Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kata Pengantar
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II Tinjauan Teori
1.1 Mekanisme Pencernaan dan Lambung
1.2 Gastroretentive Drug Delivery System
1.3 Floating Drug Delivery System
1.4 Contoh Obat
BAB III Pembahasan
BAB IV Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
yang dapat ditentukan. Hasil yang diperoleh adalah peningkatan GRT dan pengurangan fluktuasi
konsentrasi obat di dalam plasma .
Sistem mengapung pada lambung berisi obat yang pelepasannya perlahan-lahan dari sediaan
yang memiliki densitas yang rendah/Floating Drug Delivery System (FDDS) juga biasa disebut
Hydrodinamically Balanced System (HBS). FDDS/ HBS memiliki densitas bulk yang lebih
rendah daripada cairan lambung. FDDS tetap mengapung di dalam lambung tanpa
mempengaruhi motilitas dan keadaan dari lambung. Sehingga obat dapat dilepaskan pada
kecepatan yang diinginkan dari suatu sistem .
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Gastroretentive Drug Delivery System ?
2. Apa yang dimaksud dengan Floating Drug Delivery System ?
3. Bagaimana mekanisme perjalanan obat dengan Floating Drug Delivery System ?
4. Apa kekurangan dan kelebihan obat dengan mekanisme Floating Drug Delivery System ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari Gastroretentive Drug Delivery System ?
2. Untuk mengetahui definisi dari Floating Drug Delivery System ?
3. Untuk mengetahui mekanisme perjalanan obat dengan Floating Drug Delivery System ?
4. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan obat dengan mekanisme Floating Drug
Delivery System ?
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.1 Anatomi Lambung dan Meknisme Pencernaan
Anatomi Lambung
Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak, fundus, badan
(body), antrum, dan pilori (gambar 2.1). Kardia adalah daerah kecil yang berada pada
hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction) dan terletak sebagai pintu masuk ke
lambung
Fundus adalah daerah berbentuk kubah yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia.
Badan (body) adalah suatu rongga longitudinal yang berdampingan dengan fundus dan
merupakan bagian terbesar dari lambung. Antrum adalah bagian lambung yang
menghubungkan badan (body) ke pilorik dan terdiri dari otot yang kuat. Pilorik adalah suatu
struktur tubular yang menghubungkan lambung dengan duodenum dan mengandung spinkter
pilorik (Schmitz & Martin, 2008).
Saluran cerna selalu memiliki daya gerak. Pada sistem pencernaan makanan terdapat dua
daya gerak, yaitu cara digestif dan cara interdigestif. Daya gerak interdigestif dicirikan oleh
pola siklus yang terdiri dari empat fase, yaitu :
Fase I : periode tidak ada kontraksi;
Fase II : periode kontraksi berselang sebentar-sebentar;
Fase III : periode kontraksi tetap pada frekuensi maksimal yang bermigrasi secara distal;
Fase IV : periode transisi fase III ke fase I.
Siklus lengkap yang mencakup keempat fase memiliki durasi rata-rata 90-120 menit pada
manusia dan anjing. Kondisi tertentu seperti pertumbuhan bakteri, ketegangan mental, dan
variasi siang hari atau kombinasinya dapat mempengaruhi durasi masingmasing fase dan
juga siklus total (Chien, 1992).
Setiap sistem lepas lambat yang menghantarkan zat aktif dan didesain untuk tinggal di
dalam saluran cerna selama keadaan puasa hendaknya mampu menghindari kerja fase III.
Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan waktu tinggal zat aktif dalam saluran cerna
(Chien, 1992).
Bentuk sediaan padat dapat tinggal di lambung pada kondisi puasa selama kira-kira 0-120
menit, bergantung pada kedekatan waktu pencernaan aktivitas fase III berikutnya. Selama
fase I, ketika minim kontraksi, cairan atau solid tidak bergerak atau sedikit bergerak di dalam
usus halus. Sebaliknya, pada fase II dan III, aliran bahan dalam pembuluh usus halus menjadi
semakin cepat. Selain itu terjadi pemisahan cairan dan solid; cairan cenderung bermigrasi
selama fase II dan solid selama fase III. Aktivitas motor usus halus selama keadaan puasa
kemungkinan tidak cukup kuat untuk memindahkan solid (Chien, 1992).
Mekanisme pengayaan terjadi pada saat lambung dalam keadaan kenyang dan
dipengaruhi oleh viskositas makanan. Bentuk sediaan cenderung tinggal di daerah antrum
jika solid berukuran besar karena penghalusan makanan terjadi di daerah tersebut.
Sebaliknya, bentuk sediaan unit ganda terdispersi dan dikosongkan bersama dengan makanan
sehingga menunjukkan derajat distribusi yang besar. Total waktu pengosongan lambung
beragam dalam rentang antara 2-6 jam (Chien, 1992).
Mayoritas bentuk sediaan yang diberikan secara oral dalam keadaan puasa akan
dikosongkan dalam waktu 90 menit. Pada saat kondisi kenyang, tablet dan kapsul yang tidak
terdisintegrasi akan tinggal dalam lambung selama 2-6 jam dan baru mulai dikosongkan di
permulaan keadaan puasa, sedangkan bentuk sediaan terdisintegrasi dan partikel-partikel
kecil dikosongkan bersama dengan makanan. Waktu transit total makanan dan bentuk sediaan
dari lambung sampai katup ileosekal manusia kira-kira 3-6 jam dalam keadaan puasa, dan 610 jam dalam keadaan kenyang (Chien, 1992).
umum
GRDDS
terdiri
dari
sistem
mengembang
(swelling),
sistem
selulosa, khususnya hidroksi propil metil selulosa (HPMC) (Moes, 2003). Sistem mengapung
dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Non-Effervescent system
Sistem ini biasanya menggunakan matriks yang memiliki daya
pengembangan tinggi seperti selulosa, jenis hidrokoloid, polisakarida dan polimer
seperti polikarbonat, poliakrilat, polimetakrilat dan polistiren. Salah satu cara
formulasi bentuk sediaan sistem mengapung ini yaitu dengan mencampur zat aktif
dengan gel hidrokoloid. Hidrokoloid akan mengembang ketika kontak dengan cairan
lambung setelah pemberian oral, tinggal dengan bentuk yang utuh dan memiliki bulk
density yang lebih kecil dari kesatuan lapisan luar gel. Struktur gel bertindak sebagai
reservoir obat yang akan dilepaskan perlahan dan dikontrol oleh difusi melalui
lapisan gel (Anonim, 2003).
2. Effervescent system
Sistem ini diformulasi menggunakan polimer yang dapat mengembang seperti
methocel, polisakarida, kitosan ditambah dengan komponen effervescent, seperti
natrium bikarbonat dan asam sitrat atau asam tartrat. Matriks akan membentuk gel
ketika kontak dengan cairan lambung, kemudian terbentuklah gas karbondioksida
(CO2) yang dihasilkan dari sistem effervescent. Gas tersebut akan terperangkap
dalam
gelyfiedhydrocolloid
meningkatkan
pergerakan
yang
sediaan,
mengakibatkan
sehingga
tablet
akan
akan
mengapung,
mempertahankan
daya
BAB III
PEMBAHASAN
Bentuk floating system banyak diformulasi dengan menggunakan matriks
hidrofilik dan dikenal dengan sebutan hydrodynamically balanced system (HBS), karena
saat polimer berhidrasi intensitasnya menurun akibat matriknya mengembang, dan dapat
menjadi gel penghalang di permukaan luar.
Bentuk-bentuk ini diharapkan tetap dalam keadaan mengapung selama tiga atau
empat jam dalam lambung tanpa dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung karena
densitasnya lebih rendah dari kandungan 12riteri. Hidrokoloid yang direkomendasikan
untuk
formulasi
bentuk
floating
adalah
cellulose
ether
polymer,
khususnya
transmitter device
(FTD)alat
(Timmermans
& Mos, 1990).
makanan. Untuk mengukur kinetika gaya apung, dibutuhkan
sebuah
untuk penentuan
bobot yang dihasilkan. Alat tersebut beroperasi dengan mengukur secara terus menerus
gaya yang ekevalen dengan F sebagai fungsi dari waktu yang dibutuhkan untuk menjaga
benda/obat sampai benar-benar tenggelam kedalam cairan (Maheta et al., 2014),
(Timmermans & Mos, 1990).
Secara skematis alat tersebut bekerja Seperti ditunjukkan dalam Gambar. Dimana
pada bagian (1) melakukan fungsi ganda menjaga benda uji (2) di dalam media cairan
yang dipilih (3) transmisi gaya F yang bekerja/bereaksi, baik ke atas atau ke bawah (4),
menuju ke modul pengukuran elektromagnetik (5) yang terhubung di bagian bawahnya
(Timmermans & Mos, 1990).
F = F buoyancy - F gravity = (Df - Ds) gv
Dimana ;
F
Df
Ds
v
g
Sistem ini merupakan pilihan yang baik karena dapat mengurangi variabilitas
pada absorbsi dan mengurangi kemungkinan dosis dumping (konsentrasi obat
meningkat sehingga menghasilkan toksisitas obat).
Bahan tambahan yang digunakan untuk formulasi FDDS
Polimer dan bahan tambahan lain yang digunakan untuk formulasi FDDS adalah sebagai
berikut:
1. Hidrokoloid (20% - 75%) : dapat berupa sintetik, anionik atau non-ionik seperti gom
hidrofilik, modifikasi derivat selulosa.
kasein, bentonit, veegum, HPMC (K4M, K100M dan K15M), gom gellan (Gelrite),
Na CMC, MC, HPC.
Bahan matriks yang paling sering digunakan adalah hydroxypropyl methylcellulose
(HPMC) merupakan turunan selulosa yang bersifat hidrofilik yang dapat
mengendalikan pelepasan kandungan obat didalamnya ke dalam medium pelarut.
HPMC dapat membentuk lapisan hidrogel yang kental di sekeliling sediaan
setelah kontak dengan cairan medium pelarut. Gel ini merupakan penghalang fisik
lepasnya obat dari matriks. Proses pelepasan obat dari matriks penghalang dapat
terjadi dengan mekanisme erosi dan difusi.
2. Bahan Lemak inert (5% - 75%): Edible, bahan lemak inert memiliki berat jenis
kurang dari 1 dapat digunakan untuk mengurangi sifat hidrofilik dari formulasi dan
sebaliknya dapat meningkatkan keterapungan. Misalnya : Beeswax (Cera), asam
lemak, lemak alkohol rantai panjang, Gelucires 39/01 dan 43/01.
3. Bahan effervescent : NaHCO3, asam sitrat, asam tartrat, diNatrium Glisin Karbonat,
Sitroglisin.
4. Meningkatkan kecepatan pelepasan (5% - 60%) : laktosa, manitol
5. Memperlambat kecepatan pelepasan (5% - 60%) Misalnya : Dikalsium phospat, talk,
magnesium stearat
6. Bahan meningkatkan keterapungan (di atas 80%), misalnya etil selulosa
7. Bahan densitas rendah : serbuk busa polypropilen (Accurel MP 1000).
Pengaruh Beragam Formulasi Pada Sifat Floating
Banyak hal yang mempengaruhi sifat mengapungnya sediaan FDDS karena
adanya variasi bahan tambahan yang digunakan. Variasi rasio HPMC / carbopol dan
sifat
floating
secara
signfikan.
Namun
dapat
karena
pembengkakan sangat bergantung pada isi lambung dan osmolaritas medium dan
formulasi tertentu diamati akan tenggelam pada medium disolusi setelah waktu tertentu.
Lag time floating pada formulasi tersebut = 9 30 menit. Kemampuan pembentukan
gel dan kekuatan gel polisakarida bervariasi dari batch ke batch karena variasi pada
panjang rantai dan tingkat substitusi dan situasi ini diperburuk pada formulasi
effervescent dengan gangguan dari struktur gel melalui evolusi CO 2 . Pembentuk
gel bereaksi sangat sensitif terhadap perbedaan osmolaritas media pelepasan, dengan
peningkatan pelepasan.
Suatu studi menjelaskan pengaruh tiga bahan pengisi yaitu Mikrokristalin selulosa
(MCC), dikalsium pospat dan laktosa pada sifat floating dari tablet bersalut. Tablet yang
mengandung laktosa mengapung lebih cepat daripada tablet yang mengandung kalsium
pospat (pengisi anorganik). Hal ini dapat dijelaskan karena tablet yang mengandung
3
laktosa memiliki densitas lebih rendah (1 g/cm pada kekerasan 30 N), sedangkan tablet
yang mengandung dikalsium pospat memiliki densitas lebih tinggi (1,9 g/cm
pada
kekerasan 30 N).
Laktosa memiliki kelarutan dalam air lebih tinggi dan menunjukkan aktivitas
osmotik dan uptake dari medium lebih cepat pada inti tablet selama penyalutan. MCC,
pengisi yang tidak larut dengan uptake air yang lebih tinggi dan
kemampuan
7. Uji Floating
Pengamatan sifat mengembang dan mengapung dilakukan secara visual, dengan cara
tablet dimasukkan dalam beker gelas 100 mL yang berisi larutan HCl pH 3,0
kemudian diamati sifat pengembangan dan pengapungannya selama 5 jam.
Gambar . Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-0
Gambar . Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-3
Gambar . Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-5
Pada
awal
pengujian,
tablet
ke
empat
formula
belum
mengapung
(tenggelam) karena baru terjadi proses penetrasi air ke dalam tablet,yang selanjutnya
matriks akan mengembang. Bersamaan dengan pengembangan matriks, juga
terjadi gas yang dihasilkan dari reaksi asam sitrat dan natrium karbonat yang akan
membantu proses pengapungan tablet.
Pada jam ke tiga terlihat tablet pada semua mengembang dan mengapung. Sampai
jam ke 5 (5 jam pengamatan), tablet dari formula I dan II kembali tenggelam,
hal
ini
kemungkinan
karena
jumlah
matriksnya
kurang
sehingga proses
mengukur gaya ekivalen dengan gaya F yang dibutuhkan untuk menjaga objek
benar-benar tenggelam dalam cairan. Gaya ini menentukan berat resultan dari
objek ketika tenggelam dan dapat digunakan untuk mengukur kemampuan
mengapungnya atau tak-mengapung.
Besar dan arah gaya dan berat resultan sesuai dengan jumlah vektorial dari
keterapungan (F apung) dan gaya gravitasi (F grav) yang bekerja pada objek
seperti pada persamaan :
F = F apung F grav
F = d f g V d s g V = ( d f d s ) gV
F = (d f M / V) gV
Dimana;
F = gaya vertikal total (berat resultan objek)
g = percepatan gravitasi d f = densitas fluid
d s = densitas objek
M = massa objek
V = Volume objek
Gambar. Pengaruh berat resultan selama proses pengapungan pada sediaan FDDS.
Berat resultan (+) menandakan bahwa gaya F diberikan ke atas dan objek itu
mampu mengambang. Sedangkan berat resultan (-) berarti bahwa gaya F ke
bawah dan benda tenggelam.
Persimpangan dari garis dasar nol oleh kurva berat resultan dari (+) terhadap
nilai-nilai (-) menunjukkan transisi dari bentuk sediaan dari kondisi floating ke
non floating. Perpotongan garis pada sumbu waktu sesuai dengan waktu floating
bentuk sediaan.
11. Metode - Scintigraphy
Pada studi invivo sediaan floating yang tertahan di lambung biasanya ditentukan
dengan
gamma
scntigraphy
atau
roentgenography.
Penelitian dilakukan
pada subjek manusia muda dan sehat, baik dilakukan pada kondisi berpuasa atau
tidak menggunakan sediaan floating dan non-floating (kontrol). - Scintigraphy
merupakan metode evaluasi FDDS yang modern untuk mengevaluasi formulasi
gastroretentive pada sukarelawan sehat. Emisi radioisotop dicampurkan ke
dalam CR-DFs (Cathoda Ray direction Finder). Sejumlah isotop stabil mis.
152 Sm dicampurkan ke dalam DF selama pembuatan. Metode ini digunakan
untuk membantu memantau lokasi bentuk sediaan dalam GIT dan dapat
dan
menampilkan
organ
perut.
Karakterisasi
meliputi
APLIKASI FDDS
FDDS menawarkan aplikasi untuk obat yang memiliki bioavalabilitas rendah
karena sempitnya daerah absorbsi pada bagian atas GIT. FDDS mempertahankan bentuk
sediaan pada tapak absorbsi dan juga meningkatkan bioavailabilitas. Dapat diringkas
sebagai berikut :
singkat dihadapi dengan formulasi CR oral maka dapat diatasi dengan sistem ini.
Sistem ini memiliki bulk density < 1 , sehingga sistem ini dapat mengapung
pada
isi lambung. Sistem ini ukurannya relatif besar sehingga tidak dapat melewati
pilorus.
Misalnya kapsul floating SR nikardipin hidroklorida dikembangkan dan dievaluasi
secara in vivo. Formulasi dibandingkan dengan sediaan kapsul MICARD yg tersedia
di pasaran dengan menggunakan kelinci. Kurva konsentrasi plasma dengan waktu
pada pemberian kapsul floating SR menunjukkan durasi yang lebh lama (16 Jam)
dibandingkan dengan kapsul MICARD konvensional (8 Jam).
2. Penyampaian Obat Pada Tapak Khusus
Sistem ini sangat menguntungkan untuk obat yang khusus diabsorbsi dari lambung
atau bagian proksimal usus halus, seperti Riboflavin dan furosemid.
Misalnya furosemid terutama diabsorbsi dari lambung diikuti oleh duodenum. Telah
dilaporkan bahwa sediaan floating monolitik dengan waktu tinggal di lambung yg
lama dikembangkan dan bioavailabilitas meningkat. Pada sediaan tablet floating AUC
diperoleh sekitar 1,8 x daripada tablet furosemid konvensional.
3. Peningkatan Absorbsi
Obat yang memiliki bioavailablitas rendah karena tapak absorbsi khusus dari bagian
atas GIT adalah kandidat potensial untuk diformulasikan sebagai FDDS sehingga
memaksimalkan absorbsinya.
Misalnya pada bentuk sediaan floating dapat dicapai peningkatan bioavailabilitas yg
signifikan (42,9%) dibandingkan dengan sediaan tablet LASIX yang tersedia di
pasaran (33,4%) dan produk salut enterik LASIX-long (29,5%).
Keuntungan FDDS
1. Sistem
Gastroretentive
menguntungkan
untuk
obat
yang
diabsorbsi
di
yang
dapat
sepenuhnya diabsorbsi dari sediaan floating jika tetap dalam bentuk larutan bahkan
pada pH basa dari usus.
4. Ketika ada gerakan usus yang kuat dan waktu tinggal obat yang singkat seperti
keadaan diare, absorbsi obat yang sedikit diharapkan. Pada keadaan seperti ini
mungkin menguntungkan untuk menjaga obat dalam kondisi mengapung pada
lambung untuk mendapatkan respon yang lebih baik.
Kelemahan FDDS :
1. Sistem Floating tidak layak untuk obat-obatan yang memiliki masalah dalam kelarutan
atau stabilitas pada GIT.
2. Sistem ini membutuhkan cairan level tinggi pada lambung untuk penyampaian obat
mengapung dan tersalut dengan baik.
3. Obat yang diserap secara signifikan di seluruh GIT, hanya yang mengalami
metabolisme lintas pertama kandidat yang diinginkan.
4. Beberapa obat yang termasuk pada sistem floating menyebabkan iritasi pada mukosa
lambung.
Sediaan FDDS
Tabel 1 Obat yang digunakan pada formulasi sediaan FDDS berdasarkan tipe bentuk
sediaan
KESIMPULAN
Dari
uraian
mengenai
Floating
Drug
Delivery
System
maka
dapat
lambung, hal ini disebabkan karena floating system merupakan sistem dengan densitas
yang kecil, yang memiliki kemampuan mengembang kemudian mengapung dan tinggal di
lambung untuk beberapa waktu sehingga menyebabkan antara lain:
1. Sistem ini tetap berada di lambung dalam periode yang lama dan karenanya
dapat melepaskan obat dalam jangka waktu lama.
2. Dapat memaksimalkan absorbsi obat yang memiliki bioavailabilitas yang
rendah.
3. Menguntungkan untuk obat yang dimaksudkan untuk aksi lokal ataupun obat yang
diabsorbsi di lambung seperti antasida.
4. Menguntungkan untuk zat asam seperti aspirin (obat sejenis lainnya) yang
dapat menyebabkan iritasi bila kontak dengan dinding lambung.
Referensi
Chawla, G. (2003). A means to address regional variability in intestinal drug absorption. Pharm
tech, 27, 5068.
Gohel, M. C., Mehta, P. R., Dave, R. K., & Bariya, N. H. (2004). A More Relevant Dissolution
Method for Evaluation of a Floating Drug Delivery System. dissolutiontech, 11, 2226.
Maheta, H., Patel, M., Patel, K., & Patel, M. (2014). Review: An Overview on Floating Drug
Delivery System. PharmaTutor, 2(3), 6171.
Timmermans, J., & Mos, A. J. (1990). How well do floating dosage forms float? International
Journal of Pharmaceutics, 62(23), 207216. doi:10.1016/0378-5173(90)90234-U
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA