Bahan
Bahan
LAPORAN KASUS
I.1. ANAMNESIS
1. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn. D
Umur
: 47 tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Petani
Status
: Menikah
Alamat
No.RM
: 069438-2014
Tanggal masuk
: 22 November 2014
Tanggal pulang
: Flamboyan
2. DATA DASAR
a. Keluhan utama : nyeri dada
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan sesak 5 hari SMRS, dirasakan terus
menerus, bertambah saat aktivitas dan malam hari dan berkurang saat istirahat,
Saat tidur pasien menggunakan 2 bantal, batuk (-), demam (-), BAB dan BAK
normal, Kaki kanan dan kiri sering bengkak (+).
Selain itu pasien juga mengeluh sakit dibagian ulu hati sejak 1 Minggu
SMRS, keluhan terus menerus dan berkurang saat makan, Mual (+), muntah
(-). Nafsu makan menurun. Pasien juga mengaku sering telat makan.
1
c.
: Diakui
: Disangkal
: Disangkal
: Diakui
: Disangkal
: Disangkal
: disangkal
: Disangkal
Anamnesis sistem
Kepala
: Pusing - , sakit kepala +
Mata
: Kabur -/- , gatal -/- , kuning -/- , sekret -/Hidung
: Tersumbat -, keluar darah - , keluar lendir - , gatal Telinga
: Penurunan pendengaran -, berdenging -, keluar sekret atau
darah 5) Mulut
: Bibir kering -, gusi mudah berdarah -, pandangan kadang6)
7)
8)
9)
menurun (+) , diare -, BAB warna cerah -, BAB berdarah 10) Genitourinaria : Nyeri saat bak -, panas saat bak -, sulit keluar pada awal
10) Ekstremitas
Keadaan Umum
B.
Status gizi
BB
55 kg
TB
160 cm
BMI
21,484 kg/ m2
Kesan
Tanda Vital
C.
Kulit
D.
Kepala
E.
Mata
F.
Mulut
G.
Leher
H.
Thorax
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Batas
jantung
kanan
atas
SIC
II
linea
parasternalis dextra
Batas jantung kanan bawah SIC IV linea
parasternalis dextra
Batas jantung kiri atas SIC II linea parasternalis
sinistra
Batas jantung kiri bawah SIC V linea media
clavicularis sinistra 2 cm kelateral
Auskultasi
Pulmo :
Inspeksi
Statis
Normochest, simetris
Dinamis
Palpasi
fremitus raba
kanan = kiri
Perkusi
Auskultasi
K. Punggung
Kanan
Sonor
Kiri
Sonor
Kanan
Kiri
L. Abdomen
Inspeksi
(-), caput
medusae (-)
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Nyeri
tekan
(+)
pada epigastrium
dan
hipokondria dextra,
4
M. Genitourinaria
N.
Ekstremitas
Superior dekstra
Superior sinistra
Inferior dekstra
Inferior Sinistra
1.3.
RESUME
Pasien datang dengan keluhan sesak 5 hari SMRS, dirasakan terus menerus,
bertambah saat aktivitas dan malam hari dan berkurang saat istirahat, Saat tidur pasien
menggunakan 2 bantal, Kaki kanan dan kiri sering bengkak (+).Sakit kepala (+), Selain
itu pasien juga mengeluh sakit dibagian ulu hati sejak 1 Minggu SMRS, keluhan terus
menerus dan berkurang saat makan, Mual (+), Pasien juga mengaku sering telat makan.
Pemeriksaan fisik ditemukan Tensi : 180/90 mmHg, Nadi : 104x/menit, isi dan
tegangan cukup, Frekuensi Respirasi : 30 x/menit, Suhu : 36,2 0C. Nyeri tekan pada
daerah epigastrium dan hipokondri dextra. JVP (+) Meningkat, Batas jantung kiri bawah
SIC V linea media clavicularis sinistra 2 cm kelateral, auskultasi pada paru dextra et
sinistra Rhonki +/+, pitting odem +/+
I.4. ASSESSMENT
Decomp cordis
Hipertensi Gr II
Dispepsia
I.5. PLANNING
X- Foto thorak
Darah rutin
Kimia darah (kolesterol total, LDL, HDL, Ttigliserid, ureum, cretinin)
5
GDS
EKG
Gastroskopi
I.6. TERAPI
Non farmakologi
-
Farmakologi
Nasal Canul O2 3 ltr/menit
Inf RL 20 Tpm
Inj. ceftriaxone 1gr/12jam
Inj. Ranitidin 30 mg/12jam
Inj. Furosemid 3 x 40 mg
Digoksin 2 x tab
Captopril 3 x 6,25 mg
Amlodipin 1x10 mg
ISDN 3x1 Tab
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
13.7
13.5 17.5
g/dl
Lekosit
4 - 10
Ribu
Eritrosit
5,6
56
Juta
Hematokrit
38,1
37 - 45
Trombosit
224
150 - 400
Ribu
MCV
88.0
82 - 98
Mikro m3
MCH
31.8
>= 27
Pg
Darah rutin
Hemoglobin
MCHC
33.3
32 - 36
g/dl
RDW
13.0
10 -16
MPV
9.1
7 - 11
Mikro m3
Limfosit
1.1
1.0 4.5
10^3/mikroL
Monosit
0.9
0.4 3.1
10^3/mikroL
Granulosit
3.5
24
10^3/mikroL
Limfosit %
28.0
25 40
Monosit %
6.5
28
Granulosit %
71.5
50 80
HASIL EKG
7
Frek
: 89 x/menit
Irama
: reguler
Axis
: normo axis
Rhytm
: normo sinus
Morfologi gelombang :
QS Patologis V2,V3,V5
Subject
Pusing
Object
(+)
Assessment
RR:
cordis
30x/mnt, S: 36,3C
NYHA II
- K/L: CP -/- SI -/- Dispepsia
- Th :
cor :s1>s2 regular
pulmo: sdv +/+, Rh +/
Planning
Nasal Canul O2 3
ltr/menit
Inf RL 20 Tpm
Inj. ceftriaxone
1gr/12jam
Inj. Ranitidin 30
9
(-)
+
- Nyeri tekan (+) pada
abdomen
mg/12jam
Inj. Furosemid 3
regio
epigastrium
x 40 mg
Digoksin 2 x
dan
tab
Captopril 3 x
hipokondri dekstra
- Udem tungkai +/+
12-6-2014
Pusing
(-)
(+)
berkurang
Nyeri parut (+)
mual (+) muntah
12,5 mg
cordis
S: 38,3C
NYHA II
- K/L: CP -/- SI -/- Dispepsia
- Th :
- IHD
cor :s1>s2 regular
pulmo: sdv +/+, Rh +/
+
- Nyeri tekan (+) pada
(-)
abdomen
Nasal Canul O2 3
ltr/menit
Inf RL 20 Tpm
Inj. ceftriaxone
1gr/12jam
Inj. Ranitidin 30
mg/12jam
Inj. Furosemid 3
x 40 mg
Digoksin 2 x
regio
epigastrium
Udem tungkai +/+
tab
Captopril 3 x
12,5 mg
EKG : IHD
cordis
S: 36,C
NYHA II
- K/L: CP -/- SI -/- Dispepsia
- Th :
- IHD
cor :s1>s2 regular
pulmo: sdv +/+, Rh +/
+
- Nyeri tekan (+) pada
abdomen
regio
epigastrium
Udem tungkai +/+
X foto thorax
Kardiomegali
14-6-2014
Pusing
(+),
Nasal Canul O2 3
ltr/menit
Inf RL 20 Tpm
Inj. ceftriaxone
1gr/12jam
Inj. Ranitidin 30
mg/12jam
Inj. Furosemid 3
x 40 mg
Digoksin 2 x
tab
Captopril 3 x
12,5 mg
ISDN 3X1
Nasal Canul O2 3
ltr/menit
10
hitam,
BAK
kuning,
sakit
saat
S: 36,5C
- IHD
- K/L: CP -/- SI -/- Th :
cor :s1>s2 regular
pulmo: sdv +/+, Rh +/
mimisan (+)
abdomen
1gr/12jam
Inj. Ranitidin 30
mg/12jam
Inj. Furosemid 3
+
- Nyeri tekan (-) pada
menelan,
Inf RL 20 Tpm
Inj. ceftriaxone
x 40 mg
Digoksin 2 x
Udem
tab
Captopril 3 x
12,5 mg
ISDN 3X1
15-6-2014
Sesak
sangat
berkurang
sudah
cordis
- Dispepsia
- IHD
Digoksin 2 x
tab
Captopril 3 x
12,5 mg
ISDN 3X1mg
+
- Nyeri tekan (-) pada
abdomen
Udem
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dimana
jantung mengalami
abnormalitas fungsi (dapat dideteksi atau tidak), sehingga gagal untuk memompa darah
dalam jumlah yang tepat untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Gagal jantung juga bisa
disebabkan kegagalan miokardial, bisa pula terjadi pada jantung dengan fungsi mendekati
normal tapi dalam kondisi permintaan sirkulasi yang tinggi (Ethical Digest, 2006).
2.1.2 Etiologi
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi
cukup penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di negara berkembang
penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di
negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan
penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan
penyebab dari gagal jantung (Mariyono dan Santoso, 2007).
Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan
dalam 6 (enam) kategori utama (anurogo, 2009), yakni:
12
2.1.3 Epidemiologi
Diperkirakan terdapat 23 juta orang mengidap gagal jantung diseluruh dunia.
America Heart Association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang menderita gagal
jantung di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus baru
setiap tahunnya. Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 2%.
Diperkirakan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap
tahunnya (indrawati, 2009).
Meningkatnya harapan hidup disertai makin tingginya angka survival setelah
serangan infark miokard akut akibat kemajuan pengobatan dan penatalaksanaan.
Akibatnya angka perawatan dirumah sakit karena gagal jantung dekompensasi juga ikut
meningkat. Dari survey registrasi di rumah sakit didapatkan angka perawatan pasien yang
berhubungan dengan gagal jantung sebesar 4,7% untuk perempuan dan 5,1% untuk lakilaki. Secara umum angka perawatan pasien gagal jantung di Amerika dan Eropa
menunjukkan angka yang semakin meningkat (Indrawati, 2009).
Gagal jantung merupakan suatu sindrom, bukan diagnosa penyakit. Gagal jantung
kongestif (Congestive Heart Failure/ CHF) juga mempunyai prevalensi yang cukup tinggi
pada lansia dengan prognosis yang buruk. Prevalensi CHF adalah tergantung
umur/agedependent. Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia dibawah 45
tahun, tapi menanjak tajam pada usia 75 - 84 tahun (Fauzi, 2009).
Dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, akan didapati prevalensi dari
CHF yang meningkat juga. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya lansia yang
mempunyai
hipertensi mungkin akan berakhir dengan CHF. Selain itu semakin membaiknya angka
keselamatan (survival) post-infark pada usia pertengahan, menyebabkan meningkatnya
jumlah lansia dengan resiko mengalami CHF (Fauzi, 2009).
13
2.1.4 Patofisiologi
Adaptasi tidak adekuat dari miosite kardiak untuk meningkatkan tekanan dinding
jantung guna mempertahankan output kardiak yang cukup setelah mengalami cidera
miokardial (onset akut atau terjadi selama beberapa bulan sampai tahun, gangguan primer
pada daya kontraksi miokardial atau beban hemodinamik berlebihan pada ventrikel atau
keduanya) (Ethical Digest, 2006).
Terdapat 3 (tiga) kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung (Necel, 2009),
yaitu :
1. Gangguan Mekanik
Beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaan yaitu :
a) Beban tekanan
b) Beban volume
c) Tamponade jantung atau konstriksi perikard dimana jantung tidak dapat
d)
e)
f)
g)
melakukan pengisian
Obstruksi pengisian ventrikel
Aneurisma ventrikel
Disinergi ventrikel
Restriksi endokardial atu miokardial
jantung mengalami pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami peregangan
yang berlebihan (Necel, 2009).
2) Aktivasi Neurohormonal yang Mempengaruhi SW Sistem Saraf Simpatetik
Stimulasi sistem saraf simpatetik berperan penting dalam respon kompensasi
menurunkan cardiac output dan patogenesis gagal jantung. Stimulasi langsung irama
jantung dan kontraktilitas otot jantung oleh pengaturan vascular tone, sistem saraf
simpatetik membantu memelihara perfusi berbagai organ, terutama otak dan jantung
(Necel, 2009)
Aspek negatif dari peningkatan aktivitas system saraf simpatetik melibatkan
peningkatan tahanan sistem vaskular dan kelebihan kemampuan jantung dalam
memompa. Stimulasi simpatetik yang berlebihan juga menghasilkan penurunan aliran
darah ke kulit, otot, ginjal, dan organ abdominal. Hal ini tidak hanya menurunkan
perfusi jaringan tetapi juga berkontribusi meningkatkan sistem tahanan vaskular dan
stres berlebihan dari jantung (Necel, 2009)
3) Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron
Salah satu efek yang paling penting dalam menurunkan cardiac output dalam
gagal jantung adalah reduksi aliran darah pad ginjal an kecepatan filtrasi glomerulus,
yang menyebabkan retensi garam dan air. Penurunan aliran darah ke ginjal,
meningkatkan sekresi renin oleh ginjal yang secara paralel akan meningkatkan pula
angiotensin II (Necel, 2009)
Peningkatan konsentrasi
angiotensin
II
berkontribusi
pada
keadaan
natriuresis cepat dan sementara, diuretik dan kehilangan kalium dalam jumlah sedang
dalam urine (Necel,2009).
BNP dikeluarkan sebagai respon tekanan pengisian ventrikel sedangkan fungsi
CNP masih belum jelas (Necel, 2009).
5) Hipertrofi Otot Jantung dan Remodeling
Perkembangan hipertrofi otot jantung dan remodeling merupakan salah satu
mekanisme akibat meningkatnya kerja yang berlebih. Meskipun hipertrofi ventrikel
memperbaiki kerja jantung, ini juga merupakan faktor risiko yang penting bagi
morbiditas dan mortalitas (Necel, 2009)
Keadaan hipertrofi dan remodeling dapat menyebabkan perubahan dalam
struktur (massa otot, dilatasi chamber) dan fungsi (gangguan fungsi sistolik dan
diastolik) (Necel, 2009).
2.1.6 Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kongestif
Ada beberapa gejala yang lebih spesifik, antara lain:
1) Nyeri.
Jika otot tidak mendapatkan cukup darah (suatu keadaan yang disebut
iskemi), maka oksigen yang tidak memadai dan hasil metabolism yang berlebihan
menyebabka kram atau kejang. Angina merupakan perasaan sesak di dada atau
perasaan dada diremas-remas, yang timbul jika otot jantung tidak mendapatkan
darah yang cukup. Jenis dan beratnya nyeri atau ketidaknyamanan ini bervariasi
pada setiap orang (Necel, 2009).
Beberapa orang yang mengalami kekurangan aliran darah bisa tidak
merasakan nyeri sama sekali (suatu keadaan yang disebut silent ischemia). Sesak
nafas merupakan gejala yang biasa ditemukan pada gagal jantung. Sesak
merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di paru-paru
(kongesti pulmoner atau edema pulmoner) (Necel, 2009).
Jika jantung tidak efektif memompa, maka aliran darah ke otot selama
melakukan aktivitas akan berkurang,menyebabkan penderita merasa lemah dan
lelah. Gejala ini seringkali bersifat ringan. Untuk mengatasinya, penderita
biasanya mengurangi aktivitasnya secara bertahap atau mengira gejala ini sebagai
bagian dari penuaan (Necel, 2009).
2) Palpitasi
3) Pusing & pingsan.
16
Penurunan aliran darah karena denyut atau irama jantung yang abnormal
atau karena kemampuan memompa yang buruk, bisa menyebabkan pusing dan
pingsan (Necel, 2009).
2.1.7 Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif
1) Klasifikasi Gagal Jantung menurut New York Heart Association (NYHA) (Mariyono
dan Santoso, 2007)
a) NYHA kelas I
Para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik serta
tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak nafas
atau berdebar-debar, apabila mereka melakukan kegiatan biasa
b) NYHA kelas II
Penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak
mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar,
sesak nafas atau nyeri dada.
c) NYHA kelas III
Penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam kegiatan fisik.
Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang
kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
seperti yang tersebut di atas.
d) NYHA kelas IV
Penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa menimbulkan
keluhan. Waktu istirahat juga dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun
sangat ringan.
2) Klasifikasi berdasarkan American College of Cardiology and the American Heart
Association (Mariyono dan Santoso, 2007):
a) Tahap A
Mempunyai risiko tinggi terhadap perkembangan gagal jantung tetapi tidak
menunjukkan struktur abnormal dari jantung.
b) Tahap B
Adanya stuktur yang abnormal pada jantung pasien tetapi tidak bergejala.
c) Tahap C
Adanya struktural yang abnormal dari pasien dengan gejala awal gagal jantung.
d) Tahap D
Pasien dengan gejala tahap akhir gagal jantung sulit diterapi dengan pengobatan
standar
17
f) Faktor Keturunan
Seseorang tidak dapat merubah faktor keturunan atau riwayat penyakit jantung
pada keluarga. Faktor keturunan patut untuk dicemaskan, karena merupakan hal
yang penting untuk anda ketahui apakah penyakit-penyakit yang terjadi dalam
keluarga dan menceritakannya pada dokter (Teetha, 2008). Dengan informasi
tersebut akan menjadi pertimbangan dokter dalam merekomendasikan test-test
pemeriksaan untuk mendeteksi dan pengobatan yang sifatnya pencegahan yang
tepat dan sesuai (Teetha, 2008)
2.1.9 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 (satu) kriteria mayor dan 1 (satu)
kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan (Anurogo, 2009).
A. Kriteria mayor:
1) Paroxismal Nocturnal Dispneu
2) distensi vena leher
3) ronkhi paru
4) kardiomegali
5) edema paru akut
6) gallop S3
7) peninggian tekanan vena jugularis
8) refluks hepatojugular
B. Kriteria minor:
1) edema ekstremitas
2) batuk malam hari
3) dispneu de effort
4) hepatomegali
5) efusi pleura
6) takikardi
7) penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal
2.2. HIPERTENSI
2.3.1. DEFINISI
The Joint National Community on Preventation, Detection evaluation and treatment
of High Blood Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO dengan International
Society of Hipertention membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang
tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau
sedang memakai obat anti hipertensi.
19
2.3.2. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Hipertensi primer / Hipertensi esensial yang (tidak diketahui penyebabnya) disebut
juga hipertensi idiopatik Terdapat sekitar 95 % kasus
Faktor yang mempengaruhuinya seperti:
Genetik,
2.3.4. KLASIFIKASI
Klasifikasi
Menurut
Tekanan
JNC
Darah
TDS (mmHg)
TDD (mmHg)
Klasifikasi
Tekanan Darah
Normal
< 120
Dan
< 80
Prehipertensi
120 139
Atau
80 89
Hipertensi stadium 1
140 159
Atau
90 99
Hipertensi stadium 2
160
Atau
100
II.3.5. PATOFISIOLOGI
Tahap selanjutnya, curah jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat.
(ini disebabkan refleks autoregulasi, yaitu :mekanisme tubuh mempertahankan keadaan
hemodinamik yang normal)
Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada
setiap detiknya
2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak
dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh
yang
sempit
daripada
biasanya
dan
menyebabkan
naiknya
tekanan.
(arteriosklerosis )
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam
tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
2.3.7. DIAGNOSIS
Hipertensi ditegakkan dengan dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang
berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis
Pengukuran tekanan darah darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar,
setelah beristirahat selama 5 menit
makanan, pemakaian
sebelumnya bila ada, dan faktor psikososial lingkungan (keluarga, pekerjaan, dll)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan: urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin,
gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL) dan EKG
2.3.8. PENATALAKSANAAN
23
Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik di bawah 140
mmHg dan tekanan diastolik di bawah 90 mmHg dan mengontrol faktor risiko
Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup saja, atau dengan obat anti hipertensi.
Faktor risiko: usia lebih dari 60 tahun, merokok, dislipidemia, diabetes melitus, jenis
kelamin ( pria dan wanita menopause), riwayat penyakit kardiovaskular dalam keluarga.
Kel. Risiko A
( mm Hg )
tak
ada
Kel. Risiko B
Minimal
Kel. Risiko C
faktor Kerusakan organ target
organ target
DM,
130-139 / 85-89
Modifikasi
Dengan obat
140-159 / 90-99
gaya hidup
Modifikasi
gaya hidup
Modifikasi
Dengan obat
160 / 100
gaya hidup
Dengan obat
gaya hidup
Dengan obat
Dengan obat
tak
Modifikasi gaya hidup cukup efektif, dapat menurunkan kardiovaskular dengan biaya
sedikit, dan risiko minimal. Tata laksana ini tetap dianjurkan meski harus disertai obat
anti hipertensi karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat
1. Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan (indeks massa tubuh 27)
2. Membatasi alkohol
3. Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-45 menit/hari)
4. Mengurangi asupan natrium ( < 100 mmol Na / 2,4 g Na / 6 g Na CL / hari)
5. Mempertahankan asupan kalium yang adekuat ( 90 mmol / hari )
6. Mempertahankan asupan kalsium dan dan magnesium yang adekuat
7. Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam
makanan
24
Obat diberikan dimulai dengan dosis rendah. Pemberian obat kombinasi dari golongan
yang berbeda. Kombinasi ini terbukti memberikan efektivitas tambahan dan mengurangi
efek samping.
Jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7:
Beta blocker
- Propanolol
Propanolol adalah blocker non kardioselektif memiliki aktivitas stabilisasi membran, tetapi
tidak memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik pada dosis terapi. Kontraindikasi: riwayat asma,
syok kardiogenik, bradikardia, hipotensi. Dosis yang dianjurkan:3-4 x 20mg/hari.
- Bisoprolol
Bisoprolol adalah kardioselektif sintetik tanpa aktivitas stabilisasi membran yang
signifikan dan aktivitas simpatomimetik intrinsik pada dosis terapi. Kontraindikasi: riwayat asma,
gagal jantung akut. Dosis yang dianjurkan: 2 x 5mg/hari.
ACE inhibitor
Captopril
25
Captopril adalah angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor yang mengandung sulfyhydryl.
ACE mengakatalisa konversi decapeptide angiotensin I menjadi decapeptide angiotensin II yang
merupakan suatu vasokonstriktor arterial yang kuat dengan meghambat aktivitas vasokonstriktor dari
ACE. Obat golongan ACE inhibitor digunakan untuk penanganan penyakit hipertensi, gagal jantung,
kondisi sesudah serangan infark miokardium dan nafropati diabetik. Dosis: 2 x 25mg /hari.
ARB
Losartan
Losartan adalah antagonis reseptor angiotensin II. Losartan menunjukkan aktivitas antihipertensi
termasuk melalui pemblokan secara selektif reseptor AT1 yang berakibat pada pengurangan efek
pressor (kecenderungan peningkatan tekanan darah) dari angiotensin II. Pemblokan reseptor AT1
secara langsung menyebabkan vasodilatasi, penurunan sekresi vasopresin, penurunan produksi dan
sekresi aldoseterone yang secara bersama menghasilkan efek penurunan tekanan darah. Dosis: 1 x
50mg/hari.
2.3.9. KOMPLIKASI
a. Hipertensi yang lama dapat terjadi Gagal ginjal
b. Hipertensi berat : Gagal jantung
c. Hipertensi ringan dan sedang pada mata dapat terjadi perdarahan retina, gangguan
penglihatan, sampai dengan kebutaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, W. F. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 17. Jakarta : EGC.
26
Gray, et al. 2005. Lecture Notes Kardiologi edisi 4. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Joewono, B. S. 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya : Airlangga University Press.
Price, S. A., & Lorraine M.W. 1994. Patofisiologis Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
edisi 4. Jakarta: EGC.
Soegondo S. 2005. Diagnosis dan Kalsifikasi Diabetes Mellitus Terkini. Dalam Soegondo S
dkk (eds), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit FKUI. Jakarta.
Suyono S. 2005. Patofisiologi Diabetes Mellitus. Dalam Soegondo S dkk (eds),
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit FKUI. Jakarta.
27