Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar
kedua sedunia yang memiliki 77 jenis tanaman karbohidrat (serelia, shorgum,
jagung, dll). Namun, masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan mengkonsumsi
karbohidrat terbatas pada konsumsi beras sebagai kebutuhan pokok. Jumlah
kontribusi beras dalam konsumsi kelompok padi-padian sebesar 996 kkal/kap/hari
atau mencapai 80.6% dari total energi padi-padian (1.236 kkal/kap/hr) pada tahun
2011. Berdasarkan prediksi dari Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian,
konsumsi beras sebagai makanan pokok dari tahun ke tahun semakin meningkat.
Tahun 2012 tercatat sekitar 26,08 juta ton dan diperkirakan akan meningkat
menjadi sekitar 31,35 juta ton pada tahun 2025. Meningkatnya konsumsi beras
dapat disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk berdasarkan kecepatan
pertumbuhan penduduk sebesar 1,49% per tahun. Makanan karbohidrat lain
seperti singkong, shorgum, sagu dan ubi-ubian kurang familiar di kalangan
masyarakat.
Salah satu yang mendukung besarnya konsumsi padi-padian terutama
beras adalah potensi tanah atau lahan Indonesia terutama di Pulau Jawa dan
Sumatera untuk ditanami padi-padian seperti beras. Produksi padi dalam negeri
khususnya di Sumatera Selatan belum cukup memenuhi kebutuhan masyarakat
Sumatera Selatan. Padahal, luas lahan pertanian Sumatera Selatan kurang lebih
617.916,20 hektar. Sebagai pemegang kebijakan, pemerintah daerah Sumatera
Selatan telah mencanangkan beberapa program sebagai upaya menjaga ketahanan
pangan, seperti program Swasembada Pangan sejak masa orde baru, penanaman
bibit unggul, penggunaan dan penerapan tekhnologi pertanian, diversifikasi
pangan, sistem koperasi pertanian, dan lainnya. Adanya kebijakan pemerintah
untuk

mendirikan

industri

yang

disesuaikan

dengan

kebutuhan

pasar

mengakibatkan meningkatnya alih fungsi lahan pertanian khususnya lahan sawah


menjadi lahan non pertanian seperti yang terjadi disalah satu kecamatan Sumatera
1

Selatan yaitu Belitang. Belitang adalah salah satu daerah swasembada pengan
yaitu beras yang besar pada era orde baru, namun saat ini banyak sekali alih
fungsi lahan dari lahan persawahan menjadi komplek pertokoan dll. Selain itu
juga perubahan iklim global, serta meningkatnya kerusakan infrastruktur irigasi
mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan pertanian tersebut.
Beberapa tahun belakangan, sejak tahun 2011, Pemerintah menganalisis
seberapa besar potensi pangan lokal seluruh daerah di Indonesia untuk
menyeimbangkan konsumsi pangan penduduk Indonesia agar tidak sepenuhnya
bergantung pada beras melalui program diversifikasi pangan. Berdasarkan rencana
strategis Kementerian Pertanian tahun 2011-2015, diversifikasi ditempuh sebagai
upaya penganekaragaman pangan dengan memanfaatkan potensi lokal atau daerah
dan mengurangi ketergantungan terhadap satu jenis pangan seperti beras.
Berbagai program mewujudkan kemandirian pangan dimaksudkan untuk
memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia tanpa harus mengimpor bahan
pangan yang dapat dibudidayakan di negeri sendiri.
1.2 Uraian Singkat
Di Indonesia, singkong merupakan produksi hasil pertanian pangan ke dua
terbesar setelah padi, sehingga singkong mempunyai potensi sebagai bahan baku
yang penting bagi berbagai produk pangan dan industri. Selain memiliki rasa yang
enak, singkong juga bergizi tinggi. Kandungan vitamin B1, B2, C dan asam
nitikonat. Presentasi tersebut menunjukkan kandungan karbohidrat singkong
setara dengan karbohidrat yang terkandung di dalam beras ketika beras tersebut di
masak.
Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha
untuk mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja.
Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian menjadi berbagai bentuk
awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan
tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Hal ini sesuai dengan
program pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan
pangan, terutama non-beras.

Oyek adalah salah satu jenis makanan tradisional yang bahan bakunya
berasal dari singkong dan memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan
kandungan gizi yang ada di beras. Selain itu, oyek atau tiwul ini memiliki nilai
ekonomis yang lebih mudah dijangkau dibandingkan beras saat ini. Namun,
makanan jenis ini sudah jarang sekali kita temukan di Sumatera Selatan, tetapi ada
beberapa daerah Sumsel yang masih mengkonsumsi dan memasarkannya, seperti
Belitang, Martapura, Baturaja dll. Maka dari itu untuk meningkatkan ketahanan
pangan di Sumatera Selatan ini yaitu dengan cara lebih banyak mengolah
singkong menjadi oyek atau tiwul untuk mengurangi tingkat konsumsi beras
dengan inovasi baru.
Inovasi yang akan diangkat yaitu dalam pengolahan oyek biasanya
menggunakan warna yang berasal dari singkong nya itu sendiri. Namun disini
akan diberi tambahan berupa warna kuning yang akan diambil dari ekstrak kunyit.
Karena dengan penambahan warna pada olahan oyek akan menambah daya tarik
tersendiri dan akan meningkatkan nilai gizi dan kandungan vitamin yang ada di
dalamnya mengingat kunyit sangat banyak manfaat terutama untuk herbal.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai ialah meningkatkan ketahanan pangan
Sumatera Selatan dengan melakukan diversifikasi pangan beras ke singkong
menjadi olahan makanan tradisional oyek dengan inovasi yang baru.

BAB II
TELAAH PUSTAKA

Singkong merupakan Produk Pertanian yang cocok untuk di jadikan unit


bisnis karena manfaat yang di peroleh komoditi tersebut cukup banyak dan
bermanfaat melihat pangsa pasar yang cukup menggiurkan atas bahan baku
singkong. Singkong ( Manihot esculenta) yang di kenal juga Ktela pohon atau
Umbi kayu, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga
Euphorbiaceae. Umbinya di kenal luas sebagai makanan pokok penghasil
Karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Keberadaan Singkong (Manihot
esculenta) pada awalnya banyak ditemukan tumbuh liar di hutan, kebun sendiri,
bahkan tumbuh disembarang tempat. Sejalan dengan permintaan pasar yang terus
meningkat, maka beberapa singkong dibudidayakan di Indonesia. Sebagai bahan
makanan, singkong memiliki kelebihan dibandingkan dengan bahan makanan
lainnya. Kelebihan singkong terletak pada kandungan karbohidrat, lemak, Protein,
kalori, fosfor dan cita rasanya yang lezat.
Selain memiliki rasa yang enak, Singkong juga bergizi tinggi. Kandungan
vitamin B1, B2, C dan asam nitikonat. Presentasi tersebut menunjukkan
kandungan karbohidrat singkong setara dengan Karbohidrat yang terkandung di
dalam beras ketika beras tersebut di masak.
Singkong ini juga dipercaya mempunyai khasiat obat untuk penyakit
Rabun Senja, Rematik, Asam Urat, Pegel Linu . Di samping itu, singkong juga
dipercaya mampu sebagai anti oksidan, antikanker, antitumor dan menambah
nafsu makan.
Segmentasi pasar khususnya makanan erat kaitannya dengan penilaian
konsumen terhadap keamanan produk dan nilai fungsionalnya untuk kesehatan.
Oyek merupakan salah satu alternatif olahan pangan yang menyehatkan (healthy
foods). Selain itu oyek memiliki umur simpan yang relatif lama sampai berbulanbulan, sehingga mempunyai prospek ekonomi yang bagus.

Untuk memproduksi hasil olahan singkong akan lebih hemat jika


mempunyai budidaya singkong sendiri. Budidaya singkong ini sangat mudah
karena tanah di Sumatera Selatan juga mendukung pertumbuhan singkong, yaitu
tanah yang cukup subur, dan didukung juga cara mendapatkan bibit dan media
tanamnya juga sangat mudah dengan harga murah. Biasanya produksi singkong
tersebut hanya dijual dalam bentuk masih berkulit. Dengan begitu singkong
apabila terlalu lama diolah, singkong bisa membusuk dalam beberapa hari saja
sehingga perlu diolah agar tahan lama, maka oyek ini sebagai alternatif
diversifikasi pengolahan singkong tersebut dan mampu mengurangi tingkat
konsumsi pangan terhadap beras yang ada saat ini.

BAB III
METODE PENULISAN

3.1. Teknik Studi Pustaka


Penulisan pada karya tulis ilmiah ini didasarkan pada analisis data dan
fakta yang penulis ambil dari beberapa sumber yang relevan terhadap pokok
pembahasan. Pada metode ini, penulis banyak membaca literatur-literatur yang
berhubungan dengan ketahanan pangan, diversifikasi pangan sebagai referensi dan
acuan yang dapat penulis jadikan pedoman. Untuk ide yang dihasilkan yaitu
didapat dari hasil pengolahan singkong yang sudah ada yaitu oyek, namun disini
akan diberikan inovasi baru berupa perubahan warna dengan menggunakan bahan
kunyit sebagai penghasil warna alami.
3.2. Metode Pengumpulan Data
Penulis mengumpulan data dilakukan dengan telaah pustaka. Pada metode
ini, penulis banyak membaca literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah
yang penulis bahas sebagai referensi dan acuan yang dapat penulis jadikan
pedoman. Literatur itu seperti buku-buku bacaan, surat kabar, jurnal ilmiah dan
artikel-artikel di media internet.
3.3. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini dengan
menggunakan metode analisis data kualitatif. Matthew dan Michael (1992:1)
menjelaskan bahwa data kualitatif merupakan sumber data deskripsi yang luas dan
berlandaskan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi
dalam lingkup setempat. Dengan berpegang pada metode ini, penulis
mengumpulkan data-data yang sesuai dengan tema penulis selanjutnya penulis
melakukan penganalisisan data untuk mengadakan penilaian data terhadap derajat
kebenaran data. Langkah selanjutnya, penulis mengadakan penafsiran data,
maksudnya penulis menulis menafsirkan data tersebut suatu permasalahan atau
tidak.

Selanjutnya

penulis

menarik

penganalisissan data yang ada.

kesimpulan

dari

penafsiran

dan

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengertian Pangan
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air,
baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk di dalam pengertian pangan adalah
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan
dan minuman. Pengertian pangan di atas merupakan definisi pangan yang
dikeluarkan oleh badan dunia untuk urusan pangan, yaitu Food and Agricultural
Organization (FAO).
Berkaitan

dengan

kebijakan

ketahanan

pangan,

pengerti

pangan

dikelompokkan berdasarkan pemrosesannya, yaitu: 1) Bahan makanan yang


diolah, yaitu bahan makanan yang dibutuhkan proses pengolahan lebih lanjut,
sebelum akhirnya siap untuk dikonsumsi. Pemrosesan di sini berupa proses
pengubahan bahan dasar menjadi bahan jadi atau bahan setengah jadi untuk tujuan
tertentu dengan menggunakan teknik tertentu pula. Contoh bahan makanan olahan
adalah nasi, pembuatan sagu, pengolahan gandum, pengolahan singkong,
pengolahan jagung, dan lain sebagainya. 2) Bahan makanan yang tidak diolah,
yaitu bahan makanan yang langsung untuk dikonsumsi atau tidak membutuhkan
proses pengolahan lebih lanjut. Jenis makanan ini sering dijumpai untuk
kelompok buah-buahan dan beberapa jenis sayuran. Pengertian pangan yang
dimaksudkan dalam penelitian ini atau sesuai dengan konteks ketahanan pangan
nasional difokuskan pada jenis pangan yang mendominasi kandungan karbohidrat.
Jenis makanan atau pangan yang dimaksudkan terdiri atas beras, jagung, ketela,
singkong, jenis ubi-ubian, dan jenis ketela.

4.2 Pengertian Diversifikasi Pangan


Diversifikasi atau penganekaragaman adalah suatu cara untuk mengadakan
lebih dari satu jenis barang/komoditi yang dikonsumsi. Di bidang pangan,
diversifikasi memiliki dua makna, yaitu diversifikasi tanaman pangan dan
diversifikasi konsumsi pangan. Kedua bentuk diversifikasi tersebut masih
berkaitan dengan upaya untuk mencapai ketahanan pangan. Apabila diversifikasi
tanaman pangan berkaitan dengan teknis pengaturan pola bercocok tanam, maka
diversifikasi konsumsi pangan akan mengatur atau mengelola pola konsumsi
masyarakat dalam rangka mencukupi kebutuhan pangan.
Menurut Riyadi (2003), diversifikasi pangan merupakan suatu proses
pemilihan pangan yang tidak hanya tergantung pada satu jenis pangan, akan tetapi
memiliki beragam pilihan (alternatif) terhadap berbagai bahan pangan. Kasryno,
et al (1993) memandang diversifikasi pangan sebagai upaya yang sangat erat
kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan
pertanian di bidang pangan dan perbaikan gizi masyarakat, yang mencakup aspek
produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi. Pakpahan dan Suhartini (1989)
menyebutkan bahwa pada dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup
pengertian yang saling berkaitan, yaitu diversifikasi konsumsi pangan,
diversifikasi ketersediaan pangan, dan diversifikasi produksi pangan. Kedua
penulis tersebut menterjemahkan konsep diversifikasi dalam arti luas, tidak hanya
aspek konsumsi pangan tetapi juga aspek produksi pangan. Pakpahan dan
Suhartini (1989) menetapkan konsep diversifikasi hanya terbatas pangan pokok,
sehingga diversifikasi konsumsi pangan diartikan sebagai pengurangan konsumsi
beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi bahan pangan non-beras.
4.3 Perbandingan Kandungan Singkong dan Beras
Meski sama-sama mengandung karbohidrat, umbi-umbian dianggap
kurang elit sehingga makin ditinggalkan dan digantikan nasi yang berasal dari
padi-padian. Padahal dilihat dari kandungan seratnya, singkong dan ubi lebih
sehat dari nasi.
Menurut data dari Badan Ketahanan Pangan tahun 2009, konsumsi umbiumbian di Indonesia rata-rata hanya mencapai 51,7 persen. Sebaliknya padi-

padian semakin populer sehingga tingkat konsumsinya mencapai 118,5 persen


lebih tinggi dari yang dianjurkan. Kondisi ini menurut Direktur Bina Gizi
Kementerian Kesehatan, Dr Minarto MPS menyebabkan asupan gizi orang
Indonesia tidak seimbang. Apalagi menurut data tersebut, konsumsi sumber serat
yang lain yakni buah dan sayuran juga baru mencapai 96,7 persen dari yang
dianjurkan. Kandungan energi atau kalori yang terlalu tinggi dalam padi-padian
menjadi tidak sehat jika tidak diimbangi dengan olahraga atau aktvitas fisik
lainnya. Kalori yang menumpuk bisa memicu kegemukan maupun peningkatan
kadar gula di dalam darah.
Sementara itu, kekurangan serat bisa menyebabkan berbagai gangguan
pada sistem pencernaan mulai dari yang paling ringan seperti susah buang air
besar hingga yagn berat seperti kanker. Berbagai penelitian membuktikan, kurang
serat bisa meningkatkan risiko kanker usus.
Bahan makanan yang termasuk kelompok umbi-umbian antara lain talas,
ubi jalar, ubi kayu atau singkong dan sebagainya. Selain mudah didapatkan karena
banyak dijual di pasar tradisional maupun supermarket, umbi-umbian juga bisa
ditanam sendiri karena tidak butuh lahan khusus. Kelompok bahan pangan lainnya
yang juga dikonsumsi terlalu banyak di Indonesia adalah minyak dan lemak,
yakni 114 persen. jika tidak dikurangi, kelebihan lemak dan minya bisa
meningkatkan kadar kolesterol jahat dan risiko penyakit kardiovaskular.
Sementara itu konsumsi pangan hewani dan kacang-kacangan masih harus
ditingkatkan karena masih lebih rendah dari yang dianjurkan, masing-masing 60
persen dan 69,7 persen. Kedua kelompok bahan pangan ini merupakan sumber
protein, yang penting bagi pertumbuhan sel dan tinggi badan.

4.4 Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan Sumatera


Selatan
Oyek adalah nama yang sangat populer. Tidak hanya bagi masyarakat
miskin di pedesaan, tetapi juga bagi kalangan intelektual yang bergelut
dengan penelitian sosial di pedesaan. Bahkan, nama ini tidak aneh bagi semua
kalangan pejabat, dari pusat sampai daerah. Nama ini juga sangat familiar
bagi anggota DPR karena mereka selalu memikirkan rakyat miskin.
Oyek adalah nama tradisional. Nama ilmiahnya adalah beras-singkong
atau cassava rice, yang dapat digunakan sebagai beras simulasi pengganti
bahan makanan pokok yang keseluruhan bahan bakunya berasal dari
singkong. Beras-singkong sangat populer di daerah Jawa Tengah dan Jawa
Timur, juga pada sebagian masyarakat Sumatera Selatan dan Lampung.
Jenis makanan ini sebetulnya juga ditemukan di Filipina. Mereka
menamakan "ladang" atau cassava rice. Ladang, sama halnya dengan
Indonesia, juga digunakan sebagai pendamping makanan pokok dari terigu,
beras atau jagung. Hanya saja digunakan setiap saat apabila mereka
menginginkan, jadi bukan sebagai bahan makanan saat paceklik. Oleh sebab
itu, untuk selanjutnya sebutan produk "oyek" adalah "beras-singkong",
sehingga konotasi oyek sebagai makanan inferior sedikit teratasi.
Menjadikan singkong sebagai makanan favorit bukan sebagai
makanan yang inferior bukanlah pekerjaan yang mudah, walau sifat fisikokimia dan fungsional dari pati singkong cukup baik. Banyak bahan makanan
dengan bahan baku singkong yang sudah beredar di pasaran dan digemari.
Misalnya, jenis makanan pacar cina. Walaupun menggunakan bahan baku
tepung singkong, pacar cina sangat digemari oleh berbagai lapisan
masyarakat. Selain digunakan dalam es campur, juga sering digunakan dalam
pembuatan puding dan sejenis. Makanan jenis lainnya adalah soun, yaitu mi
bening dibuat dari tepung singkong (tapioka). Soun dapat digunakan dalam
menu soto atau capcai yang banyak penggemarnya. Oleh sebab itu, sangat
memungkinkan kalau singkong dengan produk beras-singkong semi-instan

10

dapat diterima oleh masyarakat luas.


3.4.1 Teknologi Semi-Instan
Teknologi pembuatan beras-singkong secara tradisional hampir sama
untuk semua wilayah, baik dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung,
Sumatera Selatan atau dari Filipina. Singkong direndam beberapa hari,
kemudian dicuci sampai bersih untuk menghilangkan bau dan kotoran,
selanjutnya dibuat tepung dan dikeringkan. Untuk membuat butiran seperti
beras tepung dipercikkan air, dibuat butiran kecil, kemudian dikukus dan
dikeringkan. Pengeringan biasanya dilakukan di panas Matahari. Berassingkong ini dapat disimpan cukup lama apabila pengeringan cukup
sempurna atau kadar airnya cukup rendah.
Alternatif cara lain, singkong yang telah direndam setelah dicuci bersih
langsung dihancurkan dan dibuat butiran seperti beras tanpa terlebih dahulu
dibuat tepung. Butiran yang terbentuk dikukus dan dikeringkan. Masalah
yang sering timbul dalam pembuatan beras-singkong adalah pengeringan
yang tidak sempurna, sehingga sering produknya ditumbuhi jamur dan bau
yang kurang sedap. Bau yang kurang sedap juga timbul karena perendaman
yang terlalu lama dan pencucian yang kurang sempurna. Keadaan inilah yang
diduga sebagai penyebab beras-singkong yang dibuat secara tradisional
dengan nama oyek menjadi inferior.
Teknologi yang digunakan dalam pembuatan beras-singkong semiinstan adalah teknologi pembuatan beras instan atau nasi instan dengan
sedikit modifikasi. Ada beberapa tahap yang harus dilakukan dalam
pembuatan beras-singkong semi-instan, yaitu perendaman, pengukusan, dan
pengeringan. Perendaman dan pemasakan ditujukan agar terjadi gelatinasi
dan pengembangan granula pati. Pati yang mengalami gelatinasi setelah
dikeringkan mulekulnya dapat lebih mudah menyerap air kembali dalam
jumlah besar karena perendaman dengan larutan soda kue atau dengan larutan
perendaman meta fosfat menjadikan tekstur produk lebih poros. Struktur pati
yang poros setelah pengeringan memudahkan air untuk meresap ke dalam
11

beras-singkong pada waktu rehidrasi. Sifat inilah yang digunakan dalam


pembuatan pangan instan. Diharapkan dengan menggunakan teknologi semiinstan ini tidak menjadikan beras-singkong inferior lagi.
Dalam proses pembuatan beras-singkong, tahap pertama adalah
pembersihan kulit dan pemotongan secara melintang singkong segar dengan
ukuran panjang 2 cm. Rendam dalam air perendam pertama (1) dengan
menggunakan larutan soda kue 2 persen (NaHCO3) atau dapat juga
menggunakan campuran dua pelarut, yaitu perendam ke dua (2) dengan
larutan perendam soda kue 2 persen (NaHCO3) dan larutan meta fosfat 0,1
persen (Na24) masing-masing selama enam jam. Cuci bersih sampai bahan
kimia perendam habis, dan selanjutnya potong dengan ukuran 0,2 cm x 2 cm
(seukuran beras). Tahap selanjutnya kukus selama lima menit, tiriskan dan
dikeringkan dengan pengering buatan seperti oven. Setelah kering simpan
dalam stoples atau kantong plastik yang digunakan untuk makanan dan berassingkong siap digunakan.
Dengan melihat warna yang dihasilkan dari pengolahan sangat
monoton maka dilakukan inovasi perubahan warna yaitu dengan penambahan
kunyit

yang

dihaluskan

dan dikeringkan

(ekstrak)

yang

kenudian

dicampurkan dalam butiran singkong. Sehingga nantinya akan menghasilkan


warna yang lebih menarik dan memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi.
Teknologi terpadu dan sederhana ini akan lebih mudah dan cepat
diserap oleh masyarakat dalam perbaikan mutu produk makanan tradisional.
Selain sederhana, teknologi pembuatan beras-singkong lebih higienis dan
lebih cepat serta mutu produk lebih baik.
Teknologi proses beras-singkong ini menggunakan dua cara
perendaman, yaitu perendaman dengan menggunakan larutan soda kue dan
perendaman campuran larutan soda kue dengan larutan meta fosfat.
Penggunaan larutan perendam soda kue lebih mudah dan praktis karena soda
kue sudah sangat biasa digunakan di rumah tangga sehingga penerimaan
dapat lebih baik. Porositas beras-singkong sangat baik dan juga waktu
12

pemasakan atau pengukusan cukup cepat, yaitu selama lima menit.


Adapun penggunaan larutan perendam yang kedua, yaitu campuran
pelarut soda kue dengan larutan metafosfat, menghasilkan tekstur sedikit
lebih baik dan porosita yang juga sedikit lebih baik. Waktu pemasakan juga
lebih pendek.
3.4.2 Penyajian
Penyajian beras-singkong dalam bentuk yang sudah matang ditujukan
sebagai makanan pokok dan sebagai makanan selingan. Untuk makanan
selingan lebih diutamakan rasa yang manis, sedangkan untuk makanan pokok
tidak. Untuk membuat beras-singkong siap untuk dikonsumsi perlu dilakukan
pengukusan kembali setelah direndam beberapa menit. Keuntungan
dilakukan pengukusan ini adalah dapat menambahkan beberapa rasa atau
aroma sehingga lebih bervariasi dan beragam.
Sebelum dikukus sebaiknya beras-singkong direndam dalam air
beberapa menit, baru dilakukan pemasakan atau pengukusan. Sewaktu
mengukus dapat ditambahkan daun pandan atau aroma pandan, vanili dan
aroma lainnya sesuai dengan selera sehingga menambah cita rasa produk.
Baik untuk digunakan sebagai makanan pokok atau sebagai makanan
selingan karena aroma pandan dan vanili sangat familiar bagi masyarakat dan
dapat diterima.
Sebagai makanan selingan, setelah dimasak selagi panas-panas
tambahkan parutan kelapa dan dalam penyajian tambahkan lagi gula merah
yang dipotong kecil. Dapat juga dimakan dengan pisang goreng, tempe
goreng atau sejenis gorengan lain yang disukai. Bahkan, dapat juga di
tambahkan selai nanas, selai srikaya, selai kacang, dan selai sejenis sehingga
dapat meningkatkan cita rasa dan penerimaan.
Sebagai makanan pokok, beras-singkong dapat dicampurkan dengan
beras murni. Sewaktu mengukus beras dapat ditambahkan beras-singkong ini.

13

Kemudian dalam penyajiannya dapat ditambahkan lauk pauk berupa sambal,


ikan dll. Cara mengonsumsi sama seperti mengonsumsi nasi seperti dilakukan
sehari-hari.
Beras-singkong dapat juga dibuat seperti bubur ayam. Caranya,
dimasak dengan air seperti memasak bubur ayam tidak dikukus. Potongan
kentang kecil dapat ditambahkan untuk meningkatkan cita rasa. Selain
kentang, jenis bahan makanan lain yang dapat ditambahkan adalah jagung
manis atau ubi jalar. Bubur ayam dari beras-singkong dikonsumsi sama
dengan cara mengonsumsi bubur ayam, yaitu ditambahkan ayam goreng yang
telah disuwir-suwir, saus kecap manis-kecap asin, dan sambal.
Selain bersih, higienis, mutu nasi yang dihasilkan juga lebih baik dan
yang tidak kalah penting adalah waktu memasak yang lebih pendek, yaitu
kurang dari lima menit. Berbeda dengan beras-singkong yang diproduksi
secara tradisional atau singkong rebus waktu untuk mengukus lebih lama,
yaitu 20-30 menit.
3.4.3 Kandungan Gizi
Bahan bakunya dapat menggunakan singkong putih dan singkong
kuning dari jenis singkong manis yang mempunyai kandungan HCN (sianida)
rendah. Sianida atau racun pada singkong dapat hilang setelah penyucian,
perendaman, pemasakan, pengeringan selama proses produksi beras-singkong
semi-instan.
Kandungan zat gizi antara singkong sebagai bahan baku dan berassingkong relatif sama. Sebagian besar zat gizi yang terdapat dalam singkong
adalah karbohidrat atau pati. Hampir 95 persen adalah pati sebagai sumber
kalori. Kandungan protein dan lemak beras-singkong semi-instan sangat
rendah, yaitu kadar protein 1,24 persen dan lemak 0,38 persen. Untuk
meningkatkan cita rasa dan kandungan zat gizi dalam mengonsumsi dapat
ditambahkan parutan kelapa, margarin, keju, selai kacang, selai nanas, selai
srikaya atau gula kelapa. Sebagai simulasi beras-nasi, sewaktu mengonsumsi

14

dapat menggunakan lauk ikan bakar, ikan goreng, rendang, dendeng, gulai
ayam, opor, semur serta berbagai jenis lauk lainnya.
Kandungan mineral beras-singkong relatif sama dengan bahan baku
singkong namun ada tambahan kandungan dari campuran kunyit, yaitu
vitamnin A, B, dan C serta kunyit mengandung energi sebesar 63 kilokalori,
protein 2 gram, karbohidrat 9,1 gram, lemak 2,7 gram, kalsium 24 miligram,
fosfor 78 miligram, dan zat besi 3 miligram.
Melihat potensi dari tanaman singkong yang dapat tumbuh di tanah
yang kurang subur sekalipun dan dengan perawatan yang tidak terlalu rumit,
serta produksi per hektar yang dapat ditingkatkan, pengembangan berassingkong semi-instan adalah salah satu alternatif teknologi proses untuk
menghasilkan produk berbahan baku singkong dengan mutu lebih baik. Oleh
sebab itu, beras-singkong semi-instan dapat meningkatkan penerimaan
singkong pada masyarakat luas dari semua kalangan serta meningkatkan
harga jual singkong sehingga dapat pula meningkatkan pendapatan petani.

BAB V
15

KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Melalui pembuatan olahan Oyek ini diharapkan dapat meningkatkan
singkong yang selama ini dilihat sebagai makanan yang memiliki nilai
rendah.
2. Pengolahan singkong menjadi oyek ini dapat mengurangi tingkat konsumsi
beras dan dapat meningkatkan ketahanan pangan Sumatera Selatan.
3. Inovasi pengolahan Oyek dengan menambahkan ekstrak kunyit sebagai
pewarna alami yang dapat menambah kandungan gizi dan meningkatkan daya
tarik masyarakat.
4.2 Saran
Diharapkan nantinya Oyek Kuning ini dapat menambah produk unggulan
dari kota Palembang dan bisa menjadi salah satu bahan makanan pokok yang ada
di Sumatera Selatan.

16

Anda mungkin juga menyukai