Kekerasan Seksual Terhadap Anak Usia Din
Kekerasan Seksual Terhadap Anak Usia Din
DISUSUN OLEH:
MAHASISWA S2 PRODI PAUD KELAS D TAHUN 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena
tugas Makalah
ini
dapat
Juni 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................
ii
DAFTAR ISI...........................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang............................................................................
B. Identifikasi Masalah....................................................................
C. Rumusan Masalah......................................................................
D. Tujuan Penulisan........................................................................
20
41
54
61
B. Saran..........................................................................................
62
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
63
Lampiran
Lampiran 1 Contoh Kegiatan: Monitoring dan
Evaluasi Kebijakan Sekolah...............................................
65
68
69
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak usia dini merupakan dasar awal yang menentukan
kehidupan suatu bangsa dimasa yang akan datang, sehingga diperlukan
persiapan generasi penerus bangsa dengan mempersiapkan anak untuk
tumbuh dan berkembang secara optimal baik dalam perkembangan
moral, fisik/motorik, kognitif, bahasa, maupun sosial emosional. Setiap
anak berhak untuk mendapatkan penghidupan dan perlindungan yang
layak, serta dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Dalam UU
Nomor 23 Tahun 2002 pasal 4 mengenai Perlindungan Anak 1, yaitu setiap
anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi
secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Perlindungan dimaksudkan untuk melindungi
anak
yang
http://riau.kemenag.go.id/file/dokumen/UUNo23tahun2003PERLIN
DUNGANANAK.pdf pada tanggal 24 mei 2014 pada pukul
09.16
2
ayah kandung, ayah tiri, paman, tetangga, guru maupun teman
sepermainannya sendiri.
Banyak terdapat kasus-kasus mengenai kekerasan pada anak di
dunia.
Di
Afrika
selatan
misalnya
terdapat
pelecehan
seksual
anak
di
Afrika
juga
didasarkan
http://id.wikipedia.org/wiki/Pelecehan_seksual_terhadap_anak
3
2.046 kasus, laporan kekerasan pada tahun 2011 naik menjadi 2.462
kasus, pada tahun 2012 naik lagi menjadi 2.629 kasus dan melonjak
tinggi pada tahun 2013 tercatat ada 1.032 kasus kekerasan pada anak
yang terdiri dari: kekerasan fisik 290 kasus (28%), kekerasan psikis
207 (20%), kekerasan seksual 535 kasus (52%). 4 Sedangkan dalam
tiga bulan pertama pada tahun 2014 ini, Komnas perlindungan anak
telah menerima 252 laporan kekerasan pada anak. Jadi, menurut
Komnas perlindungan anak bahwa laporan kekerasan pada anak
didominasi oleh kejahatan seksual dari tahun 2010-2014 yang berkisar
42-62%.5 Dari data tersebut terlihat bahwa kasus mengenai kekerasan
pada anak meningkat setiap tahunnya. Terlebih mengenai kasus
pelecehan seksual yang mendomonasi.
Banyak terdapat kasus-kasus mengenai pelecehan seksual
pada anak usia dini yang terjadi didaerah-daerah, diantaranya di
Tuban di Jawa Timur, yang dilakukan oleh pedagang asongan buku
dan poster yang melakukan kekerasan seksual pada 9 orang anak.
http://regional.kompasiana.com/2013/07/24/darurat-nasional-
http://nasional.kompas.com/read/2014/05/07/0527140/Indonesia.D
arurat.Kekerasan.pada.Anak (diakses pada tanggal 21 Mei 2014
pada pukul 11.21 WIB)
4
Sedangkan di Sukabumi, Jawa Barat (5/5/2014), tindakan pelecahan
seksual yang dilakukan oleh AS (24) yang berjumlah 89 anak. Dan
baru-baru ini terjadi pelecahan seksual kepada anak-anak Taman
Kanak-kanak di JIS yang dilakukan oleh para petugas kebersihan
sekolah.
Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk
penyiksaan anak di mana orang dewasa atau remaja yang lebih tua
menggunakan anak untuk rangsangan seksual. 6 Bentuk pelecehan
seksual anak termasuk meminta anak atau menekan seorang anak
untuk melakukan aktivitas seksual, memberikan paparan yang tidak
senonoh dari alat kelamin untuk anak, menampilkan pornografi untuk
anak, melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik
dengan alat kelamin anak (kecuali dalam konteks non-seksual tertentu
seperti
pemeriksaan
medis),
atau
menggunakan
pemahaman
anak
oleh
untuk
orangtua
dan
kehormatan
anak
ditengah
masyarakat 7.
Cara
6 Wikipedia,
http://id.wikipedia.org/wiki/Pelecehan_seksual_terhadap_anak
(diakses pada tanggal 21 Mei 2014 pada pukul 11.21 WIB)
5
masyarakat juga memiliki pengaruh besar terkait sex education
sebagai pihak pemberi informasi dan teladan, keluarga sebagai
lingkungan terdekat anak didik harus siap dengan berbagai pertanyaan
dengan jawaban yang benar, dan tidak membiarkan rasa ingin tahu
mereka dijawab oleh teman atau media yang belum tentu sesuai untuk
usia
mereka.
Keluarga
menjadi
pengawas
bagi
anak
dalam
http://edukasi.kompas.com/read/2014/05/17/0745343/Nuh.Cegah.
Kekerasan.Seksual.Kurikulum.2014.Ajarkan.Kesadaran.soal.Pakaia
n.Dalam (pada tanggal 20 Mei 2014 pada pukul 16.16 WIB )
6
berat, termasuk hukuman mati dan penjara seumur hidup.9 Hubungan
seksual seorang dewasa dengan anak di bawah umur dinyatakan
sebagai pemerkosaan menurut hukum, didasarkan pada prinsip bahwa
seorang anak tidak dapat memberikan persetujuan dan setiap
persetujuan yang nyata oleh seorang anak tidak dianggap sah.
Konvensi Hak-Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah
perjanjian internasional yang secara resmi mewajibkan negara untuk
melindungi hak anak. Ayat 34 dan 35 dalam konvensi tersebut
meminta negara untuk melindungi anak dari segala bentuk eksploitasi
dan pelecehan seksual. Hal ini termasuk pernyataan bahwa ancaman
kepada seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual, prostitusi
anak, dan eksploitasi anak dalam menciptakan pornografi dianggap
melawan hukum. Negara juga diminta mencegah penculikan dan
perdagangan
anak.10 Sejak
bulan November
2008,
193
negara
untuk
diberikan
kepada
anak,
sehingga
anak
dapat
11 United Nations Treaty Collection. Convention on the Rights of the Child . (Diakses 25 Mei
2014)
7
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dikemukakan
indentifikasi masalah, sebagai berikut:
1. Perkembangan psikoseksual anak menurut Sigmund Freud dan
Erik Erikson.
2. Peran sekolah
dalam
membuat
SOP
(Standar
Oprasional
perkembangan
psikoseksual
anak
menurut
D. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan umum penulisan
makalah ini adalah memberikan wawasan kepada pembaca tentang
kekerasan seksual terhadap anak usia dini, secara khusus tujuan
penulisan makalah ini yaitu agar pembaca memahami tentang
1. Untuk mengetahui perkembangan psikoseksual anak menurut para
ahli.
2. Untuk mengetahui peran sekolah dalam membuat sop keamanan
pada anak.
3. Untuk mengetahui seks policy bagi pelanggar kebijakan.
8
4. Untuk mengetahui dampak kasus seks abuse di dunia serta cara
penanganannya melalui analisis jurnal tentang kekerasan seks
terhadap anak usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
psikoanalitis/psikoanalisis,
psikoseksual
merupakan
hal
kajian
ini
yang
disebabkan
mendalam
perkembangan
pada
tahap
9
tingkah laku manusia di dalam motivasi dan konflik yang tidak disadari.
Titik awal sistem ini, mencari atau bertolak dari konsep libido yang secara
asasi dirumuskan sebagai energi seksual baik dalam bentuknya secara
asli maupun dalam bentuk yang diubah sepanjang perkembangan diri
manusia, dalam segala bentuk cinta, afeksi, dan kemauan untuk hidup. 13
Para ahli teori psikoanalitis menekankan bahwa perilaku hanyalah
merupakan
karakteristik
di
permukaan,
pemahaman
sepenuhnya
mengenai perkembangan hanya dapat dicapai melalui analisis maknamakna simbolis dari perilaku serta menelaah pikiran yang lebih dalam.
Karakteristik ini disoroti dalam teori psikoanalitis utama oleh Sigmund
Freud. Teori Freud terlalu berfokus pada insting seksual, yang kemudian
direvisi
secara
mengedepankan
signifikan oleh
para
pengalaman
budaya
ahli
teori
sebagai
psikoanalitis yang
determinan
dari
10
Beberapa bagian pada tahap oral adalah
Bagian Pertama, bagian ini mendeskripsikan kegiatan menghisap
sebagai aktivitas bayi dalam memperoleh makanan untuk bertahan
hidup, namun Freud melihat juga kalau tindakan menghisap
menyediakan perasaan menyenangkan bagi bayi. Itu sebabnya, bayi
sampai terbawa-bawa menghisap jarinya sendiri atau objek lain
meskipun perutnya tidak lapar. Freud menyebut kesenangan dari
menghisap ini otoerotik, artinya ketika bayi menghisap jarinya sendiri,
mereka tidak mengarahkan impuls-impuls kepada orang lain selain
menemukan
kenikmatan
menekankan
sifat
lewat
otoerotik
di
tubuh
mereka
tahap
oral
ini
sendiri.
karena
Freud
ingin
mulai
11
memuaskan bisa terus mencari kesenangan oral ini, di sisi lain bayi
yang mengalami frustasi dan keputussaan besar di tahap oral bisa
bertindak seolah-olah, dia tidak ingin menyerah pada kepuasan oral
atau dia akan terjun pada kepuasan oral ini jika tidak ada bahaya
jangka panjang yang akan ditemuinya.
Kadang-kadang seseorang menunjukkan sejumlah ciri oral di dalam
hidup mereka sehari-hari sampai mereka kemudian mengalami
sejumlah frustasi dan kemudian mundur (regress) ke titik fiksasi oral.
Contoh: Seorang anak kecil yang tiba-tiba menemukan diri terpisah
dari kasih sayang orang tua saat adiknya lahir bisa mundur lagi
ketingkah laku oral dan mulai menghisap ibu jarinya lagi.
b) Tahap Anal
Selama tahun kedua atau ketiga kehidupan anak, wilayah anal
menjadi fokus ketertarikan seksual. Anak-anak jadi semakin sadar
akan sensasi-sensasi menyenangkan ketika sudah dapat mengontrol
otot-otot dubur ini, kadang-kadang mereka belajar untuk menahan
gerakan perut sampai detik terakhir untuk kemudian meningkatkan
tekanan di dubur yang membawa kesenangan tertinggi saat feses
akhirnya terlepas (Freud, 1905). Anak-anak juga sering tertarik untuk
menikmati kegiatan memegang dan membaui feses mereka sendiri
(Freud,1913).
Pada tahap anal ini anak pertama kali diminta mengendalikan
kesenangan instingtual mereka dengan cara yang dramatis. Disinilah
anak mulai diberikan pengajaran toilet sebelum waktunya. Sejumlah
anak mungkin awalnya menentang pelajaran ini dengan merusak diri
sendiri secara sadar, mereka juga terkadang memberontak dengan
menjadikan dirinya tidak berguna, tidak teratur dan kacau. Ciri-ciri
yang kadang masih bertahan pada masa dewasa sebagai aspekaspek dari karakter anal ekspulsif. Namun Freud juga tertarik
dengan reaksi yang berlwanan dari tuntutan-tuntutan orang tua ini.
Anak merasa seolah mereka sebagaia anak yang terlalu beresiko
memberontak terhadap tuntutan orang tua sehingga dengn penuh
kecemasan mereka mengiyakan saja aturan orang tua. Orang-orang
12
seperti ini menyimpan kebencian terhadap ketundukan pada otoritas
namun tidak berani mengekspresikan kemarahan secara terbuka,
sebaliknya mereka lebih banyak mengembangkan sikap pasif,
menegaskan bahwa mereka melakukan sesuatu menurut jadwal
sendiri, sehingga orang lain seringkali dipaksa menunggu, mereka
juga bisa menjadi hemat dan kikir. Orang-orang seperti ini yang
terkadang disebut Anal Kompulsif.
c) Tahap Falik atau Odipal
Antara usia 3 sampai 6 tahun, anak memasuki tahap falik atau odipal.
Freud memahami tahapan ini lebih baik pada anak laki-laki daripada
anak perempuan. Daerah erogen (daerah yang sensitif terhadap
stimulasi seksual, penis pada anak laki-laki dan klitoris pada anak
perempuan). Konflik antara orang tua dan anak mungkin terjadi
karena masturbasi , menggesekkan daerah phallic untuk kepuasan
seksual dimana orang tua mungkin bereaksi dengan memberikan
ancaman dan hukuman.15
Krisis odipal anak laki-laki. Krisis odipal dimulai saat anak laki-laki
mulai tertarik kepada penisnya. Organ ini yang begtitu mudah dibuat
senang dan berubah bentuk, dan begitu kaya akan sensasi (Freud
1923), anak lalu ingin membandingkan penisnya dengan penis anak
lain dan penis hewan, dan berusaha melihat organ seksual anak
perempuan
dan
wanita.
Anak
mungkin
juga
menikmati
13
Krisis odipal anak perempuan, Pandangan Freud sendiri tentang
topik ini secara luas adalah mencatat bahwa anak perempuan di usia
5 tahun atau lebih menjadi kecewa dengan ibunya. Anak merasa
dicampakkkan karena ibunya tidak lagi memberi cinta yang dipeoleh
ketika dulu masih bayi. Lebih jauh lagi, dia semakin marah dengan
larangan ibu seperti masturbasi. Akhirnya, dan yang paling
mengecewakan, si anak menemukan bahwa dia tidak memiliki penis.
Denga kata lain anak perempuan merasakan yang disebut Feud
kecemburan akan penis, sebuah harapan memiliki penis seperti
dimiliki anak laki-laki. Namun akhirnya anak perempuan mulai bisa
memulihkan kebanggaan feminimnya, ketika dia mengapresiasi
perhatian sang ayah.
d) Tahap Latensi
Anak memasuki periode latensi sampai usia 11 tahun. seperti
ditunjukkan
olehnya
, fantasi-fantasi
sekarang
tersembunyi
dibawah,
di
dalam
ketidaksadaran.
mengarahkan
kembali
konkret
bisa
yang
dalam-dalam
energinya
diterima
seksual
(laten)
Anak
pada
secara
dan
agresivitas
dijaga
rapat-rapat
sekarang
bebas
pengejaran-pengejaran
sosial,
seperti
olahraga,
14
sendiri, namun freud mencatat bahwa independensi tidak pernah
datang dengan mudah.
Teori Freud sangat kompleks termask teori tentang id, ego dan
super ego yang menjadi bagian dari jiwa manusia termasuk dalam
memandang
bagian
dari
kepribadian
yanga
awalnya
Id adalah
disebut
Freud
rasa
sakit.
Kajiwaan
bayi
hampir
seluruhnya
Freud
menulis
tentang
superego
seolah-olah
mengandung dua bagian, salah satu bagiannya disebut suara hati. Ini
adalah bagian superego yang Yang bersifat menghukum, negatif dan
kritis yang mengatakan pada kita apa yang tidak boleh dilakukan dan
menghukum kita dengan rasa bersalah
tuntutannya. Hal ini yang menjadi standar anak pada krisis odiipal
agar krisis odipal tidak menjadi kompleks. Sedangkan bagian yang
lain disebutnya ego ideal, karena terdiri atas aspirasi-aspirasi positif,
berisi ide-ide positif seperti keinginn menjadi lebih murah hati, berani
atau berdedikasi tinggi.
Pemikiran Freud tentang pendidikan tidaklah seradikal yang seperti
umumnya diduga. Dia percaya bahwa masyarakat akan selalu
membuat sejumlah penolakan instingtual, sehingga tidak adil jika
mengirim anak ke dunia dengan harapan mereka dapat melakukan
apa saja yang diinginkan (Freud, 1933). Di sisi lain Freud juga
melihat kalau disiplin biasanya bersifat memaksa, membuat anak jadi
15
merasa malu dan bersalah oleh karena hal yang tidak perlu
mengenai tubuh dan fungsi-fungsi alamiah mereka. Freud secara
khusus berempati terhadap kebutuhan akan pendidikan seks yang
benar dan merekomendasikan agar pendidikan seks dipegang
sekolah agar anak bisa mempelajari reproduksi di dalam pelajaran
tentang alam dan hewan, dari situ mereka dapat menarik kesimpulan
yang benar mengenai kondisi manusia.
2.Teori Perkembangangan Psikoseksual/ Psikososial Erik Erikson
Erikson memperdalam penggalian psikoanalisis Freud , karena itu,
di setiap tahapan Freudian dia mulai memperkenalkan sejumlah konsep
yang secara bertahap mengarah kepada hubungan paling umum
sekaligus krusial antara anak dan dunia sosial, berikut pembahasannya:
a) Tahap oral Kepercayaan vs ketidakpercayaan (trust vs
mistrust)
Erikson memperluas deskripsi Freud mengenai tahapan oral. Erikson
menunjukkan bukan hanya zona oral yang penting, namun juga
mode-mode ego menghadapi dunia. Pertama-tama Erikson berusaha
memberikan generalitas lebih besar pada pentahahapan Freudian
dengan menunjukkan bahwa di tiap zona libidinal kita bisa
menemukan mode ego yang khas. Di tahap awal zona utamanya
adalah mulut, bayi memiliki mode aktivitas yang disebut inkoporasi
yaitu memasukkan benda ke dalam mulunya secara pasif namun
sangat mendambakan sesuatu itu. Menurut Erikson, bayi tidak hanya
memasukkan sesuatu lewat mulutnya, tapi juga lewat matanya.
Ketika melihat sesuatu yang menarik dia membuka mata lebar-lebar
dengan penuh semangat berusaha memasukkan objek itu ke dalam
dirinya,sejalan dengan itu mereka memasukkan perasaan-perasaan
lewat indera mereka yang masih rapuh.
Bayi mengumpulkan informasi dan kemudian menggenggam benda
lewat beragam inderanya. Perkembangan ego bayi berhadapan
dengan dunia sosial dalam hal ini para pengasuhnya, dilakukan
dengan cara umum dan tertentu. Karena itu bayi perlu tahu bahwa
pengasuh mereka bisa diprediksi dan bisa memahami rasa aman
16
yang dibutuhkan oleh batin mereka. Sehingga Erikson mencoba
menghubungkan dengan kondisi sosial yang terjadi. 16
Tahap pertama Erik Erikson dari perkembangan psikososial adalah
tahap kepercayaan vs ketidakpercayaan ( trust vs mistrust), yang
dialami dalam satu tahun pertama kehidupan seseorang. Di masa
bayi kepercayaan akan menentukan landasan bagi ekspektasi
seumur hidup bahwa dunia akan menjadi tempat tinggal yang baik
dan menyenangkan.17
b) Tahap Anal- Otonomi vs Rasa malu dan ragu-ragu (autonomy vs
shame and doubt).
Erikson setuju dengan Freud kalau mode dasar tahapan ini adalah
retensi dan eliminasi yaitu, menahan atau melepaskan. Diantara dua
hal yang bertentangan ini anak berusah melatih kemampuan memilih.
Anak yang berusia dua tahun ingin memegang apapun yang
diinginkan, dan mendorong apapun yang tidak diinginkan. mereka
melatih kehendak mereka tepatnya otonomi. Setelah memperoleh
kepercayaan dari pengasuhnya, bayi mulai menemukan bahwa
perilaku mereka adalah keputusan mereka sendiri. Mereka mulai
menyatakan rasa kemandirian atau otonominya. Jika bayi terlalu
banyak dibatasi dan dihukum terlalu keras, mereka cenderung
mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu.18
Otonomi muncul dari dalam, sebuah pendewasaan biologis
yang mengasuh kemampuan anak untuk melakukan segala hal
dengan caranya sendiri seerti mengontrol otot mereka sendiri,
menggunakan tangannya sendiri untuk makan, sedangkan rasa malu
dan ragu-ragu datang dari kesadaran akan ekspetasi dan tekanan
sosial.19
17
c) Tahap Falik - Inisiatif vs rasa bersalah (initiative vs guilt)
Erikson menyebut mode utama tahap ini sebagai intrusi. Lewat
istilah ini dia berharap bisa menangkap pendapat Freud tentang anak
yang semakin tumbuh dalam keberanian, keingintahuan dan rasa
persaingan. Istilah intrusi melukiskan aktivitas penis anak laki-laki
namun sebagai mode umum, istilah ini mengacu pada banyak hal
seperti intrusi pada tubuh orang lain lewat serangan fisik, intrusi ke
dalam telinga orang lain lewat percakapan agresif, instrusi dalam
ruang lewat gerakan menyolok, dan instrusi dalam hal-hal yang tidak
diketahui lewat keingintahuan(Erikson, 1983). 20
Tahap inisiatif vs rasa bersalah, berlangsung pada masa
prasekolah (3-6 tahun), ketika anak prasekoah memasuki dunia
sosial yang luas, mereka dihadapkan pada tantangan baru yang
menuntut mereka untuk mengembangkan perilaku yang aktif dan
bertujuan.
20 Ibid., h.437
21 Santrock, op.cit., h. 26
22 Willianm Crain. op.cit., h.438
18
mengarahkan
energinya
untuk
menguasai
pengetahuan
dan
dihadapi
di
masa
sekolah
dasar
adalah
anak
dapat
23 Santrock, loc.cit. h. 27
24 William, Op.cit., h.440
19
seksual seperti jatuh cinta namun hanya untuk mendefenisikan
dirinya sendiri. Untuk menyongsong dewasa muda
intinya adalah
yang
20
ini lebih peduli dengan kebutuhannya sendiri daripada kebutuhan
anak mereka.
h) Tahap Usia Senja - Integritas Vs Keputusasaan (Integrity Vs
Despair)
Erikson sangat menyadari bahwa banyak penyesuaian, fisik
maupun sosial, harus dilakukan para lansia. Beliau meyadari fakta
bahwa para lansia tidak bisa seaktif dulu. Namun penekanan
mestinya bukan diberikan pada penyesuaian eksternal, melainkan
penguatan batin di periode ini, sebuah pergulatan yang berpotensi
untuk tumbuh bhkan mencapai kebijaksanaan . Erikson menyebut ini
sebagai pergulatan integritas ego vs keputusasaan.
Semakin para lansia menghadapi rasa putus asa, mereka
akan semakin menemukan pengertian mengenai integritas ego.
Integritas ego kata Erikson sangat sulit didefenisikan namun
mencakup perasaan bahwa terdapat sebuah suratan bagi hidupnya
dan penerimaan atas suratan tersebut, sebuah siklus yang harus
terjadi dan niscaya dan tidak ada yang menggantikannnya...(Erikson,
1963). Pergulatan batin ini cenderung membuat seorang lansia
seperti
seorang
menumbuhkan
filsuf,
bergulat
kekuatan
ego
dengan
yang
diri
disebut
sendiri
untuk
kebijaksanaan.
kehidupan,
perkembangan
Erikson
berlangsung
beranggapan
sepanjang
perubahan
masa
hidup.
dalam
Dengan
21
dan masa selanjutnya. Freud berpendapat bahwa pengalaman masa
awla lebih penting dibandingkan pengalaman di masa selanjutnya.
Sementara erikson menekankan pentingnya pengalmn dimasa awal
maupun masa selanjutnya.
B. PERAN SEKOLAH DALAM MEMBUAT SOP KEAMANAN ANAK
Sebagaimana kita ketahui seksama bahwa Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
diselenggarakan
kanak/Raudhatul Athfal),
melalui
jalur
formal
jalur nonformal
(Taman
(Taman
Kanak-
Penitipan Anak,
Kelompok Bermain dan bentuk lainnya yang sederajat), dan pada jalur
informal
(pendidikan
keluarga
atau
lingkungan).
Dalam
rangka
ditegaskan bahwa
pembinaan
22
PAUD dan diperkirakan hingga tahun 2010 dari 28,8 juta anak usia 0-6
tahun yang terlayani baru 53,7%. Masih rendahnya jumlah anak yang
terlayani PAUD, antara lain disebabkan (1) belum semua orang tua dan
masyarakat menyadari pentingnya PAUD, (2) masih terbatasnya jumlah
lembaga PAUD, terutama di daerah-daerah pedesaan, daerah terpencil,
dan daerah perbatasan, (3) tidak semua lembaga PAUD yang dapat
memberikan layanan bagi anak-anak yang ada disekitarnya, dan (4)
terbatasnya sarana, prasarana dan fasilitas yang dimiliki oleh lembaga
PAUD. Berpijak dari kondisi tersebut di atas, dalam rangka mendukung
keterjangkauan,
ketersediaan,
mutu/kualitas
dan
kesetaraan
serta
optimal.
Kebijakan
sekolah
tentang
kesehatan
adalah
23
kebijakan untuk menjamin lingkungan belajar yang inklusif, melindungi,
dan sehat memerlukan dukungan yang luas. Untuk memperoleh
dukungan ini dimulai dengan advokasi, yaitu, mengembangkan pesan
persuasif dan bermakna yang membuat para pengambil keputusan
melihat bahwa kebijakan tersebut memang dibutuhkan. Berikut akan
disajikan contoh kebijakan kesehatan dan perlindungan sekolah: 25
No
1
Isu Kebijakan
Kehamilan dini yang tidak
diinginkan dan
konsekuensinya
24
No
Isu Kebijakan
25
No
6
Isu Kebijakan
Sosialisasi tentang
Kesehatan dan Gizi
Sekolah.
26
mereka dapat membantu kita sekaligus mencarikan jalan keluarnya jika
timbul penolakan atau kesalahpahaman yang mungkin muncul mengenai
masalah kesehatan sekolah.
Cara lain yang bermanfaat untuk hal ini adalah dengan menciptakan
suatu Komite Penasehat Kesehatan yang beranggotakan berbagai lapisan
masyarakat. Olehnya itu kebijakan sekolah tentang kesehatan harus
memberikan manfaat pada semua peserta didik dari berbagai kelompok
masyarakat. Kebijakan yang berkaitan dengan kebutuhan peserta didik
tampaknya yang paling banyak mendapat dukungan. Setelah kita
mendapatkan dukungan untuk mengembangkan kebijakan kesehatan dan
keamanan sekolah, langkah berikutnya adalah melaksanakan evaluasi
dan monitor kebijakan sekolah tentang kesehatan (pedoman terlampir).
3. Mengatasi Kekerasan: Pemetaan Kekerasan dan Pelaksanaan
Program di Sekolah
a. Pemetaan Kekerasan
Di sekolah, peserta didik yang berbeda latarbelakang maupun
kemampuan rentan akan terjadi diskriminasi dan kekerasan, misalnya,
upaya untuk menjauhkan mereka dari yang lain di dalam sekolah dan
kadang-kadang di luar sekolah. Bahkan terjadinya pelecehan seksual
dan kekerasan fisik yang mengakibatkan luka-luka, kematian,
gangguan psikologis, perkembangan fisik yangburuk atau kerugian.
Ada tiga bentuk tindak kekerasan, yaitu:
Kekerasan terhadap diri sendiri: adalah perilaku membahayakan
yang sengaja dilakukan untuk menyakiti diri sendiri, termasuk
upaya melakukan bunuh diri.
Kekerasan antarpribadi: adalah perilaku kekerasan antarindividu
yang
berakibat
pada
hubungan
korban-pelaku,
misalnya
27
Kemudian ditinjau dari sebab terjadinya Kekerasan: kekerasan di
sekolah, keluarga, dan masyarakat berikut akan diuraikan beserta faktorfaktor yang melatarbelakanginya:
Faktor penyebab pada anak:
Anak mempunyai kekurangan
yang
berkaitan
dengan
bisa
menjadi
tempat
terjadinya
kekerasan.
Tapi
28
siapa yang biasanya menjadi korban dan pelaku. Proses pemetaan
bisa menjadi alat berharga untuk memonitor dan mengontrol
kekerasan, karena hal ini dapat :
1) Mendorong peserta didik, guru dan staf sekolah lainnya untuk mulai
membicarakan
tentang
kekerasan
di
sekolah,
yang
dapat
29
mencari solusinya, dan untuk melaksanakan program intervensi
sekolah-masyarakat yang efektif.
b. Pelaksanaan Program; Indikasi Peserta Didik yang Dilecehkan
Guru yang jeli dapat melihat gejala-gejala terjadinya kekerasan pada
peserta didik. Di
30
Menyerang anak yang lebih muda; atau
Memikul tanggung jawab orang dewasa
e. Perilaku berkaitan dengan pendidikan:
Rasa ingin tahu, imajinasi yang ekstrim
Kegagalan akademis
Tidur di kelas
Ketidakmampuan berkonsentrasi
f. Indikator emosional
Depresi
Fobia (ketakutan yang berlebihan, misalnya takut kegelapan,
takut toilet umum, dll.)
Melukai diri sendiri
Melukai atau membunuh binatang
Reaksi spontanitas dan kreatifitas berkurang
4. Tanda-tanda Peserta Didik yang Rentan Kekerasan
Di bawah ini beberapa karakteristik anak yang rentan dan apa yang
harus dilakukan untuk membantu peserta didik tersebut. Bagaimana
mengidentifikasi dan membantu anak yang rentan kekerasan?
31
N
O
1
Faktor
Pendukung
dan
Pencegah
Faktor
yang
memungkinka
n peserta didik
rentan
terhadap
kekerasan
Faktor positif
yang dapat
membantu
mengurangi
resiko
kekerasan
terhadap
peserta didik
Hal-hal yang
dapat
diupayakan
guru dan
pihak sekolah
32
Berikut ini cara-cara yang dapat ditempuh mencegah tindak kekerasan di
antara peserta didik:
N
o
1
2
memerlukan
kecakapan
agar
dapat
menggunakan
33
dengan pendekatan lain terhadap pendidikan kesehatan. Pendidikan
kesehatan berbasis kecakapan memfokuskan pada perubahan perilaku
kesehatan yang spesifik dalam hal
bagi
kehidupan
remaja
sehari-hari.
Keseimbangan
dalam
kurikulum, antara lain dalam hal: (i) pengetahuan dan informasi, (ii) sikap
dan nilai, dan (iii) kecakapan hidup. Anak tidak hanya menjadi penerima
informasi pasif, tetapi berpartisipasi aktif dalam belajar melalui metode
belajar dan mengajar partisipatori. Dalam pendidikan kesehatan berbasis
kecakapan, anak berpartisipasi dalam penyatuan pengalaman belajar
untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan kecakapan hidup.
Kecakapan ini membantu anak belajar membuat keputusan yang baik dan
melakukan tindakan positif agar mereka tetap sehat dan aman. Ini juga
bisa menjadi pola sikap, berupa pemecahan masalah, atau cara
berkomunikasi kesediaan dan perilaku yang membantu anak bekerja
sama dengan sesama, khususnya mereka yang beragam latar belakang
dan kemampuan.
Kecakapan ini sering disebut Kecakapan hidup. Kecakapan hidup
sangat penting dalam hidup sehat dan bahagia. Pengajaran kecakapan
hidup disebut pendidikan berbasis kecakapan hidup, yang merupakan
istilah yang sering digunakan dalam pendidikan. Perbedaan antara
keduanya terletak pada jenis isi atau topik yang tercakup didalamnya.
Pada pendidikan berbasis kecakapan hidup, tidak semua isinya berkaitan
dengan kesehatan, misalnya kemampuan membaca dan berhitung yang
berbasis kecakapan hidup. Istilah kecakapan hidup mengacu pada
sekolompok besar kecakapan psiko-sosial antar pribadi yang dapat
34
membantu anak membuat keputusan, berkomunikasi secara efektif dan
mengembangkan kecakapan mengurus diri sehingga dapat membantu
mereka menjalani kehidupan produktif dan sehat. Kecakapan hidup
mungkin ditujukan pada pengembangan tindakan pribadi seseorang dan
tindakan kepada orang lain, serta tindakan untuk mengubah lingkungan
sekeliling agar kondusif untuk kesehatan.
Kecakapan hidup juga dihubungkan dengan pengembangan perilaku
yang baik, misalnya kecakapan dalam mendengarkan orang lain. Ketika
kita mendengarkan mereka, kita menunjukkan rasa hormat. Empat sikap
yang paling penting untuk dikembangkan melalui pendidikan kesehatan
berbasis kecakapan (pedoman terlampir):
1. Penghargaan diri seperti saya ingin bersih, bugar dan sehat.
2. Penghargaan diri dan percaya diri, seperti saya tahu saya bisa
mempengaruhi dan membuat perbedaan atas kesehatan keluarga
saya, walaupun saya masih kecil.
3. Hargai orang lain seperti saya perlu mendengarkan orang lain,
menghormati mereka dan kebiasaannya bahkan walaupun mereka
berbeda atau walaupun saya tidak menyetujui mereka.
4. Peduli kepada orang lain, seperti saya melakukan yang terbaik
untuk membantu orang, lebih sehat, khususnya mereka yang
membutuhkan bantuan saya.
6. Mengajarkan Kecakapan Hidup Pada Peserta Didik
Peserta didik dapat belajar kecakapan hidup jika kita menggunakan
metode pengajaran yang memberi peluang peserta mempraktekkan
kecakapan ini. Inilah sebabnya cara kita mengajar sama pentingnya
dengan apa yang kita ajarkan. Berikut beberapa tips untuk pembelajaran
kecakapan hidup yang aktif :
Metode Pembelajaran Aktif
Kelompok diskusi:
1. Bantu semua peserta didik untuk
terlibat, berbagi pengalaman dan
berikan kesempatan berpendapat
tentang topik kesehatan yang
penting.
35
Metode Pembelajaran Aktif
2. Bantu peserta didik belajar
berkomunikasi dengan orang lain
dan mendengarkan orang lain
ketika mereka berbagi
perasaannya
Cerita:
1. Berikan informasi dengan cara
yang menarik untuk membantu
peserta didik memahami dan
mengingat.
2. Perkenalkan pada topik yang sulit
dan sensitif.
3. Kembangkan imajinasi
peserta didik.
4. Kembangkan kecakapan
Berkomunikasi peserta didik
(menyimak, berbicara, dan
menulis)
36
Metode Pembelajaran Aktif
Demonstrasi Praktis:
1. Menghubungkan pengetahuan
abstrak kepada hal yang nyata.
2. Mengembangkan kecakapan
praktis dan observasi.
3. Mendorong berpikir logis
37
Metode Pembelajaran Aktif
peserta
didik,
aktif
bertanya,
mempertanyakan,
dan
38
Kreatif jiga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang
beragam
sehingga
berbagai
tingkat
kemampuan
peserta
didik.
yang
39
1. Pengembangan pembelajaran dengan pendekatan berpusat pada
peserta didik (students- centered learning)
2. Pengembangan pembelajaran yang berarti dan sesuai dengan
lingkungan (contextual learning)
3. Pengoptimalan lingkungan dan sumber daya yang ada sebagai
sumber belajar
4. Pengaturan ruang kelas, pengorganisasian peserta didik (klasikal,
kelompok, dan individual), pengaturan alat/ sumber belajar,
metode, model pembelajaran, serta penilaian yang komprehensif
5. Pengembangan pembelajaran yang mencakup berbagai bidang
pengembangan, yaitu bahasa, kognitif, fisik- motorik, seni dan
pengembangan pembiasaan, yaitu moral, kemandirian, sosialemosional, dan lainnya.
6. Pengembangan pembelajaran dengan pendekatan berbasis luas
dan mendukung kecakapan hidup (broad- based education dan life
skills) melalui pembiasaan dan pengembangan kemampuan dasar.
9. Peran Serta Masyarakat di Taman Kanak-kanak, Partisipasi Dalam
Peningkatan Kualitas TK
Tercapainya tujuan dalam peningkatan mutu pembelajaran tidak hanya
ditentukan oleh system pengajaran yang baik saja, tetapi ditentukan juga
oleh peran serta masyarakata secara meluas, karena TK pada hakikatnya
bagian dari msyarakat, milik masyarakat, dan menjalin hubungan yang
harmonis melalui wadah yang disebut komite TK. Berdasarkan Undangundang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa
masyarakat juga berhak berperan serta dalm pertencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan, yang dilaksankan oleh
sekolah hal ini menunjukkan bahwa masyarakta juga harus terlibat dalam
upaya melaksanakan pendidikan yang bermutu, karena pada dasarnya
antara sekolah dan masyarakat terjadi hubungan timbal balik yang tidak
dapat dipisahkan.
Dalam pasal 51 ayat 1 Undang- undang No 20 tahun 2003
dijelaskan bahwa pengelolaan suatu pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan
standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
40
Peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran melalui MBS dapat
dilakukan dengan 3 komponen (1) Melaksanakan menejemen yang
transparan, partisipatif dan akuntabel, (2) Melaksanakan pembelajaran
yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan, (3) Meningkatkan peran
serta masyarakat.
Pada usia dini anak sedang melakukan adaptasi dengan
lingkungan yang dialaminya dirumah dan lingkungan yang diikutinya
disekolah. Dalam proses adaptasi ini sering muncul adanya permasalahan
yang dapat mengganggu
formal
sesuai
dengan
lingkungan
alami,
kekeluargaan,
perlunya
partisipasi
masyarakat:
partisipasi
masyarakat
jawab
,maupun
untuk
pemerintah,b.
mendidik,
Keluarga
menyekolahkan,
serta
jasa
pelayanan
TK
yang
tersedia,
yaitu
41
b. Memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga
c. Peran serta secara pasif, yaitu menyetujui dan menerima
keputusan sekolah (komite TK)
d. Masyarakat, termasuk orang tua peserta didik bekerjasama
dengan guru dan kepala TK merencanakan pengembangan TK
mereka, dan memantau penggunaan sumber daya di TK.
Pembelajaran di TK tidak cukup hanya dilakukan oleh guru, tetapi
peran serta orang tua di rumah juga sangat menetukan dalam membantu
pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru.
Dengan demikian,
kerjasama yang baik antara guru, orang tua, dan masyarakat penting
untuk dijalin secara efektif agar pembelajaran yang dilaksanakan dapat
berhasil dan mencapai target yang diharapkan. Komite taman kanakkanak juga ikut terlibat dalam membantu taman kanak-kanak juga ikut
terlibat dalam membantu penciptaan suasana fisik maupun psikis yang
menyenangkan
kemudian
menunjang
berlangsungnya
kegiatan
42
Salah satu yang harus dilakukan oleh kita sebagai orang-orang
yang bergelut pada pendidikan anak usia dini adalah memberikan
pemahaman kepada masyarakat untuk mengubah paradigma berfikir
mereka. Pola fikir yang harus di ubah adalah pendidikan seks untuk anak
usia dini bukan hal yang tabu lagi tetapi hal yang perlu. Banyak pihak,
terutama para orangtua meyakini bahwa insting seksual tidak dijumpai
pada masa anak-anak, dan baru akan muncul pada masa pubertas.
Pendapat seperti ini merupakan kekeliruan yang sudah mengakar kuat
dalam
masyarakat
kehidupan
seksual
kita.
pada
Ketidaktahuan
anak dapat
mengenai
berakibat
prinsip-prinsip
negatif
terhadap
perkembangan peran seks anak, dan terhadap sikap perilaku anak usia
dini. Kajian mendalam mengenai kehidupan seksual selama masa anakanak akan mampu menunjukkan kepada kita bagaimana proses
pendampingan yang tepat bagi anak terkait perkembangan peran seks
nya.
Sebagai renungan, pada zaman dahulu ketika anak bertanya
kepada orang tua tentang hal-hal berkaitan dengan seks, orang tua
cenderung akan menolak untuk menjawab bahkan memarahi anaknya
karena merasa tabu dan risih serta bingung dalam menjelaskannya, ketika
anak tidak mendapat jawaban dia tidak akan mendapatkan atau mencari
informasi dari tempat lain karena keterbatasan akses informasi pada saat
itu. Tetapi sekarang di era globalisai semua informasi dapat diakses
dengan mudah melalui media baik cetak maupun elektronik, ketika anak
bertanya kepada orang tua atau guru tentang seks, dan ia tidak mendapat
jawaban maka dia akan mencari informasi sendiri melalui media, hal ini
sangat berbahaya.
Berbagai pertanyaan yang dikemukakan oleh anak berkaitan
dengan seksualitas biasanya dimulai dari perbedaan jenis kelamin antara
dirinya dengan teman sebayanya, dan dengan orang tua nya. Rasa ingin
tahu anak dan kebutuhan eksplorasi yang tinggi pada anak membuat
pertanyaan anak semakin bertambah kompleks. Anak mulai bertanya
tentang fungsi alat kelaminnya, proses kelahiran bayi, proses munculnya
43
bayi di dalam perut Ibu, mengapa laki-laki dan perempuan harus menikah,
dan apakah seorang Ibu dapat memiliki bayi apabila tidak menikah.
Pada saat anak memperoleh jawaban yang benar, ilmiah, dan
dapat memuaskan rasa ingin tahu anak, anak akan memiliki pijakan yang
benar untuk memilih tindakan yang benar nantinya, dan menyadari
konsekuensi dari tindakan yang ia pilih. Jawaban yang tidak realistis, dan
abstrak akan sulit dipahami anak. Anak tidak memperoleh kepuasan akan
rasa ingin tahu nya. Mereka akan berusaha mencari jawaban yang benar
melalui teman sebaya, melalui media, dan melalui tindakan eksplorasi
genital yang tidak terkontrol. Anak juga dapat melakukan berbagai tindak
eksperimen dengan dirinya sendiri ataupun teman sepermainannya, tanpa
sepengetahuan orangtua.
Sikap orangtua yang kaku menghadapi pertanyaan anak dan
perilaku seks anak di usia dini dapat membawa akibat yang buruk. Sikap
keras dan otoriter orangtua yang cenderung menghardik atau membentak
pada saat anak bertanya atau melakukan eksplorasi seksual dapat
membuat anak merasa malu dan merasa bersalah, sehingga anak
mengembangkan berbagai macam persepsi yang keliru tentang seks.
Dibutuhkan
proses
upaya
penanganan
yang
serius
dan
juga harus
44
ada perilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan norma dan ada
yang
tidak.
Seseorang
akan
cenderung
berusaha
memenuhi
tingkat
ekonomi
yang
menengah
ke
bawah.
Seiring
45
ini berlangsung selama dia hidup. Setiap anak Indonesia adalah aset
bangsa yang sangat berharga, generasi penerus dan sumber daya
manusia Indonesia yang bakal menjadi penentu masa depan bangsa dan
negara. Negara berkewajiban menciptakan rasa aman dan memberikan
perlindungan hukum kepada setiap anak Indonesia agar mereka tumbuh
serta berkembang secara wajar dan berperan serta dalam pembangunan.
Tujuan
perlindungan
hukum
itu
sendiri
untuk
menjamin
46
perkembangan
jiwa
terganggu,
dan
akhirnya
berakibat
pada
aktif
dari
kejahatan
para
aparat
kesusilaan
penegak
sangat
hukum
dalam
diperlukan.Kekerasan
terhadap anak setiap hari terus meningkat, padahal didalam KUHP (Kitap
Undang-Undang Hukum Pidana) telah tertulis aturan hukum tentang
pencabulan
Perlindungan
dan
Undang-undang
Anak.
Dimana
No
23
perbuatan
Tahun
cabul
2002
sendiri
Tentang
merupakan
47
Hak Kelangsungan Hidup dan Tumbuh Kembang
Penghargaan Pendapat Anak
Anak merupakan kelompok yang memerlukan perhatian dalam
upaya pembinaan kesehatan masyarakat, karena mereka akan berperan
sebagai calon orang tua, tenaga kerja, bahkan pemimpin bangsa di masa
depan. Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan anak di Indonesia
diperlukan upaya pembinaan kesehatan anak yang komprehensif dan
terarah pada semua permasalahan kesehatan akibat penyakit maupun
masalah lainnya. Kekerasan dan penelantaran anak mengakibatkan
terjadinya gangguan proses pada tumbuh kembang anak. Keadaan ini jika
tidak ditangani secara dini dengan baik, akan berdampak terhadap
penurunan kualitas sumber daya manusia.
Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak pada Pasal 1 disebutkan bahwa Anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
1945 Pasal 28B (2) menyatakan bahwa Setiap anak berhak .... atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sedangkan untuk
mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak Pasal 69 (1) UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA)
menyebutkan bahwa Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan
fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui upaya: (a) penyebarluasan dan
sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang melindungi
anak korban tindak kekerasan; dan (b) pemantauan, pelaporan, dan
pemberian sanksi. Sedangkan ayat (2) menyebutkan bahwa Setiap orang
dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan,
atau
turut
serta
melakukan
kekerasan.
Sedangkan
Pasal
54
48
Selain itu pada Pasal 72 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
mengamanatkan masyarakat dan lembaga untuk berperan dalam
perlindungan anak, termasuk di dalamnya melakukan upaya pencegahan
kekerasan terhadap anak di lingkungannya. 30
2. Aturan Pertanggungjawaban Pidana
Pertanggungjawaban Seseorang yang melakukan tindak pidana
baru boleh dihukum apabila si pelaku sanggup mempertanggungjawabkan
perbuatan yang telah diperbuatnya, masalah penanggungjawaban erat
kaitannya
dengan
kesalahan,
oleh
karena
adanya
asas
perbutan
kemampuan
tersebut
melanggar
bertanggungjawab
maka
hukum.
hanya
Dilihat
orang
dari
yang
sudut
mampu
49
umumnya seseorang dikatakan mampu bertanggungjawab dapat dilihat
dari beberapa hal yaitu:
a Keadaan Jiwanya
1 Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementara.
2 Tidak cacat dalam pertumbuhan (Gage, Idiot, gila dan sebagainya)
3 Tidak terganggu karena terkejut (Hipnotisme, amarah yang meluap
dan sebagainya).
b Kemampuan Jiwanya :
1 Dapat menginsyafi hakekat dari perbuatannya.
2 Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah
dilaksanakan atau tidak.
3 Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.
Adapun menurut Van Hamel seseorang baru bisa diminta
pertanggungjawabannya apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Orang tersebut harus menginsafi bahwa perbuatannya itu menurut
tata cara kemasyarakatan adalah dilarang.
2. Orang tersebut harus dapat menentukan kehendaknya terhadap
perbuatannya tersebut.
Selain itu menurut, doktrinal untuk menentukan kemampuan
bertanggungjawab harus ada dua hal yaitu Adanya kemampuan untuk
membedakan perbuatan yang baik dan yang buruk, yang sesuai dengan
hukum dan yang bertentangan dengan hak. Adanya kemampuan untuk
menentukan kehendaknya menurut keinsafannya tentang baik buruknya
perbuatan yang dilakukan. Sementara itu berkaitan dengan masalah
kemampuan bertanggung jawab KUHP tidak memberikan batasan, KUHP
hanya merumuskannya secara Negatif yaitu mempersyaratkan kapan
seseorang dianggap tidak mampu mempertanggungjawabkan perbuatan
yang dilakukan.
Menurut ketentuan Pasal 44 ayat (1) seseorang tidak dapat
dimintai pertanggungjawabannya atas suatu perbuatan karena dua alasan
yaitu :
Jiwanya cacat dalam pertumbuhannya.
Jiwanya terganggu karena penyakit.
50
Kemampuan bertanggungjawab merupakan unsur kesalahan,
oleh karena itu untuk membuktikan unsur kesalahan tersebut, maka
unsurpertanggung jawaban harus juga dibuktikan, namun demikian untuk
membuktikan adanya unsur kemampuan bertanggungjawab itu sangat
sulit dan membutuhkan waktu dan biaya, maka dalam praktek dipakai
yaitu bahwa setiap orang dianggap mampu bertanggungjawaban kecuali
ada tanda-tanda yang menunjukkan lain.31
3. Sanksi Bagi Pelaku Tindak Kekerasan Seksual terhadap anak
Sanksi atau hukuman kepada pelaku tindak kekerasan kepada
anak merupakan upaya untuk memberikan efek jera atau membuat orang
takut untuk melakukan tindakan tersebut. Di Indonesia terdapat dua
peraturan yang menjadi dasar hukum perlindungan terhadap anak yaitu
KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) pasal 287 hingga 294 dan
UUPA (Undang-undang Perlindungan Anak) No. 23 Tahun 2002) yang
akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Menurut KUHP
Sanksi bagi para pelaku pedofilia menurut KUHP terdiri dari: 32
a. Persetubuhan
Dalam hal persetubuhan, adalah persetubuhan yang dilakukan
oleh orang dewasa terhadap wanita diluar perkawinan, dimana pihak
korban adalah anak dibawah umur.
Pasal 287 ayat 1 menyatakan bahwa: barang siapa bersetubuh
dengan seorang wanita diluar pernikahan, padahal diketahui atau
sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun,
atau kalau umurnya tidak ternyata , belum mampu kawin diancam
dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.
51
Pasal 288 ayat 1 KUHP menyatakan bahwa: barang siapa
bersetubuh dengan seorang wanita didalam pernikahan, yang
diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa sebelum mampu kawin,
diancam apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka, dengan pidana
penjara paling lama empat tahun
Perbuatan yang terjadi disini adalah perbuatan memaksakan
kehendak dari orang dewasa terhadap anak dibawah umur yang
dilakukan tanpa atau dengan kekerasan. Persetubuhan yang dilakukan
tanpa kekerasan bisa terjadi dengan cara atau upaya orang dewasa
dengan membujuk korban dengan mengiming-imingi korban dengan
sesuatu atau hadiah yang membuat korban menjadi senang dan
tertarik, dengan demikian sipelaku merasa lebih muda untuk
melakukan maksudnya untuk menyetubuhi korban.
b. Perbuatan cabul
Perbuatan
cabul
yang
terjadi
disini
maksudnya
adalah
untuk
melakukan
perbuatan
yang
bertentangan
dengan
kehormatan korban.
Pasal 289 KUHP menyatakan: bahwa barangsiapa dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa sesorang untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam
karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan,
dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun
Pasal 290 ayat 2 KUHP menyatakan: bahwa diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun: barangsiapa melakukan
perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui atau sepatutnya
harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau belum
kawin.
Pasal 290 ayat 3 KUHP menyatakan: bahwa barangsiapa
membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga
bahwa umurnya belum lima belas tahun atau ternyata belum kawin,
52
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau
bersetubuh diluar pernikahan dengan orang lain.
Pasal 292 KUHP menyatakan: bahwa orang yang cukup umur,
yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin,
yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup
umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Pasal 293 ayat 1 KUHP menyatakan: bahwa barangsiapa
dengan
memberi
atau
menjanjikan
uang
atau
barang,
53
dibawahnya dengan orang lain. 2e. Dengan hukuman penjara
selama-lamanya empat tahun, barang siapa yang dengan sengaja, di
luar hal-hal yang tersebut pada 1e, menyebabkan atau memudahkan
perbuatan cabul dengan orang lain yang dikerjakan oleh orang belum
dewasa yang diketahuinya atau patut disangkanya, bahwa ia ada
belum dewasa.
Pasal
296
pencahariannya
KUHP
atau
menyatakan:
kebiasaannya
Barang
yaitu
siapa
dengan
yang
sengaja
54
muslihat,
serangkaian
kebohongan,
atau
membujuk
anak
kekerasan,
memaksa,
melakukan
tipu
muslihat,
55
Berikut di paparkan beberapa analisis jurnal ilmiah yang berkaitan
dengan kekerasan seksual terhadap anak usia dini, untuk jurnal
lengkapnya terlampir.
1. Judul jurnal: The Prevention of Childhood Sexual Abuse
Penulis
David Finkelhor
Penerbit
Tahun
Vol
Jumlah Halaman
:
:
:
2009
VOL. 19 / NO. 2 / FALL 2009
169-194 / 26 Lembar
Dasar pemikiran
David Finkelhor inisiatif mengkaji pencegahan pelecehan
seksual terhadap anak, yang memusatkan perhatian pada dua
strategi utama yaitu pelaku dan program pendidikan melalui
manajemen berbasis sekolah. Melalui strategi ini, pelaku utama
diperiksa, memberitahu masyarakat tentang kehadiran mereka,
melakukan
pemeriksaan
lapangan
kerja,
latar
belakang,
karenanya,
Finkelhor
menyarankan
menggunakan
menjelaskan
bahwa
manajemen
berbasis
bantuan.
Program
ini
juga
bertujuan
untuk
56
Finkelhor
mendesak
penelitian
lebih
lanjut
dan
kurikulum
untuk
mengurangi
korban,
untuk
Metode
Dalam hal ini, Finkelhor melakukan evaluasi program
pendidikan sebagai bentuk identifikasi situasi berbahaya dan
mengenalkan pendidikan seks.
Landasan Teori.
Banyak peneliti yang telah dilakukan studi ini dari program
pendidikan, tetapi beberapa telah menjawab pertanyaan, apakah
anak-anak belajar konsep-konsep? Banyak penelitian dirangkum
dalam berbagai kajian menemukan bahwa anak dari segala umur
memperoleh konsep kunci yang diajarkan. Dalam kenyataan,
anak yang lebih muda menunjukkan lebih banyak belajar dari
anak yang lebih tua.
Hal-hal yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Pencegahan pelecehan seksual pada anak.
2. Program pendidikan.
3. Pemberitahuan kepada masyarakat.
Kesimpulan
Pelecehan Seksual adalah sebuah tantangan khusus,
berbeda dalam banyak dimensi dari jenis lain dari anak
pelayanan buruk, kejahatan, dan masalah kesejahteraan anak.
Tetapi langkah besar telah dibuat untuk memahami masalah,
mendidik masyarakat, dan memobilisasi sumber daya. Dengan
tambahan penelitian dan pengembangan program, ada banyak
alasan untuk percaya jauh lebih dapat diselesaikan.
2. Judul Jurnal: Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini
Penulis
Penerbit
: Moh. Roqib
: Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan P3M
STAIN Purwokerto
57
Tahun
Vol
ISSN/DOI
Jumlah Halaman
:
:
:
:
2008
Vol.13, No. 2/mei-Agustus 2008/271-286
271-286
12 Lembar
Hasil Analisis
Tulisan ini dibuat untuk menjawab keresahan orangtua sebagai
dampak dari berbagai kasus dan peristiwa berbau free seks yang
banyak terjadi di masyarakat. Berkembangnya tehologi yang masih
minim pengawasan memungkinkan tereksposnya berbagai hal,
termasuk didalam hal yang berbau pornografi, secara bebas tanpa
memikirnya dampak negatif yang mungkin akan muncul.
Jurnal yang ditulis ini merupakan deskripsi pentingnya pendidikan
seks sedini mungkin, mengingat makin maraknya kasus yang
berkaitan dengan atau disebabkan oleh kurangnya pemahaman
tentang seks itu sendiri. Pendidikan seks perlu dikenalkan dan
ditanamkan sedini mingkin pada anak mengingat anak adalah amanah
yang perlu dijaga dan diperhatikan perkembangannya. Fokus utama
pendidikan seks bagi anak adalah bagaimana membantu anak
mengetahui
dan
memahami
berbagai
topik
biologis
seperti
58
2. Memberikan sentuhan dan pelukan kepada anak agar mereka
merasakan kasih sayang dari orangtuanya secara tulus
3. Membantu anak memahami perbedaan perilaku yang boleh dan
yang tidak boleh dilakukan di depan umum seperti anak selesai
mandi harus mengenakan baju kembali di dalam kamar mandi atau
di dalam kamar. Anak diberi tahu tentang hal-hal pribadi, tidak boleh
disentuh, dan dilihat orang lain.
4. Mengajar anak untuk mengetahui perbedaan anatomi tubuh laki-laki
dan perempuan
5. Memberikan penjelasan tentang proses perkembangan tubuh
seperti hamil dan melahirkan dalam kalimat yang sederhana,
bagaimana bayi bisa dalam kandungan ibu sesuai tingkat kognitif
anak.
3. Judul Jurnal: Applying Threat Sanction Which
Maximal To Perpetrator Hardness Child
Penulis
Penerbit
Tahun
Vol
ISSN/DOI
Jumlah Halaman
Hasil Analisis
Penelitian ini di latarbelakangi oleh ketidak adilan dalam
penuntutan
pelaku
kekerasan
terhadap
anak.
Apakah
telah
59
Penelitian ini adalah penelitian normatif yaitu penelitian yang
menitik beratkan pada penelitan pustaka di mana mengkaji teori-teori
serta peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan
penerapan sanksi terhadap pelaku kekerasan pada anak. Subjek
penelitian adalah adalah para jaksa di kejaksaan Negeri Makasar,
sampel sebanyak 4 jaksa.
Metode pengumpulan data dalam penelitian normatif ini adalah
bahan hukum, terdiri bahan hukum primer dan sekunder yang
dikelompokan agar lebih mudah dianalisis, serta dilengkapi dengan
hasil wawancara dengan jaksa yang menjadi subjek penelitian.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar aparat
hukum di kejaksaan negeri Makasar menggunakan UUPA no. 23
Tahun 2002, untuk kasus kekerasan pada anak
dan jarang
Tahun
Vol
: Umi Kulsum
: Developmental and Clinical Psychology
Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Semarang, Indonesia
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/dcp
: 2013
: Vo1. 1 Oktober 2013
60
ISSN/DOI
Jumlah Halaman
: ISSN 2252-6358
: 19-25 / 7 Lembar
Hasil Analisis
Latar belakang penelitian ini adalah pemahaman orang tua yang
sangat kurang tentang kesadaran bahwa anak memiliki hak untuk
mendapatkan akses informasi yang benar tentang seksualitas sesuai
dengan kebutuhan dan tahap perkembangan usianya dengan
menggunakan bahasa dan metodologi yang tepat untuk anak usia
dini. Anak juga berhak untuk dilindungi dari resiko pelecehan dan
kekerasan seksual. Data dari Biro Pusat Statistik tahun 2006,
berdasarkan kasus yang dilaporkan terdapat 99.377 kasus kekerasan
seksual yang korbannya anak di bawah usia 19 tahun. Terdapat
51.676 (51%) dari total jumlah tersebut adalah anak usia dibawah 9
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak termasuk anak usia
balita belum terlindungi sehingga sangat rentan terhadap resiko
kekerasan seksual.
Pelaksanaan
gambaran
penelitian
deskriptif
intensi
ini
dan
bertujuan
untuk
mengetahui
perilaku
orang
tua
dalam
61
dan dinyatakan 6 item tidak valid sehingga didapatkan 33 item yang
valid. Angket perilaku mempunyai nilai reliabilitas sebesar 0,924.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensi orang tua dalam
memberikan pendidikan seks pada anak usia dini di Kelurahan
Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang tergolong pada
kriteria intensi yang cukup kuat. Sedangkan perilaku orang tua dalam
memberikan pendidikan seks pada anak usia dini di Kelurahan
Sekaran Kecamatan Gunungpati Kota Semarang tergolong pada
kriteria perilaku yang cukup cenderung kuat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Banyak pihak, terutama para orang tua meyakini bahwa insting
seksual tidak dijumpai pada masa anak-anak, dan baru akan muncul pada
masa pubertas. Pendapat seperti ini merupakan kekeliruan yang sudah
mengakar kuat di masyarakat kita. Ketidaktahuan mengenai prinsipprinsip kehidupan seksual pada anak dapat berakibat negatif terhadap
perkembangan peran seks anak, dan terhadap sikap perilaku anak usia
dini. Kajian mendalam mengenai kehidupan seksual selama masa anak-
62
anak
akan
mampu
menunjukan
kepada
kita
bagaimana
proses
yaitu
dikelompokkan
ke
dalam
delapan
fase
teori
Erikson
adalah
pada
penekanannya,
teori
Erikson,
semua
61 pendidikan,
lembaga
khususnya
lembaga
melibatkan
pemerhati anak dan pemangku kebijakan. Dengan adanya SOP yang baik
maka kenyamanan dan keamanan anak akan terjaga.
Terdapat beberapa dasar hukum yang menjadi acuan perlindungan
terhadap anak yaitu: 1) konvensi Anak PBB yang diratifikasikan ke Kepres
No. 36 Tahun 1990; 2) amandemen UUD 1945 Pasal 28B Ayat (2)
63
Perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi; 3) undang No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; 4) undang-undang No. 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia; 5) KUHP (Kitab Undang-undang Hukum
Pidana). Dasar hukum yang mengatur sanksi terhadap pelaku kekerasan
seksual terhadap anak adalah KUHP (kitab undang-undang hukum
pidana) pasal 287 ayat 1; 288 ayat 1; 289; 290 ayat 2; 292; 293; 294 ayat
1; dan 296. Selain itu berlaku juga undang-undang khusus untuk anak
yaitu UUPA No. 23 tahun 2002 pasal 81 dan 88 tentang persetubuhan,
pencabulan dan eksploitasi anak.
B. SARAN
Diharapkan kepada mahasiswa/praktisi untuk dapat memahami
tentang teori perkembangan psikoseksual anak, penyusunan SOP
keamanan di sekolah dan sanksi pada pelaku kekerasan terhadap anak.
Dengan memahami ketiga aspek tersebut maka makhasiswa/praktisi
dapat memberikan kontribusi nyata dalam penanggulangan kekerasan
terhadap anak. Ketika menemukan kasus kekerasan terhadap anak dapat
memberikan masukan, solusi atau pendampingan kepada korban agar
diperlakukan secara adil.
DAFTAR PUSTAKA
Chaplin, J.P. Kamus Lengkap Psikologi:Terjemahan Kartini Kartono. Jakarta:
Rajawali Pers. 2011.
Crain William.Teori Perkembangan:Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta:Pustaka
Pelajar. 2007.
Focusing Resources on Effective School Health. Core Intervention 1: Health
Related School Policies. http://www.freshschools.org/schoolpolicies0.htm (diakses 27 Mei 2014)
I wayan AS, Konsep Pengembangan Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini
Formal, (Jakarta: Az- Zahra Books 8 , 2010)
Kemendag, UU No.23 tahun 2002, 2002, diakses dari
http://riau.kemenag.go.id/file/dokumen/UUNo23tahun2003
64
PERLINDUNGANANAK.pdf pada tanggal 24 mei 2014 pada pukul
09.16
Kompasiana. 2013. Darurat Nasional: Eksploitasi Seksual Anak. diakses
pada http://regional.kompasiana.com/2013/07/24/darurat-nasionaleksploitasi-seksual-anak--579268.html (diakses pada tanggal 21 Mei
2014 pada pukul 11.21 WIB)
Kompas. 2014. Indonesia Darurat Kekerasan pada Anak. diakses pada
http://nasional.kompas.com/read/2014/05/07/0527140/Indonesia.Dar
urat.Kekerasan.pada.Anak (diakses pada tanggal 21 Mei 2014 pada
pukul 11.21 WIB)
Lorem Ipsun et.all, Pedoman Rujukan Kasus Kekerasan Terhadap Anak Bagi
Petugas Kesehatan, (Jakarta: UNICEF & Departemen Kesehatan RI,
2007)
Lampiran Peraturan Menteri PPPA No. 11 Tahun 2011, Tentang Panduan
PencegahanTerhadap Anak di Lingkungan Keluarga, Masyarakat dan
Lembaga Pendidikan (Jakarta: Kementerian PPPA, 2011)
Nevid, Jeffrey S. Psikologi Abnormal. Edisi V jilid 1. Jakarta:Erlangga. 2005
Santrock , John W. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup.
Edisi XIII Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2012
United Nations HIV/AIDS Fact Sheet, United Nations Development
Programme, 2002.
Undang-Undang Republik
Perlindungan Anak.
Indonesia
No.
23
Tahun
2002.
Tentang
Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Pelecehan_seksual_terhadap_anak
(diakses pada tanggal 21 Mei 2014 pada pukul 11.21 WIB)
65
LAMPIRAN
Lampiran 1
Contoh Kegiatan: Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Sekolah
Ceklis di bawah ini masih bisa dikembangkan sesuai kebutuhan.
Apakah sekolah memiliki kebijakan menentang diskriminasi? (beri tanda
jika ya)
66
pendidikannya.
Peserta didik dengan beragam latar belakang dan kemampuan
(yatim piatu,
di
luar
daerah
Apakah
sekolah
memiliki
kebijakan
yang
menentang
kekerasan,
melindungi, dimana
lingkungan
dan
yang baik.
Tidak ada toleransi untuk kekerasan atau pelecehan; pelarangan
o
o
o
o
o
tangan).
WC terpisah untuk guru pria dan wanita dan juga peserta didik
perempuan dan laki-laki.
Jumlah WC memadai
Pengelolaan dan penanganan sampah yang tepat.
Fasilitas air dan sanitasi terpelihara dengan baik.
Adanya pelatihan bagi peserta didik untuk mekanisme daur ulang
67
sampah.
Apakah sekolah menjamin memiliki kebijakan untuk mempromosikan
pendidikan kesehatan berdasarkan kecakapan hidup?
dapat
melaksanakan latihan fisik dan rekreasi.
Adanya pelatihan untuk memberikan layanan kesehatan yang
sederhana.
68
Lampiran 2
Contoh Refleksi Guru dan Kecakapan Hidup
Memberikan kecakapan hidup kepada peserta didik memerlukan contoh
orang dewasa. Untuk kegiatan ini, tanyakan pada diri sendiri, Bagaimana
saya menghargai diri, percaya diri, menghormati dan peduli kepada orang
lain?.
Isilah tabel berikut dan identifikasi tindakan apa yang mencerminkan
perilaku diri sendiri dan untuk kebaikan peserta didik. Cobalah beberapa
perilaku ini selama dua atau empat minggu. Apakah terjadi perubahan dari
sisi perasaan kita atau perlakuan orang lain kepada kita?
Apa yang saya
Apa yang juga dadpat
lakukan
saya lakukan
Perilaku
sekarang
(perilaku
baru)
Hormati diri (seperti cara
memperbaiki diri)
Penghargaan diri, percaya
diri (seperti cara yang
menunjukkan diri sendiri
bahwa saya seseorang
yang berharga)
Menghormati orang
lain (seperti cara
menunjukkan kekaguman
kepada orang lain atau
69
mempertimbangkan
perasaan orang lain)
Peduli kepada orang lain
(seperti cara membantu
orang lain untuk
memperbaiki dirinya)
Setelah mencoba kegiatan ini, jangan lupa untuk mencobakan
bersama peserta
didik kita juga. Minta mereka mengisi tabel dan tentukan bagaimana
mereka dapat meningkatkan perilaku menghormati diri, menghargai
diri, menghormati dan peduli kepada orang lain.