PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari
pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya
bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun
kerugian-kerugian lainya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis
dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang
mungkin terjadi. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat
terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan
(Kristianti, 2011).
Lingkungan kerja merupakan keadaan, bahan peralatan, proses
produksi, cara dan sifat pekerjaan serta keadaan lainnya disekitar tempat kerja
yang dapat mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kerja. Lingkungan
kerja berpengaruh terhadap proses produksi karyawan sehingga berpengaruh
baik secara langsung maupun tidak langsung yang bermuara pada pencapaian
kinerja (Lestariningsih, 2012).
Temperatur lingkungan kerja merupakan salah satu faktor fisik yang
berpotensi untuk menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja bila berada
pada kondisi yang ekstrim. Kondisi temperatur lingkungan kerja yang ekstrim
meliputi panas dan dingin yang berada di luar batas kemampuan manusia untuk
beradaptasi. Apabila suhu lingkungan tinggi (lebih tinggi daripada suhu tubuh
normal), maka akan menyebabkan terjadinya peningkatan suhu tubuh karena
tubuh menerima panas dari lingkungan. Sedangkan hal yang sebaliknya terjadi,
yaitu bila suhu lingkungan rendah (lebih rendah daripada suhu tubuh normal),
maka panas tubuh akan keluar melalui evaporasi dan ekspirasi sehingga tubuh
dapat mengalami kehilangan panas (Hendra, 2011)
Iklim kerja merupakan salah satu faktor fisik yang berpotensi untuk
menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja bila berada pada kondisi yang
ekstrim. Kondisi temperatur lingkungan kerja yang ekstrim meliputi panas
dan dingin yang berada di luar batas kemampuan manusia untuk beradaptasi.
Persoalan tentang bagaimana menentukan bahwa kondisi temperatur
lingkungan adalah ekstrim menjadi penting, mengingat kemampuan manusia
untuk beradaptasi sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor.
Namun demikian secara umum kita dapat menentukan batas kemampuan
manusia untuk beradaptasi dengan temperatur lingkungan pada kondisi yang
ekstrim dengan menentukan rentang toleransi terhadap temperatur lingkungan
(Sumamur, 2009).
Kondisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia sangat
mengkhawatirkan. Menurut Jamsostek pada tahun 2012, kecelakaan kerja di
Indonesia telah menyentuh angka 103.000 kasus hanya dalam 1 tahun. Jika
dirata-rata, 9 pekerja Jamsostek meninggal akibat kecelakaan kerja setiap
harinya. Hal tersebut tentunya tidak mengherankan apabila kita melihat
jumlah perusahaan skala besar yang menerapkan sistem manajemen K3 yang
hanya 2.1% saja dari 15.000 perusahaan (Supriyadi, 2014).
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan pengaruh iklim di
tempat kerja diantaranya penelitian yang dilakukan Kristianti (2011) mngenai
hubungan antara tekanan panas dengan kelelahan kerja pada tenaga kerja
bagian produksi di CV. Rakabu Furniture Surakarta didaptakan pengukuran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Iklim Kerja
Iklim kerja yaitu kondisi lingkungan yang di ukur dari perpaduan antara
suhu udara (suhu basah dan suhu kering), kelembaban udara, kecepatan aliran
udara,dan suhu radiasi. Kombinasi dari ke empat faktor itu dihubungkan
dengan produksi panas oleh tubuh yang disebut dengan tekanan panas (heat
stress) adalah beban iklim kerja yang diterima oleh tubuh manusia, sedangkan
regangan panas (heat strain) merupakan efek yang di terima tubuh manusia
atas beban iklim kerja tersebut (Nhuddin, 2011).
10
11
Tabel 1
Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah
dan Bola (ISBB) Yang Diperkenankan
ISBB(C )
Pengaturan
waktu kerja
Beban Kerja
setiap jam
Ringan
Sedang
75% - 100%
31,0
28,0
50 % - 75%
31,0
29,0
25% - 50%
32,0
30,0
0% - 25%
32,2
31,1
Sumber: PER No.13/MEN/2011
Berat
27, 5
29,0
30,5
Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di luar ruangan dengan panas
radiasi:
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,2 Suhu bola + 0,1 Suhu
Indeks Suhu Basah dan Bola untuk di dalam atau di luar ruangan
tanpa panas radiasi :
ISBB = 0,7 Suhu basah alami + 0,3 Suhu bola
Catatan :
a. Beban kerja ringan membutuhkan kalori sampai dengan 200 kilo
kalori/jam.
b. Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan
kurang dari 350 Kilo kalori/jam
c. Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan
kurang dari 500 Kilo kalori/jam.
2. Kelembaban Udara
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405
tahun 2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran
dan industri ditetapkan bahwa nilai kelembaban lingkungan kerja ruang
kantoran yang nyaman berkisar 40-60%. Dalam aturan ini pun dijelaskan
bila kelembaban udara ruang kerja >60% perlu menggunakan alat
12
13
laki, wanita lebih tahan terhadap suhu dingin daripada terhadap suhu
panas. Hal tersebut mungkin disebabkan kapasitas kardiovasa pada wanita
lebih kecil.
3. Kebiasaan
Seorang tenaga kerja yang terbiasa dalam suhu panas akan lebih dapat
menyesuaikan diri dibandingkan tenaga kerja yang tidak terbiasa. Karena
proses penyesuaian yang terjadi pada seseorang selama seminggu pertama
berada di tempat panas, sehingga setelah itu ia mampu bekerja tanpa
pengaruh oleh tekanan panas (Gunarton, 2012).
4. Ukuran Tubuh
Orang yang ukuran tubuh lebih kecil mengalami tekanan panas yang
relatif lebih besar tingkatannya karena adanya kapasitas kerja maksimum
yang lebih kecil. Sedangkan orang gemuk lebih mudah meninggal karena
tekanan panas dibandingkan orang yang kurus. Hal ini karena orang yang
gemuk mempunyai rasio luas permukaan badan dengan berat badan lebih
kecil di samping kurang baiknya fungsi sirkulasi.
5. Aklimatisasi
Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil penyesuaian diri
seseorang terhadap lingkungan yang ditandai dengan menurunnya
frekuensi denyut nadi dan suhu mulut atau suhu badan akibat pembentukan
keringat. Aklimatisasi dapat diperoleh dengan bekerja pada suatu
lingkungan kerja yang tinggi untuk beberapa waktu yang lama. Biasanya
aklimatisasi terhadap panas tercapai sesudah dua minggu bekerja di tempat
itu. Sedangkan meningkatnya pembentukan keringat tergantung pada
kenaikan suhu.
6. Suhu Udara
14
15
16
2003: 37). Kondisi ini harus diatasi melalui mendinginkan tubuh korban
dengan air atau menyelimutinya dengan kain basah. Segera mencari
pertolongan medis.
F. Hierarki Pengendalian Bahaya Iklim Kerja
Apabila iklim kerja di tempat kerja melebihi nilai ambang batas yang
telah ditetapkan, maka pengendalian yang dilakukan berdasarkan hirarki
controladalah sebagai berikut (BelajarK3,2015) :
1
Engineering control
a Isolasi sumber panas yaitu apabila di tempat kerja terdapat sumber
panas yang sangat tinggi, pengendalian panas secara isolasi adalah
sangat dianjurkan. Cara ini adalah paling praktis untuk membatasi
b
dihisap keluar.
Localized Cooling at Work Station yaitu dilakukan dengan cara
mengalirkan udara sejuk ke sekitar pekerja dengan tujuan
menggantikan udara yang panas dengan udara yang sejuk dengan
kecepatan lebih dari 1 meter/detik sehingga tenaga kerja merasa
nyaman, bilamana di tempat kerja terdapat sumber panas radiasi yang
tinggi, maka udara yang dialirkan suhunya harus cukup rendah.
17
angin)
e Menutup sumber panas (Radiation Shielding)
2 Pengendalian Secara Administratif
a Pendidikan dan pelatihan mengenai bahaya kerja di tempat kerja yang
panas
b Pemeriksaan kesehatan secara rutin
c Pengadaan air minum di tempat kerja dengan jumlah yang memadai
d Pengaturan lamanya kerja dan istirahat
3 Pengendalian Dengan Alat Pelindung Diri
a Memakai pakaian kerja yang dilapisi alumunium
b Menggunakan sarung tangan yang tahan panas
c Memakai kaca mata jika bekerja di suhu yang ekstrim
d Menggunakan Sepatu Safety dan Safety Helmet sebagai alat pelindung
diri dasar.
BAB III
METODODLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Lokasi Praktikum
Pengukuran iklim kerja dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Unhas pada hari kamis,
tanggal 13 Mei 2015, Pukul 15.30 WITA.
B. Instrumen Praktikum
1. Alat
a. Heat Stress Monitor, terdiri dari 3 termometer yaitu :
1) Termometer Bola/Globe Temperature
2) Termometer Kering/Dry Temperature
3) Termometer Basah/Wet Temperature
18
2. Bahan
a. Demineralizer merupakan kemampuan untuk membuat air murni
dengan kata lain bahan ang digunakan untuk menghilangkan mineral
tertentu pada air.
b. Aquades berfungsi untuk pengenceran/melarutkan bahan kimia.
C. Prinsisp Kerja
1. Heat stress monitor
19
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Hasil Pengukuran Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)
21
Percobaan (C)
WB
DB
26,8C
26,7C
30,7C
GT
31,8C
31,6C
WBGT
27,8C
28,2C
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa baik WB, GT maupun WBGT
terdapat perbedaan antara pengukuran indoor dengan outdoor, dimana
hasil pengukuran outdoor lebih besar dari pada indoor. Selain melalui
pengukuran langsung dengan Heat Stress Monitor, ISBB dapat dihitung
dengan menggunakan rumus, setelah diketahui WB, GT dan DB, yaitu :
a. Rumus ISBB Indoor
= 0,7 WB + 0,3 GT
= 0,7 (26,8) + 0,3 (31,8)
= 28,3C (melebihi WBGT pada tabel)
b. Rumus ISBB outdoor:
= 0,7 WB + 0,2 GT + 0,1 DB
= 0,7 (26,7) + 0,2 (31,6) + 0,1 (30,7)
= 28,08C (mendekati WBGT pada tabel)
2. Hasil pengukuran Kecepatan angin
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, pengukuran kecepatan
angin adalah sebagai berikut :
Tabel 3
Nilai Hasil Pengukuran Kecepatan Angin dan Suhu dengan
Anemometer di Laboratorium Terpadu
FKM Unhas 2015
N
Pengukuran
Dalam
Luar Ruangan
22
Ruangan
Kecepatan Angin
(Max)
Suhu Maksimal
Suhu Minimal
0.9 m/s
1,0 m/s
29,8C
30,4C
29,8C
30,4C
No
Pengukuran
Dalam
Ruangan
Luar
ruangan
68,4% RH
76,6% RH
61,1% RH
67,7% RH
31,2C
31,9C
31,2C
31,9C
Sumber:
Data Primer,
2015
Berdasarkan
data pada
23
B. Pembahasan
Pengukuran iklim kerja dilakukan di dua tempat yaitu di dalam dan di
luar ruangan Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin pada tanggal 13 Mei 2015. Pada praktikum ini
digunakan 3 (tiga) alat yaitu Heat Stress Monitor Wibget RSS-214,
Anemometer dan Higrometer LM-8000.
1. Iklim Kerja
Pengukuran iklim kerja dilakukan menggunakan alat Heat Stress
Monitor Wibget RSS-214 untuk mengetahui nilai WBGT/ISBB (Indeks
Suhu Basah dan Bola), WB (suhu basah), DB (suhu kering), dan GT (suhu
bola). Untuk nilai ISBB di dalam ruangan menggunakan Heat Stress
Monitor Wibget RSS-214 diperoleh nilai 27,8C sedangkan pengukuran
menggunakan rumus nilai yang diperoleh lebih yaitu 28,3C. Pengukuran
di luar ruangan yakni di luar laboratorium pengukuran dengan
menggunakan alat Heat Stress Monitor Wibget RSS-214 diperoleh hasil
28,2C sedangkan menggunakan rumus hasil yang diperoleh nilai di
bawah pengukuran menggunakan alat yaitu sebesar 28,08 C.
Suhu pada titik pertama (di dalam ruang Laboratorium) tidak
memenuhi standar yaitu 28,3C. Berdasarkan Nilai Ambang Batas
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER.13/MEN/
2011, suhu maksimum yang diperbolehkan berkisar antara 30C sampai
32,2C bagi pekerja ringan (pekerja laboratorium) dan suhu pada titik
kedua yakni di luar laboratorium diperoleh data yaitu 28,08C. Bila
dibandingkan dengan suhu maksimum yang berkisar antara 25-30C untuk
pekerjaan berat, maka suhu pada titik kedua masih aman dan belum
24
25
261 tahun 1998, kecepatan aliran udara berkisar antara 0,15 - 0,25 m/s, hal
ini dapat menjadikan ruangan tidak nyaman karena tidak ada pergerakan
udara sebaliknya bila kecepatan udara terlalu tinggi akan menyebabkan
cold draft atau kebisingan di dalam ruangan. Kecepatan aliran udara yang
tidak memenuhi standar akan mengakibatkan pekerja menjadi tidak
nyaman dalam bekerja sehingga produktivitas pekerja menjadi tidak stabil
karena kecepatan angin mempunyai pengaruh terhadap pembuangan atan
penambahan panas tubuh melalui penguapan keringat yang dihasilkan
pada permukaan kulit melalui pelepasan uap air yang lebih tinggi dari
tekanan uap air dilingkungan kerja dan konveksi.
3. Kelembaban udara
Kelembaban udara di dalam ruangan diperoleh hasil kelembaban
maksimum 68,4 RH dan kelembaban minimal 61,1 RH, sedangkan untuk
di luar ruangan dilakukan hasil pengukuran yang didapatkan yaitu
kelembaban udara maksimal 75,6 RH dan minimal 67,7 RH. Hal ini berarti
bahwa kelembaban minimal dan kelembaban maksimal di dalam ruangan
melebihi NAB Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1405 tahun 2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja
perkantoran dan industri menetapkan nilai kelembaban lingkungan kerja
ruang kantoran yang nyaman berkisar 40-60%RH.
Pengukuran kelembaban udara penting dilakukan karena merupakan
salah satu faktor kunci dari iklim yang mempengaruhi proses perpindahan
panas dari tubuh dengan lingkungan melalui evaporasi. Kelembaban yang
tinggi akan menyebabkan evaporasi menjadi rendah, adapun dampak yang
dapat terjadi apabila di lingkangan kerja kelembaban udara melebihi NAB
26
27
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan telah diperoleh data sehingga
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada praktikum kali ini, mahasiswa mampu melakukan percobaan iklim
kerja di dua tempat yakni ruang laboratorium terpadu FKM dan di luar
laboratorium. Dengan menggunakan 3 (tiga) alat yaitu Heat Stress
Monitor untuk menghitung suhu basah alami, suhu kering dan suhu bola.
Higrometer untuk mengukur kelembaban udara. Anemometer untuk
mengukur kecepatan angin.
2. Dari hasil praktikum di peroleh data yakni :
a. Iklim kerja
Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) di dalam ruangan adalah
28.3 oC sementara ISBB di luar ruangan adalah 28.02oC. Nilai ini
dikategorikan dalam tidak dalam standar aman dan melampaui suhu
maksimum yang diperkenankan. Berdasarkan Nilai Ambang Batas
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
PER.13/MEN/ 2011, suhu maksimum yang diperbolehkan berkisar
antara 30-32,2C bagi pekerja ringan (pekerja laboratorium).
Sedangkan suhu maksimum yang berkisar antara 25-30C untuk
pekerjaan berat.
b. Kecepatan Angin
Kecepatan angin di dalam ruangan dengan kecepatan
maksimal 0,9 m/s serta kecepatan angin di luar ruangan dengan
28
29