Anda di halaman 1dari 65

MAKAIRA

JURNAL
PERIKANAN
JURNAL SAINS
SAINS PERIKANAN
ISSN. 2355-5521

Vol. 2 No. 1 Mei 2014


Daftar Isi
Analisis Tingkat Efektifitas dan Efisiensi Usaha Penangkapan Pole and
Line yang Berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
Panamboang Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara
Iskarnain Hi. Suara, Faizal Rumagia dan Bahar Kaidati

19

Estimasi Pola Musim Penangkapan dan Daerah Penangkapan Ikan


Layang (Decapterus sp) di Perairan Maluku Utara
Irham

10 19

Analisis Biaya-Manfaat Usaha Penangkapan dengan Menggunakan Alat


Tangkap Pole and Line yang Mendaratkan Ikan di Pangkalan Pendaratan
Ikan (PPI) Dufa-Dufa Kota Ternate Provinsi Maluku Utara
Herman A. Musa, Mutmainnah dan Bahar Kaidati

20 29

Analisis Kelayakan Usaha pada Beberapa Desain Alat Tangkap Bubu


Dasar di Perairan Kepulauan Ternate Provinsi Maluku Utara
Fikri Rizqi Malik

30 38

Analisis Bioekonomi dan Tingkat Pemanfaatan Ikan Tuna Madidihang


(Thunnus albacares) di Perairan Maluku Utara
Taslim Abubakar, Darmiyati Muksin dan Bahar Kaidati

39 49

Manfaat Langsung Ekosistem Mangrove di Pulau Tanakeke Kabupaten


Takalar Provinsi Sulawesi Selatan
Mutmainnah

50 58

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 1-9


ISSN : 2355-5521

ANALISIS TINGKAT EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI


USAHA PENANGKAPAN POLE AND LINE
YANG BERPANGKALAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI
(PPP) PANAMBOANG KABUPATEN HALMAHERA SELATAN
PROVINSI MALUKU UTARA
(Analysis of Effectiveness and Efficiency of Pole and Line Fisheries
at Panamboang Fishing Port (PPP Panamboang)
South Halmahera Regency, North Maluku Province)
Iskarnain Hi. Suara1*, Faizal Rumagia2 dan Bahar Kaidati2
1

Alumni Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Khairun. 97719. Ternate.
2
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Khairun. 97719. Ternate.
* iskarnainh.suara@yahoo.co.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat evektifitas dan efisiensi, usaha
penangkapan pole and line yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
Panamboang Kabupaten Halmahera Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni
2013 sampai bulan Januari 2014, bertempat di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
Panamboang, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara. Metode
pengambilan data dilakukan melalui metode observasi dan wawancara, sedangkan data
yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan
secara langsung di lokasi penelitian melalui observasi dan wawancara dengan
responden, sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran pustaka serta
laporan dari instansi pemerintah atau instansi/lembaga terkait yang berhubungan dengan
penelitian ini. Analisis efektifitas dan efisiensi digunakan untuk mengetahui tingkat
efektifitas dan efisiensi dari usaha penagkapan pole and line. Penilaian terhadap analisis
efektifitas dilakukan untuk membandingkan output dengan input dari masing-masing
unit pole and line. Input dari unit penangkapan adalah gross tonnage (GT) kapal,
kekuatan mesin (PK), bahan bakar, jumlah ABK, dan jumlah alat tangkap pole and line.
Output yang digunakan untuk efektifitas adalah produksi kotor per tahun, sedangkan
output yang digunakan untuk efisiensi adalah nilai produksi kotor per tahun. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa, tingkat efektifitas dan efisiensi usaha penangkapan
usaha pole and line di PPP Panamboang dihasilkan oleh unit penangkapan pole and line
yang memiliki skala usaha yang lebih kecil, sementara unit usaha dengan skala besar
cenderung memiliki nilai efektifitas dan efisiensi yang lebih kecil.
Kata Kunci : Efektifitas, efisiensi, pole and line.

Abstract
The research aimed to analyze the effectiveness and efficiency, also the sustainable
status of pole and line fisheries that based at Panamboang fishing port (PPP
Panamboang) South Halmahera regency. The research was conduct in June 2013 until
January 2014, located at Panamboang fishing port, South Halmahera regency, North
Maluku province. The data collected through the observation and interview methods,
where the data consist of primary and secondary data. Primary data collected directly

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 1-9


ISSN : 2355-5521

at the research area, while the secondary data collected from literature study and
government reports, or from related institution that related with the research. The
Effectiveness and efficiency analyze to know the level of effectiveness and level of
efficiency from the pole and line fisheries. The input from the catching unit is boat gross
tonnage, engine power, fuel, fishers, and fishing gears. The assessment for the
effectiveness was done to compare the output and input aspect from each pole and line
units, while the output used for effectiveness are gross production value per year. The
result showed that, the level of effectiveness and efficiency of pole and line fisheries at
Panamboang fishing port produce from small scale pole and line unit, while large scale
unit tend to produce small effectiveness and efficiency.
Keywords: Effectiveness, efficiency, pole and line.

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)


Panamboang sebagai Unit Pelaksana
Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kelautan
dan Perikanan Provinsi Maluku di
Kabupaten Halmahera Selatan, yang
berfungsi sebagai sarana penunjang
produksi perikanan, sangat diharapkan
dalam pengelolaan dan pengembangannya
sebagai sentra produksi serta sebagai pilar
pertumbuhan pembangunan ekonomi di
wilayah Halmahera Selatan. Peningkatan
usaha perikanan yang berpangkalan di
PPP Panamboang, khususnya usaha
perikanan tangkap pole and line,
memberikan pengaruh yang besar
terhadap
kegiatan
produksi
dan
produktifitas yang cukup berpengaruh
terhadap kegiatan perikanan di wilayah
ini.
Seiring dengan peningkatan usaha
perikanan yang dilakukan, efisiensi dan
efektifitas kegiatan usaha perikanan
tangkap, khususnya pole and line, menjadi
penting untuk diperhatikan, sehingga
keberlanjutan usaha ini dapat tetap
dipertahankan dalam rangka peningkatan
produksi perikanan serta peningkatan
ekonomi masyarakat yang berkecimpung
dalam usaha perikanan pole and line di
Kabupaten Halmahera Selatan.
Tujuan dari penelitian adalah
menganalisis tingkat efektifitas dan
efisiensi usaha penangkapan pole and line
yang
berpangkalan
di
Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) Panamboang
Kabupaten Halmahera Selatan.

PENDAHULUAN
Pembagunan sektor perikanan dan
kelautan
merupakan
bagian
dari
pembagunan ekonomi yang bertujuan
untuuk
meningkatkan
taraf
hidup
masyarakat pada umumnya serta para
nelayan dan petani ikan pada khususnya.
Sektor perikanan dan kelautan telah
memberikan kontribusi penting dan
strategis bagi perekonomian nasional dan
daerah,
sehingga
perlu
adanya
pengembangan secara optimal (Ahmad,
2011).
Arnason (2009) menyatakan bahwa,
secara global, perikanan merupakan
subjek yang selalu mengalami kesalahan
dalam
pengelolaan
ekonominya.
Meskipun kebanyakan stok ikan-ikan
komersial telah memberikan keuntungan
yang cukup besar (nilai profit), namun
hanya sebagian kecil dari pengelolaan
sumberdaya perikanan yang memberikan
hasil berkelanjutan.
Pembangunan perikanan yang telah
dilaksanakan
selama
ini,
telah
menunjukkan hasil yang cukup baik. Hal
ini dilihat dari semakin luas dan
terarahnya
peningkatan
produksi
perikanan
yang
akhirnya
dapat
meningkatkan pula konsumsi ikan, ekspor
hasil perikanan, pendapatan petani ikan
dan nelayan, memperluas lapangan kerja,
memberikan
dukungan
terhadap
pembangunan bidang industri dan
menunjang
pembangunan
daerah
(Nikijuluw, 2002).

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 1-9


ISSN : 2355-5521

Manfaat yang diharapkan dari


penelitian ini dapat memberikan informasi
kepada nelayan dan pengusaha perikanan
pole and line yang akan mengembangkan
usaha perikanan tangkap pole and line,
berdasarkan pada nilai dan kebutuhan dari
setiap biaya yang akan diinvestasikan
dalam bidang perikanan tangkap pole and
line.

adalah produksi kotor per tahun,


sedangkan output yang digunakan untuk
efisiensi adalah nilai produksi kotor per
tahun.
Metode scoring digunakan untuk
menganalisis efektifitas dan efisiensi unit
pole and line. Metode ini dilakukan pada
penilaian untuk kriteria-kriteria yang
mempunyai satuan berbeda. Pada penilaian
semua kriteria secara terpadu, dilakukan
standarisasi nilai. Standarisasi nilai dapat
dilakukan dengan menerapkan dua macam
fungsi yaitu pertukaran (trade off) dan
fungsi nilai (Haluan dan Nurani, 1988).
Dalam penelitian ini proses standarisasi
dilakukan dengan menggunakan fungsi
nilai yang dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:

METODOLE PENELITIAN
Lokasi dan waktu
Penelitian ini bertempat di Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) Panamboang,
Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi
Maluku Utara. Penelitian dilaksanakan
pada bulan Juni 2013 sampai bulan Januari
2014.
Metode penelitian
Pengambilan data dalam penelitian
ini dilakukan dengan metode observasi
dan wawancara, sedangkan data yang
dikumpulkan terdiri dari data primer dan
data sekunder.
Data primer dikumpulkan secara
langsung di lokasi penelitian melalui
observasi dan wawancara dengan responden,
sedangkan data sekunder dikumpulkan
melalui penelusuran pustaka serta laporan
dari
instansi
pemerintah
atau
instansi/lembaga terkait yang berhubungan
dengan penelitian ini.

V (x)=

(X-Xo)
(X1-Xo)
i=n

V A =

Vi (Xi)
i=1

Dimana:
V(x)
= Fungsi nilai dari variabel X
X
= Variabel X (hasil dari output
dan input)
Xo
= Nilai terburuk pada kriteria X
X1
= Nilai terbaik pada kriteria X
V(A)
= Fungsi nilai dari alternatif A
Vi(Xi) = Fungsi nilai dari alternatif
pada kriteria ke-i
Xi
= Kriteria ke-i

Analisis data
Analisis efektifitas dan efisiensi
digunakan untuk mengetahui tingkat
efektifitas dan efisiensi dari usaha
penagkapan pole and line. Analisis
dilakukan dengan menggunakan metode
scoring (Suharto, 2003).
Penilaian terhadap analisis efektifitas
dilakukan untuk membandingkan output
dengan input dari masing-masing unit pole
and line. Input dari unit penangkapan
adalah gross tonage (GT) kapal, kekuatan
mesin (PK), bahan bakar, jumlah ABK,
dan jumlah alat tangkap pole and line.
Output yang digunakan untuk efektifitas

Urutan prioritas dimulai dari nilai


tertinggi ke nilai terendah. Dengan
menggunakan fungsi nilai maka urutan
prioritas ditetapkan secara urut dari
alternatif yang mempunyai nilai fungsi
tertinggi ke alternatif dengan nilai fungsi
terendah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis efektifitas usaha penangkapan
pole and line di PPP Panamboang
Penilaian terhadap analisis efektivitas
teknis dari usaha penangkapan pole and
line di PPP Panamboang meliputi kriteria:

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 1-9


ISSN : 2355-5521

produksi dibagi dengan Gross Tonage


(GT) kapal, produksi dibagi dengan
kekuatan mesin (PK), produksi dibagi
dengan bahan bakar, produksi dibagi
dengan jumlah ABK, dan produksi dibagi
dengan jumlah alat tangkap. Data
mengenai produksi, ukuran kapal, kekuatan
mesin, bahan bakar, jumlah ABK, jumlah
alat tangkap pole and line, dan Kunsumsi
(Jutaan Rupiah/tahun) di PPP Panamboang
ditunjukkan pada Tabel 1.

dengan kapal Kaziwi 01 memiliki


frekuensi lebih tinggi, yakni 100 300
trip per tahun, dengan jangkauan daerah
operasi penangkapan meliputi perairan
Bacan,Ternate, Batang Dua, Ambon,
Tidore, dan perairan Obi.
Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan dengan nelayan dan pemilik
kapal di lokasi penelitian, diketahui bahwa
perbedaan
luas
jangkauan
daerah
penangkapan ikan dan lama trip

Tabel 1. Data produksi kotor/tahun, ukuran kapal, kekuatan mesin, bahan bakar,
jumlah ABK, jumlah alat tangkap, dan kunsumsi (jutaan rupiah/tahun) dari
usaha penangkapan pole and line di PPP Panamboang.

Kaziwi 01
Inka mina 280

589
407

Ukuran
Kapal
(GT)
48
33

Inka mina 282

473

33

180

Cakarida

440

27

280

Bekat usaha

297

24

Cakalang 016

253

Insan

303

Nama Kapal

Produksi
(ton/tahun)

Kekuatan
Mesin
(PK)
350
180

Bahan
Bakar
(TON)
121
88

20
15

Jumlah
Alat
Tangkap
60
60

88

16

50

80.52

55

15

50

79.64

220

99

17

60

74.36

24

220

66

13

60

85.8

20

290

44

14

50

68.2

Jumlah
ABK

Konsumsi (Jutaan
Rupiah/thn)
147.84
82.72

Sumber: Olahan data primer.

Tabel 1 menunjukkan jumlah


produksi dari masing-masing usaha
penangkapan pole and line yang
berpangkalan di PPP Panamboang,
dimana unit usaha penangkapan pole and
line dengan kapal Cakalang 016, memiliki
jumlah produksi dalam satu tahun lebih
rendah. Jumlah produksi kapal Cakalang
016 lebih rendah karena jarak daerah
penangkapan
yang
cukup
dekat,
dibandingkan dengan unit penangkapan
pole and line dengan kapal Kaziwi 01.
Jumlah produksi kapal Kaziwi 01 lebih
tinggi
karena
memiliki
daerah
penangkapan yang lebih jauh, di mana
ikan masih cukup melimpah. Frekuensi
trip untuk usaha penangkapan pole and
line dengan kapal Cakalang 016 sebanyak
100 200 trip per tahun dengan
jangkauan daerah penangkapan ikan
meliputi perairan Bacan dan Obi.
Sedangkan pada usaha pole and line

menyebabkan usaha penangkapan pole


and line berukuran 48 GT membawa
perbekalan bahan bakar yang lebih banyak
dibandingkan usaha penangkapan pole
and line berukuran 20-33 GT. Kapal
Kaziwi 01 memiliki ukuran 48 GT,
kekuatan mesin 350 PK, dan membawa
perbekalan (air bersih, makanan, es,
BBM, dan oli) yang lebih besar
dibandingkan kapal Cakalang 016.
Ukuran kapal (GT) yang lebih besar
memungkinkan kapal dilengkapi dengan
palka hasil tangkapan dan ruang dek yang
lebih luas untuk meletakkan air bersih,
bahan bakar, alat tangkap, dan melakukan
pekerjaan di atas kapal dengan leluasa.
Kekuatan mesin yang besar dan surat
SIUP (surat izin usaha penangkapan) yang
diterbitkan oleh Kementrian Kelautan dan
Perikanan pusat memungkinkan kapal
Kaziwi 01lebih mampu untuk menjelajahi

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 1-9


ISSN : 2355-5521

perairan Maluku, Maluku Utara dan


Provinsi Papua.
Jumlah ABK yang terlibat dalam
usaha penangkapan pole and line pada
kapal Kaziwi 01sebanyak 20 30 orang,
sedangkan pada usaha penangkapan pole
and line dengan kapal Cakalang 016
sebanyak 10 15 orang. Jumlah ABK
yang diikutsertakan dalam setiap operasi
penangkapan ikan, disesuaikan dengan
kapasitas pekerjaan yang ada pada setiap
operasi penangkapan ikan. Jumlah alat
tangkap dibawa oleh usaha penangkapan
pole and line kapalKaziwi 01 lebih
banyak karena daerah penangkapan ikan
pada usaha penangkapan tersebut terletak
di laut lepas. Hasil analisis terhadap
perbandingan jumlah produksi dengan
faktor teknis usaha penangkapan ikan pole
and line di PPP Panamboang, disajikan
dalam Tabel 2.

penangkapan memiliki nilai yang berbeda


pada setiap faktor efektifitas yang
dihitung. Untuk faktor produksi dibagi
dengan GT kapal (X1), nilai efektifitas
tertinggi dihasilkan oleh kapal Cakarida,
dan terendah pada kapal Cakalang 016.
Nilai efektifitas tertinggi pada faktor
produksi dibagi dengan kekuatan mesin
(X2) dimiliki oleh kapal Inka Mina 280,
dan terendah pada kapal Insan. Pada
faktor produksi dibagi dengan bahan
bakar (X3), nilai efektifitas tertinggi
berada pada kapal Cakarida dan terendah
pada kapal Bekat Usaha. Untuk faktor
produksi dibagi dengan jumlah ABK
(X4), nilai efektifitas tertinggi dihasilkan
oleh kapal Inka Mina 282, dan terendah
oleh kapal Bekat Usaha. Untuk faktor
produksi dibagi dengan jumlah alat
tangkap (X5), nilai efektifitas tertinggi
dihasilkan oleh kapal Kaziwi 01 dan

Tabel 2. Hasil analisis efektifitas dari usaha penangkapan pole and line di PPP
Panamboang.

Nama Kapal
Kaziwi 01
Inka mina 280
Inka mina 282
Cakarida
Bekat usaha
Cakalang 016
Insan

X1
12.27
12.33
14.33
16.30
12.38
10.54
15.15

X2
1.68
2.26
2.63
1.57
1.35
1.15
1.04

X3
4.87
4.63
5.38
8.00
3.00
3.83
6.89

X4
29.45
27.13
29.56
29.33
17.47
19.46
21.64

X5
9.82
6.78
9.46
8.80
4.95
4.22
6.06

X6
3.98
4.92
5.87
5.52
3.99
2.95
4.44

Keterangan: X1 = Produksi/Gross Toneage (GT) Kapal ; X2 = Produksi/Kekuatan Mesin (PK) ;


X3 = Produksi/Bahan Bakar (Ton) ; X4 = Produksi/Jumlah ABK (orang) ; X5 = Produksi/Jumlah
Alat Tangkap; X6 = Nilai Produksi/Konsumsi (jutaan rupiah/thn).

Tabel
2
menunjukkan
hasil
perbandingan dari produksi masingmasing kapal pole and line dengan
kriteria-kriteria teknis yang dianalisis
seperti : Gross Tonage (GT) kapal,
kekuatan mesin (PK), bahan bakar, jumlah
ABK, dan jumlah alat tangkap pole and
line. Hasil penghitungan dari kelima
faktor
efektifitas
yang
dianalisis
menunjukkan bahwa usaha penangkapan
pole and line pada setiap unit

terendah pada kapal Cakalang 016.


Terakhir untuk faktor produksi dibagi
dengan konsumsi (X6), nilai efektifitas
tertinggi di hasilkan oleh Kapal Kaziwi 01
dan terendah berada pada Kapal Cakalang
016.
Selanjutnya dilakukan penghitungan
fungsi nilai dari masing-masing kriteria
teknis untuk mempermudah pengambilan
keputusan mengenai analisis efektifitas
secara keseluruhan. Hasil dari analisis

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 1-9


ISSN : 2355-5521

efektifitas dengan fungsi nilai dari usaha


penangkapan pole and line di PPP
Panamboang disajikan pada Tabel 3.
Berdasarkan hasil analisis yang
ditunjukkan dalam Tabel 3, diketahui
bahwa fungsi nilai efektifitas yang
dihasilkan dari setiap unit usaha
penangkapan pole and line di PPP
Panamboang, memiliki nilai yang berbeda
pada setiap variabel fungsi nilai
efektifitasnya. Hasil analisis menunjukkan
bahwa, total nilai variabel fungsi produksi
V(X) memiliki nilai tertinggi pada unit
usaha penangkapan pole and line dengan
kapal Cakarida, diikuti oleh kapal Inka
Mina 282, kapal Kaziwi 01, kapal Inka
Mina 280, kapal Insan, kapal Bekat
Usaha, dan terendah pada kapal Cakalang
016.

Analisis efisiensi usaha penangkapan


pole and line di PPP Panamboang
Penilaian efisiensi usaha penangkapan
pole and line dilakukan dengan menghitung
jumlah produksi dan harga ikan. Jumlah
nilai produksi kotor dari masing-masing
unit penangkapan terkait secara langsung
dengan jumlah produksi pada usaha
penangkapan pole and line. dan untuk
kriterianya adalah produksi dibagi dengan
Gross Tonage (GT) kapal, produksi dibagi
dengan kekuatan mesin (PK), produksi
dibagi dengan bahan bakar, produksi dibagi
dengan jumlah ABK, danproduksi dibagi
dengan jumlah alat tangkap. Data mengenai
produksi, ukuran kapal, kekuatan mesin,
bahan bakar, jumlah ABK, jumlah alat
tangkap pole and line, dan Kunsumsi
(Jutaan Rupiah/tahun). Data output dan

Tabel 3. Penghitungan fungsi nilai efektifitas dan urutan prioritas dari usaha
penangkapan pole and line di PPP Panamboang.
Nama Kapal
Kaziwi 01

V (X1)
1.02

V(X2)
1.11

V(X3)
1.16

V(X4)
4.24

V(X5)
3.67

V(X6)
1.34

V(X)
12.55

UP
3

Inka mina 280

1.06

2.12

1.01

3.42

1.68

2.54

11.84

Inka mina 282

2.23

2.76

1.48

4.28

3.44

3.78

17.97

Cakarida

3.39

0.92

3.12

4.20

3.01

3.33

17.96

Bekat usaha

1.08

0.53

0.00

0.00

0.48

1.35

3.44

Cakalang 016

0.00

0.18

0.52

0.70

0.00

0.00

1.41

Insan

2.71

0.00

2.42

1.48

1.21

1.93

9.75

Keterangan : UP = Urutan prioritas

Menurut Anthony (2005), efektifitas


ditentukan oleh hubungan antara output
yang dihasilkan oleh suatu pusat tanggung
jawab dengan tujuannya. Pusat tanggung
jawab merupakan organisasi yang
dipimpin oleh seorang manajer yang
bertanggung jawab terhadap aktifitas yang
dilakukan, melaksanakan fungsi-fungsi
tertentu dengan tujuan akhir untuk
mengubah input menjadi output. Semakin
besar output yang dikontribusikan
terhadap tujuan, maka semakin efektiflah
unit tersebut.

input untuk analisis efisiensi disajikan pada


Tabel 4.
Data faktor output dan input ini
kemudian digunakan untuk menentukan
efisiensi ekonomis keseluruhan dari usaha
penangkapan pole and line. Efisiensi
ekonomis dari usaha penangkapan dapat
diketahui dengan melakukan penghitungan
terhadap fungsi nilai dari data output dan
input. Hasil analisis perbandingan nilai
output terhadap input usaha penangkapan
ikan pole and line di PPP Panamboang,
disajikan dalam Tabel 5.

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 1-9


ISSN : 2355-5521

Tabel 4. Kategori data output dan input yang digunakan dalam perhitungan nilai
efisiensi.
Nama Kapal
Kaziwi 01

Nilai
Ukuran Kekuatan Bahan
Jumlah
Jumlah
Konsumsi (Jutaan
produksi Kapal
Mesin
Bakar
Alat
ABK
Rupiah/thn)
kotor (Rp) (GT)
(PK)
(TON)
Tangkap
16,982,637 48
350
121
20
60
147.84

Inka mina 280

11,735,031

33

180

88

15

60

82.72

Inka mina 282

13,638,009

33

180

88

16

50

80.52

Cakarida

12,686,520

27

280

55

15

50

79.64

Bekat usaha

8,563,401

24

220

99

17

60

74.36

Cakalang 016

7,294,749

24

220

66

13

60

85.8

Insan

8,736,399

20

290

44

14

50

68.2

Sumber: Olahan data primer.

Tabel 5. Hasil analisis perbandingan nilai output terhadap input dari usaha
penangkapan pole and line di PPP Panamboang.
Nama Kapal
Kaziwi 01
Inka mina 280
Inka mina 282
Cakarida
Bekat usaha
Cakalang 016
Insan

X1
353,805
355,607
413,273
469,871
356,808
303,948
436,820

X2
48,522
65,195
75,767
45,309
38,925
33,158
30,126

X3
140,352
133,353
154,977
230,664
86,499
110,527
198,555

X4
849,132
782,335
852,376
845,768
503,729
561,135
624,029

X5
283,044
195,584
272,760
253,730
142,723
121,579
174,728

X6
114,872
141,864
169,374
159,298
115,161
85,020
128,100

Keterangan: X1 = Nilai Produksi/Gross Toneage (GT) Kapal; X2 = Nilai Produksi/Kekuatan Mesin (PK);
X3 = Nilai Produksi/Bahan Bakar (TON); X4 = Nilai Produksi/Jumlah ABK (orang); X5 = Nilai
Produksi/Jumlah Alat Tangkap; X6 = Nilai Produksi/Konsumsi (jutaan rupiah/thn).

Hasil penghitungan fungsi nilai


efisiensi ekonomis dari lima faktor teknis
yang diteliti menunjukkan hasil bahwa,
Inka Mina 282 memiliki efisiensi
ekonomis total sebesar 182,06 dan
menduduki prioritas pertama, Cakarida
memiliki efisiensi ekonomis total sebesar
170,08 dan menduduki prioritas kedua,
Kaziwi 01 memiliki efisiensi ekonomis
total sebesar 169,14 dan menduduki
prioritas ketiga, Inka Mina 280 memiliki
efisiensi ekonomis total sebesar 143,00
dan menduduki prioritas keempat, Insan
memiliki efisiensi ekonomis total sebesar
60,83 dan menduduki prioritas kelima,
Cakalang 016 memiliki efisiensi ekonomis
total sebesar 27,65 dan menduduki
prioritas keenam, Bekat Usaha memiliki
efisiensi ekonomis keseluruhan total

sebesar 4,84 dan menduduki prioritas


ketujuh. Sehingga dapat dikatakan bahwa
Cakarida lebih efisien secara ekonomis
dibandingkan kapal-kapal lainnya. Hasil
analisis dari fungsi nilai efisiensi disajikan
dalam Tabel 6.
Efisiensi
merupakan
tindakan
memaksimalkan hasil dengan menggunakan
modal (tenga kerja, material dan alat) yang
minimal
(Stoner,
1995).
Efisiensi
merupakan rasio antara input dan output,
dan perbandingan antara masukan dan
pegeluaran. Apa saja yang dimaksudkan
dengan masukan serta bagimana angka
perbandingan tersebut diperoleh, akan
tergantung dari tujuan penggunaan tolak
ukur tersebut. Secara sederhana, mmenurut
Nopirin (1997), efisiensi dapat berarti tidak
ada pemborosan.
7

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 1-9


ISSN : 2355-5521

Tabel 6. Penghitungan fungsi nilai efisiensi ekonomis usaha penangkapan pole and
line di PPP Panamboang.
Nama Kapal
Kaziwi 01

V (X1)
1.02

V(X2)
6.86

V(X3)
1.16

V(X4)
156.43

V(X5)
3.67

V(X6)
1.34

V(X)
169.14

UP
3

Inka mina 280

1.06

13.07

1.01

126.18

1.68

2.54

143.00

Inka mina 282

2.23

17.01

1.48

157.90

3.44

3.78

182.06

Cakarida

3.39

5.66

3.12

154.90

3.01

3.33

170.08

Bekat usaha

1.08

3.28

0.00

0.00

0.48

1.35

4.84

Cakalang 016

0.00

1.13

0.52

26.00

0.00

0.00

27.65

Insan

2.71

0.00

2.42

54.48

1.21

1.93

60.83

Keterangan : UP = Urutan prioritas

Sementara
itu,
Dyah
(2005)
mengemukakan bahwa, efisiensi adalah
kemampuan untuk mencapai hasil yang
diharapkan (output) dengan mengorbankan
tenaga atau biaya (input) yang minimum
atau dengan kata lain, suatu kegiatan telah
dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan
kegiatan telah mencapai sasaran (output)
dengan pengorbanan (input) yang terendah.
Namun demikian, modernisasi dalam
kepemilikan asset perikanan seringkali
menyebabkan juga berbagai permasalahan,
antara lain : ketimpangan antar nelayan
(buruh dengan pemilik kapal) karena
kesempatan untuk memperoleh bantuan
teknologi dan modal seringkali bias pada
segelintir nelayan (Kusnadi, 2000). Oleh
karena itu pembangunan perikanan yang
diharapkan sebagai sumber pertumbuhan
baru, lebih diarahkan pada penyediaan
sarana dan prasarana produksi antara lain
modernisasi jenis alat tangkap dan
motorisasi armada penangkapan ikan.

akan memberikan nilai efektifitas dan


efisiensi yang tinggi, jika faktor biayabiaya yang dikeluarkan lebih besar dan
manajemen usaha yang dilakukan tidak
mengarah kepada kondisi yang lebih
efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, S. 2011. Tingkat Pemanfaatan
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
dalam
Peningkatan
Produksi
Perikanan di Kecamatan Tobelo
Kabupaten
Halmahera
Utara,
Provinsi Maluku Utara. Skripsi.
Program
Studi
Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Khairun. Ternate.
Anthony. 2005. Konsep Efektifitas dan
Efisiensi. Edisi ke-5, Cetakan ke-8.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Arnason, R. 2009. Fisheries management
and operation research.European
Journal of Operation Research 193
(2009) 741-751.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa, kapal yang berukuran lebih kecil
(20-33 GT) memiliki nilai efektifitas
antara 1,41 17,97 dan nilai efisiensi
antara 4,84 182,06 yang lebih tinggi
dibandingkan kapal yang berukuran besar
(48 GT) yang hanya memiliki nilai
efektifitas 12,55 dan nilai efisiensi 169,14.
Kondisi ini menunjukan bahwa, tidak
selamanya usaha penangkapan yang besar

Dyah, SP. 2005. Analisis Efisiensi TPI


(Tempat Pelelangan Ikan) Kelas 1, 2,
dan 3 di Jawa Tengah dan
Pengembangannya untuk Peningkatan
Kesejahteraan Masyarakat. Tesis.
Program Pascasarjana. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Haluan, J. dan TW. Nurani.1988. Penerapan
Metode Scoring dalam Penelitian

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 1-9


ISSN : 2355-5521

Teknologi Penangkapan Ikan yang


Sesuai Untuk Dikembangkan di Suatu
Wilayah Perairan. Buletin PSP, Vol
II, No.1 Juni 1988. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor.

Stoner, FJ. 1995. Manajemen. PT. Penerbit


Hallindo. Jakarta.
Suharto, RT. 2003. Efisiensi TeknisEkonomis Usaha Penangkapan Ikan
Pelagis Besar dengan Alat Tangkap
Gillnet dan Rawai Tuna (Longline)
di Cilacap. Skripsi. Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Kusnadi. 2000. Nelayan : Strategi Adaptasi


dan Jaringan Sosial. Humaniora
Utama Press. Bandung.
Nikijuluw, VPH. 2002. Rezim Pengelolaan
Sumbedaya Perikanan. PT. Pustaka
Cidesindo. Jakarta.
Nopirin. 1997. Pengantar Ilmu Ekonomi
Makro
dan
Mikro.
BPFE.
Yogyakarta.

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 10-19


ISSN : 2355-5521

ESTIMASI POLA MUSIM PENANGKAPAN DAN DAERAH


PENANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus sp)
DI PERAIRAN MALUKU UTARA
(The Estimating of Fishing Season and Fishing Ground of Scad
(Decapterus sp) in North Maluku Waters)
Irham1*
1

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Khairun. 97719. Ternate.
* inon_kair@yahoo.co.id

Abstrak
Informasi musim dan daerah penangkapan ikan sangat penting dalam kegiatan
penangkapan ikan layang di perairan Maluku Utara, karena memberikan gambaran saat
keberadaan ikan di suatu perairan dan dapat mengurangi biaya operasional bagi nelayan.
Penelitian ini bertujuan menentukan pola musim penangkapan dan daerah penangkapan
ikan layang di perairan Maluku Utara. Penelitian dilakukan bulan Januari 2008 hingga
Mei 2008 di sekitar perairan Maluku Utara. Parameter yang diamati adalah, produksi
penangkapan ikan layang bulanan, total upaya penangkapan ikan layang bulanan dan
data titik koordinat lokasi pemasangan rumpon. Musim penangkapan ikan layang di
perairan Maluku Utara berlangsung dari bulan Maret-Oktober dengan puncak
musimnya bulan Agustus (musim timur). Daerah penangkapan layang tersebar di
perairan tengah Maluku Utara (perairan Batang Dua, Ternate, Tidore, Mare, Moti,
Makian, Kayoa) dengan musim penangkapan bulan Februari-Mei dan Juli-September.
Perairan selatan Maluku Utara (perairan Obi, Bacan, laut Maluku), musim penangkapan
bulan AprilOktober. Perairan Utara Maluku Utara (perairan Utara Morotai dan Teluk
Kao) dengan musim penangkapannya bulan AprilSeptember.
Kata Kunci : Musim penangkapan, daerah penangkapan, ikan Layang.

Abstract
The information about the season and fishing ground is very important in fishing
capture activity of Scad in North Maluku Waters, because it can give information about
the fish abundance and can reduce the fishing cost for the fisherman. This research
aimed to determine the pattern of fishing season and the fishing ground for Scad in
North Maluku waters. The researches conduct on January until May 2008 and located
at North Maluku waters. The observation parameters are monthly catch production of
Scad, monthly total catching effort of Scad and the coordinate position for attractor
placement. The fishing season of Scad in North Maluku waters occupied on March until
October with high season appear on August, east monsoon. The highest fishing ground
spread in central region of North Maluku waters (Batang Dua, Ternate, Mare, Moti,
Makian and Kayoa waters) with fishing season on February-May and July-September.
At the southern region of North Maluku (Obi, Bacan and Maluku Sea) with fishing
season on April-October. At the northern region of North Maluku (North Sea of
Morotai and Gulf of Kao) the fishing seasons are in April-September.
Keywords: Fishing season, fishing ground, Scad.

10

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 10-19


ISSN : 2355-5521

perencanaan selalu berasaskan prinsip


berkelanjutan. Salah satu upaya yang
diperlukan adalah penyiapan basis data
yang mencakup antara lain ketepatan
waktu dalam penangkapan dan daerah
penangkapan. Untuk itu perlu diketahui
pola musim penangkapan dan daerah
pengkapan ikan layang (Decapterus sp) di
Provinsi Maluku Utara. Hal tersebut perlu
dilakukan dalam suatu kajian ilmiah yang
dalam hal ini merupakan inti penelitian
ini.
Penelitian ini sendiri bertujuan
untuk
menentukan
pola
musim
penangkapan dan daerah penangkapan
ikan layang di perairan Maluku Utara.

PENDAHULUAN
Perikanan tangkap merupakan salah
sata kegiatan ekonomi yang sangat
penting di Provinsi Maluku Utara dan
konstribusinya cukup besar bagi produksi
perikanan dan kelautan secara umum.
Kegiatan perikanan tangkap menghasilkan
berbagai jenis hasil tangkapan berupa ikan
konsumsi ekonomis penting baik jenis
ikan pelagis maupun ikan demersal. Salah
satu jenis ikan pelagis yang dominan dan
memiliki nilai ekonomis penting adalah
ikan layang (Decapterus sp).
Ikan layang memiliki distribusi yang
luas hampir diseluruh perairan Maluku
Utara. Dalam pemanfaatannya dilakukan
oleh sebagian besar nelayan skala kecil dan
menengah dengan menggunakan teknologi
yang masih relatif tradisional dengan
mengandalkan pengetahuan yang diperoleh
secara turun temurun. Kondisi demikian
mengakibatkan setiap operasi penangkapan
yang dilakukan oleh nelayan selalu
berhadapan dengan situasi ketidakpastian
terhadap musim penangkapan dan fishing
ground
yang
mengakibatkan
biaya
operasional
yang
dikeluarkan
tidak
berimbang dengan hasil yang diperoleh.
Informasi mengenai musim penangkapan
ikan akan memberikan gambaran saat
keberadaan ikan tersebut di suatu perairan,
sehingga operasi penangkan dapat diarahkan
pada saat musim banyak ikan. Hal tersebut
akan memberikan peluang memperoleh hasil
yang tangkapan yang lebih besar.
Pemanfaatan potensi sumber daya
harus dilaksanakan secara terkontrol,
sehingga kelestarian sumber daya ikan di
setiap wilayah perairan senantiasa dapat
dipertahankan agar produktivitas optimum
dapat terjaga. Sebab sumber daya yang
cukup melimpah tidak mempunyai arti
dan sisi ekonomi apabila tidak ada upaya
yang sungguh-sungguh dan sistematis
untuk mendayagunakannya sehingga
manfaat secara berkelanjutan.
Untuk mencapai tujuan pengelolaan
sumber daya perikanan maka dalam

METODOLE PENELITIAN
Lokasi dan waktu
Lokasi penelitian sebagai tempat
pengumpulan data adalah sekitar wilayah
perairan Maluku Utara dan pada tempat
pendaratan ikan yang menjadi obyek
penelitian berada di empat Kabupaten/Kota
yaitu, Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan,
Kabupaten
Halmahera
Selatan
dan
Kabupaten Halmahera Utara. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Januari sampai
dengan Mei 2008.
Metode penelitian
Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu
dengan metode survey dan wawancara
mendalam dengan responden (nelayan)
pada setiap tempat pendaratan ikan (TPI).
Posisi titik koordinat daerah penangkapan
ikan di peroleh dengan mengikuti kegiatan
penangkapan kapal mini purse seine dan
di dukung oleh hasil wawancara dengan
responden.
Analisis data
Indeks Musim Penangkapan (%
IMP), menggunakan metode rata-rata
bergerak (moving average). Data hasil
tangkapan dari ikan layang dianggap
merupakan indikator keberadaannya pada
suatu daerah penangkapan. Data hasil
11

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 10-19


ISSN : 2355-5521

tangkapan bulanan sumberdaya ikan


layang di tempat pendaratan dianalisis
berdasarkan perbandingan antara total
ikan yang didaratkan dengan banyaknya
upaya yang dilakukan pada bulan tersebut
(CPUE). Banyaknya upaya penangkapan
dihitung dari jumlah kapal yang
melakukan pendaratan ikan pada bulan
yang bersangkutan. Secara matematik
CPUE tersebut dapat dituliskan sebagai
berikut :
C
CPUE
E
Dimana :
CPUE : Jumlah total tangkapan per
upaya penangkapan bulan ke-i
(kg/trip)
C
: Total hasil tangkapan bulan
ke-i (kg)
E
:` Total upaya penangkapan
bulanan ke-i (trip)

RGP

Dimana :
RGP
: Rata-rata bergerak CPU
terpusat ke-i
RG
: Rata-rata bergerak 12
bulan urutan ke-i

Pola musim penangkapan dianalisis


dengan menggunakan pendekatan metode
rata-rata bergerak (moving average)
seperti yang dikemukakan oleh Dajan
(1986). Langkah-langkah perhitungannya
adalah sebagai berikut :
(1) Menyusun deret CPUEi bulan
Januari 2003 sampai Desember
2007
n : CPUEi
Dimana :
i
: 1,2,3, .., 60
n : CPUE urutan ke-i
(2)

(3)

1 i i
RGi

2 i i

Menyusun rata-rata bergerak CPUE


selama 12 bulan (RG)

1 i 5
RG CPUE
12 i i 6

Dimana :
RG
: Rata rata bergerak 12
bulan urutan ke-i
CPUEi : CPUE urutan ke-i

(4)

Rasio rata-rata bulan (Rb)


CPUE
Rbi
RGP
Dimana:
Rbi
: Rasio rata-rata bulan
urutan ke-i
CPUE : CPUE urutan kei

(5)

Menyusun nilai rata-rata dalam


suatu matrik berukuran i x j yang
disusun untuk setiap bulan, yang
dimulai dari bulan juni-juli.
Selanjutnya menghitung nilai total
rasio rata-rata tiap bulan, kemudian
menghitung total rasio rata-rata
secara keseluruhan dan pola musim
penangkapan.
a) Rasio rata-rata untuk bulan ke-i
(RBBi)

1 n
RBBi RBij
n j 1

Dimana :
RBBi : Rata-rata Rbij untuk
bulan ke-i
Rbij
: Rasio rata-rata bulanan
dalam matriks ukuran i x
j
i
: 1,2, .., 12
j
: 1,2,3, .. ,n
b) Jumlah rasio rata-rata bulanan
(JRBB)
12

JRRB RRBi
i i

Dimana :
JRRB : Jumlah rasio rata-rata
bulan

Menyusun rata-rata bergerak CPUE


terpusat (RGP)

12

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

RBBi
i

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 10-19


ISSN : 2355-5521

: Rata-rata Rbij
bulan ke-i
: 1,2, .., 12

c) Menghitung
1200 JRBB

FK

faktor

untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN


Indeks musim penangkapan ikan Layang
Untuk menduga pola musim
penangkapan, maka dilakukan analisis
indeks musim penangkapan (IMP).
Analisis ini dilakukan berdasarkan data
upaya (effort) dan hasil tangkap (catch)
yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan
Nusantara
Ternate.
Asumsi
yang
digunakan dalam analisis ini di antaranya :
(1) ikan menyebar merata diseluruh
perairan Maluku Utara; (2) jumlah upaya
tangkap (effort) dan hasil tangkapan
(catch) yang didaratkan di PPN Ternate
berasal dari perairan Maluku Utara; (3)
perairan Maluku Utara dianggap tertutup
bagi masuknya jenis ikan layang dari
perairan lain; (4) data hasil tangkapan per
upaya penangkapan ikan yang diambil
dari PPN Ternate dari tahun 2003 - 2007
mencerminkan fluktuasi data hasil
tangkapan di perairan Maluku Utara.
Nilai indeks musim penangkapan
(IMP) digunakan untuk menentukan
waktu yang tepat dalam melakukan
operasi penangkapan ikan. Kriteria untuk
menentukan musim penangkapan ikan
layang adalah jika nilai IMP sama dengan
atau lebih dari 100% dikatakan sebagai
musim penangkapan, sedangkan bukan
musim penangkapan jika nilai IMP
dibawah atau kurang dari 100%. Nilai
IMP juga digunakan untuk menduga
keberadaan ikan di suatu perairan. Jika
nilai IMP lebih atau sama dengan 100%
mengindikasikan bahwa ikan di perairan
tersebut cukup melimpah, begitu pun
sebaliknya jika nilai IMP kurang dari
100% berarti jumlah ikan di perairan
tersebut dibawah kondisi normal.
Hasil analisis Indeks Musim
Penangkapan ikan layang di perairan
Maluku Utara menunjukkan bahwa nilai
IMP lebih dari 100% dicapai pada bulan
Maret - Oktober dan nilai IMP tertinggi
dicapai pada bulan Agustus (142,64%).
Selanjutnya secara berturut-turut nilai
IMP dari yang terbesar-terkecil yaitu:

koreksi:

1200
JRBB

Dimana :
FK
: Nilai faktor koreksi
JRBB : Jumlah rasio rata-rata
bulanan
d) Indeks musim penangkapan
IMPi = RRBi x FK
Dimana :
IMPi
: Indeks musim penangkapan
bulan ke-i
RBBi : Rasio rata-rata untuk
bulanan ke-i
i
: 1,2,3, .., 12
Selanjutnya untuk pemetaan daerah
penangkapan dan musim penangkapan
ikan layang di perairan Maluku Utara
dilakukan dengan menggunakan data dan
informasi yang bersumber dari hasil
wawancara
dengan
nelayan
yang
berpangkaalan di PPP Bacan, PPI Dufadufa, PPP Tobelo dan PPN Ternate serta
data titik koordinat lokasi pemasangan
rumpon yang di catat secara langsung
dengan menggunakan GPS (Global
Position System) ketika mengikuti operasi
penangkapan.
Hasil dari kedua jenis data tersebut
kemudian di overlay dan membentuk
suatu peta tematik yang merupakan peta
daerah
penangkapan
dan
musim
penangkapan ikan layang di perairan
Maluku Utara. Hasil plot pada peta
tematik menggunakan perangkat lunak
AreView Gis 3.3.

13

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 10-19


ISSN : 2355-5521

bulan
Juli
(113,99%),
September
(111,55%), Juni (111,16%), Maret
(110,48%), April (109,94 %), Mei (102,52
%), dan Oktober (101,19%), sedangkan
nilai IMP dibawah 100% dicapai pada
bulan Nopember Februari dengan nilai
IMP terendah terjadi pada bulan
Desember (70,57%), selanjutnya pada
bulan Januari (71,18 %), Nopember
(72,62%) dan Februari (82,16%). Secara
rincin niali IMP ikan layang di Maluku
Utara disajikan pada Tabel 1.
Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan
sebagai musim penangkapan dan puncak
musimnya terjadi pada bulan Agustus yang
ditandai dengan nilai IMP tertinggi.
Sedangkan selain bulan-bulan yang
memiliki nilai IMP dibawah 100% bukan
merupakan musim penangkapan ikan
layang. Namun berdasarkan keseluruhan
nilai IMP terlihat bahwa pada setiap bulan
kisarannya diatas 50%, hal ini dapat
diduga bahwa ikan layang di Maluku
Utara tidak mengalami musim peceklik.

musim penangkapan ikan. Pada bulanbulan ini hanya sedikit perahu maupun
kapal penangkapan yang melakukan
kegiatan penangkapan ikan. Hal ini
disebabkan pada bulan-bulan tersebut
ditandai dengan adanya gelombang yang
cukup besar, sehingga dapat menghambat
jalannya proses mengoperasian alat
tangkap. Grafik pola musim penangkapan
ikan layang di perairan Maluku Utara
terdapat pada Gambar 1.
Berdasarkan grafik pola musim
penangkapan ikan layang (Gambar 1),
menunjukkan bahwa pada musim timur
yaitu bulan Juli - September, merupakan
musim yang sangat baik untuk melakukan
penangkapan ikan layang di perairan
Maluku Utara. Waktu penangkapan yang
baik ini juga didukung dengan adanya pola
musim yang memungkinkan ikan layang
hidup dan berkembang di perairan Maluku
Utara, sehingga hasil tangkapannya pun
menguntungkan.

Tabel 1. Indeks musim penangkapan (IMP) ikan Layang di perairan Maluku Utara,
Tahun 2003 2007
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Bulan
Desember
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember

Indeks Musim Penangkapan (IMP %)


70,57
71,18
82,16
110,48
109,94
102,52
111,16
113,99
142,64
111,55
101,19
72,62

Sumber : Data diolah, 2008.

Hasil
analisis
pola
musim
penangkapan, menunjukkan bahwa musim
penangkapan ikan layang terjadi pada saat
musim timur, musim peralihan timur-barat
dan musim
peralihan barat-timur.
Sedangkan pada musim barat barat (bulan
Desember - Pebruari) bukan merupakan

Perbedaan musim penangkapan ikan


ini terutama dipengaruhi oleh perubahan
hembusan angin, dimana di Indonesia
dikenal dengan 4 jenis musim angin yaitu,
musim Barat, musim Timur, musim
peralihan Barat-Timur dan musim
peralihan Timur-Barat. Sebagaimana di

14

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 10-19


ISSN : 2355-5521

160
140
120

IMP (%)

100

80
60
40
20
0

Des

Jan

Feb

Barat

Mar

Apr

Mei

B-T

Jun

Bulan

Juli

Ags

Timur

Sep

Okt

Nov

T-B

Gambar 1. Pola musim penangkapan ikan Layang di perairan Maluku Utara.


jelaskan oleh Nontji (2007), angin yang
berhembus di perairan Indonesia terutama
adalah angin musim yang dalam satu
tahun terjadi dua kalai pembalikan arah
yang masing-masing disebut dengan angin
musim barat dan musim timur, sedangkan
antara dua kali perubahan musim terdapat
juga dua kali musim peralihan yaitu
musim peralihan Barat-Timur dan musim
peralihan Timur-Barat.
Pada musim timur (Juni - Agustus)
kondisi perairan relatif tenang sehingga
sangat membantu bagi nelayan dalam
mengoperasikan alat tangkapnya. Saat
musim timur perairan laut Banda dan Laut
Maluku diduga lebih subur, hal ini sesuai
dengan pernyataan Nontji (2002), bahwa
gerakan arus yang cenderung berasal dari
belahan bumi Selatan, namun setelah
masuk ke Laut Banda mengakibatkan
terjadinya Upwelling. Akibat dari
upwelling ini ditemukannya suhu air yang
rendah di permukaan yaitu rata-rata 3 C
lebih rendah dari pada musim barat,
sedangkan salinitas 1% lebih tinggi.
Kandungan fosfat dan nitrat juga ikut naik
menjadi dua kali lipat dan kandungan
plankton pun mengalami peningkatan.
Dilanjutkan oleh Nontji (2007), bahwa
pada bulan Juni-Agustus aruas kuat

datang dari utara Papua yang terlebih


dahulu
melingkari
ujung
selatan
Halmahera untuk kemudian berbelok ke
utara dan kembali ke Samudera Pasifik
bersatu dengan arus Sakal Khatulistiwa
(Equatorial Counter Current).
Dengan adanya arus maka masa air
dilapisan permukaan akan terbawa
mengalir, sebagai akibatnya air dari
lapisan bawah naik ke permukaan yang
dikenal dengan upwelling yang kaya akan
unsur hara. Konsentrasi unsur hara yang
tinggi di lokasi upwelling meningkatkan
kesuburan perairan sehingga mendukung
kelimpahan dan pertumbuhan plankton
yang kemudian memberikan daya tarik
bagi ikan-ikan untuk mencari makan.
Hasil penelitian Amri et al. (2006)
tentang kondisi hidrologis dan kaitannya
dengan hasil tangkapan ikan malalugis
biru
di
perairan
Teluk
Tomini
menunjukkan bahwa hasil tangkapan ikan
malalugis biru berkorelasi dengan
peningkatan
konsentrasi
kesuburan
perairan yang terjadi pada musim Timur
(bulan
Agustus
sampai
dengan
September) akibat terjadi upwelling di
bagian Mulut Teluk. Selanjutnya hasil
penelitian Arifin (2006), menemukan
bahwa upwelling, front dan sebaran
15

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 10-19


ISSN : 2355-5521

klorofil-a di perairan Maluku terjadi pada


bulan Juli dan Agustus. Dengan demikian
pada bulan-bulan tersebut kondisi perairan
kaya akan unsur hara. Kondisi lingkungan
seperti ini sangat mendukung keberadaan
ikan layang dalam mendapatkan makanan
untuk kelangsungan hidupnya. Sebagaimana
dikemukakan oleh Laevastu dan Hela
(1970), bahwa ikan layang sangat peka
terhadap perubahan lingkungan dan
biasanya beruaya mengikuti kadar garam
dan ketersediaan makanan. Habitat
lingkungan yang disenangi umumnya
sekitar
upwelling
dan
turbulensi.
Demikian pula dikemukakan Syahailatua
(2004) diacu dalam Amri et al. (2006),
bahwa daerah upwelling merupakan
daerah penangkapan ikan-ikan pelagis
kecil.
Faktor oseanografi seperti salinitas
yang cocok juga turut berperan bagi
keberadaa ikan layang di perairan Maluku
Utara, dimana kisaran salinitas di perairan
Maluku Utara pada musim timur berkisar
antara 32,5 33,5 promil. Kondisi
salinitas seperti ini, memang sesuai
dengan kebiasaan hidup dari ikan layang
yang senang beruaya pada perairan
dengan salinitas yang tinggi. Sebagaimana
dikemukakan oleh (Djamali, 1995),
layang cenderung melakukan ruaya
mengikuti massa air, sebaran salinitas
yang tinggi (di atas 32 promil), serta
ketersediaan makanan.
Selain faktor kondisi perairan dan
unsur hara musim penangkapan ikan
layang di Maluku Utara diduga
dipengaruhi oleh waktu pemijahan dari
ikan tersebut. Hal ini terjadi karena pada
saat musim-misim pemijahan biasanya di
manfaatkan nelayan sebagai musim
penangkapan bagi ikan layang, dan hal ini
terjadi sebagaimana hasil analisis musim
pemijahan pada sub bab sebelumnya
diperoleh puncak musim pemijahan ikan
layang di Maluku Utara diduga terjadi
pada bulan April/Mei. Demikian pula
yang di temukan Widodo (1998) di

perairan Jawa terhadap jenis ikan yang


sama diduga musim puncak pemijahan
terjadi pada bulan Agustus/September.
Sedangkan musim penangkapan ikan
layang di Maluku Utara terjadi dimulai
dari bulan Maret September dengan
musim puncak terjadi pada bulan Agustus.
Kondisi seperti ini bila terjadi secara terus
menerus maka akan memberikan dampak
yang buruk terhadap ketersediaan
sumberdaya ikan layang di alam.
Pemetaan
daerah
dan
musim
penangkapan ikan Layang
Pemetaan daerah penangkapan dan
musim penangkapan ikan layang di
perairan Maluku Utara dilakukan dengan
menggunakan data dan informasi yang
bersumber dari hasil wawancara dengan
nelayan yang berpangkaalan di PPP
Bacan, PPI Dufa-dufa, PPP Tobelo dan
PPN Ternate serta data titik koordinat
lokasi pemasangan rumpon yang di catat
secara langsung dengan menggunakan
GPS (Global position system) ketika
mengikuti operasi penangkapan. Lokasi
perairan dan titik koordinat daerah
penangkapan ikan layang di perairan
Maluku Utara di sajikan pada Tabel 2.
Dari kedua jenis data tersebut
dioverlay dan membentuk suatu peta
tematik yang merupakan peta daerah
penangkapan dan musim penangkapan
ikan layang di perairan Maluku Utara.
Hasil plot pada peta tematik
menggunakan perangkat lunak ArcView
GIS 3.3, pada Gambar 2, menunjukkan
bahwa daerah penangkapan ikan layang di
perairan Maluku Utara umumnya berada
di daerah pantai atau berjarak 2 - 3 mil.
Hal demikian terjadi karena pemanfaatan
sumberdaya ikan layang umumnya
dilakukan oleh nelayan skala kecil dengan
menggunakan unit penangkapan yang
relatif kecil sehingga nelayan tidak
memilki keberanian untuk menjangkau
daerah penagkapan ikan di laut lepas.

16

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 10-19


ISSN : 2355-5521

Tabel 2. Lokasi perairan dan titik koordinat penangkapan ikan Layang di perairan
Maluku Utara
Lokasi Perairan
Perairan Morotai
Perairan Morotai
Perairan Teluk Kao
Perairan Teluk Kao
Perairan Batang Dua
Perairan Batang Dua
Perairan Ternate - Tidore
Perairan Ternate - Tidore
Perairan Moti
Perairan Moti
Perairan Makian
Perairan Makian
Perairan Kayoa
Perairan Kayoa
Laut Maluku
Laut Maluku
Laut Maluku
Perairan P. Kasiruta
Perairan P. Kasiruta

02 31' 55''
02 01' 08''
01 33' 34,9''
01 44' 16,5''
01 29' 40,6''
01 12' 31,7''
00 35' 49,3''
00 35' 11,7''
00 23' 38,7''
00 25' 08,5''
00 19' 36,5''
00 20' 49,2''
00 36' 20''
00 18' 51''
01 16' 24''
01 34' 14''
00 52' 21''
00 24' 38''
00 47' 32''

Titik Koordinat
LU, 128 04' 47''
LU, 128 37' 10''
LU, 128 13' 45,8''
LU, 128 20' 17,8''
LU, 126 48' 59,4''
LU, 126 48' 59,4''
LU, 127 18' 00''
LU, 127 18' 27,8''
LU, 127 19' 22,7''
LU, 127 19' 27,4''
LU, 127 19' 28,5''
LU, 127 19' 27,3''
LU, 129 19' 30,57''
LU, 129 16' 39''
LU, 127 03' 04''
LU, 127 12' 23''
LS, 126 37' 11''
LS, 126 55' 47''
LS, 126 49' 36''

BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT
BT

Sumber: Data primer, 2008.

Gambar 2. Peta daerah penangkapan dan musim penangkapan ikan Layang di


perairan Maluku Utara.

17

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 10-19


ISSN : 2355-5521

Daerah penangkapan ikan layang di


Maluku Utara tidak tersebar merata di
setiap perairan, hanya terkonsentrasi pada
daerah tertentu. Pemanfaatan ikan layang
di bagian tengah Maluku Utara dilakukan
oleh nelayan yang berpangkalan di PPN
Ternate dan PPI Dufa-dufa dan sebagian
besar daerah penangkapannya berada di
perairan barat Halmahera antara pulau
Ternate hingga ujung Utara Halmahera
diantaranya mencakup wilayah perairan
Batang Dua, Ternate, Tidore, Mare, Moti,
Makian hingga perairan sekitar pulau
Kayoa. Dan biasanya kegiatan penangkapan
di lokosi-lokasi tersebut di lakukan pada
akhir bulan Februari hingga Mei dan bulan
Juli hingga September.
Pemanfaatan ikan layang di bagian
selatan Maluku Utara tersebar di
sepanjang ujung selatan Halmahera
hingga bagian barat pulau Bacan tepatnya
di perairan antara pulau Kasiruta hingga
perairan
laut
Maluku.
Kegiatan
penangkapan di daerah tersebut biasanya
dilakukukan
oleh
nelayan
yang
berpangkalan di PPP Bacan dan kegiatan
penangkapan dilakukan sekitar bulan
April Oktober. Sedangkan pemanfaatan
ikan layang di perairan bagian Utara
Maluku Utara dilakukan oleh nelayan
yang berpangkalan di PPP Tobelo yaitu
sebagian besar tersebar di perairan utara
Morotai dan perairan sekitar Teluk Kao,
di mana waktu penangkapan dilakukan
dari bulan April - September. Umumnya
puncak-puncak waktu penangkapan ikan
layang di perairan Maluku utara dimulai
dari bulan Maret hingga Oktober.
Pemetaan sebaran ikan layang secara
bulanan di perairan Maluku Utara bervariasi
sepanjang tahun, hal tersubut disebabkan
ikan akan selalu mencari habitatnya yang
cocok untuk melangsungkan kehidupannya.
Keberadaan ikan pada suatu daerah
penangkapan sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor lingkungan. Suhu dan
salinitas merupakan faktor oseanografi
yang sangat berpengaruh terhadap sebaran

ikan pelagis termasuk ikan layang


(Leavestu dan Hayes 1981). Daerah
penangkapan ikan dikatakan baik bila
tersedia ikan, parameter oseanografi
mendukung, serta kondisi perairan
mendukung untuk pengoperasian alat
tangkap.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa,
Musim penangkapan ikan layang di perairan
Maluku Utara berlangsung dari bulan Maret
hingga Oktober dengan puncak musimnya
dicapai pada bulan Agustus yaitu pada
musim timur, sedangkan bukan musim
penangkapan yaitu pada bulan Desember
hingga Februari bertepatan dengan musim
barat. Daerah penangkapan dan musim
penangkapan ikan layang di berbagai
daearah di wilayah perairan Maluku Utara:
Bagian tengah Maluku Utara : Perairan
Batang Dua, Ternate, Tidore, Mare, Moti,
Makian dan Kayoa. Musim penangkapan
pada bulan Februari Mei dan bulan Juli
September. Bagian selatan Maluku Utara :
Perairan Obi, Bacan dan laut Maluku.
Musim penangkapan pada bulan April
Oktober. Bagian Utara Maluku Utara :
Perairan Utara Morotai dan Teluk Kao.
Musim penangkapan pada bulan April
September.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, K., Suwarso dan Awaludin. 2006.
Konisi Hidrologis dan Kaitannya
dengan Hasil Tangkapan Ikan
Malalugis (Decapterus macarellus)
di Perairan Teluk Tomini. Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia.
Vol. 12, No.3. Pusat Riset Perikanan
Tangkap. Badan Riset Kelautan dan
Perikanan. Departemen Kelautan
dan Perikanan. Jakarta. Hal 183191.
Arifin, I. 2006. Penentuan Daerah
Penangkapan Ikan Cakalang dengan
Data Satelit Multi Sensor di Perairan

18

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 10-19


ISSN : 2355-5521

Laut Maluku. Tesis. Sekolah


Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 94 hlm.

Laevastu, T., and M.L. Hayes. 1981.


Fisheries
Oceanography
and
Ecology. England: Fishing News
Books Ltd. 199 p.

Djamali, A. 1995. Sumberdaya Ikan


Layang (Decapterus spp) dan
Pengelolaannya
di
Perairan
Indonesia. Pidato Pengukuhan Ahli
Peneliti
Utama.
Puslitbang
Oseanologi LIPI. Jakarta. 50 hal.

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Jakarta.


Djambatan. 130 hlm.
Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Edisi
Revisi. Djambatan. 372 hlm.
Widodo, J. 1998. Population Dynamics
and Management of ikan layang,
Scad Mackeral Decapterus spp.
(Pisces: Carangidae) in the Java Sea.
Dissertation
of
Philosophy.
University of Washington. 150 p.

Laevastu, T., and I. Hela, 1970. Fisheries


Oceanography.
Fishing
News
Books, Ltd London. 238 p.

19

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 20-29


ISSN : 2355-5521

ANALISIS BIAYA-MANFAAT USAHA PENANGKAPAN


DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP POLE AND LINE
YANG MENDARATKAN IKAN DI PANGKALAN
PENDARATAN IKAN (PPI) DUFA-DUFA
KOTA TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA
(The Cost-Benefit Analysis for Fishing Effort
Using Pole and Line Fishing that Landed at Dufa-Dufa Fishing Port
Ternate City North Maluku Province)
Herman A. Musa1*, Mutmainnah2 dan Bahar Kaidati2
1

Alumni Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Khairun. 97719. Ternate.
2
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Khairun. 97719. Ternate.
* herman.anha@gmail.com

Abstrak
Potensi sumberdaya perikanan di perairan Kota Ternate yang cukup melimpah
merupakan peluang bagi pengembangan skala usaha perikanan tangkap. Hal ini di
dukung dengan berdirinya PPI Dufa-Dufa di Kota Ternate. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis aspek biaya-manfaat usaha penangkapan alat tangkap pole and line yang
mendaratkan ikan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Dufa-Dufa Kota Ternate.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai bulan Januari 2014, bertempat
di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Dufa-Dufa Kota Ternate Provinsi Maluku Utara.
Metode pengambilan data dilakukan melalui metode survey dan wawancara terstruktur
secara langsung dengan menggunakan instrumen kuisioner. Analisis data dilakukan
menggunakan analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis) dengan beberapa indikator,
seperti, NPV (Net Present Value), BCR (Benefit Cost Ratio), IRR (Internal Rate of
Return), PP (Payback Period), ROI (Return on Investment), dan PI (Profitability Index).
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa, usaha penangkapan ikan dengan
menggunakan alat tangkap pole and line yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPI
Dufa-Dufa memiliki peluang untuk dikembangkan, dengan status tingkat kelayakan
yang positif, jika dilihat dari hasil analisis biaya-manfaat yang diperoleh oleh setiap unit
usaha pole and line yang dijadikan sampel dalam penelitian ini.
Kata Kunci : Biaya-manfaat, pole and line, PPI Dufa-Dufa.

Abstract
The potential of fisheries resource in Ternate City waters was quite abundance become
an opportunity for development of fishing business. This condition supported by the
development of Dufa-Dufa Fishing Port (PPI Dufa-Dufa) in Ternate City. This research
aimed to analyze the cost-benefit of pole and line fishing effort that landed their catch at
Dufa-Dufa Fishing Port (PPI Dufa-Dufa) Ternate City. The research was conducted
from June 2013 until January 2014 at Dufa-Dufa Fishing Port (PPI Dufa-Dufa)
Ternate City North Maluku Province. Method use in this research is survey and
interview method by structural questionnaire form. Data analyzed is done using the
cost-benefit analysis with several indicators, such as NPV (Net Present Value), BCR
(Benefit Cost Ratio), IRR (Internal Rate of Return), PP (Payback Period), ROI (Return

20

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 20-29


ISSN : 2355-5521

on Investment), and PI (Profitability Index). The result shown that, the fishing effort
using the pole and line fishing gear that landed their catch at Dufa-Dufa Fishing Port
(PPI Dufa-Dufa) have an opportunity to be developed, with feasibility status is positive,
if sheen from cost-benefit analysis resulting from every pole and line sampled in this
research.
Keywords: Cost-benefit, pole and line, Dufa-Dufa Fishing Port.

usaha penangkapan yang layak merupakan


hal yang sangat penting untuk diketahui.
Tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis aspek biaya-manfaat usaha
penangkapan alat tangkap pole and line
yang mendaratkan ikan di Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) Dufa-Dufa Kota
Ternate
Provinsi
Maluku
Utara.
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini dapat memberikan gambaran
tentang kondisi dan status perikanan
tangkap pole and line di Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) Dufa-Dufa Kota
Ternate, sehingga dapat memberikan
informasi kepada nelayan tentang
pengembangan usahanya serta diharapkan
juga penelitian ini dapat dijadikan sebagai
bahan informasi yang dapat digunakan
oleh
pemerintah
daerah
dalam
menentukan strategi pengelolaan dan
pengembangan perikanan tangkap pole
and line secara berkelanjutan.

PENDAHULUAN
Perairan wilayah Maluku Utara
merupakan salah satu wilayah Indonesia
bagian Timur yang memiliki potensi
sumberdaya perikanan yang sangat baik.
Luas wilayah Maluku Utara 51.743,16
km2, yang terdiri dari luas lautan
85.552,10 km2 dan luas daratan 7.518,36
km2. Pemanfaatan perikanan laut Maluku
Utara pada tahun 2011 sebesar 56,241.71
ton/tahun terdiri dari jenis ikan pelagis
besar 97.134.14 ton, ikan pelagis kecil
30.719.16 ton dan ikan demersal sekitar
45.127.111 ton (DKP Maluku Utara,
2011). Kegiatan usaha perikanan tangkap
berkembang dengan baik serta menjadi
salah satu sentral produksi perikanan
tangkap khususnya perikanan pole and
line.
Potensi sumberdaya perikanan di
perairan Kota Ternate cukup melimpah
merupakan peluang bagi pengembangan
skala usaha perikanan tangkap. Hal ini
didukung dengan berdirinya PPI DufaDufa di Kota Ternate. PPI Dufa-Dufa
merupakan
salah
satu
pelabuhan
perikanan yang telah berhasil dalam
pengelolaannya (DKP Kota Ternate,
2011).
Berdasarkan hasil observasi lokasi
penelitian usaha unit penangkapan pole
and line memiliki peluang investasi yang
sangat potensial. Hal ini terlihat dari
pelabuhan tersebut sebagai homebase
aktivitas operasi penangkapan yang sangat
tinggi. Dalam melakukan investasi,
pemilik modal membutuhkan informasiinformasi yang menguntungkan untuk
investasinya, sehingga informasi tentang
analisis aspek teknis dan biaya-manfaat

METODOLE PENELITIAN
Lokasi dan waktu
Penelitian ini bertempat di Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) Dufa-Dufa, Kota
Ternate Provinsi Maluku Utara. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai
bulan Januari 2014.
Metode penelitian
Metode pengambilan data dilakukan
melalui metode survey dan wawancara
terstruktur secara langsung dengan
menggunakan
instrumen
kuisioner.
Sampel yang di ambil sebanyak 6 kapal
pole and line dengan bobot gross tonnage
(GT) yang berbeda-beda (Penentuan
jumlah sampel 25% dari 35 unit kapal
yang beroperasi di PPI Dufa-Dufa).

21

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 20-29


ISSN : 2355-5521

Data yang dikumpulkan terdiri atas


data primer dan data sekunder. Data
primer yang diambil merupakan hasil
wawancara dengan responden pemilik
kapal meliputi investasi, usaha, biaya
produksi,
biaya
penyusutan,
hasil
tangkapan per musim, harga hasil
penangkapan, dan metode pengoperasian
alat tangkap. Sedangkan data hasil
produksi pole and line diperoleh dari PPI
Dufa-Dufa.

Apabila B/C Ratio lebih besar dari 1 (>1)


maka usaha yang bersangkutan layak
untuk dijalankan (Umar, 1989). Secara
matematis nilai B/C Ratio dihitung
dengan rumus :
Total Penerimaan
B C Ratio=
Total Biaya+Keuntungan
Pengambilan keputusan : Usaha
dapat dikatakan layak jika, B/C Ratio > 1
Usaha dapat dikatakan tidak layak jika,
B/C Ratio < 1. Rasio manfaat-biaya
(BCR) dari suatu usaha adalah nilai kini
estimasi manfaat dibagi dengan nilai
sekarang dari estimasi biaya. Dalam
istilah matematika, hal itu dinyatakan
sebagai
aturan
keputusan
ketika
menggunakan BCR (Umar, 2003).

Analisis data
Analisis data dilakukan dengan
menggunakan analisis biaya-manfaat
(cost-benefit analysis) dengan beberapa
indikator, seperti :
NPV (Net Present Value)
NPV yaitu selisih antara Present
Value dari investasi dan nilai sekarang
dari penerimaan-penerimaan kas bersih
(arus kas operasional maupun arus kas
terminal) di masa yang akan datang.
Untuk menghitung nilai sekarang perlu
ditentukan tingkat bunga yang relevan
(Umar, 2003).
Analisa NPV dapat diketahui dengan
rumus :
n
Bt -Ct
NPV =
1+r t

IRR (Internal Rate of Return)


Formulasi yang digunakan dalam
perhitungan IRR adalah:
IRR = i1 +

NPV1
NPV2

i2 -i1

Dimana :
i1
: Tingkat bunga ke-1
i2
: Tingkat bunga ke-2
NPV1 : NPV pada tingkat bunga i1
NPV2 : NPV pada tingkat bunga i2

t=1

PP (Payback Period)
PP merupakan suatu cara penilaian
investasi yang didasarkan pada pelunasan
biaya investasi oleh keuntungan atau
dengan kata lain waktu yang diperlukan
untuk mengembalikan modal yang
ditanam (Umar, 2003). Secara matematis
perhitungan nilai payback period dihitung
dengan rumus :
I
PP =
B
Dimana :
I : Investasi
B : Benefit

Dimana :
B : pendapatan (benefit)
C : pembiayaan (cost)
r : discount rate
t
: tahun operasi
Pengambilan keputusan jika,
NPV > 1 : Maka usaha tersebut layak
NPV = 0 : Maka usaha tersebut dapat
layak
NPV < 1 : Maka usaha tersebut tersebut
tidak layak.
Benefit Cost (B/C Ratio)
B/C Ratio merupakan indikator
kelayakan usaha yang dilihat dari
perbandingan antara tingkat keuntungan
dengan jumlah biaya yang dikeluarkan.
22

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 20-29


ISSN : 2355-5521

memadahi dan menunjang di PPI DufaDufa seperti SPBU untuk BBM nelayan,
cold storage sebagai tempat penyimpanan
ikan beku yang akan diekspor, tempat
doking kapal dan kantor syabandar sebagai
tempat pengurusan surta izin berlayar (SIB)
untuk nelayan.

ROI (Return on Investment)


ROI dinyatakan dengan formulasi
rumus (Umar, 2003) :
B
ROI =
I
Dimana :
B : Benefit
I : Investasi

Analisis biaya-manfaat (cost-benefit


analysis)
Untuk mengetahui kelayakan usaha
penangkapan ikan menggunakan alat
tangkap pole and line, maka dilakukan
analisis
kelayakan
usaha
dengan
menggunakan analisis biaya-manfaat
(cost-benefit analysis) dengan beberapa
indikator antara lain, NPV (Net Present
Value), BCR (Benefit Cost Ratio), IRR
(Internal Rate of Return), PP (Payback
Period), ROI (Return on Investment), dan
PI (Profitability Index). Namun sebelum
melakukan
analisis
biaya-manfaat,
terlebih dahulu dilakukan identifikasi
beberapa variabel untuk mendukung
analisis
dimaksud,
variabel-variabel
tersebut antara lain : biaya investasi, biaya
variabel, biaya tetap dan total penerimaan.
Berdasarkan hasil penelitian, biaya
investasi dari usaha penangkapan ikan
dengan menggunakan armada pole and line
yang mendaratkan hasil tangkapannya di
PPI Dufa-Dufa, sebagian besar digunakan
untuk pengadaaan kasko (kapal) dengan
nilai antara Rp. 870.000.000,- sampai
dengan Rp. 990.000.000,- kemudian untuk
mesin utama dengan nilai antara Rp.
100.000.000,sampai
dengan
Rp.
135.000.000,- dan sisanya digunakan untuk
alat-alat pendukung lainnya. Total biaya
investasi dari armada pole and line yang
dijadikan sampel dalam penelitian ini,
disajikan dalam Tabel 1.
Sementara itu utnuk biaya variabel
yang dikeluarkan oleh seluruh armada
sampel, sebagian besar digunakan untuk
pembelian BBM dengan nilai antara Rp.
1.500.000,- sampai dengan Rp. 2.000.000,dan diikuti oleh belanja-belanja lainnya

PI (Profitability Index)
PI dihitung dangan menggunakan
rumus :
NPV
PI =
Investasi
Dimana :
Satuan PI adalah waktu (dapat berupa
tahun, bulan dan lainnya (Umar, 2003)).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi lokasi penelitian
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
Dufa-Dufa adalah salah satu pangkalan
yang berada di Kota Ternate, yang
memiliki luas lokasi 3,5 hektar dan
terletak di pesisir pantai (DKP Kota
Ternate 2013).
PPI Dufa-Dufa berada di kelurahan
Dufa-Dufa Kota Ternate Utara, yang
bertempat di lingkungan Dinas Kelautan
dan Perikanan (DKP) Kota Ternate di
mana letak PPI Dufa-Dufa berada di
bagian selatan. Di sekitar PPI Dufa-Dufa
dapat dilihat aktifitas masyarakat yang
melakukan proses perdagangan ikan dan
kegiatan-kegiatan nelayan yang melakukan
pemuatan dan pembongkaran ikan di
Pangkalan Pendaratan ikan (PPI). Jumlah
armada kapal yang terdapat di PPI DufaDufa berkisar 40 unit kapal diantaranya
32 kapal pole and line dan 8 kapal long
line.
Kapasitas pelabuhan PPI Dufa-Dufa
untuk kapal yang sedang berlambat labuh
sebanyak 1-2 kapal untuk melakukan
pembongkaran hasil tangkapan, sedangkan
pelabuhan PPI memiliki daya tampung
kapal maksimum 4-6 kapal setiap hari.
Adapun fasilitasi-fasilitasi yang cukup

23

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 20-29


ISSN : 2355-5521

Tabel 1. Biaya investasi armada pole and line yang mendaratkan hasil tangkapannya
di PPI Dufa-Dufa Kota Ternate.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Armada Pole and Line


Tunas Harapan
Putra Tanjung
Inka Mina 284
Cakalang 05
Putra Putri III
Inka Mina 520

Nilai Investasi (Rp.)


1.096.684.000,1.045.185.000,1.090.810.000,1.111.840.000,1.073.060.000,1.138.685.000,-

Sumber: Olahan data primer.

Tabel 2. Total biaya variabel per tahun dari armada pole and line yang mendaratkan
hasil tangkapannya di PPI Dufa-Dufa Kota Ternate.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Armada Pole and Line


Tunas Harapan
Putra Tanjung
Inka Mina 284
Cakalang 05
Putra Putri III
Inka Mina 520

Biaya Variabel (Rp.) / Tahun


571.890.000,579.150.000,658.130.000,617.430.000,650.100.000,658.900.000,-

Sumber: Olahan data primer.

yaitu konsumsi, umpan hidup dan es balok


dengan nilai antara Rp. 3.670.000,-. Total
biaya variabel yang dikeluarkan oleh setiap
armada sampel dalam penelitian ini
disajikan dalam Tabel 2.
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis
yang dilakukan, diketahui bahwa biaya tetap

administrasi seperti SIPI (Surat Izin


Penangkapan Ikan), biaya SIUP (Surat Izin
Usaha Penangkapan) dan pembayaran
retribusi dengan nilai rata-rata Rp.
3.400.000,- per tahun. Hasil analisis biaya
tetap dari setiap armada sampel dalam
penelitian ini disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Total biaya tetap per tahun dari armada pole and line yang mendaratkan hasil
tangkapannya di PPI Dufa-Dufa Kota Ternate.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Armada Pole and Line


Tunas Harapan
Putra Tanjung
Inka Mina 284
Cakalang 05
Putra Putri III
Inka Mina 520

Total Biaya Tetap (Rp.) / Tahun


150.309.000,127.583.077,149.451.667,245.391.923,135.499.103,159.235.000,-

Sumber: Olahan data primer.

tertinggi yang dikeluarkan oleh seluruh


armada sampel adalah biaya penyusutan,
yaitu antara Rp. 109.651.923,- sampai
dengan Rp. 147.235.000,- per tahun,
kemudian untuk biaya perawatan antara Rp.
6.000.000,- sampai dengan Rp. 8.800.000,per tahun, sedangkan biaya tetap yang
lainnya digunakan untuk pengurusan

Total penerimaan yang dihasilkan


oleh setiap kapal tergantung pada harga
ikan dan musim penangkapan. Pada
musim puncak produksi ikan meningkat
namun harga turun, dan sabaliknya pada
musim paceklik hasil tangkapan menurun
namun harga ikan meningkat. Hasil
analisis terhadap total penerimaan dari
24

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 20-29


ISSN : 2355-5521

setiap armada sampel dalam penelitian ini


disajikan dalam Tabel 4.

rate) hingga memiliki nilai NPV sebesar


Rp. 2.504.665.291,- sehingga usaha layak
untuk dilanjutkan karena NPV positif,

Tabel 4. Total penerimaan per tahun dari armada pole and line yang mendaratkan hasil
tangkapannya di PPI Dufa-Dufa Kota Ternate.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Armada Pole and Line


Tunas Harapan
Putra Tanjung
Inka Mina 284
Cakalang 05
Putra Putri III
Inka Mina 520

Total Penerimaan (Rp.) / Tahun


1.897.600.000,1.960.000.000,1.984.000.000,1.868.000.000,1.820.000.000,1.996.000.000,-

Sumber: Olahan data primer.

sedangkan untuk kapal Inka Mina 520


memiliki
nilai
terendah,
dengan
pendapatan (benefit) dari tahun 1-10
dikurangi dengan biaya (cost) dari tahun
1-10 di bagi dengan suku bunga (discount
rate) hingga memiliki nilai NPV sebesar
Rp. 1.468.088.952-, dimana usaha ini juga
layak karena memiliki nilai NPV yang
positif.

NPV (Net Present Value)


Analisis NPV merupakan metode
yang memperhatikan nilai waktu dari
uang. Metode ini menggunakan suku
bunga diskonto (potongan suku bunga)
yang akan mempengaruhi proceed atau
arus dari uangnya. NPV dapat dihitung
dari selisih nilai proyek pada awal tahun
dikurangi dengan total proceed tiaptiap
tahun yang dinilai uang ke tahun awal
dengan tingkat bunga diskonto. Hasil
analisis dari usaha penangkapan ikan
dengan menggunakan armada pole and
line yang mendaratkan hasil tangkapannya
di PPI Dufa-Dufa Kota Ternate dapat
dilihat pada Tabel 5.

BCR (Benefit-Cost Ratio)


B/C Ratio merupakan indikator
kelayakan usaha dari perbandingan antara
biaya produksi terhadap total pendapatan
yang dihasilkan. Apabila B/C Ratio lebih
besar dari 1 (>1), maka usaha layak untuk

Tabel 5. Nilai net present value (NPV) dari armada pole and line yang mendaratkan
hasil tangkapannya di PPI Dufa-Dufa Kota Ternate.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Armada Pole and Line


Tunas Harapan
Putra Tanjung
Inka Mina 284
Cakalang 05
Putra Putri III
Inka Mina 520

NPV (Rp. / Tahun)


1.468.444.702,2.504.665.291,1.503.286.714,1.728.487.895,1.489.645.983,1.468.088.952,-

Sumber: Hasil analisis data.

Berdasarkan hasil perhitungan yang


dilakukan,
kapal
Putra
Tanjung
mempunyai nilai tertinggi, dengan
Pendapatan (benefit) dari tahun 1-13
dikurangi dengan biaya (cost) dari tahun
1-13 di bagi dengan suku bunga (discount

dijalankan sedangkan B/C ratio kurang


dari satu (<1), maka usaha tersebut tidak
layak. Nilai B/C ratio usaha penangkapan
di PPI Dufa-Dufa memiliki nilai B/C
Ratio >1 dan layak untuk di jalankan.
Nilai B/C Ratio yang merupakan total
25

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 20-29


ISSN : 2355-5521

penerimaan dibagi dengan jumlah total


biaya dan keuntungan nelayan. Hasil
analisis terhadap nilai B/C Ratio dari
armada pole and line yang mendaratkan
hasil tangkapannya di PPI Dufa-Dufa
ditampilkan dalam Tabel 6. Berdasarkan
pada hasil yang ditunjukkan dalam Tabel
6, terlihat bahwa nilai B/C Ratio tertinggi

tingkat bunga sama investasi bernilai


impas, yaitu tidak menguntungkan dan
juga tidak merugikan. Hasil analisis
terhadap nilai IRR dari armada sampel
yang digunakan dalam penelitian ini
ditampilkan dalam Tabel 7.
Berdasarkan hasil perhitungan IRR
untuk mengetahui suku bunga (discount

Tabel 6. Nilai benefit-cost ratio (BCR) dari armada pole and line yang mendaratkan
hasil tangkapannya di PPI Dufa-Dufa Kota Ternate.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Armada Pole and Line


Tunas Harapan
Putra Tanjung
Inka Mina 284
Cakalang 05
Putra Putri III
Inka Mina 520

Benefit cost ratio


2,31
3,40
2,38
2,55
2,08
2,29

Sumber: Hasil analisis data.

yaitu kapal Putra Tanjung sebesar 3,40,


sedangkan nilai terendah pada kapal Putra
Putri III sebesar 2,08. Secara keseluruhan,
usaha semua armada dinyatakan layak
karena memiliki nilai B/C ratio lebih besar
dari satu ( > 1).

rate) yaitu tingkat bunga pertama di


tambahkan dengan NPV pertama dan
dibagi NPV kedua selanjutnya tingkat
bunga kedua dikurangi dengan tingkat
bunga pertama, maka diketahui bahwa,
kapal Putra Tanjung memiliki nilai
tertinggi yaitu sebesar 55%, dimana nilai
suku bunga ini layak untuk dijalankan,
sedangnkan nilai terendah terdapat pada
kapal Putra Putri III sebesar 37%. Hasil
perhitungan dari seluruh kapal sampel
memiliki nilai suku bungga yang berbedabeda dan masih berada pada kisaran nilai
yang layak untuk menjalankan usaha
penangkapan ikan dengan armada pole
and line yang digunakan.

IRR (Internal Rate of Return)


Dalam perhitungan IRR besarnya
tingkat bunga yang akan dihitung. Tingkat
bunga yang akan dihitung ini merupakan
tingkat bunga yang akan menjadikan
jumlah nilai sekarang dari tiaptiap
proceed yang di-diskonto (potongan suku
bunga) dengan tingkat bunga tersebut
sama besarnya dengan nilai sekarang cash
out flow (nilai proyek). Atau dengan kata
lain tingkat bunga ini adalah merupakan
Tabel 7. Nilai internal rate of return (IRR) dari armada pole and line yang
mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Dufa-Dufa Kota Ternate.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Armada Pole and Line


Tunas Harapan
Putra Tanjung
Inka Mina 284
Cakalang 05
Putra Putri III
Inka Mina 520

Internal Rate of Return (IRR) (%)


41
55
42
41
37
40

Sumber: Hasil analisis data.

26

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 20-29


ISSN : 2355-5521

PP (Payback Period)
Payback period (PP) atau periode
pengembalian dalam analisis biayamanfaat suatu usaha penangkapan,
berfungsi untuk mengetahui jangka waktu
yang dibutuhkan untuk pengembalian
investasi.
Semakin
cepat
dalam
pengembalian biaya investasi sebuah
usaha, semakin baik usaha tersebut karena
semakin
lancar
perputaran
modal
(Lembaga Penilitian Undana, 2006).
Jumlah produksi dan harga jual
sangat penting, karena kedua variabel
tersebut
menjadi
indikator
tinggi
rendahnya pendapatan yang berpengaruh
terhadap pengembalian modal dalam
usaha. Semakin besar jumlah pendapatan,
maka tingkat pengembalian modal juga
semakin cepat, dan sebaliknya jika
pendapatan yang dihasilkan menurun,
maka pengembalian modal akan menjadi
lama. Hasil analisis terhadap nilai payback
period dari armada pole and line dalam
penelitian ini ditampilkan dalam Tabel 8.

ROI (Return on Investment)


ROI merupakan nilai laba yang
diperoleh pengusaha dari setiap jumlah
uang yang diinvestasikan dalam periode
waktu tertentu, dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat laba yang diperoleh
dalam setiap rupiah investasi yang
ditanamkan. Nilai ROI diperoleh dari
pendapatan (benefit) dibagi dengan total
investasi. Hasil analisis nilai ROI dari
setiap armada sampel dalam penelitian ini
ditampilkan dalam Tabel 9.
Berdasarkan hasil analisis diketahui
bahwa, nilai ROI tertinggi dihasilkan oleh
kapal Putra Tanjung sebesar 0,60, yang
artinya bahwa setiap rupiah yang
diinvestasikan untuk armada tersebut
dapat memberikan pendapatan (benefit)
sebesar. 0,60. Sedangkan nilai ROI
terendah dihasilkan oleh armada Cakalang
05 yaitu sebesar 0,45.

Tabel 8. Nilai payback period (PP) dalam bulan dan tahun dari armada pole and line
yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Dufa-Dufa Kota Ternate.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Armada Pole and Line


Tunas Harapan
Putra Tanjung
Inka Mina 284
Cakalang 05
Putra Putri III
Inka Mina 520

PP (Bulan)
22
20
21
27
25
26

PP (Tahun)
1,87
1,66
1,79
2,21
2,07
2,14

Sumber: Hasil analisis data.

Nilai PP dihasilkan dari nilai


investasi yang ditanam dibagi dengan
laba/keuntungan. Nilai PP yang paling
lama untuk pengembalian investasi
dihasilkan oleh kapal Cakalang 05 yakni
sebesar 27 bulan atau 2,21 tahun,
sedangkan nilai PP yang paling cepat
untuk pengembalian investasi dihasilkan
oleh kapal Putra Tanjung yakni 20 bulan
atau 1,66 tahun.

PI (Profitability Index)
Indeks profitabilitas juga dikenal
sebagai rasio laba investasi dan rasio
investasi nilai, yang merupakan rasio hasil
investasi dari usaha yang diusulkan. Rasio
ini dihitung dengan mengasumsikan
bahwa arus kas dihitung tidak termasuk
investasi yang dilakukan dalam kegiatan
ini, dimana indeks profitabilitas sama
dengan 1 (satu) menunjukkan kondisi
impas. Setiap nilai yang lebih rendah dari
satu akan menunjukkan bahwa PI proyek

27

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 20-29


ISSN : 2355-5521

Tabel 9. Nilai return on investment (ROI) dari armada pole and line yang mendaratkan
hasil tangkapannya di PPI Dufa-Dufa Kota Ternate.
No.
Armada Pole and Line
Return on Investment (ROI)
1.
Tunas Harapan
0,54
2.
Putra Tanjung
0,60
3.
Inka Mina 284
0,56
4.
Cakalang 05
0,45
5.
Putra Putri III
0,48
6.
Inka Mina 520
0,47
Sumber: Hasil analisis data.

kurang dari investasi awal. Sebaliknya


nilai indeks profitabilitas meningkat,
berdampak pada daya tarik keuangan dari
kegiatan yang diusulkan. Hasil analisis
terhadap nilai indeks profitabilitas dari
setiap armada pole and line yang
dijadikan sampel dalam penelitian ini
ditampilkan dalam Tabel 10.

memiliki nilai variabel yang dihasilkan >


1(kategori layak).

Tabel 10. Nilai profitability index (PI) dari armada pole and line yang mendaratkan
hasil tangkapannya di PPI Dufa-Dufa Kota Ternate.
No.
Armada Pole and Line
Profitability Index (PI)
1.
Tunas Harapan
1,31
2.
Putra Tanjung
2,40
3.
Inka Mina 284
1,38
4.
Cakalang 05
1,55
5.
Putra Putri III
1,39
6.
Inka Mina 520
1,29
Sumber: Hasil analisis data.

Berdasarkan hasil analisis nilai PI


yaitu nilai dari NPV di bagi dengan biaya
investasi, diketahui bahwa kapal Putra
Tanjung memiliki nilai tertinggi yaitu 2,40
dimana hasil perhitungan ini menjelaskan
bahwa usaha yang dijalankan berada dalam
kategori layak karena memiliki nilai > 1,
sedangkan pada kapal Inka Mina 520
memiliki nilai terendah sebesar 1,29 dan
juga dikategorikan layak karena memiliki
nilai > 1. Pengambilan keputusan usaha
dapat dikatakan layak jika, PI > 1 Usaha
dapat dikatakan tidak layak jika, PI < 1
(Umar, 2003). Secara umum, seluruh usaha
penangkapan dengan menggunakan alat
tangkap pole and line di PPI Dufa-Dufa
yang dijadikan sampel dalam penelitian ini,
memenuhi indikator kelayakan karena

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa, usaha
penangkapan ikan dengan menggunakan
alat tangkap pole and line yang
mendaratkan hasil tangkapannya di PPI
Dufa-Dufa memiliki peluang untuk
dikembangkan, dengan status tingkat
kelayakan yang positif, jika dilihat dari
hasil
analisis
biaya-manfaat
yang
diperoleh oleh setiap unit usaha pole and
line yang dijadikan sampel dalam
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan
Kota Ternate. 2011. Data Statistik
Hasil Produksi Hasil Tangkapan
Tahun 2011. Ternate.
28

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 20-29


ISSN : 2355-5521

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan


Maluku Utara. 2011. Data Statistik
Potensi Sumberdaya
Perikanan
Provinsi Maluku Utara Tahun 2011.

Lembaga Penelitian Undana. 2006.


Analisis
Biaya-Manfaat
Suatu
Usaha Penangkapan. Jakarta.
Umar, H. 1989. Analisis Benefit Cost (B/C
Ratio). PT Gramedia Pustaka.
Jakarta.

[DKP] Dinas Kelautan Dan Perikanan


Kota
Ternate.
2013.
Profil
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
Dufa-Dufa Kota Ternate Tahun
2013. Ternate.

Umar, H. 2003. Studi Kelayakan dalam


Bisnis Jasa. PT Gramedia Pustaka.
Jakarta.

29

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 30-38


ISSN : 2355-5521

ANALISIS KELAYAKAN USAHA


PADA BEBERAPA DESAIN ALAT TANGKAP BUBU DASAR
DI PERAIRAN KEPULAUAN TERNATE
PROVINSI MALUKU UTARA
(Analysis of Effort Feasibility on Several Designs of Fish Pots
Fishing Gear in Ternate Archipelago Waters North Maluku Province)
Fikri Rizqi Malik1*
1

Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Khairun. 97719. Ternate.
* chikar19@gmail.com

Abstrak
Alat tangkap bubu dasar di perairan kepulauan Ternate provinsi Maluku Utara masih
tetap digunakan oleh nelayan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kelayakan usaha
pada beberapa desain bubu dasar sehingga dapat meningkatkan hasil tangkapan yang
diinginkan, menentukan efektifitas desain bubu dasar untuk menangkap ikan target.
Penelitian ini menggunakan tiga jenis alat tangkap bubu dasar yaitu bubu dasar hasil
disain tipe +, bubu dasar hasil desain tipe Y, dan bubu dasar tradisional yang biasa
dipakai nelayan di Kepulauan Ternate. Pengoperasian ketiga tipe bubu dasar
dilaksanakan selama 30 kali secara bersamaan. Analisis dilakukan terhadap aspek teknis
dan aspek ekonomis. Penelitian ini menunjukkan bahwa desain alat tangkap bubu dasar
tipe + lebih efektif untuk menangkap ikan target berdasarkan aspek teknis, dan aspek
ekonomis dibandingkan alat tangkap bubu dasar tradisional. Penggunaan desain alat
tangkap bubu + dapat meningkatkan hasil tangkapan ikan demersal yang memiliki
nilai ekonomis penting. Hasil analisis R/C rasio dan BEP, disain alat tangkap bubu
dasar tipe + layak secara ekonomis untuk dikembangkan oleh nelayan sebagai jenis
alat tangkap bubu alternatif.
Kata Kunci : Bubu dasar, kelayakan usaha, hasil tangkapan.

Abstract
Fish pots fishing gear at Ternate archipelago Maluku Utara Province still uses by the
fisherman. The research aimed to know the feasibility effort on several design of fish
pots so it can increase the catch, also to determine the effectiveness of fish pots to catch
the target fish. The research is using three types of fish pots that are + type design, Y
type design and traditional type that use by local fisherman at Ternate archipelago. The
operation of those three pots was in 30 times simultaneity. The analysis was done to the
technical and economic aspect. The result shown that the pots with + design is more
effective in catching the target fish in both technical and economic aspect rather than
the traditional pots. The use of + pots design can increase the demersal fish catches
that have high economic value. The R/C ratio and BEP analysis resulting that the pots
with + design is economically suitable to be developed by the fisherman as alternative
fish pots fishing gear.
Keywords: Fish pots, effort feasibility, catches.

30

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 30-38


ISSN : 2355-5521

Ternate lebih efektif dan efisien dalam


menangkap ikan demersal, salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah dengan
mendisain alat tangkap bubu dasar.
Tujuan dari penelitian adalah
mendisain bubu dasar yang lebih baik dari
bubu konvensional sehingga dapat
meningkatkan hasil tangkapan yang
diinginkan, menentukan efektifitas disain
bubu dasar untuk menangkap ikan target
berdasarkan aspek teknis, dan aspek
ekonomis, dan menganalisis kelayakan
usaha dari desain alat tangkap bubu dasar.
Manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini dapat memberikan informasi
kepada nelayan tentang disain alat
tangkap bubu dasar yang efektif untuk
penangkapan ikan demersal sehingga
tercapai peningkatan pendapatan nelayan
bubu dasar di Kepulauan Ternate.

PENDAHULUAN
Perikanan tangkap di perairan
kepulauan Ternate Maluku Utara, masih
didominasi oleh perikanan rakyat yang
umumnya memiliki karakteristik skala
usaha kecil, aplikasi teknologi yang
sederhana, jangkauan operasi penangkapan
yang terbatas di sekitar pantai dan
produktivitas yang relatif masih rendah.
Menurut Barus dkk. (1991), produktivitas
nelayan yang rendah umumnya disebabkan
oleh
rendahnya
keterampilan
dan
pengetahuan serta penggunaan alat
penangkapan maupun perahu yang masih
sederhana, sehingga efektifitas dan efisiensi
alat tangkap dan penggunaan faktor-faktor
produksi lainnya belum optimal.
Bubu dasar adalah salah satu alat
tangkap yang dikategorikan sebagai
perangkap. Bubu dasar termasuk jenis alat
tangkap yang sifatnya pasif atau menetap
di dasar perairan yang bertujuan
menangkap ikan-ikan demersal. Upaya
peningkatan hasil tangkapan, efektifitas
alat
tangkap
dan
memaksimalkan
pemanfaatan MSY ikan-ikan demersal,
dapat dilakukan dengan cara inovasiinovasi terbaru alat tangkap salah satunya
adalah dengan mendisain alat tangkap
bubu dasar yang memiliki multi pintu
(empat dan tiga pintu masuk ikan),
berbahan dasar khusus yang dapat
bertahan terendam dalam air laut. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian
mengenai kelayakan usaha beberapa
disain alat tangkap bubu dasar.
Upaya yang dapat dilakukan agar
penggunaan bubu dasar di perairan pulau

METODOLE PENELITIAN
Lokasi dan waktu
Penelitian ini berlokasi di perairan
Kelurahan Dufa-Dufa Kota Ternate
Provinsi Maluku Utara. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Maret sampai
bulan Juni 2011.
Metode penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan
metode experimental fishing, dimana
dilakukan pengujian terhadap desain alat
tangkap bubu dasar yang dibuat dalam 2
(dua) bentuk dan dibandingkan dengan
bubu konvensional (Gambar 1) yang
digunakan oleh nelayan di Kota Ternate.
Model disain bubu dasar yang di gunakan

Gambar 1. Alat tangkap bubu konvensional.


31

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 30-38


ISSN : 2355-5521

dalam penelitian ini adalah bentuk + dan


Y, yang terbuat dari drum plastik
berukuran 45 cm yang dirangkai menjadi
satu unit bubu dasar (Gambar 2).

osenografi di perairan kepulauan Ternate,


dan kondisi oseanografi di lokasi penelitian.
Analisis ekonomi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Return-Cost Ratio (R/C

Gambar 2. Disain alat tangkap bubu bentuk + (a) dan Y (b).


Data primer merupakan hasil
tangkapan ikan demersal dari hasil upaya
tangkap selama 30 hari. Data sekunder
diperoleh dari Dinas Perikanan dan
Kelautan Propinsi Maluku Utara.

Ratio). Pada perhitungan ini membutuhkan


data penjualan yang merupakan penerimaan
hasil tangkapan dan biaya yang dikeluarkan.
Jika R/C Ratio > 1, maka usaha yang
dijalankan mengalami keuntungan atau
layak untuk dikembangkan. Jika R/C Ratio
< 1, maka usaha tersebut mengalami
kerugian atau tidak layak untuk
dikembangkan. Selanjutnya jika R/C Ratio
= 1, maka usaha perikanan berada pada titik
impas (Break Event Point).

Analisis data
Dalam penelitian ini, tingkat
kelayakan usaha perikanan disain alat
tangkap bubu dasar ditentukan dari
analisis R/C Ratio, BEP volume produksi,
dan BEP harga produksi.
Analisis data dilakukan terhadap
data primer yang diperoleh dari hasil
upaya tangkap selama 30 hari pada bubu
dasar disain berbentuk +, bubu dasar
disain berbentuk huruf Y dan bubu lokal
nelayan sebagai kontrol. Analisis data
pada komposisi hasil tangkapan dilakukan
dengan cara membandingkan hasil
tangkapan antara bubu dasar disain
berbentuk +, bubu dasar disain
berbentuk huruf Y dan bubu dasar lokal
yang biasa dipakai nelayan sebagai
kontrol. Komposisi hasil tangkapan yang
dibandingkan meliputi total jumlah
(individu), bobot (gr), dan ukuran (cm),
pada masing-masing jenis ikan pada
seluruh perlakuan lama perendaman (satu
hari).
Analisis terhadap data sekunder
dilakukan secara deskriptif tentang kondisi

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kondisi oseaonografi perairan Ternate
Pulau Ternate merupakan wilayah
kepulauan yang terletak di pesisir barat
Pulau Halmahera dan merupakan bagian
dari wilayah Provinsi Maluku Utara. Luas
wilayah Pulau Ternate adalah 5.681,30
km, dengan wilayah perairan lautnya
sekitar 5.457,55 km dari keseluruhan
wilayah yang ada, luas daratannya 133,74
km (DKP Kota Ternate, 2010). Wilayah
pulau-pulau kecil di Kepulauan Ternate
terletak pada koordinat 126 20' 128 05'
Bujur Barat serta 0 50' 2 10' Lintang
Utara yang berbatasan dengan :
Sebelah Utara dengan Samudra Pasifik
Sebelah Selatan dengan Laut Maluku
Sebelah Timur dengan Laut Halmahera
Sebelah Barat dengan Laut Maluku

32

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 30-38


ISSN : 2355-5521

Pulau-pulau kecil di wilayah


Kepulauan Ternate terletak dalam lingkup
yang bergerak melalui kepulauan Filipina,
Sangihe Talaut, dan Minahasa yang
dilingkupi lengkung Sulawesi dan Pulau
Sangihe yang berwatak Vulkanis.
Dari data pengukuran arah dan
kecepatan arus permukaan di perairan
Pulau Ternate, pada saat air laut pasang,
dimana kecepatan arus di perairan Maluku
Utara adalah 56 cm/detik dengan arah 50'
Tenggara, dan kecepatan arus adalah 34
cm/detik dengan arah 45' Timur . Data
pengukuran kondisi oseonografi perairan
lokasi penelitian disajikan pada Table 1.

Disain alat tangkap bubu


1. Alat tangkap bubu tipe +
Secara umum konstruksi bubu tipe
+ terbuat dari drum plastik berdiameter
32 cm, dengan panjang drum plastik 45
cm dan panjang socket penyambung 32
cm, sehingga panjang total bubu +
setelah terpasang adalah 122 cm, dengan
berat total 8 kg. Menurut Subani dan
Barus (1989) ukuran bubu dasar bervariasi
menurut besar dan kecilnya yang dibuat
menurut kebutuhan, untuk bubu kecil
umumnya berukuran panjang 1 m, lebar
50 75 cm dan tinggi 25 30 cm.
Badan bubu yang berfungsi sebagai

Tabel 1. Kondisi oseaonografi lokasi penelitian .


Parameter
Suhu
Salinitas
Tinggi Gelombang
Arus
pH

Kisaran
26 C 31 C
25,8 ppt 30,2 ppt
1m2m
20 cm/detik 30 cm/detik
7,0 7,8

Sumber: DKP Kota Ternate, 2010 .

Menurut Tomiko et al. (2004)


penentuan daerah penangkapan untuk
pengoperasian bubu boleh dikatakan
sangat sedikit sekali dipengaruhi oleh
faktor oseanografi, sehingga dalam
menentukan daerah penangkapan tidak

pintu masuk ikan dihubungkan dengan


socket yang terbuat dari bahan fiber glass,
dengan panjang 32 cm dan tinggi 35 cm
dengan
menggunakan
tali
untuk
memudahkan dalam pengeluaran ikan
yang tertangkap (Gambar 3).

Gambar 3. Posisi tali penyambung drum plastik dengan socket.


Bubu tipe + memiliki 4 pintu
masuk ikan yang bertujuan meningkatkan
hasil tangkapan. Baskoro dan Effendy
(2005) menyatakan bahwa, bubu dengan
lebih dari satu pintu masuk tunggal dapat
meningkatkan laju tangkapan secara
signifikan. Bentuk mulut disain bubu

begitu rumit. Hal terpenting dalam


menentukan daerah penangkapan adalah
diketahuinya keberadaan ikan dengan
meletakan bubu disepanjang daerah
penangkapan misalnya keberadaan ikan
dasar, kepiting, udang sebelum atau
sesudah operasi penangkapan dilakukan.

33

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 30-38


ISSN : 2355-5521

dasar + yang terbuat dari bahan fibre


glass berbentuk corong (Gambar 4). Hal
ini mengacu pada bentuk mulut bubu yang
umum digunakan agar memudahkan ikan
masuk tapi tidak dapat keluar (Subani dan
Barus, 1989).

pembuatannya jika dibandingkan bubu


tipe Y dan tipe tradisional.
2. Alat tangkap bubu tipe Y
Konstruksi disain bubu dasar
berbentuk Y secara umum sama dengan

Gambar 4. Disain mulut pintu masuk bubu tipe + dan Y.


tipe +, yaitu memiliki panjang dari
mulut bubu sampai ke socket penyambung
sebesar 45 cm. Bedanya, bentuk socket
penyambung pada bubu dasar tipe Y ini
berbentuk segi lima, dengan ukuran
panjang masing-masing sisi sebesar 32
cm, dengan berat total sebesar 9 kg.
Diameter mulut bubu yang digunakan
adalah 32 cm, hanya saja bubu tipe Y
memiliki 3 pintu masuk ikan yang berada
pada bagian bawah jalan masuk dengan
diameter 10 cm. Pada permukaan badan
bubu dibuat lubang untuk memudahkan
sirkulasi air serta berfungsi mencegah
tertangkapnya ikan-ikan yang masih kecil
(fungsi selektifitas).
Dari segi bahan baku dan proses
pembuatannya, alat tangkap bubu tipe Y
lebih mahal dan lebih sulit proses
pembuatannya jika dibandingkan bubu
tradisional tetapi sedikit lebih murah dari
bubu tipe +. Desain mulut bubu multi
pintu baik tipe + maupun tipe Y tidak
memiliki perbedaan, baik model maupun
ukuran, desain mulut bubu pada disain
alat tangkap + dan Y terbuat dari
bahan fiber glass dengan bagian luar
mulut berdiameter 32 cm, dan mulut

Pintu masuk berada pada bagian


bawah mulut/pintu masuk dengan
diameter 10 cm, hal ini didasarkan pada
tingkah laku ikan, dimana pada saat ikan
merasa terkurung maka cenderung
berenang ke arah lebih dalam/ke bawah
(Baskoro dan Effendy, 2005). Untuk
pembuatan mulut dan socket penyambung
yang terbuat bahan fiber glass, dilakukan
pesan langsung dari pabrik komersil
pembuatan kapal speed boat patroli
kepolisian.
Pada permukaan bubu dibuat lubang
berdiameter 5 cm untuk memudahkan
sirkulasi air serta berfungsi mencegah
tertangkapnya ikan-ikan yang masih kecil
(fungsi selektifitas). Jumlah lubanglubang kecil ini tidak menentu berada
pada sisi atas, samping, dan di bawah
bubu intinya hanya supaya air dapat
masuk dan keluar dengan baik, dan
meminimalisir ikan-ikan kecil yang
tertangkap. Desain bubu multi pintu tipe
+ dapat dilihat pada Gambar 5.
Dari segi bahan baku dan proses
pembuatannya, alat tangkap bubu tipe +
lebih mahal dan lebih sulit proses

34

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 30-38


ISSN : 2355-5521

Gambar 5. Alat tangkap bubu dasar tipe +.


.
bagian dalam atau mulut tempat didapatkan karena terbuat dari bambu
masuknya ikan berdiameter 10 cm. Disain sedangkan jenis desain bubu multi pintu
bubu tipe Ydapat dilihat pada Gambar 6. lebih mahal dan lebih sulit diperoleh

Gambar 6. Alat tangkap bubu dasar tipe Y.


.
3. Alat tangkap bubu konvensional
karena terbuat dari drum plastik dan fiber
Secara umum konstruksi alat glass. Dari segi proses pembuatannya,
tangkap bubu konvensional terbuat dari proses pembuatan bubu konvensional
anyaman bambu berbentuk persegi lebih mudah dan menggunakan peralatan
panjang. Bubu dasar konvensional yang sederhana jika dibandingkan jenis desain
biasa di pakai nelayan kepulauan Ternate bubu multi pintu yang membutuhkan
memiliki ukuran panjang 1,30 m, dengan peralatan khusus.
satu pintu masuk bagian luar berdiameter
25 cm dan bagian dalam pintu masuk Komposisi Hasil Tangkapan
Upaya peningkatan hasil tangkapan
berdiameter 15 cm. Pintu masuk ikan
dan
memaksimalkan
pemanfaatan MSY
bagian dalam terletak pada bagian ujung,
bukan pada bagian bawah, sehingga ikan-ikan demersal, dapat dilakukan
peluang ikan dapat keluar kembali sangat dengan cara inovasi-inovasi terbaru alat
mungkin terjadi. Tinggi bubu tradisional tangkap, salah satunya adalah dengan
adalah 26 cm dan lebar 105 cm (Gambar mendisain alat tangkap bubu dasar yang
memiliki multi pintu (empat dan tiga pintu
7).
Dari segi bahan baku alat tangkap masuk ikan), dengan bahan dasar yang
bubu, bahan baku pembuatan bubu bisa bertahan lama apabila sering
konvensional lebih murah dan mudah direndam di dasar air laut yang memiliki

35

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 30-38


ISSN : 2355-5521

Gambar 7. Alat tangkap bubu konvensional.


.
kandungan kadar garam yang tinggi. Y menghasilkan 70,52% ikan ekonomis
Terdapat dua bentuk model disain bubu penting dan 29,48% ikan bukan ekonomis
dasar yang digunakan dalam penelitian ini penting, sedangkan bubu tradisional
yaitu model disain bubu dasar berbentuk menghasilkan 70,05% ikan ekonomis
+ dan model disain bubu dasar penting dan 29,96% ikan bukan ekonomis
berbentuk huruf Y, yang dibandingkan penting. Hal ini menunjukkan sebagian
dengan jenis bubu tradisional.
besar hasil tangkapan dari ketiga alat
Komposisi hasil tangkapan dengan tangkap bubu yang digunakan merupakan
alat tangkap bubu yang didisain bentuk ikan ekonomis penting.
+ dan Y serta bubu tradisional, dengan
Komposisi hasil tangkapan selama
30 kali setting dan hauling, diperoleh hasil 30 hari pengoperasian bubu dengan 30
tangkapan yang terdiri dari ikan-ikan dari kali setting serta hauling dengan alat
famili Apogonidae (5,52%), Lutjanidae tangkap bubu yang didisain bentuk +
(6,28%),
Lethrinidae
(10,17%), dan Y serta bubu tradisional terdiri dari
Serranidae (16,02%), Balistidae (7,25%), ikan-ikan dari famili Apogonidae,
Acanthuridae
(21,54%),
Siganidae Lutjanidae, Lethrinidae, Serranidae,
(3,03%),
Chaetodontidae
(5,74%), Balistidae, Acanthuridae, Siganidae,
Nemipteridae (7,68%), Scaridae (6,82%), Chaetodontidae, Nemipteridae, Scaridae,
Mullidae (5,84%), Haemulidae (3,90%) , Mullidae,
Haemulidae,
dan
dan Hemiscyllidae (0,22%). Semua famili Hemiscyllidae.
merupakan ikan-ikan yang hidup di
Dari
hasil
analisis
ragam
daerah terumbu karang. Jumlah ikan yang menunjukkan perlakuan jenis desain alat
tertangkap pada bubu disain + sebanyak tangkap bubu berpengaruh nyata terhadap
358 ekor dan total berat 49.062,3 gr, bubu jumlah individu ikan yang tertangkap
disain tipe Y sebanyak 329 ekor dan (p<0,05).
Hasil
uji
lanjut
LSD
total berat 41.130,1 gr, sedangkan pada menunjukkan desain alat tangkap bubu
bubu tradisional 237 ekor dan total berat model + tidak berbeda nyata dengan
28.950,6 gr.
desain model Y, namun kedua desain
Berdasarkan kualitas ikan hasil bubu tersebut berbeda nyata dengan
tangkapan, alat tangkap bubu tipe + desain bubu tradisional. Hal ini
lebih banyak menangkap ikan ekonomis menunjukkan bahwa jumlah ikan yang
penting dibanding alat tangkap bubu terperangkap pada desain alat tangkap
lainnya. Alat tangkap bubu dasar tipe + bubu multi pintu lebih besar jika
menghasilkan
81,84%
ikan
dasar dibandingkan
alat
tangkap
bubu
ekonomis penting dan 18,16% ikan yang tradisional.
bukan ekonomis penting. Bubu dasar tipe

36

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 30-38


ISSN : 2355-5521

angka R/C Ratio beberapa cara dapat


dilakukan, misalnya mengurangi biaya
produksi atau dengan cara lain. Pada alat
tangkap bubu ini, cara yang dilakukan
adalah dengan tidak menggunakan umpan.
Uji coba bubu disain bahan plastik
ini dilakukan tanpa menggunakan umpan.
Karena itu, produksi yang rendah, yaitu
hanya 1,5 kg setiap 1 hari, terkait dengan
teknik operasional. Jika menggunakan
umpan, maka hasil penangkapan dapat
ditingkatkan. Penangkapan ikan karang
dengan alat tangkap bubu yang
menggunakan umpan meningkatkan laju
tangkapan.
Jika menggunakan analisis titik
impas atau BEP (break event point), maka
pada analisis BEP volume produksi, usaha
ini mencapai titik impas pada produksi
2,57 kg, sedangkan analisis BEP harga
produksi menunjukkan bahwa usaha ini
mencapai titik impas jika harga ikan dijual
dengan harga Rp. 38.655,-. Hal ini
menunjukkan bahwa, usaha penangkapan
ikan karang dengan alat tangkap bubu
disain multi pintu akan sangat mudah
mencapai keuntungan (melewati titik
impas/BEP) mengingat hasil produksi
perhari 1,3 kg dengan harga jual Rp.
15.000,-.
Usaha
ini
akan
lebih
menguntungkan di mana BEP lebih cepat
tercapai jika operasi penangkapan
dilakukan dengan menggunakan umpan.
Perbandingan
dengan
bubu
tradisional yang biasa dipakai oleh
nelayan Kepulauan Ternate, berdasarkan
hasil perhitungan R/C Ratio pada bubu
tradisional tidak mencapai angka 1 yaitu
hanya 0,77 dimana nilai ini tidak
memberikan keuntungan dan tidak layak
untuk di kembangkan. Hasil pendapatan
bersih selama 6 (enam) bulan berbeda
selisih sebesar Rp. 390.000,- dengan
disain bubu tipe + sehingga berdasarkan
perhitungan BEP (Break Event Point)
volume produksi, dan BEP (Break Event
Point) harga produksi, maka tidak perlu
dilakukan pengembanan usaha pada alat

Aspek Ekonomis
Ikan karang hidup memiliki nilai
jual yang terus meningkat. Permintaan
ikan kerapu khususnya dalam kondisi
hidup untuk tujuan ekspor, seperti ke
Hongkong dan Cina bagian selatan
cenderung meningkat setiap tahun. Hal ini
telah memicu nelayan untuk melakukan
penangkapan ikan ini dengan secara
intensif. Salah satu alat yang biasa
digunakan untuk menangkap ikan karang
hidup adalah dengan menggunakan bubu
dasar. Melalui penelitian ini, dilakukan
kajian terhadap beberapa disain alat
tangkap bubu dasar di perairan pulau
Ternate Provinsi Maluku Utara sebagai
upaya meningkatkan hasil tangkapan ikan
karang.
Analisis
pendapatan
usaha
dilakukan untuk mengetahui secara
finansial apakah usaha perikanan bubu
menguntungkan sehingga layak untuk
dikembangkan atau mengalami kerugian.
Untuk menilai kelayakan ekonomis bubu
yang didisain dengan bahan plastik ini,
maka digunakan analisis R/C Ratio, BEP
volume produksi, dan BEP harga
produksi, dengan menghitung hasil
tangkapan disain bubu bentuk +. Jika
R/C Ratio melebihi angka 1, berarti usaha
tersebut ekonomis sehingga dapat
dilanjutkan. Namun, apabila R/C Ratio di
bawah angka 1 berarti usaha tersebut tidak
ekonomis (Fuad dkk., 2009). Bubu bentuk
+ sebanyak 2 unit dan dioperasikan
tanpa umpan selama 6 bulan, maka akan
diperoleh pemasukan mencapai Rp.
8.100.000,- (harga Rp. 15.000,-/kg). Jika
dikurangi dengan biaya investasi dan
produksi,
maka
keuntungan
yang
diperoleh bersih sebesar Rp. 1.700.000,-.
Berdasarkan hasil analisis R/C Ratio
maka diperoleh angka 1,26 atau lebih
besar dari angka 1. Hal ini menunjukkan
usaha
penangkapan
ikan
dengan
menggunakan alat tangkap bubu disain
memberikan keuntungan dan layak untuk
dikembangkan. Untuk meningkatkan

37

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 30-38


ISSN : 2355-5521

tangkap bubu tradisional, tetapi dapat


dilakukan dengan menggunakan alat
tangkap bubu multi pintu.

Tomiko I., N. Miyuki and S. Kazutaka.


2004.
Abundace
Of
Salmon
Carcasses At The Upper Of Fish
Trap. The Ecological Society Of
Japan.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa, disain alat tangkap bubu dasar
lebih efektif untuk menangkap ikan target
berdasarkan aspek teknis, dan aspek
ekonomis dibandingkan alat tangkap bubu
dasar tradisional, penggunaan desain alat
tangkap bubu + dapat meningkatkan
hasil tangkapan ikan demersal ekonomis
penting, dan hasil analisis ekonomi
menunjukkan bahwa, desain alat tangkap
bubu + layak secara ekonomis untuk
dikembangkan oleh nelayan sebagai jenis
alat tangkap bubu alternatif.
DAFTAR PUSTAKA
Barus, Badrudin dan Naamin. 1991.
Prosiding Forum II Perikanan,
Sukabumi 18-21 Juni 1991. Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Perikanan. Departemen Pertanian.
Jakarta 208 hal.
Baskoro, MS dan A. Effendy. 2005.
Tingkah laku ikan: hubungannya
dengan metode pengoperasian alat
tangkap ikan. IPB. Bogor.
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan
Kota Ternate. 2010. Evaluasi
Statistik
Perikanan
Tangkap
Propinsi Maluku UtaraTahun 2010.
Ternate.
Fuad, M, H. Cristine, Nurlela, Sugiarto,
dan YEF. Paulus. 2009. Pengantar
Bisnis. Cetakan keenam. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Subani, W. dan HR. Barus. 1989. Alat
Penangkapan Ikan dan Udang Laut
Indonesia.
Balai
Penelitian
Perikanan
laut.
Departemen
Pertanian. Jakarta. 248 hal.

38

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 39-49


ISSN : 2355-5521

ANALISIS BIOEKONOMI DAN TINGKAT PEMANFAATAN


IKAN TUNA MADIDIHANG (Thunnus albacares)
DI PERAIRAN MALUKU UTARA
(Analysis of Bionomic and Utilization Level of Yellowfin Tuna
(Thunnus albacares) in North Maluku Waters)
Taslim Abubakar1*, Darmiyati Muksin2 dan Bahar Kaidati2
1

Alumni Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Khairun. 97719. Ternate.
2
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Khairun. 97719. Ternate.
* aconpsp@gmail.com

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis aspek Bioekonomi dan tingkat pemanfaatan
sumberdaya ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di perairan Maluku Utara.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2013 dan sebagian besar data
yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari PPN Ternate, Kota Ternate,
Provinsi Maluku Utara. Metode pengambilan data dilakukan melalui wawancara secara
terstruktur menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) ditunjang dengan observasi
langsung terhadap kegiatan nelayan di PPN Ternate, serta proses penangkapan alat
tangkap hand line. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis bioekonomi, analisis
hasil tangkapan per upaya penangkapan serta tingkat pemanfaatan ikan Tuna
Madidihang (Thunnus albacares). Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa,
pengelolaan sumberdaya ikan Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di perairan
Provinsi Maluku Utara berada dalam kondisi full exploited (67%), dan hasil tangkapan
maksimum lestari (MSY) sebesar 398.607 kg/tahun dengan upaya penangkapan
optimum sebesar 99 unit/tahun. Dengan demikian nilai sumberdaya perkiraan ikan Tuna
Madidihang di perairan Provinsi Maluku Utara masih berpeluang untuk dimanfaatkan
sebesar 13% dan masih dalam kondisi aman. Produksi ikan Tuna Madidihang pada
rezim MEY sebesar 379.905 kg/tahun dengan EMEY sebesar 78 unit/tahun. Posisi EOA
untuk penangkapan ikan Tuna Madidihang sebanyak 156 unit/tahun dengan jumlah
produksi sebesar 270.556 kg/tahun. Berdasarkan hasil analisis, kondisi MEY berada
pada titik maksimal, ini berarti pada kondisi MEY layak karena memberikan
keuntungan yang maksimal.
Kata Kunci : Bioekonomi, Tuna Madidihang, MSY, MEY.

Abstract
The purpose of the research is to analyze the bionomic and utilization level of Yellowfin
Tuna (Thunnus albacores) resources in North Maluku waters. The research was
conducted in December 2013 and mostly data is secondary data from PPN Ternate,
Ternate City North Maluku Province. Data collected through interview using structural
questioner and supported by observation on fisherman activity at PPN Ternate, also
through fishing process using the hand line fishing gear. The data consist in primary
and secondary data. The analysis using in the research is bionomic analysis, catch per
unit effort analysis, and also the utilization level of Yellowfin Tuna (Thunnus
albacores). The research result shown that, the utilization of Yellowfin Tuna (Thunnus

39

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 39-49


ISSN : 2355-5521

albacores) resource in North Maluku waters is in full exploited (67%) condition and the
maximum sustainable yield (MSY) is 398.607 kg/year with optimum catch was 99 units
per year. Thereby, the resources values of Yellowfin Tuna that still can be exploited in
North Maluku waters is 13% and still in secure condition. The production of Yellowfin
Tuna at MEY regime is 370.905 kg/year with EMEY is 78 units per year. The EOA position
for Yellowfin Tuna catch is 156 units per year with number of production is 270.556
kg/year. Based on the analysis result, the MEY condition is on maximum point, this
mean that in this condition the utilization level is suitable because it gave maximum
profit.
Keywords: Bionomic, Yellowfin Tuna, MSY, MEY.

tangkap secara berkelanjutan. Dengan


memasukan faktor ekonomi, maka akan
diketahui tingkat optimal dari nilai
manfaat atau rente dari pemanfaatan
sumberdaya perikanan yang diterima oleh
masyarakat nelayan. Sehingga nilai
manfaat dari sumberdaya ikan Tuna
Madidihang (Thunnus albacares) yang
selama ini dimanfaatkan oleh nelayan di
perairan Maluku Utara dapat diketahui.
Penelitian ini bertujuan menganalisis
aspek bioekonomi dan tingkat pemanfaatan
sumberdaya ikan Tuna Madidihang
(Thunnus albacares) di perairan Maluku
Utara. Sedangkan manfaat dari penelitian
ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan
untuk
pengelolaan
sumberdaya ikan Tuna Madidihang
(Thunnus albacares) di Provinsi Maluku
Utara.

PENDAHULUAN
Potensi sumberdaya ikan Tuna
(Thunnus sp) yang terdapat di Indonesia
diperkirakan mencapai 1.211.235 ton
dengan jumlah potensi lestari yang dapat
di manfaatkan sebesar 317.511 ton/tahun,
yang terdiri dari jenis, Tuna Albacore
(Tuna Albacore), Tuna ekor panjang
(Longtail Tuna), Tuna sirip biru selatan
(Southern Bluefin Tuna), Tuna sirip biru
utara
(Southern
Bluefin
Tuna),
Madidihang (Yellowfin Tuna) sebesar
102.850 ton/tahun, dan ikan demersal lain
47.450 ton/tahun.
Pengetahuan akan potensi dan
tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan
disuatu perairan merupakan informasi
yang sangat penting untuk membuat suatu
perencanaan pengembangan perikanan.
Tanpa didasari informasi tersebut, usaha
untuk mencapai program perikanan belum
tentu tercapai (Dwipongo, 1983).
Kedudukan perairan laut Maluku
Utara yang diapit oleh perairan Sulawesi
sebagai perairan migrasi ikan tuna serta
Samudra Pasifik menjadikannya kaya
akan potensi laut.
Selama ini dalam menjawab
permasalahan
potensi
sumberdaya
perikanan ada beberapa model dan teknik
yang telah dikembangkan. Salah satu
yang sering diterapkan dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan adalah pendekatan
secara Bioekonomi. Pendekatan analisis
secara bioekonomi merupakan salah satu
alternatif yang dapat diterapkan dalam
upaya optimalisasi sumberdaya perikanan

METODOLE PENELITIAN
Lokasi dan waktu
Penelitian ini bertempat di perairan
Maluku Utara, sedangkan pengambilan
data dilakukan di PPN Ternate Kota
Ternate Provinsi Maluku Utara. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Desember 2013.
Metode penelitian
Metode pengambilan data dilakukan
melalui wawancara secara terstruktur
menggunakan
daftar
pertanyaan
(kuesioner) ditunjang dengan observasi
langsung terhadap kegiatan nelayan di
PPN Ternate, serta proses penangkapan
alat tangkap hand line. Data yang

40

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 39-49


ISSN : 2355-5521

Standard effort (SE) = (FPI x fi)

dikumpulkan terdiri dari data primer dan


data sekunder.

Dimana:
CPUEs = hasil tangkapan per satuan
upaya
penangkapan
alat
tangkap standar
CPUEi = hasil tangkapan per satuan
upaya
penangkapan
alat
tangkap i
Cs
= hasil tangkapan jenis alat
tangkap standar
Ci
= hasil tangkapan jenis alat
tangkap i
Fs
= jumlah upaya penangkapan
alat tangkap standar
Fi
= jumlah upaya penangkapan
alat tangkap i
FPIs
= faktor daya tangkap jenis alat
tangkap standar
FPIi
= faktor daya tangkap jenis alat
tangkap i

Data primer dikumpulkan secara


langsung di lokasi penelitian melalui
wawancara dengan responden dan observasi
langsung pada kegiatan nelayan, sedangkan
data sekunder diperoleh dari instansi
terakait pada saat penelitian dilakukan,
dimana data ini merupakan data
penunjang yang diambil dari Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku
Utara dan PPN Ternate berupa profil PPN
Ternate.
Analisis data
Proses analisis data dilakukan
melalui beberapa tahapan analisis sebagai
berikut :
(1) Standarisasi upaya tangkap
Menurut Spare and Venema (1999)
dalam Samil (2013), setiap jenis alat
tangkap mempunyai kemampuan yang
berbeda dalam menangkap suatu jenis
ikan sehingga diperlukan standarisasi
suatu alat tangkap. Standarisasi bertujuan
menyeragamkan
satuan-satuan
yang
berbeda menjadi satuan upaya (jumlah
satuan operasi) yang sama.
Upaya
penangkapan
standar
didasarkan atas alat tangkap yang
mempunyai CPUE terbesar dan alat tangkap
yang dijadikan standar ini mempunyai nilai
faktor daya tangkap atau fishing power
index (FPI) sama dengan 1 (satu) dan nilai
FPI alat tangkap lain didapatkan dari hasil
tangkap per satuan upaya alat tangkap lain
dibagi hasil tangkap persatuan upaya alat
standar.
Rumus untuk menghitung Standarisasi
upaya adalah sebagai berikut (Sparre dan
Venema, (1999) dalam Samil (2013)) :

(2)

Analisis hasil tangkapan per upaya


penangkapan (CPUE)
Perhitungan CPUE bertujuan untuk
mengetahui
laju
tangkap
upaya
penangkapan ikan Tuna Madidihang
berdasarkan atas pembagian total hasil
tangkapan
(catch)
dengan
upaya
penangkapan (Effort), Menurut Gulland
(1983) dalam Fauzi (2006) rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Ci
CPUE
fi
Dimana:
CPUE : Jumlah hasil tangkapan per
satuan upaya penangkapan kei (kg/trip)
Ci
: Hasil tangkapan ke-i (ton)
Fi
: Upaya penangkapan k-i (Unit)
(3)

Tingkat pemanfaatan
Tingkat pemanfaatan dari suatu
sumberdaya ikan dapat diketahui setelah
didapatkan nilai optimum. Tingkat
pemanfaatan dihitung dengan cara
memprosentasekan
jumlah
upaya
penangkapan pada tahun tertentu terhadap
nilai upaya penangkapan tertentu. Untuk

CPUEs = Cs/fs
FPIs = 1
CPUEi = Ci/fi
FPIi = CPUEi/CPUEs

41

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 39-49


ISSN : 2355-5521

mengetahui seberapa besar tingkat


pemanfaatan ikan yaitu dengan cara
mempresentasekan
jumlah
hasil
tangkapan pada tahun tertentu dengan
nilai produksi maksimal lestari (MSY).
Rumus tingkat pemanfaatan adalah :
TP =

Untuk menghitung persamaanpersamaan tersebut maka diperlukan datadata berikut :


a
= intercept
b
= kemiringan garis trend
p
= price
c
= average cost
TR
= total pendapatan
TC
= total biaya penangkapan
E
= tingkat upaya penangkapan
Sesuai dengan asumsi bahwa harga
ikan per kilogram (p) dikonversikan
dalam rupiah adalah konstan dan biaya
penangkapan per unit upaya (C), maka
total penerimaan (TR) dan total biaya
(TC) dapat dihitung menggunakan rumus
berikut :
TR= p.C
TC = c.E

C
x 100%
MSY

Dimana:
TP
: Tingkat Pemanfaatan
C
: Jumlah hasil tangkapan ikan
pada tahun tertentu
MSY : Maximum Sustainable Yield
(produksi maksimum lestari)
(4)

Analisis bioekonomi
Dalam
perhitungan
yang
berhubungan dengan aspek aspek
bioekonomi dihitung mengunakan aplikasi
data software Mappel 9,5 dan Excel 2007
untuk dapat menghasilkan pemodelan
bioekonomi sumberdaya Ikan Tuna
Madidihang (Thunnus albacares).
Menurut Purwanto (2003) untuk
mengetahui model statis bioekonomi
penangkapan ikan dan penerapanya dalam
menentukan
optimasi
pemanfaatan
sumberdaya perikanan mengunkan surplus
produksi
dari
Scahefer
dengan
menghubungkan tingkat produksi ikan (Q)
dengan
upaya
penangkapan
(C)
sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 1.

Untuk menghitung keuntungan


usaha penangkapan ikan (profit) dengan
persamaan berikut :

= TR TC
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi lokasi penelitian
Wilayah Propinsi Maluku Utara
terletak pada posisi koordinat 03 00 00
LU dan 1290000 BT. Secara
administratif luas wilayah Propinsi
Maluku Utara kurang lebih 106.977,32
km dan sekitar 77% dari luas wilayahnya

Tabel 1. Formula perhitungan bioekonomi.


Analisis

Schaefer

a2
4b
a
2b
afOA bfOA2

2 x fMEY

MSY

a2 c2
4b 4bp2
a c2
2b 2bp

MEY

Sumber: Purwanto, 2003.

42

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 39-49


ISSN : 2355-5521

adalah perairan. Sebagai daerah dengan


luas lautan lebih luas jika dibandingkan
dengan daratan, perairan Maluku Utara
menyimpan
potensi
sumberdaya
perikanan yang cukup besar (DKP
Provinsi Maluku Utara, 2002 dalam
Ahmad, 2011).
Pelabuhan Perikanan Nusantara
Ternate (PPN Ternate) dibangun atas
lahan 10,06 Ha dengan luas tanah
eksisting 4 Ha dan luas tanah
pengembangan 6,06 Ha. Terletak pada
posisi kordinat 00 46 0,36 LU dan 127
22 41 10 BT, tepatnya di Kota Ternate
Provinsi Maluku Utara (PPN Ternate
2012).

(3)

Nelayan.
Berdasarkan
hasil
wawancara,
diketahui bahwa sebagian besar nelayan
Maluku Utara berasal dari beberapa
daerah antara lain Tidore, Makian,
Sanana, Taliabu, Pulau Maitara dan Hiri.
Sedangkan yang berasal dari luar Maluku
Utara antara lain dari Manado, Ambon,
Bugis, dan Sangihetalaud.
Potensi sumberdaya ikan Tuna
(1) Hasil
tangkapan
per
upaya
penangkapan (CPUE).
Berdasarkan data hasil produksi dan
total effort penangkapan ikan Tuna
Madidihang dengan menggunakan alat
tangkap perse seine, pole and line dan
hand line yang diperoleh di PPN Ternate
periode 2005-2012 di perairan Maluku
Utara, dapat dijadikan sebagai ukuran
yang dapat menjelaskan kelimpahan dari
sumberdaya ikan tersebut. Hal ini di
karenakan fluktuasi hasil tangkapan
dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
upaya penangkapan, musim dan cuaca,
teknologi alat tangkap, teknik penangkapan
dan juga tingkat keberhasilan operasi
penangkapan. Oleh karenanya, salah satu
pendekatan ysng cukup tepat digunakan
untuk menduga kelimpahan sumberdaya
ikan tuna madidihang adalah dengan
perhitungan hasil tangkapan per upaya
pengakapan atau catch per unit effort
(CPUE). Hasil analisis terhadap hasil
tangkapan per upaya penangkapan
(CPUE) ditampilkan dalam Tabel 3. Alat
tangkap standar terhadap alat tangkap
lainnya untuk pemanfaatan sumberdaya
ikan Tuna Madidihang di perairan Maluku
Utara adalah hand line, hal ini
dikarenakan hasil tangkapan dari alat
tangkapan tersebut lebih besar jika di
bandingkan dengan alat tangkap lainnya.
Berdasarkan hasil pada Tabel 3, di
ketahui bahwa CPUE tertinggi ikan Tuna
Madidihan terdapat pada tahun 2009 yakni
sebesar 7831,673913 kg/unit dengan total
effort sebesar 46 unit/tahun. Sedangkan

Unit penangkapan
(1) Kapal penangkapan.
Kapal penangkapan ikan Tuna
Madidihang yang digunakan oleh nelayan
Maluku
Utara
dalam
kegiatan
penangkapan ikan di perairan Maluku
Utara terbagi tiga yaitu jukung atau
perahu tampa motor, motor tempel dan
kapal motor (PPN Ternate, 2010 dalam
Ahmad, 2011).
(2)

Alat tangkap.
Teknologi penangkapan ikan Tuna
yang digunakan oleh nelayan Maluku
Utara dalam pemanfaatan sumberdaya
ikan tuna di perairan Maluku Utara yaitu
tiga jenis alat penangkap tuna yakni, purse
seine, pole and line dan hand line. Jumlah
alat tangkap per jenis dari tahun 20052012 ditampilkan pada Tabel 2.
Berdasarkan data pada Tabel 2,
terlihat bahwa jumlah total unit
penangkapan ikan Tuna yang terdaftar di
PPN Ternate selama periode 2005-2012
sebanyak 1011 unit yang meliputi purse
seine sebanyak 262 unit, pole and line
sebanyak 445 unit dan hand line sebanyak
304 unit. Sedangkan perkembangan unit
penangkapan ikan tuna selama kurung
waktu 2005-2012 terus meningkat dari
tahun ke tahun.

43

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 39-49


ISSN : 2355-5521

Tabel 2. Jenis alat tangkap ikan Tuna di Provinsi Maluku Utara.


Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Jumlah Unit

Jumlah Alat Tangkap (unit)


Purse seine
Pole and Line
Hand Line
13
40
11
28
40
28
28
74
23
11
78
24
36
50
35
44
52
50
56
50
62
46
61
71
262
445
304

Jumlah
64
96
125
113
121
146
168
178
1011

Sumber : PPN Ternate, 2012.

Tabel 3. Produksi, upaya tangkap dan CPUE Tuna Madidihang periode 2005-2012.
No.

Tahun

1
2
3
4
5
6
7
8

2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Total
Rata-rata

Catch (Kg)
Y(i)

Effort (Unit)
f(i) (x)

37.000
62.000
184.047
184.047
360.257
280.828
436.156
580.877
2.125.212
265.652

204
116
32
33
46
54
67
84
636
80

CPUE Schaefer
Y(i)/f(i) (y)
181,3726
534,4828
5.751,4687
5.577,1818
7.831,6739
5.200,5185
6.509,7910
6.915,2024
38.501,6917
4.813

Sumber: Olahan data 2014.

CPUE terendah terjadi pada tahun 2005


yakni 181,372549 kg/unit dengan besar
effort 204 unit/tahun. Secara umum
produksi ikan Tuna Madidihang pada
periode 2005-2012 mengalami fluktuasi,
sedangkan produksi hasil tangkapan ikan
Tuna Madidihang per unit penangkapan
(CPUE) cenderung mengalami penurunan.
Grafik hubungan antara CPUE dan effort
pada penangkapan ikan Tuna Madidihang
di perairan Maluku Utara ditampilkan
dalam Gambar 1.
Kecenderungan nilai CPUE terhadap
upaya penangkapan ikan tuna di perairan
Maluku Utara selama kurung waktu 8

(delapan) tahun (2005-2012) ditunjukan


oleh persamaan CPUE = 8019,002983
0,3307109x. Dari persamaan tersebut
diketahui bahwa terjadi penurunan nilai
CPUE sebesar 40,3307109 kg untuk setiap
penambahan satu unit penangkapan selama
periode 2005-2012, hal ini disebabkan oleh
adanya penambahan upaya tangkap yang
terus meningkat.
Berdasarkan grafik hubungan CPUE
dengan effort pada Gambar 1, diketahui
bahwa nilai CPUE ikan Tuna Madidihang
dengan upaya penangkapan mempunyai
hubungan yang negatif. Semakin tinggi
upaya penangkapan maka nilai CPUE
44

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 39-49


ISSN : 2355-5521

Gambar 1. Grafik hubungan CPUE dengan upaya penangkapan (effort) ikan Tuna
Madidihang.
menunjukan gejala penurunan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Sparre and
Vanema (1999) bahwa rumus-rumus
model produksi surplus hanya berlaku
apabila parameter slope (b) bernilai
negatif (-), artinya penambahan upaya
tangkap akan menurunkan nilai CPUE.

over fishing, sedangkan pada tahun 2005,


2006, 2007 dan 2008, tingkat pemanfaatan
ikan Tuna Madidihang kurang dari 65%.
Hal ini menunjukan produksi ikan Tuna
Madidihang mengalami tangkapan yang
minim atau under eksploited, sementara itu
pada tahun 2009 dan 2010 tingkat
pemanfaatannya di bawah 100%, namun
meskipun tingkat pemanfaatannya di bawah
100% tetapi upaya penangkapannya
melebihi upaya penangkapan optimum yaitu
65%, kondisi ini menunjukan bahwa tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikan tuna pada
tahun 2009 dan 2010 berada pada kondisi
yang optimal.
Secara
keseluruhan
tingkat
pemanfaatan ikan Tuna Madidihang di
perairan Maluku Utara dalam kurun waktu
delapan tahun yakni dari tahun 2005-2012
sudah pada tingkat optimal yakni 67%.
Apabila kita mengacu pada TAC (Total
Allowable Catch) atau jumlah tangkapan
yang diperbolehkan yakni 80% dari MSY
(Sofiati, 2011), berarti ikan tuna
diperairan Maluku Utara berada pada
kondisi yang relatif aman sehingga untuk
upaya penangkapan masih diperlukan
dalam pengelolaannya.

(2)

Tingkat pemanfaatan sumberdaya


ikan Tuna Madidihang di perairan
Maluku Utara.
Untuk
mengetahui
tingkat
pemanfaatan sumberdaya ikan Tuna
Madidihang di perairan Maluku Utara di
perlukan nilai MSY dan foptimum. Dari hasil
perhitungan MSY dan foptimum ikan Tuna
Madidihang di perairan Maluku Utara
dengan nilai MSY sebesar 39,8606
kg/unit/tahun dengan upaya penangkapan
foptimum sebesar 99 unit/tahun menunjukan
tingkat pemanfaatan sebesar 67%. Tingkat
pemanfaatan ikan Tuna Madidihang di
perairan Maluku Utara dari tahun 20052012 ditampilkan pada Tabel 4.
Berdasarkan hasil data dalam Tabel 4,
terlihat bahwa pada tahun 2012 tingkat
pemanfaatan ikan Tuna Madidihang di
perairan Maluku Utara mencapai lebih dari
100%. Hal ini menunjukan pada tahun
tersebut produksi ikan Tuna Madidihang
telah melebihi jumlah tangkapan lestari atau

45

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 39-49


ISSN : 2355-5521

Tabel 4. Jumlah hasil tangkapan dan tingkat pemanfaatan ikan Tuna Madidihan di
perairan Maluku Utara dalam Tahun 2005-2012.
No .

Tahun

Catch (kg)

MSY

2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Jumlah
Rata-rata

37.000,00
62.000,00
184.047,00
184.047,00
360.257,00
280.828,00
436.156,00
580.877,00
2.125.212
265.652

398.607
398.607
398.607
398.607
398.607
398.607
398.607
398.607

1
2
3
4
5
6
7
8

Persentase
100%
100
100
100
100
100
100
100
100

Tingkat Pemanfaatan
Schaefer
9%
16%
46%
46%
90%
70%
109%
146%
67%

Sumber: Olahan data 2014.

digunakan untuk mengukur parameter


ekonomi dalam penelitian ini adalah biaya
pengadaan armada penangkapan berupa
biaya operasional, yaitu rata-rata sebesar
Rp. 70.000.000/unit. Selain faktor biaya
juga sangat diperlukan faktor harga atau
nilai dari sumberdaya yang dimanfaatkan,
dalam menganalisa sumberdaya ekonomi
tersebut. Variabel harga berpengaruh
terhadap jumlah penerimaan yang
diperoleh dalam usaha penangkapan ikan.
Fluktuasi harga ikan Tuna Madidihang
dalam setiap musim penangkapan
ditampilkan dalam Tabel 5.

Analisis bioekonomi
Analisis bioekonomi dilakukan
untuk menentukan tingkat penguasaan
maksimum bagi pelaku pemanfaatan
sumberdaya perikanan. Perkembangan
usaha perikanan tidak hanya ditentukan
dari kemampuan untuk mengeksploitasi
sumberdaya ikan secara biologis saja,
akan tetapi faktor ekonomi sangat
berperan penting diantaranya adalah
faktor biaya dan harga ikan. Pendekatan
analisis secara biologi dan ekonomi
merupakan salah satu alternatif yang dapat
diterapkan dalam upaya optimalisasi
penguasaan
sumberdaya
perikanan
tangkap secara berkelanjutan.

(2)

Rezim pengelolaan sumberdaya


perikanan tangkap.
Hasil pemecahan analitik dengan
menggunakan program MAPPLE 9,5
diperoleh kurva dari berbagai rezim
pengelolaan sumberdaya ikan Tuna
Madidihang di perairan Maluku Utara.

(1)

Estimasi parameter ekonomi.


Biaya merupakan faktor penting
dalam usaha perikanan tangkap, karena
besarnya biaya akan mempengaruhi
efisiensi dari usaha tersebut. Biaya yang

Tabel 5. Harga ikan Tuna Madidihang berdasarkan musim penangkapan.


Musim Penangkapan
Puncak
Sedang
Paceklik
Rata-rata

Harga Ikan (Rp/kg)


39.000,40.500,41.000,40.333,- / 40.300,-

Sumber : Data Primer 2013.

46

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 39-49


ISSN : 2355-5521

Hasil analisis terdiri dari rezim Maximum


Sustainable Yield (MSY), Maximum
Economi Yield (MEY) dan Open Access
(OA). Hasil analisis ditampilkan pada
Gambar 2 dan Tabel 6.
TR, TC dan

nelayan. Hal ini disebabkan karena


dengan jumlah effort yang besar dapat
mempengaruhi nilai revenue dan cost
yang sama, ini berarti pendapatan dan
modal sama besar hingga hasil yang
MSY

MEY

OA

TR

TC

EOA
EMEY

EMSY

Gambar 2. Kurva kondisi berbagai rezim pengelolaan sumberdaya ikan Tuna


Madidihang di perairan Maluku Utara.

Tabel 6. Nilai hasil analisis berbagai rezim pengelolaan sumberdaya ikan Tuna
Madidihang di perairan Maluku Utara.
Rezim

Catch (kg)

MSY
MEY
OA

398,607
379.905
270.556

Effort
(unit)
(E)
99
78
156

Total Revenue (Rp)

Total Cost (Rp)

Profit (Rp)

16.063.860.630,0
15.310.166.450,0
10.903.406.110,0

6.959.091.426,0
5.451.703.053,0
10.903.406.110,0

9.104.769.204,0
9.858.463.397,0
0

Sumber : Hasil analisis data.

Gambar 2 memperlihatkan tingkat


upaya (Effort), penerimaan (Revenue) dan
biaya (Cost) dari berbagai rezim
pengelolaan sumberdaya ikan Tuna
Madidihang. Tingkat effort pada kondisi
open access jauh lebih banyak
dibandingkan dengan kondisi MSY dan
MEY yaitu sebanyak 156 unit, sedangkan
untuk MSY sebanyak 99 unit dan MEY
sebanyak 78 unit. Pada tingkat effort yang
tinggi akan mengakibatkan biaya besar
yang pada akhirnya akan berpengaruh
terhadap rendahnya rente yang diterima

didapatkan saat melakukan penangkapan


tidak mendapatkan keuntungan (nol).
a.

Rezim maximum sustainable yield


(MSY).
Berdasarkan hasil analisis, diketahui
bahwa nilai tangkapan optimum (CMSY)
yang di perbolehkan untuk ikan Tuna
Madidihang pada periode tahun 20052012 di perairan Maluku Utara yaitu
sebesar 398.607 kg/tahun, dengan unit
penangkapan sebesar 99 unit. Dengan
demikian kegiatan penangkapan ikan
Tuna Madidihang di perairan Maluku

47

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 39-49


ISSN : 2355-5521

Utara masih dapat ditingkatkan hingga


sampai pada batas tangkapan lestari yang
ditentukan. Untuk unit penangkapan pada
periode 2005-20012 masih di bawah nilai
fopt sehingga unit penangkapan masih bisa
di tingkatkan sampai pada batas effort
optimum.
Sedangkan hasil tangkapan ikan
Tuna Madidihang di perairan Maluku
Utara per tahun yang melebihi nilai MSY
terjadi pada tahun 2011 dan 2012, patut di
duga bahwa terjadinya over fishing.
Sehingga terjadi intensitas penangkapan
tinggi yang mengakibatkan tekanan
terhadap sumberdaya ikan Tuna sangat
besar yang pada akhirnya terjadi
tangkapan lebih (over fishing).
Fenomena di atas merupakan
konsekuensi
yang
wajar
dalam
pemanfaatan sumberdaya yang bersifat
terbuka (open access). Dengan demikian
maka harus diambil tindakan pengelolaan
yang tepat misalnya dengan cara tidak
menambah jumlah unit penangkapan agar
pemanfaatan sumberdaya ikan Tuna
Madidihang di perairan Maluku Utara
dapat
berkelanjutan
dan
terjamin
kelestariannya.

sendiri menunjukan tingkat rente dalam


pemanfaatan sumberdaya yang diperoleh
pada pengelolaan rezim MEY yaitu
sebesar Rp. 9.858.463.397,0 yang lebih
besar dibandingkan dengan rezim
pengelolaan MSY yang hanya sebesar
Rp. 9.104.769.204,0.
Pemanfaatan sumberdaya yang
dibatasi pada kondisi maximum economic
yield (MEY) atau terkendali (sole owner)
akan memberikan keuntungan atau rente
yang
maksimum.
Implikasi
dari
pemanfaatan yang terkendali itu, terlihat
dari effort yang di butuhkan (EMSY) dalam
penangkapan lebih kecil dibandingkan
dengan yang di butuhkan untuk mencapai
titik MSY maupu kondisi open access,
artinya rezim pengelolaan sole awner
terlihat
lebih
bersahabat
dengan
sumberdaya dan lingkungan dibandingkan
dengan kondisi EMSY.
c.

Rezim open access (OA)


Kosep yang berlaku umum terhadap
kepemilikan sumberdaya perikanan yang
dimanfaatkan oleh nelayan yang dianggap
sebagai pemilik bersama, dikenal dengan
istilah common property resource.
Konsep ini identik dengan pengelolaan
sumberdaya yang bersifat terbuka bagi
siapa saja yang ingin memanfaatkannya.
Menurut Clark (1990) dalam Ahmad
(2011). Open access adalah kondisi ketika
pelaku perikanan atau seseorng yang
mengekploitasi sumberdaya secara tidak
terkontrol atau setiap orang memanen
sumberdaya tersebut.
Pada pengelolaan sumberdaya ikan
Tuna Madidihang dalam rezim open
access, jumlah upaya tangkap jauh lebih
banyak dibandingkan pada rezim MSY
dan MEY. Menurut Gordon (1957) dalam
Fauzi dan Ana (2005) bahwa tangkap
lebih secara ekonomi (economic over
fishing) akan terjadi pada pengelolaan
sumberdaya perikanan yang tidak
terkontrol (open access). Sedangkan untuk
hasil tangkapan ikan Tuna Madidihang di
perairan Maluku Utara yang diperoleh

b.

Rezim maximum economic yield


(MEY).
Hasil analisis yang diperoleh
menunjukan bahwa effort pada rezim
pengelolaan MEY lebih rendah dari rezim
open access dan kondisi lestari (MSY),
yakni 56 unit/tahun. Rente yang diperoleh
dari rezim pengelolaan MEY, merupakan
rente yang tertinggi dibandingkan dengan
pengelolaan open access dan MSY, yaitu
sebesar Rp 2.231.576.473,0. Rente
ekonomi pada kondisi maximum economic
yield (MEY) disebut juga sebagai rente
sole owner berada pada kondisi
maksimum. Hal ini menunjukan bahwa
pada tingkat produksi ini upaya sudah
dilakukana dengan efisien, sehingga
diperoleh hasil tangkapan yang lebih baik
dan akan diikuti oleh perolehan rente yang
maksimal. Untuk ikan Tuna Madidihang
48

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 39-49


ISSN : 2355-5521

dari rezim pengelolaan open access


sebesar 270.556 kg/tahun, dimana
keuntungan yang didapat sama dengan nol
(TR=TC). Kondisi ini akan menyebabkan
nelayan cenderung untuk mengembangkan
jumlah alat serta meningkatkan tangkapan
agar mendapatkan hasil yang lebih banyak.
Tentu saja secara ekonomi hal ini tidak
efisian karena keuntungan yang diperoleh
untuk jangka panjang akan berkurang atau
sama sekali tidak memperoleh keuntungan
atau nol.

Utara. Skripsi. Program Studi


Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan,
Universitas
Khairun.
Ternate.
Dwiponggo. 1983. Pengkajian Sumberdaya
Perikanan Laut Indonesia. Laporan
Penelitian Laut No 2. Jakarta.
Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam
dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi.
PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fauzi, A., dan S. Ana. 2005. Pemodelan
Sumberdaya Perikanan dan Kelautan
untuk Analisis Kebijakan. PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa, pengelolaan sumberdaya ikan
Tuna Madidihang (Thunnus albacares) di
perairan Provinsi Maluku Utara berada
dalam kondisi full exploited (67%) dengan
hasil tangkapan maksimum lestari (MSY)
sebesar 398.607 kg/tahun dan upaya
penangkapan optimum sebesar 99
unit/tahun. Dengan demikian nilai
sumberdaya
perkiraan
ikan
Tuna
Madidihang di perairan Provinsi Maluku
Utara
masih
berpeluang
untuk
dimanfaatkan dan masih dalam kondisi
aman. Namun memerlukan pengelolaan
yang hati-hati agar tidak melebihi hasil
tangkapan maksimum dan upaya tangkap
minimum, sehingga tidak terjadi over
fishing. Produksi ikan Tuna Madidihang
pada rezim MEY sebesar 379.905
kg/tahun dengan EMEY sebesar 78
unit/tahun. Upaya tangkap open access
(EOA) untuk penangkapan ikan Tuna
Madidihang sebanyak 156 unit/tahun
dengan jumlah produksi sebesar 270.556
kg/tahun. Kondisi MEY berada pada titik
maksimal, ini berarti pada kondisi MEY
layak karena memberikan keuntungan
yang maksimal.

Purwanto. 2003. Pengelolaan Sumberdaya


Ikan. Makalah, disajikan pada
Workshop Pengkajian Sumberdaya
Ikan, Jakarta 25 Maret 2003. Jakarta.
[PPN] Pelabuhan Perikanan Nusantara
Ternate. 2012. Laporan Tahunan
Statistik Perikanan PPN Ternate
Tahun 2012. Ternate
Samil, J. 2013. Tingkat Pemanfaatan dan
Pola Musim Penangkapan Ikan Tuna
Sirip Kuning (Thunnus albacares) di
perairan Maluku Utara. Skripsi.
Program
Studi
Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Khairun. Ternate.
Sofiati, T . 2011. Tingkat Pemanfatan dan
Pola Musim Penangkpan Ikan
Cakalang (Katsuwonus pelamis) di
perairan Maluku Utara. Ternate.
Skripsi. Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Khairun. Ternate.
Sparre, P., dan S.C. Venema. 1999.
Introduksi Pengkajian Stok Ikan
Tropis, Buku I (Terjemahan). Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Perikanan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, J. 2011. Analisis Bioekonomi dan
Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya
Ikan Pelagis di Perairan Maluku

49

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 50-58


ISSN : 2355-5521

MANFAAT LANGSUNG EKOSISTEM MANGROVE


DI PULAU TANAKEKE KABUPATEN TAKALAR
PROVINSI SULAWESI SELATAN
(The Direct Use of Mangrove Ecosystem at Tanakeke Island
Takalar Regency South Sulawesi Province)
Mutmainnah1*
1

Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Khairun. 97719. Ternate.
* inna_ridwan@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji manfaat ekosistem mangrove secara ekonomi
untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari di Pulau Tanakeke Kabupaten
Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai
dengan bulan Agustus 2003, bertempat di Pulau Tanakeke, Kecamatan Mappakasunggu,
Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Metode penelitian yang diterapkan adalah metode
survei yang menggali data dan informasi yang diperlukan dari responden contoh (sampel)
mewakili populasi yang ada. Survei dilakukan untuk mendapatkan data primer dan data
sekunder. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data Primer dikumpulkan melalui survei lapang dan wawancara langsung di
lokasi penelitian. Data sekunder dikumpulkan melalui penelusuran berbagai pustaka yang
ada. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui data jumlah penduduk dan aktifitas
masyarakat di pulau Tanakeke sebagai pengguna ekosistem mangrove, sedangkan analisis
finansial digunakan untuk menilai usaha pemanfaatan sumberdaya mangrove. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa, manfaat langsung dari ekosistem mangrove berupa kayu
bakar secara ekonomis menguntungkan dengan nilai IRR sebesar 55-70%. Namun
demikian perlu diperhatikan pemanfaatan ekosistem mangrove harus mempertimpangkan
aspek konservasi, agar kelestarian ekosistem dan manfaat ekologisnya dapat terjaga.
Kata Kunci : Mangrove, kayu bakar, Pulau Tanakeke.

Abstract
The research aimed to examine the use of mangrove ecosystem economically to fulfil every
day needs of people in Tanakeke Island Takalar Regency South Sulawesi Province. The
research was conduct in March until August 2003, located at Tanakeke Island,
Mappakasunggu District, Takalar Regency, South Sulawesi. Research method applied is
survey method to unearthing the data and information needed from sample respondent that
represent the population. The survey was conducted to collect the primary and secondary
data. The primary data was collected through field survey and direct interview at research
site. The secondary data was collected through literature study. Descriptive analysis used
to know the population amount and the society activity at Tanakeke Island as user of
mangrove ecosystem, while financial analysis was used to determine the utilization of
mangrove resource. The result showed that, the direct use from mangrove ecosystem as
fire-wood economically profitable with IRR value is 55-70%. However, it is necessary to
paid attention on mangrove ecosystem utilization with respect to conservation aspect, so the
ecosystem sustainability and it ecology benefit can be preserve.
Keywords: Mangrove, fire-wood, Tanakeke Island.

50

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 50-58


ISSN : 2355-5521

tekanan terhadap pesisir ini adalah


masalah pengelolaan yang timbul karena
konflik pemanfaatan yang timbul akibat
berbagai kepentingan yang ada di wilayah
pesisir (Nurmalasari, 2001).
Sebagai wilayah peralihan darat dan
laut yang memiliki keunikan ekosistem,
dunia memiliki kepedulian terhadap wilayah
ini, khususnya di bidang lingkungan dalam
konteks
pembangunan
berkelanjutan
(sustainable development). Secara historis,
kota-kota penting dunia bertempat tidak
jauh dari laut. Alasannya, kawasan ini
memiliki potensi sumber daya kelautan dan
perikanan, serta memudahkan terjadinya
perdagangan antar daerah, pulau dan benua.
Selain itu, wilayah pesisir juga merupakan
daerah penghambat masuknya gelombang
besar air laut ke darat, yaitu dengan
keberadaan hutan mangrove.
Tumbuhan mangrove di Indonesia
merupakan yang terbanyak di dunia, baik dari
segi kuantitas area ( 42.550 km2) maupun
jumlah species ( 45 species) (Spalding et al.,
2001). Mangrove mempunyai banyak sekali
manfaat yang bersinggungan langsung
dengan kehidupan manusia di daratan,
mulai dari manfaat ekologi sampai dengan
sebagai sumber pangan dan obat. Karena
manfaat ekosistem mangrove yang dirasa
oleh masyarakat sangat banyak, sehingga
pemanfaatannyapun senantiasa menjadi
perusakan yang mengakibatkan terjadinya
degradasi ekosistem mangrove. Salah satu
diantaranya adalah pemanfaatan ekosistem
mangrove sebagai bahan kayu bakar untuk
aktifitas masak oleh ibu-ibu rumah tangga
di Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar.
Penelitian ini memaparkan manfaat
ekosistem mangrove secara ekonomi tanpa
memasukkan input kerusakan ekosistem
mangrove di wilayah kajian.
Tujuan dilakukannya penelitian ini
adalah mengkaji manfaat ekosistem
mangrove secara ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari di
Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar
Provinsi Sulawesi Selatan. Diharapkan

PENDAHULUAN
Indonesia
merupakan
Negara
Kepulauan dengan jumlah pulau yang
mencapai 17.508 dan panjang garis pantai
kurang lebih 81.000 km. Keadaan ini
menyebabkan kawasan pesisir menjadi
andalan sumber pendapatan masyarakat
Indonesia. Secara umum, wilayah pesisir
dapat didefenisikan sebagai wilayah
pertemuan antara ekosistem darat,
ekosistem laut dan ekosistem udara yang
saling bertemu dalam suatu keseimbangan
yang rentan (Beatly et al., 1994).
Menurut Kay dan Alder (1999),
pesisir adalah wilayah yang unik, karena
dalam konteks bentang alam, wilayah
pesisir merupakan tempat bertemunya
daratan dan lautan. Lebih jauh lagi,
wilayah pesisir merupakan wilayah yang
penting ditinjau dari berbagai sudut
pandang perencanaan dan pengelolaan.
Departemen Kelauatan dan Perikanan
dalam
rancangan
Undang-undang
Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
mendefenisikan wilayah pesisir sebagai
kawasan peralihan yang menghubungkan
ekosistem darat dan ekosistem laut yang
terletak antara batas sempadan kearah
darat sejauh pasang tertinggi dan ke arah
laut sejauh pengaruh aktivitas dari
daratan. Wilayah pesisir memiliki nilai
ekonomi
tinggi,
namun
terancam
keberlanjutannya. Dengan potensi yang
unik dan bernilai ekonomi tadi maka
wilayah pesisir dihadapkan pada ancaman
yang tinggi pula, maka hendaknya
wilayah pesisir ditangani secara khusus
agar wilayah ini dapat dikelola secara
berkelanjutan.
Transisi antara daratan dan lautan di
wilayah
pesisir
telah
membentuk
ekosistem yang beragam dan sangat
produktif serta memberikan nilai ekonomi
yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan
dengan pertambahan penduduk dan
peningkatan
kegiatan
pembangunan
sosial-ekonomi nilai wilayah pesisir
terus bertambah. Konsekuensi dari

51

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 50-58


ISSN : 2355-5521

dengan adanya kajian ini dapat dirumuskan


pengelolaan
pemanfaatan
ekosistem
mangrove di daerah kepulauan yang
berbasis konservasi.

Data sekunder dikumpulkan melalui


penelusuran berbagai pustaka yang ada.
Pemilihan
responden
dilakukan
dengan
cara
purposive
sampling
berdasarkan
pemanfaatannya
dengan
pertimbangan responden adalah stakeholder
yang terdiri dari masyarakat, yang
mempengaruhi pemanfaatan sumberdaya di
pulau Tanakeke baik secara langsung
maupun secara tidak langsung.
Pemilihan
responden
diperoleh
dengan melakukan kegiatan wawancara
dengan menggunakan daftar kuisioner
yang dilakukan terhadap 4 orang responden

METODOLE PENELITIAN
Lokasi dan waktu
Penelitian ini bertempat Pulau
Tanakeke, Kecamatan Mappakasunggu,
Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi
Selatan. Penelitian dilaksanakan pada
bulan Maret sampai bulan Agustus 2003.
Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian.


pencari kayu bakar/ arang) dengan tujuan
untuk mengetahui kelayakan usaha
pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di
pulau Tanakeke.

Metode penelitian
Metode penelitian yang diterapkan
adalah metode survei yang menggali data
dan informasi yang diperlukan dari
responden contoh (sampel) mewakili
populasi yang ada. Survei dilakukan untuk
mendapatkan data primer dan data
sekunder.
Data yang diambil pada survei potensi
sumberdaya yang terdapat di pulau
Tanakeke, meliputi produksi hasil penjualan
mangrove sebagai bahan bakar. Data yang
dikumpulkan pada penelitian ini meliputi
data primer dan data sekunder. Data Primer
dikumpulkan melalui survei lapang dan
wawancara langsung di lokasi penelitian.

Analisis data
Analisis data yang dilakukan adalah
dengan melakukan perhitungan data
jumlah penduduk dan aktifitas masyarakat
di Pulau Tanakeke sebagai pengguna
ekosistem.
Sedangkan
untuk
mengetahui
prospek secara ekonomis pengembangan
usaha dilakukan analisis-analisis yang
meliputi : (1) net present value (NPV); (2)
internal rate of return (IRR), (3) net
benefit cost ratio (net B/C) (Kadariah, et
52

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 50-58


ISSN : 2355-5521

al., 1999). Masing-masing kriteria


tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
(1) Nilai bersih sekarang (Net Present
Value (NPV)) adalah analisis yang
memperhitungkan
selisih
antara
Present Value dari benefit dan
Present
Value
dari
biaya.
Rumusannya sebagai berikut :
n

NPV=
t=1

lebih besar daripada benefit kotor.


Rumusannya sebagai berikut :
Dimana :
Bt = Benefit
kotor
sehubungan
dengan suatu proyek pada tahun
t
Ct = Biaya kotor sehubungan dengan
proyek pada tahun t, tidak
dilihat apakah biaya tersebut
dianggap bersifat modal atau
rutin.
t = Umur ekonomis proyek
i
= interest rate.

Bt - Ct
1+i t

Dimana :
Bt = Benefit
kotor
sehubungan
dengan suatu proyek pada tahun
t.
Ct = Biaya kotor sehubungan dengan
proyek pada tahun t, tidak
dilihat apakah biaya tersebut
dianggap bersifat modal atau
rutin.
t = Umur ekonomis proyek.
i
= interest rate.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Profil geografis Pulau Tanakeke
Kabupaten Takalar secara geografis
terletak antara 53 5,38 LS dan
119,22 11939 BT. Merupakan salah
satu kabupaten yang mempunyai kawasan
pantai dan laut yang cukup luas dengan
panjang pantai 74 km, meliputi 4
kecamatan dari 7 kecamatan dan 73 desa
yang ada (luas lahan setiap kecamatan
dapat dilihat pada Tabel 1) yaitu
Kecamatan Galesong Utara, Galesong
Selatan,
Mangara
bombang
dan
Mappakasunggu (24 desa, termasuk 2
desa pulau yaitu Desa Maccini Baji
(sebagian besar Pulau Tanakeke) dan
Desa Mattiro Baji (sebagian kecil Pulau
Tanakeke, Pulau Lantangpeo, Pulau
Bauluang, Pulau Satangnga dan Pulau
Dayang-dayangan). Keseluruhan pulau ini
berada pada sisi barat (barat daya) daratan
Sulawesi Selatan, berhadapan langsung
dengan perairan Selat Makassar.
Wilayah pesisir Kabupaten Takalar
mencakup luasan 46,6% dari luas
keseluruhan Kabupaten Takalar (566,51
km2), dengan luas daratan pantai sekitar
246,99 km2.
Secara geografis Pulau Tanakeke
terletak disebelah selatan Selat Makassar,
tepatnya
pada
koordinator
antara
1191422 1192029 BT dan
52643 53234 LS (Peta Rupa

(2) Internal Rate of Return (IRR) adalah


nilai discount rate i yang membuat
NPV dari proyek sama dengan nol,
dengan rumusan :
IRR= i+

NPV+
i+ -iNPV+ -NPV-

Dimana :
i+
= Discount rate pada saat
nilai NPV positif
i
= Discount rate pada saat
nilai NPV negatif
+
NPV
= NPV nilai positif
NPV- = NPV nilai negatif
(3) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C),
merupakan perbandingan sedemikian
rupa sehingga pembilangnya terdiri
atas Present Value total dari benefit
bersih dalam tahun-tahun dimana
benefit bersih itu bersifat positif,
sedangkan penyebutnya terdiri atas
Present Value total dari biaya bersih
dalam tahun-tahun dimana Bt Ct
bersifat negatif, yaitu biaya kotor

53

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 50-58


ISSN : 2355-5521

Tabel 1. Luas wilayah kecamatan di Kabupaten Takalar.


Kecamatan

Luas Area (km2)

Mangara Bombang
Mappakasunggu
Polongbangkeng Selatan
Polongbangkeng Utara
Galesong Selatan
Galesong Utara
Perwakilan Pattalassang
Kabupaten Takalar

100,50
74,63
88,07
212,25
44,00
21,75
25,31
566,51

% Terhadap Luas
Kabupaten
17,74
13,17
15,54
37,47
7,77
3,84
4,47
100

Sumber : BPS Kabupaten Takalar, 2002.

Bumi Indonesia, lembar 2010 24 dan


2010 52, 1999) dan secara oseanografis
dipengaruhi oleh Laut Flores, Selat
Tanakeke dan Selat Makassar.

oleh pihak pemerintah, karena mereka


dijanjikan untuk memperoleh ganti rugi
(berupa rumah transmigrasi, lahan tambak
dan lahan pertanian) ataupun nilai beli
kawasan tersebut dengan harga yang
menggiurkan. Namun hal tersebut hingga
sekarang tidak terwujud dan menjadi sebuah
konflik di Pulau Tanakeke. Kondisi seperti
ini sesuai dengan pernyataan Ginting
(1998),
bahwa
tekanan
terhadap
pengelolaan tradisional tidak lepas dari
proses pembangunan nasional/daerah yang
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi
dan
bertumpu
pada
pemanfaatan
sumberdaya alam. Pemerintah mendorong
berbagai sektor, swasta dan investor asing
untuk
mengambil
bagian
dalam
pemanfaatan sumberdaya tersebut, sehingga
menguras sebagian besar sumberdaya darat
dan memicu sumberdaya kelautan.
Meningkatnya kepentingan sektor dan
swasta tersebut menimbulkan tekanan lebih
besar terhadap pemanfaatan sumberdaya
kelautan secara tradisional, sehingga banyak
sumberdaya kelautan yang tadinya dikelola
secara tradisional untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat pesisir secara
subsisten, kini mengalami eksploitasi yang
berlebihan, dan sumberdaya yang dimiliki
secara komunal beralih menjadi miliki
pribadi (quasiprivate).
Masih terdapat 7 (tujuh) orang
penduduk di Pulau Tanakeke yang bertahan
memiliki kawasan hutan bakau karena
selain mereka menganggap sebagai harta

Analisis finansial pencari kayu bakar/


arang
Pada awal tahun 1960-an, di Pulau
Tanakeke terdapat pengelolaan sumberdaya
berbasis masyarakat yang bertujuan
menjaga kelestarian sumberdaya pulau.
Masyarakat setempat yang bisa mengelola
hutan mangrove dianggap memiliki
kawasan tersebut sejauh lahan yang mampu
dikelolanya. Pengelolaan yang dimaksud
adalah pemilik berhak untuk menebang
kayu bakau setelah umur penanaman bakau
7 tahun (tanam, petik, olah, jual). Dan
hanya dimanfaatkan masyarakat sebagai
kayu bakar atau arang untuk memasak.
Keadaan ini menjadikan Pulau Tanakeke
memiliki areal hutan bakau yang besar.
Seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk (ditambah penduduk pendatang)
dan kondisi perekonomian yang tidak stabil
(inflasi), serta kebijakan pemerintah yang
sifatnya top down, areal hutan bakau di
Pulau Tanakeke ditebang untuk dijadikan
tambak dan sebagai kawasan pemukiman
transmigrasi. Penduduk yang dianggap
memiliki kawasan tersebut tidak lagi peduli
karena merekapun turut menebang kawasan
bakau yang dimiliki untuk dikonversi
menjadi tambak. Kalaupun ada penduduk
yang bertahan rela lahan mereka ditebang

54

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 50-58


ISSN : 2355-5521

warisan orang tuanya, mereka juga dapat


memanfaatkannya sebagai sumber mata
pencaharian dalam memenuhi kebutuhan
hidup mereka dengan menjual kayu bakau
yang telah ditebang untuk dijadikan sebagai
kayu bakar atau dijual dalam bentuk arang.
Pengolahan kayu bakau sebagai
arang, membutuhkan waktu 1 bulan,
meliputi proses pengumpulan, pengupasan
kulit kayu, pengeringan, pembakaran dan
pengepakan kayu bakau. Diameter kayu
bakau yang diolah 3 - 8 cm. Sebagai kayu
bakar, dibutuhkan waktu 3 7 hari,
meliputi proses pengumpulan kayu,
pengupasan kulit kayu, pengeringan dan
pengepakan kayu bakau. Diameter kayu
bakau yang digunakan 3 - 8 cm. Inoue
dkk. (1999) mengemukakan bahwa famili
Rhizoporaceae seperti Rhizopora apiculata,
Rhizopora
mucronata,
Bruguiera
gymnorrhiza memiliki karakter yang baik
sebagai bahan baku arang. Arang yang
terbuat dari jenis ini memiliki kualitas yang
khusus yang mirip dengan arang Bincho

dari Jepang seperti berat yang spesifik,keras


dan mudah terbakar. Di Asia arang
mangrove terkenal dengan kualitasnya yang
bagus setelah kayu oak dari Jepang dan
arang onshyu dari Cina. Selanjutnya
disebutkan bahwa famili Rhizoporaceae
seperti Rhizopora apiculata, Rhizopora
mucronata,
Bruguiera
gymnorrhiza
merupakan kayu bakar berkualitas baik
karena menghasilkan panas yang tinggi dan
awet.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dari 4 (empat) responden pencari kayu
bakar/arang, terlihat responden yang
dominan komposisi umurnya adalah
responden yang berumur 41 - 50 tahun
sebesar 50%, dengan pengalaman berusaha
(50%) 11 20 tahun, dan 50% lainnya
memiliki pengalaman berusaha selama 21
30 tahun. Tingkat pendidikan responden
rata-rata sekolah dasar (pernah duduk di
sekolah dasar ataupun tamat sekolah dasar).
Identitas responden pencari kayu bakar/
arang, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi umur, pengalaman berusaha dan tingkat pendidikan responden


pencari kayu bakar/arang.
Kriteria
1
Umur

Kayu Bakar/Arang
Jumlah
Persentase(%)
2
3

< 30 th
31-40 th
41-50 th
51-60 th
65-70 th
Jumlah
Pengalaman Kerja
< 10 th
11-20 th
21-30 th
Jumlah
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Jumlah
Sumber : Hasil survey, 2003.

55

1
1
2
4

25
25
50
100

2
2
4

50
50
100

4
4

100
100

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 50-58


ISSN : 2355-5521

Harga jual kayu bakar di pasar Pulau


Tanakeke yaitu Rp. 3.000,00/ikat (1 ikat =
0,5 m3). Setiap 1 m3 kayu bakar cukup
untuk memasak selama 1 bulan untuk
sekeluarga (5 orang). Sedangkan harga jual
arang di Pulau Tanakeke (1 m3 = 12 15
karung tergantung diameter kayu bakau)
Rp. 18.000,00 Rp. 20.000,00. Analisa
kelayakan usaha terhadap 4 responden
pencari kayu bakar/arang, diperoleh nilai
NPV kisaran Rp. 16.392.484,00 - Rp.
22.187.745,00; nilai Net B/ C 2,55 3,19
dan nilai IRR dengan kisaran 55 70%.

Kay, R., dan J. Alder. 1999. Coastal


Management and Planning. E & FN
SPON. An Imprint Of Routledge.
New York.
Nurmalasari, Y. 2001. Analisis Pengelolaan
Wilayah Pesisr Berbasis Masyarakat. Jurnal
Lingkungan Hidup. http://www.Stmikim.ac.id/userfiles/jurnal%20yessi.pdf.
Spalding, M.D., C. Ravilious and E.P.
Green. 2001. World Atlas of Coral
Reefs. University of California
Press. Berkeley. USA.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa,
manfaat langsung dari ekosistem mangrove
berupa kayu bakar secara ekonomis
menguntungkan dengan nilai IRR sebesar
55 70%. Namun demikian perlu
diperhatikan
pemanfaatan
ekosistem
mangrove harus mempertimpangkan aspek
konservasi, agar kelestarian ekosistem dan
manfaat ekologisnya dapat terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Beatley, T. 1994. Introduction to Coastal
Zone Management. Island Press.
Ginting,
S.P.
1998.
Pengelolaan
Sumberdaya Kelautan Berbasis
Masyarakat. Jurnal Pembangunan
Daerah, Edisi II Tahun 2: Hal. 73
83.
Inoue, Y., O. Hadiyati, H.M.A. Affendi,
K.R. Sudarma, I.N. Budiana. 1999.
Model
Pengelolaan
Hutan
Mangrove Lestari: Hasil Studi
Kelayakan di Republik Indonesia.
Departemen
Kehutanan
dan
Perkebunan dan Japan International
Cooperation
Agency
(JICA).
Jakarta.
Kadariah, L. Karlina dan C. Gray. 1999.
Pengantar
Evaluasi
Proyek.
Universitas Indonesia. Jakarta.

56

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 50-58


ISSN : 2355-5521

Lampiran 1. Analisa usaha salah satu responden pencari kayu bakar.


Uraian

Satuan

Jumlah
Satuan

m2

Harga
Satuan (Rp)

Jumlah
Biaya (Rp)/ trip

Jumlah biaya 1 th (Rp)


(10 bulan = 120 trip)

A. Investasi
1. Wadah
- Hutan Bakau

50000

200

10000000

10000000

- Parang

Unit

15000

15000

15000

- Kampak

Unit

10000

10000

10000

- Perahu Jukung

Unit

500000

500000

500000

- Karung

Unit

30

1000

30000

Jumlah

300000
10825000

B. Biaya
1. Penyusutan
- Parang (7 Tahun)

1000

- Kampak (7 Tahun)
- Perahu Jukung (7
Tahun)

667
71428.57143

- Karung (1 Tahun)

50000

2. Variabel
- Makan/Rokok

Hok

5000

5000

600000

- Minyak Tanah

Liter

1500

1500

15000

- Cat

Kaleng

22000

22000

22000

- Dempul

Kaleng

18000

18000

3. Perawatan
- Kapal

Jumlah

18000
778095.5714

C. Hasil
- Arang

m3

1/2 (15
kg)

20000

57

300000

3000000

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014 : 50-58


ISSN : 2355-5521

Lampiran 2. Analisis cash flow salah satu responden pencari kayu bakar.
Komponen
A. Penerimaan
1. Hasil
2. Salvadge Value
Jumlah (A)
B. Biaya
1. Investasi
- Lahan Bakau
- Parang
- Kampak
- Perahu Jukung
- Karung
2. Replacement Cost
- Lahan Bakau
- Parang
- Kampak
- Perahu Jukung
- Karung
3. Perawatan
4. Eksploitasi
Jumlah (B)
Net Benefit (A-B)
Df (10%)
PV
NPV
Net B/ C
IRR

Tahun Ke
3

3000000

3000000

3000000

3000000

3000000

3000000

3000000

3000000

3000000

3000000

3000000

3000000

3000000

3000000

500000
40000
615000
1155000
1845000
0.564474
1041454

15000
10000
700000
500000
40000
615000
1880000
1120000
0.513158
574737.1

9000000
15000
10000
700000
500000

40000
615000
10880000
-10880000
1
-10880000
-2269806.917
0.791378041
3%

500000
40000
615000
1155000
1845000
0.909091
1677273

500000
40000
615000
1155000
1845000
0.826446
1524793

58

500000
40000
615000
1155000
1845000
0.751315
1386176

500000
40000
615000
1155000
1845000
0.683013
1260160

500000
40000
615000
1155000
1845000
0.620921
1145600

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014


ISSN : 2355-5521

INDEKS PENULIS
A
Abubakar, T., 39
Affendi, H.M.A., 55
Ahmad, S., 2
Ahmad, J., 43, 48
Alder, J., 51
Amri, K., 15, 16
Ana, S., 48
Anthony, 6
Arifin, I., 15
Arnason, R., 2
Awaludin, 15, 16

Irham, 10

B
Badrudin, 31
Barus, 31
Barus, H.R., 33, 34
Baskoro, M.S., 33, 34
Beatley, T., 51
Budiana, I.N., 55

M
Malik, F. R., 30
Miyuki, N., 33
Muksin, D., 39
Musa, H. A., 20
Mutmainnah, 20, 50

K
Kadariah, 42
Kaidati, B., 1, 20, 39
Karlina, L., 52
Kay, R., 51
Kazutaka, S., 33
Kusnadi, 8
L
Laevastu, T., 16, 18
Lembaga Penelitian Undana, 27

N
Naamin, 31
Nikijuluw, V.P.H., 2
Nontji, A., 15
Nopirin, 7
Nurani, T.W., 3
Nurmalasari, Y., 51
Nurlela, 37

C
Cristine, H., 37
D
DKP Kota Ternate, 21, 23, 32
DKP Maluku Utara, 21
Djamali, A, 16
Dyah, S.P, 8
Dwiponggo, 40

P
Paulus, Y.E.F., 37
PPN Ternate, 43
Purwanto, 42

E
Effendy, A., 33, 34
F
Fauzi, A., 41, 48
Fuad, M., 37

R
Ravilious, C., 51
Rumagia, F., 1

G
Green, E.P., 51
Ginting, S.P., 54
Gray, C., 52

S
Samil, J., 41
Sofiati, T., 45
Spalding, M.D., 51
Sparre, P., 45
Stoner, F.J, 7
Suara, I. H., 1
Subani, W., 33, 34
Sudarma, K.R., 55
Sugiarto, 37
Suharto, R.T, 3

H
Haluan, J., 3
Hadiyati, O., 55
Hayes, M.L., 18
Hela, I., 16
I
Inoue, Y., 55
59

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014


ISSN : 2355-5521

Suwarso, 15, 16

V
Venema, S.C., 45

T
Tomiko I., 33

W
Widodo, J, 16

U
Umar, H, 22, 23, 28

60

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014


ISSN : 2355-5521

PANDUAN PENULISAN
halaman diberi nomor secara berurutan,
maksimum 10 halaman termasuk tabel dan
gambar

Jenis Naskah
Naskah yang diterima adalah naskah yang
belum pernah dipublikasikan pada jurnal
ilmiah
(cetak
maupun
electronic
journal)/prosiding/majalah ilmiah lainnya.
Naskah dapat berupa jurnal laporan hasil
penelitian atau artikel review.Naskah
ditulis mempergunakan Bahasa Indonesia
atau Bahasa Inggris.

Judul
Judul dicetak tebal (bold) dengan huruf
kapital pada setiap awal kata, kecuali kata
sambung. Judul maksimum terdiri dari 12
kata (tanpa kata sambung). Naskah dalam
Bahasa Indonesia harus disertai judul dalam
Bahasa Inggris yang ditulis miring (Italic).
Judul Bahasa Inggris ditulis setelah judul
Bahasa Indonesia sebelum nama penulis.
Nama penulis ditulis lengkap, tanpa gelar,
alamat lembaga afiliasi penulis. Beri tanda
angka
1,2,3,dst.,
untuk
alamat
korespondensi. Alamat untuk korespondensi dilengkapi dengan kode pos,
faksimile atau nomor telepon, dan e-mail
serta diberi tanda *, ditulis pada bagian
bawah setelah nama penulis.
Contoh penulisan judul dan Nama penulis:

Bagian Naskah
Judul makalah
Nama lengkap penulis (tidak disingkat,
tanpa gelar)
Afiliasi penulis (instansi tempat penulis
bekerja dan alamat korespondensi)
Abstrak dan Kata kunci (Bahasa
Indonesia dan Bahasa Inggris)
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan
Ucapan terimakasih (bila ada)
Daftar Pustaka
Lampiran (bila ada)

Analisis Aspek Teknis Kapal Purse


Seine yang Beroperasi
di Perairan Pulau Makian
Kabupaten Halmahera Selatan
(The Technical Aspect Analysis of
Purse Seine Ship that Operated on
Makian Island Sea South Halmahera
Regency)

Format
Naskah diketik dengan program Microsoft
Word (doc./docx.) atau Rich Text Format
(rtf). pada kertas A4 (21 cm x 29,5 cm)
dengan jarak antar baris satu spasi. Batas
pengetikan dari tepi kertas 3 cm. Naskah
diketik dengan jenis huruf Times New
Roman dengan spesifikasi ukuran huruf :
Judul naskah ukuran huruf 14 point; Nama
penulis ukuran huruf 12 point; Keterangan
penulis ukuran huruf 10 point; Abstrak
ukuran huruf 12 point; Kata kunci ukuran
huruf 10 point; Isi naskah ukuran huruf 12
point; Keterangan gambar dan tabel ukuran
huruf 9 point; Daftar pustaka ukuran huruf
12 point.
Format
penulisan
Jurnal
Makaira
mempergunakan dua kolom (67 karakter),
kecuali bagian judul dan abstrak ditulis
dalam format satu kolom. Naskah setiap

Faizal Rumagia1*
1

Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya


Perikanan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Khairun. 97719. Ternate.
*faizal_rumagia221177@yahoo.co.id

Abstrak dan Kata Kunci


Abstrak memuat tujuan penelitian, metode
penelitian dan hasil penelitian yang disusun
dalam satu paragraf dengan format esei
bukan enumeratif. Tidak ada kutipan
pustaka di dalam abstrak.Abstrak ditulis
dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa
61

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014


ISSN : 2355-5521

Inggris, satu paragraf, maksimum 200


kata. Kata kunci ditulis setelah abstrak,
maksimal 5 kata kunci.

3. Sebaiknya dihindari penggunaan pustaka


di dalam pustaka, buku populer, dan
pustaka dari internet kecuali jurnal dan
dari instansi pemerintah atau swasta
4. Abstrak tidak diperbolehkan sebagai
rujukan
5. Referensi yang bisa dipergunakan hanya
referensi yang telah dipublikasikan
(buku, jurnal penelitian atau prosiding
penelitian). Referensi yang tidak
dipublikasikan
atau
data
tidak
ditampilkan tidak bisa dipergunakan
sebagai referensi dalam penulisan jurnal
6. Daftar Pustaka ditulis berdasarkan urutan
abjad
penulis/pengarang
(Harvard
System).
Beberapa contoh penulisan daftar pustaka
adalah:
Referensi berupa buku
Fyson, J. 1985. Design of Small Fishing
Vessels. Fishing News Books Ltd.
Farnham Surrey. England.

Teks
Awal paragraf dimulai 5 indent dari sisi
kiri naskah. Penulisan sub judul
(PENDAHULUAN,
METODE
PENELITIAN,
HASIL
DAN
PEMBAHASAN,
KESIMPULAN,
UCAPAN TERIMA KASIH dan
DAFTAR PUSTAKA) ditulis di bagian
kiri naskah dengan huruf kapital dan
tidak menggunakan nomor. Sub-sub judul
ditulis di kiri halaman dengan cetak miring
(italic) dan huruf kapital di setiap awal kata.
Penggunaan kalimat dan bahasa yang
dipergunakan
dalam
jurnal
harus
menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar sesuai dengan kaidah yang
berlaku dalam tata bahasa (EYD). Nama
organisme harus diikuti dengan nama
ilmiahnya
secara
lengkap
pada
pengungkapan pertama. Nama ilmiah ditulis
miring, sedangkan nama penulis dari nama
ilmiah dan kata seperti var. ditulis
tegak. Contoh: Makaira indica (Cuvier,
1832). Singkatan pertama kali ditulis dalam
kurung setelah kata-kata yang disingkatnya.
Penulisan satuan menggunakan Standar
Internasional (SI). Exponen negatif
digunakan untuk menyatakan satuan
penyebut.Contoh: g l-1, bukan g/l. Satuan
ditulis menggunakan spasi setelah angka,
kecuali untuk menyatakan persen. Contoh:
25 g l-1, bukan 25gl-1; 35% bukan 35 %.
Penulisan desimal menggunakan koma
(bukan titik). Seluruh tabel dan gambar
harus dirujuk dalam teks.

Referensi berupa jurnal


Pomeroy, R.S. 1995. Community-based and
co-management
institutions
for
sustainable
coastal
fisheries
management in Southeast Asia.
Ocean & Coastal Management 27(3):
143-162.
Referensi berupa bab dalam buku
Rabben, E.L. 1990. Fundamentals of Photo
Interpretation. Dalam: Manual of
Photographic Interpretation. Colwell,
R. Ed. American Society of
Photoigrammetry, Falls Church,
Virginia, USA. Pp 117-149.
Referensi berupa artikel di prosiding
konferensi, simposium
Rais, J. 1993. Marine Resource Evaluation
and Planning Project for an Integrated
Coastal
Zone
Planning
and
Management in Indonesia. In World
Coast Conference 1993: Proceedings,
vols. 1 and 2. CZM-Centre Publication
No.4, The Haque: Ministry of
Transport, Public Works, and Water
Management, National Institute for

Daftar Pustaka
Ketentuan pustaka yang dipergunakan
adalah:
1. Sumber pustaka primer terdiri atas
jurnal, paten, disertasi, tesis, makalah
dalam prosiding dan buku teks.
2. Membatasi pustaka yang mengacu pada
diri sendiri (self citation)

62

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014


ISSN : 2355-5521

Coastal and Marine Management,


Coastal Zone Management Centre.
The Netherlands. pp 613-616.

digunakan untuk menunjukkan tingkat


nyata berturut-turut pada taraf 95% dan
99%.

Referensi berupa disertasi atau tesis


Hartoko, A. 1999. Pemetaan Dinamis
Ekosistm Ikan Pelagis melalui Analisis
Terpadu Karakter Oseanografis di
Perairan Laut Indonesia. Disertasi
Doktor. Institut Teknologi Bandung.
Bandung.

Gambar
Gambar yang ditampilkan dalam naskah
harus jelas, memiliki resolusi tinggi dan
kontras yang baik dalam format
JPEG/BMP/TIFF dengan ketentuan sebagai
berikut:
Monochrome image (line art), yaitu
gambar berupa diagram dengan warna
hitam putih (solid/tanpa ada warna abuabu), harus memiliki resolusi 1000-1200
dpi (dot per inch).
Combination Halftone, contohnya adalah
gabungan antara gambar dan teks
(gambar yang mengandung teks) dan
grafik yang berwarna atau dalam format
grayscale. Gambar jenis ini harus
memiliki resolusi 600-900 dpi.
Halftone, yang termasuk kelompok ini
adalah gambar berwarna atau dalam
format grayscale tanpa teks. Gambar
jenis ini harus memiliki resolusi 300 dpi.
Gambar hitam putih harus dibuat dalam
mode grayscale, sedangkan gambar
berwarna dalam mode RGB (Red Green
Blue).
Gambar
dibuat
berukuran
lebar
maksimal 10 cm (satu kolom), 12.5 cm
(satu setengah kolom) atau 15 cm (dua
kolom).
Judul gambar ditulis dengan jelas pada
bagian bawah gambar.
Gambar dengan garis penunjuk (jika ada)
hendaknya disatukan (grouping).
Gambar dianjurkan hitam putih, apabila
ingin mencantumkan gambar berwarna,
biaya cetak dibebankan kepada penulis.
Legenda atau keterangan gambar harus
jelas dan lengkap. Jika gambar diperkecil
maka semua tulisan harus tetap dapat
terbaca.
Gambar akan dipublikasikan pada jurnal
harus diberi keterangan jelas dan apabila
gambar diperoleh dari pihak ketiga harus
mendapat ijin dari pemilik gambar

Rumagia, F. 2008. Analisis Pemanfaatan


Ruang Wilayah Pesisir dalam
Pelakasanaan Otonomi Daerah di
Kabupaten Buru Propinsi Maluku.
Tesis Magister. Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Referensi
berupa
Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden
Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang
No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan
Ruang.Lembaran Negara RI Tahun
1992, No. 115. Sekretariat Negara.
Jakarta.
Republik Indonesia. 1972. Keputusan
Presiden No. 4 Tahun 1972 tentang
Perizinan Penerbangan Dalam dan
Atas Wilayah Republik Indonesia.
Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
Referensi berupa artikel dari surat kabar
Simon, H. 2000. Kerusakan Hutan
Mencapai 2,5 juta Ha/Tahun. Suara
Pembaharuan 27 Agustus Nomor
4762 Tahun XIV. Jakarta. hal. 6.
Tabel
Tabel selain ditulis di dalam naskah,
hendaknya juga ditulis dalam format tabel
dari Microsoft Excel (xls./xlxs). Tabel
berukuran maksimal 8 cm (satu kolom) dan
17 cm (dua kolom). Penomeran tabel adalah
berurutan.Judul tabel ditulis singkat namun
jelas pada bagian atas tabel. Judul dan
kepala tabel menggunakan huruf kapital
pada awal kalimat. Garis vertikal tidak
boleh
digunakan.
Catatan
kaki
menggunakan angka dengan kurung tutup
dan diketik superscript. Tanda (*) atau (**)
63

MAKAIRA
Jurnal Ilmiah Perikanan

Volume 2 No 1 Mei 2014


ISSN : 2355-5521

(copyrightholder baik dari gambar yang


diperoleh secara online atau secara
langsung).

jurnal lain. Seluruh naskah yang diterima


akan dikirimkan ke Dewan Pemeriksa untuk
dinilai. Dewan Redaksi berhak meminta
penulis untuk melakukan perbaikan
sebelum naskah dikirim ke penelaah.
Redaksi juga berhak menolak naskah jika
naskah tidak sesuai dengan format yang
telah ditentukan. Naskah selanjutnya
ditelaah oleh penelaah (reviewer) yang ahli
pada bidang yang bersangkutan. Dewan
Redaksi akan menentukan naskah yang
dapat diterbitkan berdasarkan hasil
penelaahan. Jurnal MAKAIRA melakukan
penerbitan berkala sebanyak 2 periode
terbit, yakni pada periode Mei dan
November setiap tahun.

Kutipan (Sitasi/Citation)
Jika dalam text (tulisan) mengutip
informasi, pandangan maupun pendapat
sesorang penulis lainnya, maka nama
penulis dicantumkan dengan tahun
publikasinya dalam kurung. Nama penulis
ini harus masuk dalam Daftar Pustaka.
Contoh: .fokus penelitian Dahuri (1983)
pada pemberdayaan masyarakat
Kalau nama tidak dipakai dalam teks, tetapi
mengacu kepada tulisan penulisnya, maka
nama dan tahun dari tulisan ditulis dalam
kurung pada akhir kalimat. Contoh:
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu
cara terbaik dalam pengelolaan wilayah
pesisir secara lestari (Dahuri, 1996)
Jika lebih dari satu penulis, maka contohcontoh di atas ditulis sebagai berikut:
Brown
and
Biven
(1977)
menekankan pada aspek etika
Jika lebih dari dua penulis, maka ditulis
sebagai berikut:
. . Bock et al. (1989) meneliti
gerakan tektonik di Sumater dengan cara
pengamatan GPS.
Jika nama-nama penulis tidak dicantumkan
dalam teks, maka acuan dilakukan pada
akhir kalimat sebagai berikut:
.propagasi
gelombang
elektromagnetik (Pibram et al., 1984).
Acuan dapat lebih khusus lagi dengan
mencantumkan halaman di mana kutipan itu
berada. Dapat ditulis sebagai berikut:
(Valenstein, 1983, pp.284-289)
.. atau
.
(McCaffery, et. al., 1990, hal. 29)
Prosedur Publikasi
Penulis wajib mengisi form pernyataan
bahwa naskah belum pernah atau tidak
sedang diajukan untuk dipublikasikan di

64

Anda mungkin juga menyukai