Anda di halaman 1dari 21

Organisasi Profesi Bidan dan

Izin Praktik Bidan


Kelompok 5:
1. Siska pertiwi
2. Siti Nur Indah
3. Siti Nuraini
4. Sri Ika Rahayuni
5. Tri Wahyuningrum
6. Yustika Usman
7. Zelika Dine Fadillah

Sejarah IBI
Perjalanan organisasi IBI pada awalnya adalah di
dasari rasa keprihatinan dan kesadaran untuk
membela, mempertahankan dan memelihara
kepentingan-kepentingan bangsa dan
kepentingan masyarakat umumnya, kepentingan
perempuan atau wanita serta kepentingan bidan
khususnya, pada tanggal 15 September 1950 di
Rumah Sakit Bersalin Budi Kemuliaan Jakarta,
para bidan melaksanakan suatu pertemuan dan
bersidang serta melahirkan suatu kesepakatan
untuk membentuk suatu wahana Ikatan Bidan
Indonesia sebagaimana perkumpulan dan
organisasi lainnya.

Sejarah
IBI

Dalam sejarah Bidan Indonesia


menyebutkan bahwa tanggal 24
Juni 1951 dipandang sebagai hari
jadi IBI.Pengukuhan hari lahirnya
IBI tersebut didasarkan atas hasil
konfrensi bidan pertama yang
diselengarakan di Jakarta 24 Juni
1951,

Sejarah IBI
Pada konfrensi IBI tersebut juga dirumuskan tujuan
IBI yaitu ;
1. Menggalang persatuan dan persaudaraan antar
sesama bidan serta kaum wanita pada umumnya,
dalam rangka memperkokoh persatuan bangsa
2. Membina pengetahuan dan keterampilan anggota
dalam profesi kebidanan, khususnya dalam
pelayanan KIA serta kesejahteran keluarga
3. Membantu pemerintah dalam pembangunan
nasioanl, terutama dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat
4. Mengingkatkan martabat dan kedudukan bidan
dalam masyarakat

Perkembangan Organisasi IBI


Tujuan pendirian Ikatan Bidan Indonesia
adalah:
1. Menghidupkan rasa persaudaraan sesama
bidan khususnya dan wanita umumnya
2. Memelihara, mengembangkan dan
menghidupkan pengetahuan bidan
(kebidanan) dalam kalangan anggota.
3. Menyokong dan kerja sama dengan
pemerintah dalam menjaga kesehatan
rakyat.
4. Mempertinggi derajat dan kedudukan bidan
dalam masyarakat.

SyaratMenjadi
Anggota IBI
Harus

sabar dan loyalitas pada


pengurus
Warga negara Indonesia
Perempuan yang telah
mempunyai minimal ijazah D3
Kebidanan
Keanggotaan Ikatan Bidan
Indonesia sesuai dengan tempat
domisili

Hak Anggotaa IBI


Anggota IBI berhak untuk mendapatkan
pengayoman dari organisasi
Berhak mengikuti kegiatan yang dilakukan
oleh organisasi.
Berhak mengemukakan pendapat, saran
dan usul untuk kepentingan organisasi
Anggota berhak menghadiri rapat dan
mengajukan usul, baik tertulis maupun
lisan
Anggota aktif berhak memilih dan dipilih

Kewajiban Anggota
Tunduk

pada Anggaran Dasar dan


Anggaran Rumah Tangga Organisasi
Memahami, menghayati dan
mengamalkan kode etik bidan
Membayar uang pangkal bagi
anggota baru
Membayar iuran secara teratur
Menjaga IBI tetap sebagai organisasi
profesi yang tidak berkerjasama
dengan partai politik manapun

Ijin Praktik Bidan


BAB II
PERIZINAN
(1)Bidan dapat menjalankan
praktik mandiri dan/atau bekerja
di fasilitas pelayanan kesehatan.
(2)Bidan yang menjalankan praktik
mandiri harus berpendidikan
minimal Diploma III (D III)
Kebidanan.

Pasal 3
(1) Setiap bidan yang bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKB.
(2) Setiap bidan yang menjalankan praktik
mandiri wajib memiliki SIPB.
(3) SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk
1 (satu) tempat.

BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
Bidan dalam menjalankan
praktik, berwenang untuk
memberikan pelayanan yang
meliputi:
a.pelayanan kesehatan ibu;
b.pelayanan kesehatan anak; dan
c.pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan
keluarga berencana.

Kasus
Ada seorang pasangan muda yang datang ke BPS,
pasangan muda tersebut datang untuk meminta
bidan melakukan aborsi. Bidan pun menolak
melakukan itu karena itu melanggar kewenangan
bidan. Tetapi pasangan muda itu memksa dan
menawarkan bidan imbalan yang sangat besar, bidan
pun tergiur karena memang sedang membutukhan
uang untuk biaya sekolah anaknya. Akhirnya bidan
pun melakukan aborsi. Aborsi pun berhasil tetapi
jelang beberapa jam kemudian pasien mengalami
pendarahan dan meninggal di tempat bidan. Berita
ini pun menyebar dikalangan masyarakat dan
akhirnya terdengar sampai IBI dan pihak hukum.
Bidan ini pun diberi hukuman dan ijin praktik dicabut.

Contoh 2
Seorang Bidan berinisial S sudah lama
membuka BPM di sebuah desa di pinggiran
kota. Setiap hari, bidan S memiliki pasien
yang terbilang tidak sedikit, hanya saja tidak
semua pasien yang membayar jasanya
dengan menggunakan uang, melainkan
menggunakan hasil kebun mereka, karena
pada umumnya, penduduk sekitar merupakan
petani.
Suatu hari, bidan S merasa tidak puas
dengan penghasilan yang ia dapatkan, dan ia
pun mulai mencari cara untuk menambah
penghasilannya. menambah penghasilannya.

Bidan: wallah...., dikit-dikit singkong,


dikit-dikit jagung. Kenapa toh, sebagian
dari pasien ku bayarnya pake benda kaya
gini. Hmmm... harus cari cara ini, biar
penghasilan ku lebihbanyak dari pada
singkong sama jagung ini.
Beberapa hari sang bidan pun mendapat
kunjungan dari seorang distributor sebuah
perusahaan besar.Kemudian, munculah
sebuah tawaran yang sangat menggiurkan
sang bidan.

Distributor: bagaimana bu bidan? Mau ngga


nerima tawaran dari saya?Untungnya gede loh
bu?
Bidan: gimana yo bu, itukan hal yang
tidak boleh di lakukan bidan.
Distributor: wallah.. yang tidak
memperbolehkan itu siapa to bu? Yang pentingkan
warga di sini tidak tau, ibu bidan tinggal bilang saja
klauini baik untukkesehatan, nana ti ibu kan bisa
dapat bonus kalaumemenuhi target.
Bidan: ya sudah bu, nanti saya pikirkan
lagi.
Distributor: bener loh ya buk, saya tunggu
kabar dari ibu.
Sepanjang hari, sang bidan pun galau memikirkan
penawaran yang menggiurkan tersebut, hingga
akhirnya ia memutuskan.

Bidan: ya sudah, kalau begini aku putuskan


ambil bisnis ini. Biar aku dapat penghasilan lebih banyak
lagi, hehe....
Bidan menelpon distributor dan memulai menjalankan
bisnisnya.
Apakah bisnis tersebut...? Ya, susu formula. Sang bidan pun
selalu memberika paketan susu formula kepada setiap ibu
yang sudah selesai bersalin dengan alasan, susu formula
akan menambah konsumsi ASI dan bergizi untuk bayinya.
Pasien: bubidan, terimakasih atas
pelayanananya ya bu. Saya akanberistrahat cukup seperti
yg ibu bilang.
Bidan: iya bu, susunya jagann lupa di berikan
pada bayi ibu, karna susu ini berkualitas tinggi , nanti biar
anak ibu lebih sehat lagi. Dan nanti kalauhabisibu bisa
kmbali lagi.
Pasien: iya bubidan, trimakasih sekali lagi
bubidan....

Bidan S pun terus menjalankan bisnisnya


tersebut, karena keuntungan besar yang ia
dapatkan. Ia selalu memberikan bahkan
mempromosikan dan menjual susu formula.
Pembeli: ibu, susu formulanya
masih ada?
Bidan: masih dong bu,
bagaimana? Lebih lancarkan
pekerjaannya?
Pembeli: iya bu, krna saran
bubidan saya jadi ngga taku anak saya
kelaparan kalau saya lagi kerja di
kelurahan.
Bidan: Bagus bu, saya senang
mendengarnya.

Sehingga pada suatu hari, ada seorang ibu bersalin


yg menolak susu formula, tetapi sang bidan tetap
memaksa dan mengatakan bahwa paket persalinan
di tempat prakteknya satu paket dengan pembalut
dan susu formula.
Pasien 2: saya hanya ingin emberikan ASI
saja kepada anak saya bu, jadi susu formulanya tidak
perlu. Supaya biayanya tidak terlalu mahal pula.
Bidan: tidak bisa begitu ibu, karena dari
dulu, paket persalinan disini pembayarannya
memang di paketkan bersama pembalut nifas dan
susu formula. Jadi ibu harus membayar sesuai total
paket persalinan,walaupun susu formulanya tidak ibu
gunakan.
Pasien: memangnya apa manfaat susu
formula itu bu?
Bidan: manfaatnya sangat banyak ibu,
selain bisa menambah konsumsiASI, susu formula ini
juga bergizi dan kualitasnya bagus loh bu.

Pasien 2: tapi, saya cukum


memberikan ASI saja bu.
Bidan: ya bu, tapi ibu tetap harus
membayar susu formula ini, karena
tadisudah sayakan ini satu
paket dengan harga paket persalinan.
Pasien 2: baiklah bu, saya bayar
sesuai paketnya
Sesudah pulang dari BPM bidan sisil, maka
sang ibu pun merasa bahwa tindakan bidan
tidak adil, karena tidak memberikan informasi
lebih awal tentang adanya susu formula
dalam paket persalinan, lalu ia merasa sang
bidan tidak menghargai haknya sebagai
pasien.

Sang pasien pun menceritakan hal


tersebut dengan keluarganya, keluarga
menceritakan kepada tetanggatetangganya, dan tersebarlah kabar
tersebut ke seorang bidan yang
merupakan anggota audit maternal
perinatal (AMP).
Hingga akhirnya prilaku sang bidan pun
terungkap. Hal ini membuat sang bidan
terjearat kasus hukum, dan sang bidan
pun di audit di BPMnya sendiri.

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai