandingkan dengan NAB untuk tekanan panas di tempat
tersebut. Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa rata-rata denyut nadi
pekerja sebanyak 90 kali/menit. Selanjutnya kategori beban kerja tersebut
dibandingkan dengan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep51/MEN/1999 dengan pengaturan waktu kerja 75% kerja 25% istirahat untuk
7 jam kerja dengan beban kerja ringan. Dapat diketahui bahwa NAB tekanan
panas sebesar 28C, maka bisa dikatakan bahwa tempat tersebut melebihi
NAB yang ditetapkan.
Penelitian selanjutnya, dilakukan oleh Suparyati (2014) tentang
pengaruh tekanan panas dan kebisingan terhadap perubahan tekanan darah
dan denyut nadi pada pekerja Tekstil Di PT. X Pekalongan menjelaskan
bahwa salah satu jenis lingkungan kerja yang mempunyai tekanan panas
tinggi adalah lingkungan kerja pada indutri tekstil di PT X Pekalongan.
Berdasarkan hasil survey didapatkan beberapa keluhan subyektif dari para
pekerja di ruangan bagian pemintalan tersebut diantaranya merasakan panas
saat bekerja, cepat merasa haus saat bekerja, dan merasakan gangguan
konsentrasi menurun pada saat bekerja. Pada saat tubuh terpajan tekanan
panas maka tubuh berusaha memindahkan panas ke kulit dengan cara
meningkatkan darah ke permukaan kulit melalui vasodilatasi. Kondisi ini
mendorong peningkatan jumlah darah untuk dibawa ke otot. Untuk kegiatan
ini maka jantung memompa lebih cepat yang ditunjukkan dengan peningkatan

denyut nadi. Denyut nadi merupakan respon kardiovaskuler untuk pengaliran


darah yang dibutuhkan tubuh dan ini merupakan indikator sensitif dari
tekanan fisiologi terhadap tekanan panas.
Berdasarkan penelitian Indra (2014) tentang determinan keluhan akibat
tekanan panas pada pekerja bagian dapur rumah sakit di kota Makasssar
bahwa hasil tabulasi silang antara suhu ruangan dengan keluhan akibat
tekanan panas menunjukkan bahwa 53 responden (57,6%) dengan tempat
kerja yang suhu ruangannya di atas 29oC mempunyai 5 keluhan dan 3
responden (14,3%) dengan tempat kerja yang suhu ruangannya 29oC
mempunyai 5 keluhan. Hasil uji statistik dengan uji korelasi spearman
diperoleh p value= 0,005 dengan demikian H0 ditolak, berarti ada hubungan
antara suhu ruangan dengan keluhan akibat tekanan panas. Hasil penelitian
yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami
keluhan berat akibat tekanan panas bekerja di tempat yang suhu ruangannya
tidak memenuhi syarat (di atas NAB). Hasil uji statistik menunjukkan ada
hubungan antara suhu ruangan dengan keluhan akibat tekanan panas. Hal ini
dapat menyebabkan penurunan kontraksi otot sehingga menimbulkan
perasaan lelah dan letih. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Cahyadi yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara suhu ruang
terhadap keluhan subyektif gejala heat exhaustion
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Anjani (2013) tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan keluhan subyektif pada pekerja yang
terpajan tekanan panas (heat stress) di pengasapan ikan industri rumah tangga
kelurahan Ketapang Kecamatan Kendal, dari hasil pengukuran tekanan panas

menunjukan bahwa tekanan panas di Pengasapan Ikan tersebut melebihi Nilai


Ambang Batas (NAB) yang diatur dalam Permenaker Nomor Per13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia
di tempat kerja. Jenis kelamin laki-laki lebih besar (53.6%) dibandingkan
dengan jenis kelamin perempuan (46.4%). Rata-rata umur responden adalah
41 tahun, umur terendah responden adalah 15 tahun dan umur tertinggi
responden adalah 62 tahun. Rata-rata masa kerja responden 16 tahun, masa
kerja terendah responden adalah 1 tahun dan masa kerja tertinggi responden
adalah 33 tahun. Serta dari 28 pekerja sebagian besar melepas baju atau
menggunakan kaos tipis dan longgar (75%) sebagai cara mengatasi keadaan
panas di lingkungan kerja. Hasil pengukuran tekanan panas ini melebihi nilai
ambang batas yang ditetapkan dengan kategori beban kerja sedang dengan
pengaturan waktu kerja 75%-100%.
Berdasarkan hasil penelitian Huda (2012) kajian termal akibat paparan
panas dan perbaikan lingkungan kerja diketahui bahwa temperatur udara
paling tinggi berada pada 35,30C, temperatur udara paling rendah berada
pada 27,80C, dan temperatur udara rata-rata adalah 31,70C. Berdasarkan
pengamatan, diketahui bahwa pengaruh radiasi sinar matahari memiliki
peranan paling besar dalam meningkat-kan paparan panas. Hasil pengujian
korelasi juga menunjukkan bahwa faktor yang paling mem-pengaruhi indeks
tekanan paparan panas adalah temperatur globe, kecepatan angin dan
temperatur udara dengan nilai korelasi (r) sebesar 0,99875; -0,99536; 0,9531
secara berturut-turut. Hal ini diakibatkan ruangan formulasi menggunakan
atap yang terbuat dari seng dan tanpa mengunakan langit-langit atau asbes,

sehingga panas dari atap dengan cepat merambat. Berdasarkan hasil


pengumpulan data, diketahui bahwa temperatur udara pada ketinggian 3
sampai 5m lebih tinggi dibandingkan temperatur udara pada ketinggian 0,1
sampai 1,7m. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan dalam penentuan
ketinggian bukaan ventilasi. Berdasarkan data tersebut maka dapat diketahui
bahwa secara rata-rata sensasi termal yang dirasa-kan operator berada dalam
rentang panas-hangat, kondisi aliran udara berada pada rentang lemah-cukup
lemah, dan kondisi termal berada pada ren-tang sangat tidak nyaman-tidak
nyaman.
Berdasarkan penjelasan dan hasil penelitian, maka praktikum ini
dilakukan untuk mengetahui nilai ISBB pada tempat kerja dan
membandingkannya dengan teori dan standar yang telah di tentukan. Pada
pengukuran iklim kerja kali ini akan di lakukan di dua tempat yakni di ruang
laboratorium dan di luar laboratorium FKM UNHAS, dengan menggunakan 3
(tiga) alat yaitu Heat Stress Monitor Wibget RSS-214 untuk mengukur ISBB,
sedangkan untuk mengukur kecepatan angin dan kelembaban udara
menggunakan alat Anemometer dan Higrometer LM-8000.
B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum yang dilakukan adalah:
1

Diketahuinya cara pengukuran iklim kerja dengan menggunakan 3 alat

yaitu Heat Stress Monitor, Higrometer dan Anemometer.


Untuk mendapatkan data kuantitatif pengukuran iklim kerja di tempat
kerja baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan
membandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Iklim Kerja
Iklim kerja yaitu kondisi lingkungan yang di ukur dari perpaduan antara
suhu udara (suhu basah dan suhu kering), kelembaban udara, kecepatan aliran
udara,dan suhu radiasi. Kombinasi dari ke empat faktor itu dihubungkan
dengan produksi panas oleh tubuh yang disebut dengan tekanan panas (heat
stress) adalah beban iklim kerja yang diterima oleh tubuh manusia, sedangkan
regangan panas (heat strain) merupakan efek yang di terima tubuh manusia
atas beban iklim kerja tersebut (Nhuddin, 2011).

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 13 tahun 2011 tentang


Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan
gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh
tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya. Iklim kerja yang tidak nyaman,
tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan dan dapat menurunkan kapasitas
kerja yang berakibat menurunnya efisiensi dan produktivitas kerja. Suhu
udara dianggap baik untuk orang Indonesia adalah berkisar 24C - 26C dan
selisih suhu didalam dan diluar tidak boleh lebih dari 5C. Batas kecepatan
angin secara kasar yaitu 0,25 sampai 0,5m/dtk.
Iklim kerja adalah suatu kombinasi dari suhu kerja, kelembaban udara,
kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi pada suatu tempat kerja. Cuaca
kerja yang tidka nyaman, tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan dapat
menurunkan kapasitas kerja yang berakibat menurunnya efisiensi dan
produktivitas kerja. Suhu udara dianggap nikmat bagi orang Indonesia
ialah berkisar 24oC sampai 26oC dan selisih suhu di dalam dan di luar tidak
boleh lebih dari 5oC. Batas kecepatan angin secara kasar yaitu 0,25 sampai
0,5 m/dtk (Subaris, 2007 dalam Gunarton, 2012).
B. Jenis-Jenis Iklim Kerja
Menurut Sunandar (2013), iklim kerja dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu :
1. Iklim Kerja Panas
Iklim kerja panas merupakan meteorologi dari lingkungan kerja yang
dapat disebabkan oleh gerakan angin, kelembaban, suhu udara, suhu
radiasi dan sinar matahari. Panas merupakan energi kinetik gerak
molekul yang secara terus menerus dihasilkan dalam tubuh sebagai hasil
samping metabolisme dan panas tubuh yang dikeluarkan kelingkungan

sekitar. Agar tetap seimbang antara pengeluaran dan pembentukan panas


maka tubuh mengadakan usaha pertukaran panas dari tubuh ke
lingkungan sekitar melalui kulit dengan cara:
a. Konduksi, merupakan pertukaran diantara tubuh dan benda-benda
sekitar dengan melalui sentuhan atau kontak. Konduksi akan
menghilangkan panas dari tubuh apabila benda-benda sekitar lebih
dingin suhunya dan akan menambah panas kepada tubuh apabila
benda-benda sekitar lebih panas dari tubuh manusia.
b. Konveksi, adalah petukaran panas dari badan dengan lingkungan
melalui kontak udara dengan tubuh. Pada proses ini pembuangan
panas terbawa oleh udara sekitar tubuh.
c. Radiasi, merupakan tenaga dari gelombang elektromagnetik dengan
panjang gelombang lebih panjang dari sinar matahari.
d. Evaporasi, adalah keringat yang keluar melalui kulit akan cepat
menguap bila udara di luar badan kering dan terdapat aliran angin
sehingga terjadi pelepasan panas di permukan kulit, maka cepat
terjadi penguapan yang akhirnya suhu badan bisa menurun.
Indikator dari tekanan panas menurut Sumamur (2009) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Suhu Efektif
Suhu efektif yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas) yang
dialami oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam berbagai
kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan
penggunaan suhu efektif ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan
panas metabolisme tubuh. Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif
dengan memperhatikan panas radiasi, dibuat Skala Suhu Efektif

Dikoreksi (Corected Effektive Temperature Scale). Namun tetap saja ada


kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil
metabolisme tubuh.
2. Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)
Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb - Globe Temperature Index),
yaitu rumus-rumus sebagai berikut:
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu radiasi + 0,1 x suhu kering (untuk
bekerja dengan sinar matahari).
ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu radiasi (untuk pekerjaan tanpa
sinar matahari).
3. Prediksi Kecepatan Keluarnya Keringat Selama 4 Jam
Prediksi kecepatan keluarnya keringat selama 4 jam (Predicted 4
Hour Sweetrate disingkat P4SR), yaitu banyaknya prediksi keringat
keluar selama 4 jam sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan
kecepatan aliran udara serta panas radiasi. Nilai prediksi ini dapat pula
dikoreksi untuk bekerja dengan berpakaian dan juga menurut tingkat
kegiatan dalam melakukan pekerjaan.
4. Indeks Belding-Hacth
Indeks Belding-Hacth yaitu kemampuan berkeringat dari orang
standar yaitu orang muda dengan tinggi 170 cm dan berat
Menurut Gunarton (2012) lingkungan kerja panas dapat diklasifikasikan
menjadi sebagai berikut:
1. Lingkungan panas lembab ditandai dengan temperatur bola kering yang
tinggi disertai tekanan uap air yang tinggi
2. Lingkungan panas kering ditandai dengan temperatur bola kering
mencapai 40oC disertai beban panas radiasi tinggi. Terdapat beberapa
contoh tempat kerja dengan iklim kerja panas

10

a. Proses produksi yang menggunakan panas, misalnya peleburan,


pengeringan, pemanasan
b. Pekerjaan yang langsung terkena sinar matahari, misalnya pekerjaan
jalanraya, bongkar muat, nelayan, petani.
c. Tempat kerja dengan ventilasi udara kurang
2. Iklim Kerja Dingin
Pengaruh suhu dingin dapat mengurangi efisiensi kerja dengan
keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Kondisi semacam ini dapat
meningkatkan tingkat kelelahan seseorang. Terdapat beberapa contoh
tempat kerja dengan iklim kerja dingin diantaranya di pabrik es, kamar
pendingin, laboratorium, ruang komputer dan ruang kantor.
Adapun masalah kesehatan yang berhubungan dengan iklim dingin,
yaitu:
a. Chilblains : Bagian tubuh yang terkena membengkak, merah, panas
dan sakit diselingi gatal. Penyakit ini diderita akibat bekerja ditempat
dingin dengan waktu lama dan akibat defisiensi besi.
b. Trench foot: Kerusakan anggota badan terutama kaki akibat
kelembaban atau dingin walau suhu di atas titik beku. Stadium ini
diikuti tingkat hyperthermis yaitu kaki membengkak, merah, dan
sakit. Penyakit ini berakibat cacat sementara.
c. Frosbite : Akibat suhu rendah dibawah titik beku, kondisi sama seperti
trenchfoot namun stadium akhir penyakit frosbite adalah gangrene dan
bisa berakibat cacat tetap.
C. Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja
1. Iklim Kerja
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor
PER. 13 tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat
Kerja, diatur mengenai Nilai Ambang Batas iklim kerja Indeks Suhu Basah
dan Bola (ISBB) yang diperkenankan, yaitu sebagai berikut:

11

Tabel 1
Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah
dan Bola (ISBB) Yang Diperkenankan
ISBB(C )
Pengaturan
waktu kerja
Beban Kerja
setiap jam
Ringan
Sedang
75% - 100%
31,0
28,0
50 % - 75%
31,0
29,0
25% - 50%
32,0
30,0
0% - 25%
32,2
31,1
Sumber: PER No.13/MEN/2011

Berat
27, 5
29,0
30,5

Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di luar ruangan dengan panas
radiasi:
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,2 Suhu bola + 0,1 Suhu
Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di dalam atau di luar ruangan
tanpa panas radiasi :
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,3 Suhu bola
Catatan :
a. Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 kilo
kalori/jam.
b. Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan
kurang dari 350 Kilo kalori/jam
c. Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan
kurang dari 500 Kilo kalori/jam.
2. Kelembaban Udara
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405
tahun 2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran
dan industri ditetapkan bahwa nilai kelembaban lingkungan kerja ruang
kantoran yang nyaman berkisar 40-60%. Dalam aturan ini pun dijelaskan
bila kelembaban udara ruang kerja >60% perlu menggunakan alat

12

dehumidifier, sedangkan kelembaban udara ruang kerja jika <40 % perlu


menggunakan humidifier (misalnya: mesin pembentuk aerosol), adapun
untuk lingkungan kerja ruangan industri nilai kelembaban yang nyaman
bagi pekerja berkisar 65%-95%, dengan penggunaan dehumidifer jika
kelembabannya >95% dan penggunaan humidifer jika kelembabannya
<65%.
3. Kecepatan Angin
Prasasti (2005) menyatakan bahwa kecepatan aliran udara < 0,1
m/det atau lebih rendah menjadikan ruangan tidak nyaman karena tidak
ada pergerakan udara sebaliknya bila kecepatan udara terlalu tinggi akan
menyebabkan cold draft atau kebisingan di dalam ruangan, jika
dibandingkan baku mutu Kepmenkes No 261 tahun 1998, kecepatan aliran
udara berkisar antara 0,15 - 0,25 m/det.
D. Faktor Yang Mempengaruhi Iklim Kerja
Menurut Purwanto (2010), reaksi setiap orang dengan orang lain
berbeda-beda walaupun terpapar dalam lingkungan panas yang sama. Hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Umur
Pada orang yang berusia lanjut akan lebih sensitif terhadap cauca
panas bila dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Hal ini
disebabkan karena pada orang usia lanjut kemampuan berkeringat lebih
lambat dibandingkan dengan orang muda dan kemampuan tubuh untuk
orang berusia lanjut dalam mengembalikan suhu tubuh menjadi normal
lebih lambat dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda.
2. Jenis Kelamin
Pada iklim panas, kemampuan berkeringat laki-laki dan perempuan
hampir sama, tetapi kemampuan beraklimatisasi wanita tidak sebaik laki-

13

laki, wanita lebih tahan terhadap suhu dingin daripada terhadap suhu
panas. Hal tersebut mungkin disebabkan kapasitas kardiovasa pada wanita
lebih kecil.
3. Kebiasaan
Seorang tenaga kerja yang terbiasa dalam suhu panas akan lebih dapat
menyesuaikan diri dibandingkan tenaga kerja yang tidak terbiasa. Karena
proses penyesuaian yang terjadi pada seseorang selama seminggu pertama
berada di tempat panas, sehingga setelah itu ia mampu bekerja tanpa
pengaruh oleh tekanan panas (Gunarton, 2012).
4. Ukuran Tubuh
Orang yang ukuran tubuh lebih kecil mengalami tekanan panas yang
relatif lebih besar tingkatannya karena adanya kapasitas kerja maksimum
yang lebih kecil. Sedangkan orang gemuk lebih mudah meninggal karena
tekanan panas dibandingkan orang yang kurus. Hal ini karena orang yang
gemuk mempunyai rasio luas permukaan badan dengan berat badan lebih
kecil di samping kurang baiknya fungsi sirkulasi.
5. Aklimatisasi
Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil penyesuaian diri
seseorang terhadap lingkungan yang ditandai dengan menurunnya
frekuensi denyut nadi dan suhu mulut atau suhu badan akibat pembentukan
keringat. Aklimatisasi dapat diperoleh dengan bekerja pada suatu
lingkungan kerja yang tinggi untuk beberapa waktu yang lama. Biasanya
aklimatisasi terhadap panas tercapai sesudah dua minggu bekerja di tempat
itu. Sedangkan meningkatnya pembentukan keringat tergantung pada
kenaikan suhu.
6. Suhu Udara

14

Suhu nikmat sekitar 24C sampai 26C, bagi orang-orang Indonesia


suhu panas berakibat menurunnya prestasi kerja dan cara berpikir.
Penurunan sangat hebat sesudah 32C.
7. Masa Kerja
Secara umum lamanya seseorang menjalani suatu pekerjaan akan
mempengaruhi sikap dan tindakan dalam bekerja. Semakin lama seseorang
menekuni suatu pekerjaan maka penyesuaian diri dengan lingkungan
kerjanya semakin baik.
8. Lama Kerja
Waktu kerja bagi seseorang menentukan efisiensi dan produktivitas.
Segi terpenting dari persoalan waktu kerja meliputi:
a. Lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik.
b. Hubungan antara waktu bekerja dan istirahat.
c. Waktu bekerja sehari menurut periode yang meliputi siang (pagi, siang,
sore) dan malam.
E. Dampak Iklim Kerja terhadap Kesehatan
Efek panas terhadap kesehatan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,
obesitas, keseimbangan air dan elektrolit, serta kebugaran. Ada 2 cara tubuh
untuk menghasilkan panas yang terdiri dari panas metabolisme dimana tubuh
menghasilkan panas pada saat mencerna makanan, bekerja dan latihan,
kemudian panas lingkungan dimana tubuh menyerap panas dari lingkungan
sekeliling, berupa panas matahari atau panas ruangan (Sunandar, 2013)
Apabila tubuh terpapar cuaca kerja panas, secara fisiologis tubuh akan
berusaha menghadapinya dengan maksimal, dan bila usaha tersebut tidak
berhasil akan timbul efek yang membahayakan. Karena kegagalan tubuh
dalam menyesuaikan dengan lingkungan panas maka timbul keluhan-keluhan
seperti kelelahan, ruam panas, heat cramps, heat exhaustion, dan heat stroke,
yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

15

1. Ruam panas (prickly heat), dapat terjadi dilingkungan panas, lembab


dimana keringat tidak dapat dengan mudah menguap dari kulit. Keadaan
ini dapat mengakibatkan ruam yang dalam beberapa kasus menyebabkan
rasa sakit yang hebat. Prosedur untuk mencegah atau memperkecil kondisi
ini adalah beristirahat berulang kali ditempat yang dingin dan mandi secara
teratur untuk memastikan dengan seksama kekeringan pada kulit.
2. Kelelahan. Orang bekerja maksimal 40 jam/minggu atau 8 jam sehari.
Setelah 4 jam kerja seseorang harus istirahat, karena terjadi penurunan
kadar gula dalam darah. Tenaga kerja akan merasa cepat lelah karena
pengaruh lingkungan kerja yang tidak nyaman akibat tekanan panas. Cara
yang terbaik mengatasi kondisi ini dengan memindahkan pasien ketempat
dingin, memberikan kompres dingin, kaki dimiringkan ke atas dan diberi
banyak minum.
3. Heat cramps, dapat terjadi sebagai akibat bertambahnya keringat yang
menyebabkan hilangnya garam natrium dari dalam tubuh, sehingga bisa
menyebabkan kejang otot, lemah dan pingsan. Kondisi ini biasanya
melebihi dari kelelahan karena panas. Kondisi ini dapat diobati melalui
meminum cairan yang mengandung elektrolit seperti calcium, sodium
dan potassium.
4. Heat exhaustio, biasanya terjadi karena cuaca yang sangat panas terutama
bagi mereka yang belum beradaptasi tehadap udara panas. Penderita
biasanya keluar keringat banyak tetapi suhu badan normal atau subnormal,
tekanan darah menurun, denyut nadi lebih cepat.
5. Heat stroke, terjadi karena pengaruh suhu panas yang sangat hebat,
sehingga suhu badan naik, kulit kering dan panas (AM Sugeng Budiono,

16

2003: 37). Kondisi ini harus diatasi melalui mendinginkan tubuh korban
dengan air atau menyelimutinya dengan kain basah. Segera mencari
pertolongan medis.
F. Hierarki Pengendalian Bahaya Iklim Kerja
Apabila iklim kerja di tempat kerja melebihi nilai ambang batas yang
telah ditetapkan, maka pengendalian yang dilakukan berdasarkan hirarki
controladalah sebagai berikut (BelajarK3,2015) :
1

Engineering control
a Isolasi sumber panas yaitu apabila di tempat kerja terdapat sumber
panas yang sangat tinggi, pengendalian panas secara isolasi adalah
sangat dianjurkan. Cara ini adalah paling praktis untuk membatasi
b

pemaparan seseorang terhadap suhu tinggi


Local Exhaust Ventilation yaitu mengendalikan panas konveksi dengan
cara menghisap keluar udara yang panas melalui canopy hood yang
dipasang diatas sumber panas dengan bantuan alat mekanis (fan) atau
secara alami yaitu udara yang panas akan mengembang dan kemudian
akan naik ke atas melalui kanopy hood udara panas tersebut akan

dihisap keluar.
Localized Cooling at Work Station yaitu dilakukan dengan cara
mengalirkan udara sejuk ke sekitar pekerja dengan tujuan
menggantikan udara yang panas dengan udara yang sejuk dengan
kecepatan lebih dari 1 meter/detik sehingga tenaga kerja merasa
nyaman, bilamana di tempat kerja terdapat sumber panas radiasi yang
tinggi, maka udara yang dialirkan suhunya harus cukup rendah.

17

Ventilasi Umum yaitu untuk mengendalikan kelembaban dan suhu


udara yang tinggi baik secara alami (jendela) maupun buatan (kipas

angin)
e Menutup sumber panas (Radiation Shielding)
2 Pengendalian Secara Administratif
a Pendidikan dan pelatihan mengenai bahaya kerja di tempat kerja yang
panas
b Pemeriksaan kesehatan secara rutin
c Pengadaan air minum di tempat kerja dengan jumlah yang memadai
d Pengaturan lamanya kerja dan istirahat
3 Pengendalian Dengan Alat Pelindung Diri
a Memakai pakaian kerja yang dilapisi alumunium
b Menggunakan sarung tangan yang tahan panas
c Memakai kaca mata jika bekerja di suhu yang ekstrim
d Menggunakan Sepatu Safety dan Safety Helmet sebagai alat pelindung
diri dasar.

BAB III
METODODLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Lokasi Praktikum
Pengukuran iklim kerja dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Unhas pada hari kamis,
tanggal 13 Mei 2015, Pukul 15.30 WITA.
B. Instrumen Praktikum
1. Alat
a. Heat Stress Monitor, terdiri dari 3 termometer yaitu :
1) Termometer Bola/Globe Temperature
2) Termometer Kering/Dry Temperature
3) Termometer Basah/Wet Temperature

18

Gambar 1. The Wibget Heat Stress Monitor RSS-214


Sumber, Data Primer 2015

b. Higrometer dan Anenometer

Gambar 2. Anemometer dan Higrometer LM-8000


Sumber: Data Primer 2015

2. Bahan
a. Demineralizer merupakan kemampuan untuk membuat air murni
dengan kata lain bahan ang digunakan untuk menghilangkan mineral
tertentu pada air.
b. Aquades berfungsi untuk pengenceran/melarutkan bahan kimia.
C. Prinsisp Kerja
1. Heat stress monitor

19

Alat ini di gunakan untuk mengukur indeks suhu basah kering.


Terdapat tiga termometer pada alat tersebut yaitu termometer bola,
2.

termometer kering dan termometer basah.


Anemometer
Alat diletakkan pada arah yang menjadi sumber angin. Anemometer
digunakan untuk mengukur kecepatan angin dan suhu.
3. Higrometer
Alat diletakkan pada titik pengukuran yang ditentukan. Higrometer

digunakan untuk mengukur kelembaban udara.


D. Prosedur Kerja
1. Heat Stress Monitor
a. Ketiga termometer dipasang ke alat sesuai dengan pot antena masingmasing.
b. Tombol Power dinyalakan.
c. Tombol Select ditekan untuk menentukan derajat yang ingin digunakan
(dalam praktikum ini, digunakan C).
d. Untuk mengukur ISBB dalam ruangan, tombol View ditekan sampai
muncul kode WBGT pada monitor, tunggu hingga 3 menit. Kemudian
nilai WBGT pada monitor dicatat.
e. Untuk mengukur suhu radiasi, tombol View ditekan sampai muncul
kode GT pada monitor kemudian tunggu hingga 3 menit, lalu nilai GT
pada monitor dicatat.
f. Untuk mengukur ISBB di luar ruangan, tombol View ditekan sampai
muncul kode WBGT Out pada monitor, lalu tunggu hingga 3 menit lalu
nilai WBGT Out pada monitor dicatat.
g. Untuk pengukuran di luar ruangan, juga dihitung suhu kering (DB),
tombol View ditekan sampai muncul kode DB pada monitor tunggu
hingga 3 menit, lalu nilai DB pada monitor dicatat.
2. Higrometer
a. Sensor dengan alat dihubungkan.

20

b. Alat diarahkan pada sumber seperti di bawah AC, di depan pintu


c.
d.
e.
3.

laboratorium dan di luar laboratorium.


Tombol Power ditekan.
Kemudian tombol rec ditekan untuk merekam dan tunggu hingga 3 menit.
Angka yang muncul pada layar monitor kemudian dicatat.
Anemometer
a. Alat diarahkan pada sumber angin seperti di bawah AC, di depan pintu
laboratorium dan di luar laboratorium.
b. Tombol Power ditekan.
c. Kemudian tombol rec ditekan untuk merekam dan tunggu hingga 3
menit.
d. Lihatlah angka yang muncul pada display kemudian hasilnya dicatat.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Hasil Pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

21

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan di laboratorium terpadu


FKM Universitas Hasanuddin dengan menggunakan alat Heat Stress
Monitor maka diperoleh hasil pengukuran indeks suhu basah dan bola di
laboratorium terpadu FKM Universitas Hasanuddin sebagai berikut:
Tabel 2
Pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)
di Laboratorium Terpadu FKM Unhas 2015
Pengukuran
Indoor
Outdoor

Percobaan (C)
WB
DB
26,8C
26,7C
30,7C

GT
31,8C
31,6C

WBGT
27,8C
28,2C

Sumber: Data Primer, 2015

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa baik WB, GT maupun WBGT
terdapat perbedaan antara pengukuran indoor dengan outdoor, dimana
hasil pengukuran outdoor lebih besar dari pada indoor. Selain melalui
pengukuran langsung dengan Heat Stress Monitor, ISBB dapat dihitung
dengan menggunakan rumus, setelah diketahui WB, GT dan DB, yaitu :
a. Rumus ISBB Indoor
= 0,7 WB + 0,3 GT
= 0,7 (26,8) + 0,3 (31,8)
= 28,3C (melebihi WBGT pada tabel)
b. Rumus ISBB outdoor:
= 0,7 WB + 0,2 GT + 0,1 DB
= 0,7 (26,7) + 0,2 (31,6) + 0,1 (30,7)
= 28,08C (mendekati WBGT pada tabel)
2. Hasil pengukuran Kecepatan angin
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pengukuran kecepatan
angin adalah sebagai berikut :
Tabel 3
Nilai Hasil Pengukuran Kecepatan Angin dan Suhu dengan
Anemometer di Laboratorium Terpadu
FKM Unhas 2015
N

Pengukuran

Dalam

Luar Ruangan

22

Ruangan

Kecepatan Angin
(Max)
Suhu Maksimal

Suhu Minimal

0.9 m/s

1,0 m/s

29,8C

30,4C

29,8C

30,4C

Sumber: Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel di atas, nilai maksimal dari hasil pengukuran


kecepatan gerakan angin yang ditempatkan di bawah AC adalah 0,9 m/s,
dengan suhu maksimum dan minimum 29,8C sedangkan hasil
pengukuran yang dilakukan di luar ruangan adalah 1,0 m/s, untuk suhu
maksimum dan minimum sebesar 30,4C.
3. Hasil pengukuran Kelembaban Udara
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil pengukuran
kecepatan angin sebagai berikut :
Tabel 4
Hasil Pengukuran Kelembaban Udara dan Suhu dengan
Anemometer di Laboratorium Terpadu
FKM Unhas Tahun 2015

No

Pengukuran

Dalam
Ruangan

Luar
ruangan

Kecepatan angin (max RH)

68,4% RH

76,6% RH

Kecepatan angin (min RH)

61,1% RH

67,7% RH

Suhu (max RH)

31,2C

31,9C

Suhu (min RH)

31,2C

31,9C

Sumber:
Data Primer,
2015

Berdasarkan
data pada

diperoleh bahwa kecepatan angin maksimum di ruangan laboratorium terpadu


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin sebesar 68,4 RH,
kecepatan angin minimum 61,1 RH, dengan suhu maksimum dan suhu minimum
31,2C. Kecepatan angin maksimum di luar ruangan sebesar 76,6 RH, kecepatan
angin minimum 67,7 RH, dengan suhu maksimum dan minimum 31,9C.

23

B. Pembahasan
Pengukuran iklim kerja dilakukan di dua tempat yaitu di dalam dan di
luar ruangan Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin pada tanggal 13 Mei 2015. Pada praktikum ini
digunakan 3 (tiga) alat yaitu Heat Stress Monitor Wibget RSS-214,
Anemometer dan Higrometer LM-8000.
1. Iklim Kerja
Pengukuran iklim kerja dilakukan menggunakan alat Heat Stress
Monitor Wibget RSS-214 untuk mengetahui nilai WBGT/ISBB (Indeks
Suhu Basah dan Bola), WB (suhu basah), DB (suhu kering), dan GT (suhu
bola). Untuk nilai ISBB di dalam ruangan menggunakan Heat Stress
Monitor Wibget RSS-214 diperoleh nilai 27,8C sedangkan pengukuran
menggunakan rumus nilai yang diperoleh lebih yaitu 28,3C. Pengukuran
di luar ruangan yakni di luar laboratorium pengukuran dengan
menggunakan alat Heat Stress Monitor Wibget RSS-214 diperoleh hasil
28,2C sedangkan menggunakan rumus hasil yang diperoleh nilai di
bawah pengukuran menggunakan alat yaitu sebesar 28,08 C.
Suhu pada titik pertama (di dalam ruang Laboratorium) tidak
memenuhi standar yaitu 28,3C. Berdasarkan Nilai Ambang Batas
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER.13/MEN/
2011, suhu maksimum yang diperbolehkan berkisar antara 30C sampai
32,2C bagi pekerja ringan (pekerja laboratorium) dan suhu pada titik
kedua yakni di luar laboratorium diperoleh data yaitu 28,08C. Bila
dibandingkan dengan suhu maksimum yang berkisar antara 25-30C untuk
pekerjaan berat, maka suhu pada titik kedua masih aman dan belum

24

melewati suhu maksimum yang diperkenankan. maka suhu untuk kegiatan


di luar ruangan masih aman.
Iklim kerja yang melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) dapat
menimbulkan respon-respon fisiologis akan nampak jelas terhadap pekerja
dengan iklim kerja tersebut seperti peningkatan tekanan darah dan denyut
nadi. Selain respon tekanan darah dan denyut nadi, sistem termoregulator
di otak (hypotalamus) akan merespon dengan beberapa mekanisme kontrol
seperti konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi dengan tujuan untuk
mempertahankan kondisi suhu tubuh sekitar 36-37C. Namun apabila
paparan dibiarkan terus menerus akan menyebabkan kelelahan (fatigue)
dan akan menyebabkan mekanisme kontrol ini tidak lagi bekerja yang
pada akhimya akan menyebabkan timbulnya efek "heat stress"
(Jamaluddin dkk, 2012).
2. Kecepatan angin
Pengukuran kecepatan angin dan suhu dilakukan menggunanakan alat
anemometer. Pada praktikum ini pengukuran dilakukan di dua titik yaitu
pengukuran di dalam dan di luar ruangan Laboratorium Terpadu FKM
Unhas. Titik pertama di dalam ruangan laboratorium di peroleh hasil
kecepatan maksimum 0,9m/s, suhu maksimal dan minimal sama yaitu
29,8C. Titik kedua di luar ruangan laboratorium di peroleh hasil
pengukuran untuk kecepatan maksimum 1,0m/s, suhu maksimal dan
minimal 30,4C.
Pengukuran yang di lakukan di dalam ruangan dengan kecepatan
maksimum 0,9 m/s, dan pengukuran di luar ruangan dengan kecepatan
maksimum 1,0 m/s, tidak memenuhi standar baku mutu Kepmenkes No

25

261 tahun 1998, kecepatan aliran udara berkisar antara 0,15 - 0,25 m/s, hal
ini dapat menjadikan ruangan tidak nyaman karena tidak ada pergerakan
udara sebaliknya bila kecepatan udara terlalu tinggi akan menyebabkan
cold draft atau kebisingan di dalam ruangan. Kecepatan aliran udara yang
tidak memenuhi standar akan mengakibatkan pekerja menjadi tidak
nyaman dalam bekerja sehingga produktivitas pekerja menjadi tidak stabil
karena kecepatan angin mempunyai pengaruh terhadap pembuangan atan
penambahan panas tubuh melalui penguapan keringat yang dihasilkan
pada permukaan kulit melalui pelepasan uap air yang lebih tinggi dari
tekanan uap air dilingkungan kerja dan konveksi.
3. Kelembaban udara
Kelembaban udara di dalam ruangan diperoleh hasil kelembaban
maksimum 68,4 RH dan kelembaban minimal 61,1 RH, sedangkan untuk
di luar ruangan dilakukan hasil pengukuran yang didapatkan yaitu
kelembaban udara maksimal 75,6 RH dan minimal 67,7 RH. Hal ini berarti
bahwa kelembaban minimal dan kelembaban maksimal di dalam ruangan
melebihi NAB Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405 tahun 2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja
perkantoran dan industri menetapkan nilai kelembaban lingkungan kerja
ruang kantoran yang nyaman berkisar 40-60%RH.
Pengukuran kelembaban udara penting dilakukan karena merupakan
salah satu faktor kunci dari iklim yang mempengaruhi proses perpindahan
panas dari tubuh dengan lingkungan melalui evaporasi. Kelembaban yang
tinggi akan menyebabkan evaporasi menjadi rendah, adapun dampak yang
dapat terjadi apabila di lingkangan kerja kelembaban udara melebihi NAB

26

yaitu menyebabkan sistem ekstrasi keringat menjadi terhalang, hal ini


tentunya memberikan ketidaknyamanan. Bahkan berbagai risiko penyakit
dapat disebabkan oleh keadaan kelembaban yang tinggi ini (Ditjen P2M
PLP, 1994 dalam Budianto, 2008).
Kelembaban relatif udara yang rendah, yaitu kurang dari 20% dapat
menyebabkan kekeringan selaput lendir membran. Sedangkan kelembaban
yang tinggi pada suhu tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan
mikroorganisme, pelepasan forlmaldehid dari material bangunan,
berpengaruh pada fisik bangunan yaitu akan mempercepat tumbuhnya
organisme yang merapuhkan dan membusukkan kayu, menyebabkan
tumbuhnya jamur dan lumut pada dinding serta mempercepat proses
oksidasi/pengkaratan pada bahan-bahan baja/logam, sedangkan pada fisik
manusia bisa menyebabkan timbulnya penyakit rheumatik, pneumonia dan
sejenisnya (Septianto, 2010)

27

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan telah diperoleh data sehingga
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada praktikum kali ini, mahasiswa mampu melakukan percobaan iklim
kerja di dua tempat yakni ruang laboratorium terpadu FKM dan di luar
laboratorium. Dengan menggunakan 3 (tiga) alat yaitu Heat Stress
Monitor untuk menghitung suhu basah alami, suhu kering dan suhu bola.
Higrometer untuk mengukur kelembaban udara. Anemometer untuk
mengukur kecepatan angin.
2. Dari hasil praktikum di peroleh data yakni :
a. Iklim kerja
Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) di dalam ruangan adalah
28.3 oC sementara ISBB di luar ruangan adalah 28.02oC. Nilai ini
dikategorikan dalam tidak dalam standar aman dan melampaui suhu
maksimum yang diperkenankan. Berdasarkan Nilai Ambang Batas
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
PER.13/MEN/ 2011, suhu maksimum yang diperbolehkan berkisar
antara 30-32,2C bagi pekerja ringan (pekerja laboratorium).
Sedangkan suhu maksimum yang berkisar antara 25-30C untuk
pekerjaan berat.
b. Kecepatan Angin
Kecepatan angin di dalam ruangan dengan kecepatan
maksimal 0,9 m/s serta kecepatan angin di luar ruangan dengan

28

kecepatan maksimal 1,0 m/s. Gerakan angin di dua titik pengukuran


tidak memenuh istandar baku mutu Kepmenkes No 261 tahun 1998,
kecepatan aliran udara berkisar antara 0,15 - 0,25 m/s
c. Kelembaban Udara
Kelembaban maksimal udara di dalam ruangan adalah 68,4 RH
dan kelembaban minimal 61,1 RH tidak sesuai dengan standar aman
Kepmenkes RI Nomor 1405 tahun 2002 karena melampaui
kelembaban udara yang di perkenankan yaitu berkisar 40-60%RH.
B. Saran
1. Bagi pihak birokrasi untuk memperhatikan ruangan laboratorium yang
seharusnya dilakukan controlling guna mengantisipasi adanya nilai iklim
kerja yang tidak sesuai dengan NAB. Adapun controlling yang perlu
dilakukan yaitu pemberian ventilasi yang cukup supaya pertukaran udara
2.

pada ruang laboratorium tersebut maksimal.


Bagi praktikan ketika melaksanakan praktikum lebih memperhatikan
bimbingan dari asisten Laboratorium agar tidak terjadi kesalahan saat
mengoprasikan alat dan seharusnya lebih teliti dan memperhatikan nilai
yang tertera pada monitor alat agar tidak terjadi kesalahan dalam
pencatatan dan perumusan kesimpulan dari hasil praktikum.

29

Anda mungkin juga menyukai