Anda di halaman 1dari 10

BPH; Benign Prostatic hyperplasia

atau pembesaran prostat jinak

19

SelasaJUN 2012

POSTED BY KIOSWIKAN IN BPH


4 KOMENTAR

Tag
BPH, colok, dubur,grading, grading BPH,jinak, prostat, rectal,RT, sisa, toucher, urine

PENGERTIAN

Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi


berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular. Namun orang
sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secarahistologi yang
dominan adalah hyperplasia (Long, 2006).
2. Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker
(Basuki, 2000).
3. Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh
penuaan (Soeparman, 2000).
4. Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
(secara umum pada pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretra (Hardjowidjoto, 2000).
5. BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandungkemih dan menyumbat aliran urin
dengan cara menutupi orifisium uretra. (Schwartz, 2000).
Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan cara menutupi orifisium uretra.
Prostatektomy adalah merupakan tindakan pembedahan bagian prostat
(sebagian / seluruh) yang memotong uretra, bertujuan untuk memeperbaiki
aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.
1.

ANATOMI FISIOLOGI

Pada pria, beberapa organ berfungsi sebagai bagian dari traktrus urinarius
maupun sistem reproduksi. Kelainan pada organ-organ reproduksi pria dapat
menganggu salah satu atau kedua sistem. Akibatnya, penyakit sistem
reproduksi pria biasanya ditangani oleh ahli urologi. Struktur dari sistem
reproduksi pria adalah testis, vas deferen (duktus deferen), vesika seminalis,
penis, dan kelenjar asesori tertentu, seperti kelenjar prostat dan kelenjar

cowper (kelenjar bulbo-uretral). Organ genetalia pria terdiri dari 6 komponen


yaitu :
a. Testis dan epididimis
b. Duktus deferen
c. Vesikula seminalis
d. Duktus ejakulatorius dan penis
e. Prostat
f. Kelenjar bulbo-uretra

Gambar Prostat
Prostat adalah organ genetalia pria yang terletak di sebelah interior buli-buli,
di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah
kemiri dengan ukuran 3 x 4 x 2,5 cm dan beratnya 20 gram. Sebagian prostat
mengandung kelenjar grandular dan sebagian lagi otot involuter dan
menghasilkan suatu cairan yang di sebut semen, yang basa dan mendukung
nutrisi sperma. Cairan prostat merupakan kurang lebih 25% dari seluruh
volume ejakulat. Jika kelenjar ini mengalami hiperlasia jinak atau berubah
menjadi kanker ganas dapat membantu uretra posterior dan mengakibatkan
obstruksi saluran kemih.
ETIOLOGI

Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada beberapa


pendapat dan fakta yang menunjukan, ini berasal dan proses yang rumit dari
androgen dan estrogen. Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron
dengan bantuan enzim 5-reduktase diperkirakan sebagai mediator utama
pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel prostat ditemukan reseptor untuk
dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat dengan
bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan berikatan dengan
reseptor membentuk DHT-Reseptor komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan
mempengaruhi RNA untuk menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi
protiferasi sel. Adanya anggapan bahwa sebagai dasar adanya gangguan
keseimbangan hormon androgen dan estrogen, dengan bertambahnya umur
diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga terjadi peninggian
estrogen secara retatif. Diketahui estrogen mempengaruhi prostat bagian
dalam (bagian tengah, lobus lateralis dan lobus medius) hingga pada
hiperestrinisme, bagian inilah yang mengalami hiperplasia
(Hardjowidjoto,2000).
Menurut Basuki (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti
penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan

kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis


yang diduga sebagai penyebab timbulnyahiperplasi prostat adalah :
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan
estrogen pada usia lanjut
2. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu
pertumbuhan stroma kelenjar prostat
3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang
mati
4. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem
sehingga menyebabkan produksi selstroma dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi berlebihan
Pada umumnya dikemukakan beberapa teori yaitu :
Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel stem. Oleh karena suatu
sebab seperti faktor usia, gangguan keseimbangan hormon atau faktor
pencetus lain. Maka sel stem dapat berproliferasi dengancepat, sehingga
terjadi hiperplasi kelenjar periuretral.
Teori kedua adalah teori Reawekering menyebutkan bahwa jaringan kembali
seperti perkembangan pada masa tingkat embriologi sehingga jaringan
periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.
Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal yang menyebutkan bahwa
dengan bertanbahnya umur menyebabkan terjadinya produksi testoteron dan
terjadinya konversi testoteron menjadi estrogen. (Sjamsuhidayat, 2005).
PATOFISIOLOGI

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang terletak di
sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior. Bentuknya
sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20gram.
Menurut Mc Neal (1976) yang dikutip dan bukunya Basuki (2000), membagi
kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona sentral,
zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra (Basuki, 2000).
Sjamsuhidajat (2005), menyebutkan bahwa pada usia lanjut akan terjadi
perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena produksi testosteron
menurun dan terjadi konversi tertosteron menjadi estrogen pada jaringan
adipose di perifer. Basuki (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan
kelenjar ini sangat tergantung pada hormon tertosteron, yang di dalam sel-sel
kelenjar prostat hormon ini akan dirubahmenjadi dehidrotestosteron (DHT)
dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang
secaralangsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk
mensintesis protein sehingga terjadi pertumbuhan kelenjar prostat.
Oleh karena pembesaran prostat terjadi perlahan, maka efek terjadinya
perubahan pada traktus urinarius juga terjadi perlahan-lahan. Perubahan
patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnyadisebabkan

oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher
vesika dan kekuatankontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor
dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang trigonum, leher vesika dan
prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran
prostat akan terjadiresistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah
prostat. Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan
jalan kontraksi lebih kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat
detrusor kedalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti
balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos
keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan
sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini
disebut Fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan
berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi
dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Pada
hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi.
Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama
dan kuat sehingga kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi),
miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas
setelah miksi. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna
atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksiwalaupun belum penuh atau dikatakan sebagai hipersenitivitas
otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi sulit ditahan/urgency,
disuria).
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak
mampu lagi menampung urin,sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari
tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox
(overflow incontinence). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter
dan dilatasi. ureter danginjal, maka ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinariamenjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluksmenyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005).
MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu
obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi
dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran miksi
melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu

lama (hesitancy), harus mengejan (straining), kencing terputus-putus


(intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio
urin dan inkontinen karena overflow.
Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau
pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering
berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai
hipersenitivitasotot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering miksi
(frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin
miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria)
(Mansjoer,2000)
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4
stadium:
1. Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai
habis.
2. Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun
tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak
BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
3. Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes
secara periodik (over flowin kontinen).
Menurut Smeltzer (2002) menyebutkan bahwa :
Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan
ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine yangturun
dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing (urine
terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut. Adapun pemeriksaan
kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :
1. Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
- Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
- Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
- Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
- Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
- Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
2. Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh
kencing dahulu kemudian dipasang kateter.
- Normal : Tidak ada sisa

- Grade I : sisa 0-50 cc


- Grade II : sisa 50-150 cc
- Grade III : sisa > 150 cc
- Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing
KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan
semakin beratnya BPH, dapatterjadi obstruksi saluran kemih, karena urin
tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksisaluran
kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intra abdomen yang akan menimbulkan herniadan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan
yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam
vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat
menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis
(Sjamsuhidajat, 2005).
PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH


tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinisa.
1. Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan
pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa, seperti
alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera
terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat.
Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian
lama.
2. Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya
dianjurkan reseksiendoskopi melalui uretra (trans uretra).
3. Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan
prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam.
Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.Pembedahan terbuka dapat
dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
4. Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari
retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu,
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian
terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka. Pada penderita yang
keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan dapat

dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat


adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat
anti androgen yang menekan produksi LH.
Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH
dapat dilakukan dengan:
1. Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi
kopi, hindari alkohol,tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok
dubur.
2. Medikamentosa
A. Penghambat alfa (alpha blocker)
Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-1, dan
prostat memperlihatkanrespon mengecil terhadap agonis. Komponen yang
berperan dalam mengecilnya prostat dan leher buli- buli secara primer
diperantarai oleh reseptor alpha blocker. Penghambatan terhadap alfa telah
memperlihatkanhasil berupa perbaikan subjektif dan objektif terhadap gejala
dan tanda BPH pada beberapa pasien. Penghambat alfa dapat
diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu paruhnya
B. Penghambat 5-Reduktase (5-Reductase inhibitors)
Finasteride adalah penghambat 5-Reduktase yang menghambat perubahan
testosteron menjadi dihydratestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen
epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan
memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna
melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan
gejala-gejala
C. Terapi KombinasiTerapi kombinasi antara penghambat alfa dan
penghambat 5-Reduktase memperlihatkan bahwa penurunan
symptom score dan peningkatan aliran urin hanya ditemukan pada
pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi kombinasi
tambahan sedang berlangsung.
D. Fitoterapi
Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuhtumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular
di Eropa selama beberapa tahun. Mekanisme kerjafitoterapi tidak diketahui,
efektifitas dan keamanan fitoterapi belum banyak diuji.
3. Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi
ginjal, infeksi salurankemih berulang, divertikel batu saluran kemih,
hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:
1. TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui


sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra
2. Prostatektomi Suprapubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung
kemih.
3. Prostatektomi Retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian
bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
4. Prostatektomi Peritoneal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara
skrotum dan rektum.
5. Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis
dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian
bawah, uretra dianastomosiskan keleher kandung kemih pada kanker prostat.
4. Terapi Invasif Minimal
1. Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke
kelenjar prostatmelalui antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter.
2. Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)
3. Trans Uretral Ballon Dilatation(TUBD)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Soeparman (2000), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan


pada pasien dengan BPH adalah :a. Laboratorium
1. Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran
kemih.
2. Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan
sensitifitas kumanterhadap beberapa antimikroba yang diujikan. b.
Pencitraan1). Foto polos abdomenMencari kemungkinan adanya batu saluran
kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli
yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.
3. IVP ( Intra Vena Pielografi) Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau
ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis,memperkirakan besarnya
kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
4. Ultrasonografi ( trans abdominal dan trans rektal )
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa
urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
5. Systocopy

Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra


parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum
PERAWATAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN

Persiapan Pre-Operatif
A. Tanda persetujuan secara tertulis, penderita dan keluarga harus
menyatakan persetujuan pembedahan (informed konsen).
B. Persiapan kulit
Daerah yang akan dicukur ditentukan, lebih baik kalau pencukuran langsung
dilaksanakan sebelum pembedahan. Penderita harus dimandikan dan bersih
malam sebelum pembedahan.
C. Diet
Penderia tidak boleh makan makanan padat selama 12 jam pasien
dipuasakan minum cairan selama 8 jam sebelum pembedahan.
D. Cairan IV
Pemberian cairan intravena tidak diperlukan pada berbagai kasus tetapi pada
penderita yang lansia atau lemah perlu diberi cairan penguat pada malam
sebelum pembedahan.
E. Pengurangan isi perut
Pencahar dan enema kebanyakan dilaksanakan pada pembedahan perut,
pengosongan sebagian dari usus dilaksanakan pemberian 2-3 tablet dulcolax.
F. Pemberian obat-obatan
Premedikasi anastetik biasanya ditangani oleh dokter ahli anastesi
G. Tes laboratorium
Penentuan BUN, kreatinin serum dan kalium serum, lab darah dan lainlain.
I. Transfusi darah
Harus disiapkan bilamana perlu
J. Kandung kencing
Kateter folley digunakan pada pembedahan yang lama lebih baik memasang
kateter sesudah di bedah daripada sebelumnya.
Persiapan Pre-Operatif
A. Jenis pembedahan
Sehingga perawat dan dokter yang jaga mengetahui persoalan yang dihadapi
B. Tanda-tanda vital
Tekanan darah, denyut nadi, respirasi, harus dicatat tiap 15 menit sesudah
operasi, tiap jam selam beberapa jam kemudian 4 jam hingga penderita
sembuh
C. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit setiap hari
D. Aktivitas dan posisi

Posisi mula-mula telentang tetapi penderita harus dimiringkan ke kiri atau ke


kanan setiap 30 menit sementara ia tidak sadarkan diri. Anjurkan
menggerakan kaki secara aktif atau pasif setiap jam.
G. Makanan
H. Cairan intra vena (catat jenis cairan dan kecepatan tetesan
pemberiannya)
I. Pantau drain pada luka pembedahan bila ada catat outputnya
J. Monitor kateter dan pengeluaran urinenya
K. Perawatan luka bersih pada daerah luka pasca bedah
L. Pemberian antibiotic untuk menimimalkan infeksi pasca operasi
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Purnomo. (2000). Dasar-Dasar Urologi, Perpustakaan Nasional RI, Katalog


Dalam Terbitan (KTD): Jakarta.
Hardjowidjoto, S. (2000). Benigna Prostat Hiperplasi. Airlangga University Press:
Surabaya
Long, Barbara C. (2006). Perawatan Medikal Bedah. Volume 1. (terjemahan).
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran: Bandung.
Schwartz, dkk, (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Editor : G. Tom Shires dkk,
EGC: Jakarta.
Sjamsuhidayat, (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.Jakarta: EGC
Soeparman. (2000). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. FKUI: Jakarta
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol 2. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai