Anda di halaman 1dari 47

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi ginjal yang bersifat


progresif dan irreversibel. Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah. Kerusakan ginjal ini mengakibatkan masalah pada kemampuan dan
kekuatan tubuh yang menyebabkan aktivitas kerja terganggu, tubuh jadi
mudah lelah dan lemas sehingga kualitas hidup pasien menurun (Brunner &
Suddarth, 2001).
Di Amerika Serikat insiden penyakit GGK diperkirakan 100 kasus per
4 juta penduduk pertahun dan akan meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di
Indonesia jumlah penderita gagal ginjal kronik terus meningkat dan
diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10% setiap tahun. Saat ini belum ada
penelitian epidemiologi tentang prevalensi penyakit ginjal kronik di
Indonesia. Dari data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan
prevalensi penyakit ginjal kronik masing-masing berkisar 100-150/ 1 juta
penduduk (Suwitra, 2006).
Mengapa pasien gagal ginjal stadium akhir di kaitkan dengan
perawatan palliative care, dikarenakan perawatan paliatif adalah sistem
perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara
meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan
psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan
terhadap keluarga yang kehilangan/ berduka (WHO, 2005). Perawatan paliatif
ini diberikan untuk penderita penyakit kronis dimulai pada saat didiagnosis
sampai dengan akhir hayat pasien.

1.2Tujuan

a. Tujuan Umum
Setelah mengikuti mata kuliah palliative care dan mendapatkan penjelasan
tentang penyakit gagal ginjal tahap akhir, mahasiswa mampu memahami
perawatan paliatif pada pasien gagal ginjal kronik stadium akhir.
b. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep palliative care.
b. Mahasiswa mampu memahami konsep gagal ginjal kronik.
c. Mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan

asuhan

keperawatan palliative care pada pasien gagal ginjal kronik stadium


akhir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1
Konsep Keperawatan Palliative Care
a. Pengertian Keperawatan Paliatif
Perawatan paliatif menurut WHO (2002) adalah pendekatan
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien dan
keluarganya menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang mengancam jiwa, dengan mencegah dan meringankan
penderitaan melalui identifikasi awal dan penilaian serta terapi rasa
sakit dan masalah lainbaik fisik, psikososial maupun spiritual. Tetapi
definisi Perawatan Paliatif menurut WHO 15 tahun kemudian sudah sangat
berbeda. Definisi Perawataan Paliatif yang diberikan oleh WHO pada
tahun 2005 bahwa perawatan paliatif adalah system perawatan terpadu
yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan
nyeri dan penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial
mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap
keluarga yang kehilangan/berduka.
Di sini dengan jelas dikatakan bahwa Perawatan Paliatif diberikan
sejak

diagnosa

ditegakkan

sampai

akhir

hayat.

Artinya

tidak

memperdulikan pada stadium dini atau lanjut, masih bisa disembuhkan


atau tidak, mutlak Perawatan Paliatif harus diberikan kepada penderita itu.
Perawatan Paliatif tidak berhenti setelah penderita meninggal, tetapi masih
diteruskan dengan memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang
berduka. Perawatan paliatif tidak hanya sebatas aspek fisik dari penderita
itu yang ditangani, tetapi juga aspek lain seperti psikologis, social dan
spiritual.
Titik sentral dari perawatan adalah pasien sebagai manusia
seutuhnya, bukan hanya penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak
dibatasi pada pasien secara individu, namun diperluas sampai mencakup
keluarganya. Untuk itu metode pendekatan yang terbaik adalah melalui
pendekatan terintegrasi dengan mengikut sertakan beberapa profesi terkait.

Dengan demikian, pelayanan pada pasien diberikan secara paripurna,


hingga meliputi segi fisik, mental, social, dan spiritual. Maka timbullah
pelayanan palliative care atau perawatan paliatif yang mencakup
pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas socialmedis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang diperlukan.
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi
bahwa pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai
proses yang normal.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari perawatan
palliative adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang
umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support
kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang
terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan
spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.
b. Perkembangan Keperawatan Paliatif
Dari seminar keperawatan 2007 yang berjudul Home Care: Bukti
Kemandirian Perawat, menyebutkan bahwa di negara maju, perawatan
khusus bagi mereka yang akan segera meninggalmerupakan kolaborasi
antara keluarga dan para profesional, dan memberikan layanan medis,
psikologis,

social

dan

spiritual.

Pengobatan

paliatif

bermaksud

mengurangi nyeri dan mengurangi symptom selain nyeri sepertimual,


muntah dan depresi. Perawatan bagi mereka yang akan segera meninggal
pertama didirikan di Inggris melalui lokakarya cicely Saunders di RS

Khusus St. Christopher, RS khusus tersebut pindah ke AS pada thn 1970an. RS khusus pertama di AS adalah RS New Haven yang kemudian
menjadi RS khusus Connecticut. RS tersebut kemudian menyebar ke
seluruh Negara.Di Indonesia perawatan paliatif baru dimulai pada tanggal
19 Februari 1992 di RS Dr. Soetomo (Surabaya), disusul RS Cipto
Mangunkusumo (Jakarta), RS Kanker Dharmais (Jakarta), RS Wahidin
Sudirohusodo (Makassar), RS Dr. Sardjito (Yogyakarta), dan RS Sanglah
(Denpasar). Di RS Dr. Soetomo perawatan paliatif dilakukan oleh Pusat
Pengembangan Paliatif dan Bebas Nyeri. Pelayanan yang diberikan
meliputi rawat jalan, rawat inap (konsultatif), rawat rumah, day care, dan
respite care.
Pengertian rawat jalan dan rawat inap sudah cukup jelas. Rawat
rumah (home care) dilakukan dengan melakukan kunjungan ke rumahrumah penderita, terutama yang karena alasan-alasan tertentu tidak dapat
datang ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan oleh tim yang terdiri atas
dokter paliatif, psikiater, perawat, dan relawan, untuk memantau dan
memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami penderita kanker
dan keluarganya, bukan hanya menyangkut masalah medis/biologis, tetapi
juga masalah psikis, sosial, dan spiritual.
Day care merupakan layanan untuk tindakan medis yang tidak
memerlukan rawat inap, misalnyaperawatan luka, kemoterapi, dsb. Sedang
respite care merupakan layanan yang bersifat psikologis. Di sini penderita
maupun keluarganya dapat berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater,
bersosialisasi dengan penderita kanker lain, mengikuti terapi musik, atau
sekedar bersantai danberistirahat. Bisa juga menitipkan penderita kanker
(selama jam kerja), jika pendamping ataukeluarga yang merawatnya ada
keperluan lain.

c. Perkembangan Hospice Care


Di Indonesia, perawatan di hospis atau Hospice care merupakan
hal yang baru. Falsafah Hospice Care adalah manusia yang menderita
harus dibantu dan diringankan penderitaannya, agar kualitas hidupnya
dapat ditingkatkan selama sakit sampai ajal, dan meninggal dengan tenang.
Lembaga Pelayanan Kesehatan, terdiri dari :
a. Rawat Jalan
b. Institusi
c. Hospice
d. Community Based Agency

Hospice care adalah perawatan pasien terminal (stadium akhir)


dimana pengobatan terhadap penyakitnya tidak diperlukan lagi. Perawatan
ini bertujuan meringankan penderitaan dan rasa tidak nyaman dari pasien,
berlandaskan pada aspek bio-psiko-sosial-spiritual (Hospice Home Care,
2011).
Ruang lingkup :
1. Pasien yg tinggal di daerah pedalaman.
2. Pasien dengan kanker, heart disease, AIDS, kidney and lung disease.
3. Pasien di nursing home.
4. Pasien yg tinggal sendirian

Tujuan Pelayanan Hospice Care :


1. Meringankan pasien dari penderitaannya.
2. Memberikan dukungan moril, spirituil maupun pelatihan praktis
dalam hal perawatan pasienbagi keluarga pasien dan pelaku rawat.
3. Memberikan dukungan moril bagi keluarga pasien selama masa duka
cita.

Tim Pelaksana Hospice Care :


1. Dokter
2. Perawat
3. Pekerja Sosial
4. Relawan

Bentuk Hospice Care :


1. The Institution Hospice Care
2. Hospice Home Care
3. Palliative Care

Standar Asuhan Keperwatan :


1. Standard I
Perawat mengumpulkan data kesehatan klien.
2. Standard II
Dalam menetapkan diagnosa keperawatan, perawat melakukan analisa
terhadap data yang telah terkumpul.
3. Standard III
Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan baik dari klien
maupun lingkungannya
4. Standard IV
Perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan dengan
menetapkan intervensi yangakan dilakukan untuk mencapai hasil yang
diharapkan.
5. Standard V
Perawat melaksanakan rencana intervensi yang telah di tetapkan
dalam perencanaan.

6. Standard VI
Perawat melakukan evaluasi terhadap kemajuan klien yang mengarah
ke pencapaian hasil yangdiharapkan.

Standar Kinerja Profesional (Profesional Performance)


1. Standard I
Kualitas asuhan keperawatan, perawat melakukan evaluasi terhadap
kualitas dan efektifitas praktik keperawatan secara sistematis
2. Standard II
Performance Appraisal, perawat melakukan evaluasi diri sendiri
terhadap praktik keperawatan yang dilakukannya dihubungkan dengan
standar praktik professional, hasil penelitian ilmiah dan peraturan
yang berlaku.
3. Standard III
Pendidikan,

perawat

berupaya

untuk

selalu

meningklatkan

pengetahuan dan kemampuandirinya dalam praktik keperawatan.


4. Standard IV
Kesejawatan, perawat berinteraksi dan berperan aktif dalam
pengembangan

professionalisme

sesama

perawat

dan

praktisi

kesehatan lainnya sebagai sejawat.


5. Standard V
Etika, putusan dan tindakan perawat terhadap klien berdasarkan pada
landasan etika profesi.
6. Standar VI
Kolaborasi, dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat
berkolaborasi dengan klien,keluarga dan praktisi kesehatan lain.
7. Standar VII

Penelitian, dalam praktiknya, perawat menerapkan hasil penelitian.


8. Standard VIII
Pemanfaatan sumber, perawat membantu klien atau keluarga untuk
memahami resiko,keuntungan dan biaya perencanaan dan pelaksanaan
asuhan keperawatan.

2.2
Konsep Gagal Ginjal Kronis
a. Definisi Gagal Ginjal Kronis
Ginjal kronik adalah suatu kerusakan kekurangan fungsi ginjal
yang hampir selalu tidak reversibel dan sebabnya bermacam-macam.
Uremia adalah istilah yang sudah lama dipakai yang menggambarkan
suatu gambaran klinik sebagai akibat gagal ginjal. Sebenarnya pada
dewasa ini sudah dipahami bahwa retensi urea di dalam darah bukanlah
penyebab utama gejala gagal ginjal bahkan binatang percobaan yang diberi
banyak urea secara intravena, tidak menunjukkan gejala-gejala uremia.
Meskipun ukurannya kecil, organ ginjal bersifat sangat vital. Ginjal
berfungsi untuk menjaga keseimbangan serta mengatur konsentrasi dan
komposisi cairan di dalam tubuh. Ginjal juga berfungsi untuk
membersihkan darah dan berbagai zat hasil metabolisme serta racun di
dalam tubuh. Sampah dari dalam tubuh tersebut akan diubah menjadi air
seni (urin). Air seni diproduksi terus menerus di ginjal, lalu dialirkan
melalui saluran kemih ke kandung kemih. Bila cukup banyak urin di dalam
kandung kemih, maka akan timbul rangsangan untuk buang air kecil.
Jumlah urin yang dikeluarkan setiap hari sekitar 1-2 liter. Selain itu, ginjal
juga berperan untuk mempertahankan volume dan tekanan darah,
mengatur kalsium pada tulang, mengatur produksi sel darah merah, dan
menghasilkan hormon seperti erythropoetin, renin, dan vitamin D.
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan

cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50
mL/min. (Suyono, et al, 2001).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001).
b. Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis).
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis).
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis).
4. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis
sitemik).
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal).
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme).
7. Nefropati toksik.
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih).
9. BAK sedikit , warna urine lebih tua , bercampur darah.
10. Peningkatan ureum atau kreatinin.
(Price & Wilson, 1994)
c. Patofisiologi
a) Patofisiologi
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR.
Stadium gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR (Glomerular
Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup :
1) Penurunan cadangan ginjal;
Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi
ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang

10

sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan


kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan
poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi
penurunan fungsi.
2) Insufisiensi ginjal;
Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 35% dari normal.
Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan
sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi
akumulai sisa metabolic dalam darah karena nefron yang sehat
tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon terhadap
diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat insufisiensi dibagi
menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga
perlu pengobatan medis.
3) Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
4) Penyakit gagal ginjal stadium akhir;
Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya
sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal
ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus. Akumulasi sisa
metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin
dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan
homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian
ginjal. (Corwin, 1994).
b) Perjalanan Penyakit
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3
stadium:
1) Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap
inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada

11

tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan


pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam
batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN
(Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat
diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti
tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test
GFR yang teliti.
2) Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini
penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya
dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan
harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan
garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan
yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini
dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 %
jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai
meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada
stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada
tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa
padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini
pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan,
kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian
obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah
langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah

12

penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih
dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru
mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi
BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam
diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat
melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada
penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria
bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya
ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5
% - 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala
gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas
penderita mulai terganggu.
3) Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %) Semua gejala
sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat
melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal
yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan berkurang.,
sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang
tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran
sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa
nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal
dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau
kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada
stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala
yang

cukup

parah

karena

ginjal

tidak

sanggup

lagi

13

mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh.


Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang
dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses
penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal, kompleks
menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan
gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi
setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan
dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
d. Stadium Pada Gagal Ginjal Kronis
a) Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada
ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium
pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk
memperlambat perkembangan CKD dan mengurangi resiko penyakit
jantung dan pembuluh darah.
b) Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat
fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan
perkembangan CKD kita dan meneruskan pengobatan untuk
mengurangi resiko masalah kesehatan lain.
c) Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada
stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita
sebaiknya bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati
masalah ini.
d) Stadium 4

14

Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk


komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai
pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan
membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akan
membutuhkan

tindakan

untuk

memperbesar

dan

memperkuat

pembuluh darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan jarum


secara sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam
dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta anggota keluarga atau
teman menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.
e) Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja
cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis
atau pencangkokan ginjal.
Terapi yang dianjurkan pada stadium 5 adalah dialisis (cuci darah)
atau dengan cangkok ginjal.
1. Dialisis
Dua bentuk dialisis utama adalah hemodialisis dan dialisis
peritonea. Pada hemodialisis, darah kita dialihkan melalui
penyaringan yang menghilangkan bahan ampas. Darah bersih
dikembalikan ke tubuh kita. Hemodialisis umumnya dilakukan
pada pusat dialisis tiga kali seminggu untuk 3 hingga 4 jam. Pada
dialisis peritonea, sejenis cairan dimasukkan pada perut. Cairan
ini menangkap bahan ampas dari darah kita. Setelah beberapa
jam, cairan ini yang mengandung bahan ampas tubuh kita
dibuang. Kemudian, sekantong cairan baru diinfus ke perut. Kita
dapat melakukan dialisis peritonea sendiri. Bila kita memakai
dialisis peritonea yang berlangsung secara terus-menerus sebagai
rawat jalan (continuous ambulatory peritoneal dialysis/CAPD),
kita harus mengganti cairan empat kali sehari. Ada bentuk dialisis

15

peritonea lain, yang disebut dialisis peritonea terus-menerus


bersiklus (continuous cycling peritoneal dialysis/CCPD), yang
dapat

dilakukan

pada

malam

hari

dengan

alat

yang

mengosongkan dan mengisi kembali perut secara otomatis.


2. Pencangkokan / transplantasi
Sebuah ginjal yang dapat disumbangkan oleh donor tanpa nama
yang baru saja meninggal atau dari orang yang masih hidup,
umumnya sanak saudara. Ginjal yang kita terima harus cocok
dengan tubuh kita. Semakin mirip ginjal baru dengan kita,
semakin tidak mungkin sistem kekebalan tubuh akan meningkat.
e. Manifestasi Klinis (Smeltzer & Bare, 2001)
a) Kardiovaskuler
1. Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis.
2. Pitting edema (kaki, tangan, sacrum).
3. Edema periorbital.
4. Friction rub pericardial.
5. Pembesaran vena leher.
b) Dermatologi
1. Warna kulit abu-abu mengkilat.
2. Kulit kering bersisik.
3. Pruritus.
4. Ekimosis.
5. Kuku tipis dan rapuh.
6. Rambut tipis dan kasar.
c) Pulmoner
1. Krekels
2. Sputum kental dan liat
3. Nafas dangkal
4. Pernafasan kussmaul
d) Gastrointestinal

16

1. Anoreksia, mual, muntah, cegukan


2. Nafas berbau ammonia
3. Ulserasi dan perdarahan mulut
4. Konstipasi dan diare
5. Perdarahan saluran cerna
e) Neurologi
1. Tidak mampu konsentrasi
2. Kelemahan dan keletihan
3. Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
4. Disorientasi
5. Kejang
6. Rasa panas pada telapak kaki
7. Perubahan perilaku
f) Muskuloskeletal
1. Kram otot
2. Kekuatan otot hilang
3. Kelemahan pada tungkai
4. Fraktur tulang
5. Foot drop

f. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
1. Laboratorium darah
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,
trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein
dan immunoglobulin).
2. Pemeriksaan Urin
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen,
SDM, keton, SDP, TKK/CCT.

17

b) Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
c) Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate.
d) Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :
a) Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
b) Obat-obatan: diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium
hidroksida untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi
hipertensi serta diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC
seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
c) Dialisis: dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal
akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang.
Perikarditis memperbaiki abnormalitas biokimia; menyebabkan
caiarn, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas;
menghilangkan

kecendurungan

perdarahan;

dan

membantu

penyembuhan luka.
d) Transplantasi ginjal (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).
e) Penanganan hiperkalemia; Keseimbangan cairan dan elektrolit
merupakan masalah utama pada gagal ginjal akut; hiperkalemia
merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada gangguan ini.
Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui

18

serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium > 5.5


mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang
T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Pningkatan
kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin
(Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral atau melalui
retensi enema.
f) Mempertahankan
keseimbanagan

keseimbangan
cairan

didasarkan

cairan;
pada

berat

Penatalaksanaan
badan

harian,

pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum, cairan


yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan
haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses,
drainase luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar
untuk terapi penggantia cairan.
h. Pengertian gagal ginjal kronik terminal
Disebut gagal ginjal kronik stadium 'terminal' (akhir) bila fungsi ginjal
sudah dibawah 10-15% dan tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian
obat-obatan atau diet. Pada stadium ini ginjal sudah tidak mampu lagi
beradaptasi/mengkompensasi fungsi-fungsi yang seharusnya diemban oleh
ginjal yang sangat dibutuhkan tubuh sehingga memerlukan suatu terapi
atau penanganan untuk menggantikan fungsinya yang disebut terapi
pengganti ginjal atau Renal Replacement therapy. Terapi Pengganti
Ginjal bisa dengan metode dialysis atau metode transpantasi (cangkok)
ginjal. Metode dialysis ada 2 jenis yaitu: metode cuci darah (haemodialysis
atau disingkat HD) dan cuci perut (peritoneal dialysis, disingkat PD).
Keduanya akan diuraikan kemudian.
i. Perawatan Pada Klien Gagal Ginjal Kronik Terminal
Perawatan yang biasa di gunakan dalam penanganan gangguan ginjal
kronik terminal adalah manajemen diet, dialisis dan transplantasi ginjal.
Manejemen diet di berikan kepada penderita sejak dari tahap awal sampai
tahap akhir.

19

a) Manajemen diet bertujuan untuk membantu mempertahankan status


gizi yang optimal mencegah faktor- faktor pemberat, mencoba untuk
memperlambat

penurunan

menghilangkan

gejala

fungsi

yang

ginjal,

mengganggu

mengurangi
dan

dan

mengatur

keseimbangan elektrolit.
b) Dialistis merupakan tindakan terapi keperawatan yang harus di
lakukan oleh penderita gagal ginjal baik akut atau kronis. Dialisis
saat ini hanya mengeluarkan 48 sampai 52% dari toksin urenik, oleh
karena itu penderita tetap memerlukan pembatasan pemasukan
makanan dan minuman yang ketat serta intervensi obat-obatan untuk
mengatur aspek-aspek dari kegagalan fungsi ginjal yang lain serta
untuk mencegah terjadinya akumulasi sisa-sisa metabolisme
diantaranya waktu dialisa.
Transplantasi ginjal merupakan upaya terakhir dalam perawatan
penderita gangguan ginjal. Hal ini terutama dilakukan apabila fungsi
ginjal yang tersisa sangat sedikit bahkan tidak ada. Prinsip utama nya
adalah mengganti ginjal yang rusak dengan ginjal yang sehat lewat
proses operasi.
j. Epidemiologi gagal ginjal kronik terminal (End stage Renal Failure)
Gagal ginjal kronik merupakan penyakit kronik yang menjadi salah satu
permasalahan utama kesehatan di masyarakat (Schoolwerth et al., 2006).
Penyakit gagal ginjal kronik telah mengalami epidemik, senantiasa terjadi
penambahan kasus baru yang semakin meningkat dari tahun ketahun
sementara kasus lama masih dalam perawatan dengan tingkat morbiditas
dan mortalitas yang besar. Gambaran kecenderungan peningkatan insidensi
dan prevalensi gagal ginjal kronik dan gagal ginjal terminal (ESRF) di
Amerika tampak pada gambar 3.

20

Gambar 3. Kecenderungan peningkatan prevalensi dan insidensi gagal ginjal


kronik dan ESRF di Amerika (Gilberston et al., 2005).

Di Amerika terjadi kenaikan tajam penderita gagal ginjal kronik


dan gagal ginjal terminal, kasus baru gagal ginjal terminal pada tahun
1978 kurang lebih sebesar 14.500 sedangkan pada tahun 2002 naik
menjadi 100.359 (Schoolwerth et al., 2006). Kasus baru ESRF pada tahun
2004 di Amerika serikat sebesar 104.000, naik 1,5% dari tahun 2003
sedangkan penderita yang mendapatkan dialisis sebanyak 336.000 atau
naik sebesar 3-4 % dari tahun 2003. Pada tahun 2004 di Amerika serikat
prevalensi penderita yang mendapatkan transplantasi ginjal sebanyak lebih
dari 136.000 atau naik 5-9 % dari tahun 2003. Pada tahun 2006 jumlah
penderita gagal ginjal kronik di Amerika adalah sebanyak 19,2 juta atau
11% dari populasi dewasa sedangkan yang mengalami gagal ginjal
terminal adalah sebesar 0,22% populasi (Schoolwerth et al., 2006).
Rata-rata umur insidensi penderita ESRF di Amerika adalah 64,6
tahun. Pada warga kulit hitam angka kejadian ESRF oleh karena diabetika
mulai meningkat pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan pada
warga kulit putih besarnya angka kejadian ESRF adalah sama pada semua
kelompok umur. Di Amerika angka kejadian ESRF pada kaum laki-laki

21

lebih tinggi dibandingkan pada wanita (Schoolwerth et al., 2006).


Gambaran besarnya prevalensi pada berbagai gangguan fungsi ginjal
berdasarkan nilai GFR di Amerika tampak pada tabel 1

Tabel 1. Tahap kerusakan ginjal dan hubungannya dengan GFR dan


prevalensinya di masyarakat Amerika (Levey et al,2003)

Tahap

Gambaran
Kerusakan ginjal
dengan GFR
Kerusakan ginjal
dengan sedikit GFR

Prevalensi*

GFR (ml/min/1.73
m2)

N (1000s)

90

5,900

3.3

60-89

5,300

3.0

GFR moderat

30-59

7,600

4.3

GFR berat

15-29

400

0.2

Gagal ginjal

< 15 atau Dialysis

300

0.1

Gagal ginjal kronik terminal dapat mengakibatkan prematuritas


dalam kesakitan dan kematian serta penurunan kualitas hidup serta mahal
dalam perawatannya. Angka kematian akibat gagal ginjal kronik terminal
di Amerika serikat mencapai 71.000 pada tahun 2000 dan diperkirakan
akan meningkat mencapai 352.000 pada tahun 2030 (Schoolwerth et al.,
2006).

Insidensi gagal ginjal kronik terminal di Taiwan adalah tinggi.


Telah terjadi kenaikan tajam insidensi chronic kidney disease (CKD) di
Taiwan dari 1,99 % pada tahun 1996 menjadi 9,83 % pada tahun 2003.

22

Angka insidensi CKD di Taiwan tahun 2003 adalah sebesar 135 tiap
10.000 orang per tahun. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
CKD di Taiwan adalah umur (OR=13,95 untuk di atas 75 tahun
dibandingkan 20 tahun), diabetes melitus, hipertensi, hiperlipidemi dan
jenis kelamin wanita (Kuo et al., 2007).
Di Jepang telah terjadi kenaikan tiga kali lipat pengguna renal
replacement therapy (RRT) antara 1983-2000, sehingga jumlah pengguna
RRT pada tahun 2000 mencapai lebih dari 31.000 orang (Wakai et al.,
2004). Di Jepang kejadian ESRF pada kelompok laki-laki lebih besar
dibandingkan pada kelompok wanita. Insidensi ESRF di Jepang tertinggi
terjadi pada kelompok umur 80-84 tahun yaitu sebesar 1432 tiap 1 juta
penduduk untuk laki-laki dan 711 tiap 1 juta penduduk untuk wanita
(Wakai et al., 2004).
Penelitian epidemiologi multi negara oleh The ESRF incidense
Study Group menunjukkan bahwa insiden ESRF di negara-negara Asia dan
negara berkembang lainnya adalah lebih tinggi dibandingkan negara di
Eropa, meskipun lebih rendah dibandingkan dengan insidensi ESRF di
Australia dan New Zealand. Gambaran Age-and sex standardized
incidense rates (ASR) ESRF di Malaysia pada berbagai kelompok yaitu
kelompok umur 0 -14 tahun adalah 96 tiap 1 juta penduduk, 15-29 tahun
adalah 26 tiap 1 juta penduduk, 30-44 tahun adalah

77 tiap 1 juta

penduduk dan 45-64 tahun adalah 306 tiap 1 juta penduduk (The ESRF
Incidense Study Group, 2006).
Sebagaimana di negara-negara berkembang lainnya, insidensi dan
prevalensi gagal ginjal kronik terminal di Indonesia juga belum diketahui
dengan pasti. Besarnya insidensi gagal ginjal kronik terminal di Indonesia
diperkirakan sebesar 100-150 orang tiap 1 juta penduduk pertahun.
Besarnya prevalensi gagal ginjal kronik terminal di Indonesia diperkirkan
sebesar 200 250 orang tiap 1 juta penduduk pertahun (Bakri, 2005).

23

Dampak Stres
Stres mempengaruhi banyak aspek dalam kehidupan manusia. Dalam aspek
kognitif, stres dapat menyebabkan gangguan pada fungsi kognitif dengan
menurunkan atau meningkatkan perhatian pada sesuatu. Dalam aspek emosi,
stres dapat menimbulkan rasa ketakutan yang merupakan reaksi yang umum
ketika individu terasa terancam memunculkan perasaan sedih dan depresi, serta
memicu rasa marah ketika individu mengalami situasi yang membahayakan
atau membuat frustasi. Dalam aspek prilaku sosial stres dapat mengubah
prilaku individu dalam menghadapi orang lain.
a. Strategi Menghadapi Stres
Mengurangi

tingkatan

stres

mengakibatkan

kurangnya

resiko

memburuknya atau kambuhnya suatu penyakit. oleh karena itu, manusia


memotivasi untuk melakukan sesuatu untuk mengurangi stres yang disebut
juga dengan koping. Koping merupakan suatu proses dalam mengatur
tuntutan internal dan eksternal yang berat bahkan sangat sulit.
b. Jenis - Jenis Koping
a) Emotion-Focused-Coping
Bentuk koping ini bertujuan untuk mengontrol respon emosional
yang muncul dalam menghadapi stresor. Beberapa strategi yang di
gunakan antara lain kontrol diri, mengambil jarak dengan stresor,
berusaha untuk melihat dari sudut pandang lain, menerima keadaan
kontrol dan melarikan diri.
b) Problem-Focused-Coping
Bentuk koping ini bertujuan untuk mengurangi tuntutan stresor
atau mengembangkan sumber daya dalam menghadapi tuntutan.
Beberapa strategi yang berhubungan dengan bentuk koping ini
antara lain melakukan konfrontasi dengan menolak perubahan atau
berusaha mengubah keyakinan orang lain, bergantung pada

24

dukungan sosial dan melakuakan strategi pemecahan masalah yang


terencana.
c. Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah informasi dari orang lain bahwa ia di cintai dan di
perhatikan, memiliki harga diri dan di hargai serta merupakan bagian dari
jaringan komunikasi dan kewajiban bersama.
a) Sumber Dukungan Sosial
Dari definisi diatas dapat dilihat dengan jelas bahwa sumber
dukungan sosial ini adalah orang lain yang akan berinteraksi
dengan individu sehingga individu tersebut merasakan kenyamanan
secara fisik dan pisikologis. Orang lain ini terdiri dari:
1. Pasangan hidup
2. Orang tua
3. Saudara
4. Anak
5. Kerabat
6. Teman
7. Rekan kerja
8. Staf medis
9. Anggota dalam kelompok kemasyrakatan.

b) Bentuk Dukungan
1. Dukungan instrumental
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat
memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang,
pemberian barang, makanan serta pelayanan.
2. Dukungan informasional
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, sarana
atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu.

25

3. Dukungan emosional
Membuat individu memiliki perasaan nyaman, yaki, di
perdulikan dan di cintai oleh sumber dukungan sosial sehingga
individu dapat menghadapi masalahnya dengan lebih baik.
4. Dukungan pada harga diri
Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada
individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat
individu, perbandingan yang positif dengan individu lain.
5. Dukungan dari kelompok sosial
Bentuk dukungan ini akan membuat individu merasa menjadi
anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat
dan aktivitas sosial dengannya.
d. Dukungan Spiritual
a) Anjurkan klien untuk melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
b) Ajak keluarga untuk mengikuti ibadah bersama dengan klien.
c) Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan ibadah di masyarakat,
misalnya pengajian
e. Quality Of Life atau Kualitas Hidup
Kualitas hidup pasien seharusnya menjadi perhatian penting bagi
para professional kesehatan karena dapat menjadi acuan keberhasilan dari
suatu tindakan/intervensi atau terapi. Disamping itu, data tentang kualitas
hidup juga dapat merupakan data awal untuk pertimbangan merumuskan
intervensi/tindakan yang tepat bagi pasien.

Kualitas hidup adalah persepsi seseorang tentang posisinya dalam


hidup dalam kaitannya dengan budaya dan sistem tata nilai di mana ia
tinggal dalam hungannya dengan tujuan, harapan, standar, dan hal-hal
menarik lainnya. WHO mendefinisikan kualitas hidup sebagai the
individuals perception of their life status concerning the context of culture

26

and value system inwhich they live and their goals, expectations,
standards,and concerns. (Nelson & Lotfy, 1999). Penderita GGKT yang
menjalani hemodialisis sering diikuti dengan penurunan kualitas hidup
(Scot et al., 2007).

Dari penelitian sebelumnya beberapa faktor yang

berhubungan dengan kualitas hidup pasien antara lain adanya rasa nyeri
dan ketidaknyamanan yang diakibatkan dari sakit yang diderita atau
tindakan atau prosedur pengobatan terkait sakit yang diderita, gangguan
tidur, kualitas pelayanan dan perawatan, penyakit penyerta, status sosial
ekonomi dan dukungan keluarga (Cohen et al., 2007, Joan et al., 2004.
Scot et al., 2007).
Saat ini health-related quality of life (HRQOL) atau kualitas
hidup yang berhubungan dengan kesehatan telah menjadi salah satu
ukuran dari keberhasilan pelayanan kesehatan.

Pengukuran HRQOL

bersifat multidimensi yang meliputi antara lain fungsi fisik, sosial dan
fungsi peran , mental health dan persepsi kesehatan secara umum (Albert
et al., 2004, Bayliss et al., 2005).

Pengukuran kualitas hidup dapat

dilakukan dengan menggunakan kuesioner kualitas hidup dari WHO.


Perawatan atau konseling paliatif adalah bentuk perawatan yang
bertujuan untuk berusaha meningkatkan kualitas hidup pasien saat
menghadapi penyakitnya. Perawatan paliatif berfokus untuk meredakan
gejala-gejala seperti rasa sakit dan kondisi seperti kesepian, yang dapat
menyebabkan depresi dan mengganggu pasien untuk dapat menjalani
hidup. Pengobatan ini juga berusaha memastikan bahwa keluarga dapat
tetap berfungsi normal dan utuh serta memberikan dukungan kepada
pasien. Adapun bentuk-bentuk perawatan paliatif yang dapat diterapkan
kepada pasien antara lain sebagai berikut:
1. Mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya. Hal ini
dilakukan dengan berkonsultasi dengan dokter terkait.

27

2. Memberikan

psikoedukasi

mengenai

arti

kehidupan

dan

memandang kematian sebagai suatu proses yang normal.


3. Melakukan terapi kelompok dengan sesama penderita gagal ginjal.
Tujuannya antara lain agar peserta terapi, termasuk pasien, dapat
saling memberi dukungan, berbagi pengalaman, dan mendapat
informasi seputar penyakit gagal ginjal dari sesama anggota
kelompok.
4. Meningkatkan kualitas hidup dan memberikan pengaruh positif
selama sakit, antara lain dengan mendorong pasien agar tetap aktif
dalam berkegiatan (seperti olahraga dan bekerja) dan membuat
perencanaan terperinci mengenai rencana masa depan, termasuk
bidang pekerjaan yang akan didalami.
5. Memberikan psikoedukasi kepada keluarga pasien mengenai
pentingnya dukungan keluarga bagi pasien dalam menghadapi
penyakitnya

28

BAB III TINJAUAN KASUS

3. 1 Kasus
Seorang Pria Bernama Tn D, Suku Sunda, Umur 35 Tahun Masuk Rumah Sakit
Pada Tanggal 12 Agustus 2014,
Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan Umum Klien
b. Tingkat Kesadaran
c. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah
Nadi
Pernafasan
Suhu
SPO2
d. BB
e. TB

: Gelisah, Sesak Nafas


: Compos Mentis
: 140/90 mmHg
: 100 X/Menit
: 35x/Menit
: 37,6 0c
: 80%.
: 80 Kg
: 165 cm

Pemeriksaan Penunjang Tanggal : 12 Agustus 2014 :


a. Ureum : 202,32
b. Kreatinin : 18,5 mg/dl
c. SGOT : 19
d. SGPT : 30
e. WBC : 5,5 X 103
f. RBC : 3,90
g. HGB : 10,7
h. HCT : 32,5%
i. GDS : 161
j. Pemeriksaan Radiologi :
a) Hasil Rontgen Thorax
Cor : Apeks Jantung Bergeser Ke Laterokauadal
Ctr Tidak Dapat Dinilai
Pulmo:
Tampak Bercak Keturunan Pada Pulmo
Diafragma Kanan Setingi Kosta Ix Posterior
Sinus Kostofrenikus Kanan Kiri Lancip
Adanya Cairan Dirongga Alveolus
Kesan:
Suspek Kardiomegali (Cv). Adanya Dalam Pulmo.
k. Pemeriksaan USG :
Ginjal Kanan
: Bentuk Normal, Batas Kortiko Meduler Tampak
Tidak Jelas, Ekogenitas Parenkim Hiperecoic, Tak
Ginjal Kiri

Tampak Batu.
: Bentuk Dan Ukura Normal,Tak Tampak Batu.

Diet Yang Diperoleh :

29

a) Uremia 170 Kkal


b) Protein 0,6 Hd/Kg Bb
c) Rendah Garam
Terapi :
a) Oksigen 3 Liter (Nasal Kanul)
b) Injeksi Lasix Kurang Lebih 3x2 Ampu
c) Hemobion 2x1 (250 Mg) Per Oral
Dengan diagnosa Gagal Ginjal Kronik Stadium Akhir (V) (Ckd Stadium V),
dan menjalani hemodialisa rutin sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang,
sekarang klien mengeluh, sesak nafas sudah dua hari, bengkak dikedua tangan
dan kaki, BAK tidak lancar, air kencing sedikit dan berwarna keruh, mualmual, nafsu makan menurun, lemah, letih, lesu. Klien makan dan minum
sedikit, aktivitas berkurang, tidur terganggu karena sesak nafas, tidak ada
keluhan Nneri, hubungan klien dengan orang lain baik hubungan seksual
dengan istri terganggu akibat penyakit yang diderita oleh klien, dan keluarga
telah mengetahui mengenai penyakitnya dan telah menerimanya dengan lapang
dada, pasien dan keluarga rajin berdoa, baca Al-quran, dan sering dikunjungi
oleh ustadz.

3. 2 Pembahasan Kasus
a. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Identitas Klien
Nama Klien
Umur / Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Agama
Suku/Bangsa
Status Pernikahan
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
No.RM
Tanggal Masuk RS
Tanggal Pengkajian
Diagnosa Medis

: Tn. D
: 35 Tahun / 09 September 1977
: Laki-laki
: Islam
: Sunda/ Indonesia
: Menikah
: SLTA
: Swasta
: Jl. Nyengseret Selatan RW 03
: 1040274/12012702
: 12 Agustus 2014
: 12 Agustus 2014
: CKD Stadium V

b. Penanggung Jawab

30

Nama
Umur
Jenis kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Hubungan dengan klien

: Ny. M
: 30 Tahun
: Perempuan
: SLTA
: Ibu Rumah Tangga
: Istri

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
: Sesak Nafas
Klien mengatakan sesak nafas akan bertambah apabila klien
melakukan aktivitas berlebihan, seperti : menaiki tangga, jalanjalan disekitar rumah, dll dan sesak nafas akan berkurang apabila
klien berada didepan kipas angin (menghirup angin dari kipas
angin), klien merasa sesak nafas terus-menerus selama sehari
penuh, klien merasakan sesak sedang, dimana klien masih mampu
melakukan aktifitas sendiri seperti mengambil minum sendiri,
mandi, walaupun separuh aktivitas dibantu oleh keluarga seperti
mengantar ke kamar madi dam toilet,klien merasa sesak nafas pada
saat pagi, siang, dan malam hari atau terus menerus merasakan
sesak nafas.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan sesak nafas sudah dua hari, bengkak dikedua
tangan dan kaki, BAK tidak lancar, air kencing sedikit dan
berwarna keruh, mual-mual, nafsu makan menurun, lemah, letih,
lesu, pusing.
c. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Pasien mengatakan sering kerumah sakit untuk melakukan
hemodialisa, dan mengontrolkan diri kedokter.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga dan pasien mengatakan tidak ada yang mengalami
penyakit penyakit ginjal, jantung, dan hipertensi, diabetes mellitus,
dll.
3. Pola Persepsi
Pasien mengatakan dirinya mengalami gagal ginjal dan mengetahui
tentang gagal ginjal yang dideritanya. Pasien tahu apa yang
menyebabkan terjadinya gagal ginjal, akibat lanjut gagal ginjal dan
tahu tentang cara perawatannya. Selama ini pasien mengatakan sering

31

minum minuman keras (alkohol) dan jarang minum air putih.pasien


tidak menghiraukan tentang kesehatannya. Setelah sakit, baru
menyadari dan menyesali perbuatan buruknya serta berobat ke sarana
kesehatan.
4. Pola nutrisi metabolik
a. Sebelum sakit : pasien makan 3 kali sehari, makan habis satu
porsi, mengkonsumsi nasi, lauk, buah, nafsu makan baik, minum
air putih 6-8 gelas sehari.
b. Setelah sakit : pasien makan 3 kali sehari, porsi sedikit, tidak
habis 1 porsi, habis 2-3 sendok makan. Minu, Pasien merasa
mual-mual, sehingga nafsu makan menurun.
5. Pola eliminasi
a. Sebelum sakit
: BAB 1 kali sehari, warna kuning,
konsistensi lunak, BAK warna kuning jernih, tidak sakit.
b. Selama sakit : BAB 1 kali / 3 hari, konsistensi sedikit keras,
BAK lewat selang kateter, warna keruh.
6. Pola latihan dan aktivitas
a. Sebelum sakit
: melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
bantuan orang lain.
b. Selama sakit : aktivitas dibantu oleh keluarga, karena sesak nafas,
klien kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan
menegeluh lemah, letih dan lesu.
7. Pola istirahat dan tidur
a. Sebelum sakit
: pasien tidur 7 jam pada malam hari dan
kadang-kadang tidur siang, 30 menit 1 jam perhari.
b. Selama sakit : pasiensusah tidur dan kadang tidak tidur karena
sesak nafas yang dialaminya.
8. Pola persepsi sensori dan kognitif
Sebelum sakit dan selama sakit daya ingat klien bagus, tidak ada
keluhan nyeri maupun yang berkaitan dengan kemampuan sensasi.
9. Pola hubungan dengan orang lain
Sebelum dan selama sakit, hubungan pasien dengan orang lain baik.
10. Pola reproduksi dan seksual
Hubungan seksual dengan istri terganggu, terkait penyakit yang
dialami

oleh

klien,

sehingga

menghambat

hubungan

suami

istri.Namun pasien mengatakan mampu mengontrol nafsu seksualnya.


11. Riwayat psikososial

32

a. Pola konsep diri


Keluarga pasien dan pasien menerima penyakit yang diderita
pasien serta berusaha untuk melakukan perawatan yang terbaik
demi kesembuhan pasien.
b. Pola kognitif
Keluarga pasien dan pasienmengetahui tentang penyakit yang
diderita pasien.
c. Pola koping
Keluarga pasien dan pasien sempat khawatir dalam menghadapi
penyakit yang diderita pasien terlebih lagi tentang pembiayaan
(obat serta cuci darah).
12. Riwayat Spiritual
a. Ketaatan Pasien Beribadah
Pasien beragama Islam, pasien rajin solat dan berdoa ditempat tidur
serta setiap malam pasien membaca Al-quran (pasien mengatakan
bahwa Tuhan adalah kekuatannya dan tempatnya mengadu).
b. Dukungan Keluarga Pasien
Keluarga sering berdoa dan membacakan ayat Al-quran ketika
mengunjungi pasien serta mengundang ustadz atau kyai untuk
datang mendoakan pasien.
c.Ritual Yang Biasa Dijalankan Pasien
Solat, berdoa, dan membaca Al-quran.
13. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Klien
: Gelisah, Sesak Nafas
b. Tingkat kesadaran
: Compos Mentis
c. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah
: 140/90 mmHg
Nadi
: 100 x/menit
Pernafasan
: 35x/menit
Suhu
: 37,6 0C
SPO2
: 80%.
BB
: 80 kg
TB
: 165 cm
d. Sistem Kardivaskuler
Jantung berada dibagian depan rongga mediastinum, iktus cordis
tak tampak, iktus cordis teraba di IC VI linea mid clavicula,
bunyi redup dan bunyi tambahan.
e. Sistem Pencernaan
Bentuk perut buncit, tidak ada massa, nteri tekan, bising usus
11x/menit.

33

f. Sistem Muskuloskeletal
Kekuatan otot menurun, tidak ada kelainan tulang, adanya edema
pada kaki dan tangan, kekuatan otot masing masing tangan dan
kaki, pada skala 4 (kekuatan cukup kuat tapi bukan kekuatan
penuh). (kekuatan otot skala menggunakan lovettes, dengan nilai
0 - 5).
g. Sistem Endokrin
Warna kulit putih kebiruan (kusam dan kering), bersisik pada
tangan dan kaki, Wajah sedikit bengkak.
h. Sistem Integumen
Warna kulit putih kebiruan (kusam dan kering), bersisik pada
tangan dan kaki, CRT > 3 Detik, kulit diraba hangat.
i. Sistem Neurologi
Tingkat kesadaran pasien apatis.
j. Sistem Reproduksi
Tidak Ada Masalah.
k. Sistem Perkemihan
BAK tidak lancar, air kencing sedikit dan berwarna keruh.Pasien
menggunakan foley cateter.
l. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Tgl : 12 Agustus 2014
Ureum : 202,32
Kreatinin : 18,5 mg/dl
SGOT : 19
SGPT : 30
WBC : 5,5 x 103 / ?l
RBC : 3,90
HGB : 10,7
HCT : 32,5%
GDS : 161
2. Pemeriksaan Radiologi :
Hasil rontgen thorax
COR: Apeks jantung bergeser ke laterokauadal
CTR tidak dapat dinilai
Pulmo:
Tampak bercak keturunan pada pulmo
Diafragma kanan setingi kosta IX posterior
Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
Adanya cairan dirongga alveolus
Kesan:
Suspek kardiomegali (CV).Adanya dalam pulmo.

34

3. Pemeriksaan USG :
Ginjal kanan
: Bentuk normal, batas kortiko meduler
tampak tidak jelas, ekogenitas parenkim hiperecoic, tak
tampak batu.
Ginjal kiri

: Bentuk dan ukura normal,tak tampak

batu.
m. Diet yang diperoleh :
Uremia 170 kkal
Protein 0,6 hd/kg BB
Rendah garam
n. Terapi :
Oksigen 3 liter (nasal kanul)
Injeksi Lasix kurang lebih 3x2 ampul
Hemobion 2x1 (250 mg) per oral.

b. Analisa Data
NO
1 DS :

DATA

ETIOLOGI
Edema

Klien mengatakan sesak nafas

MASALAH
Pola nafas tidak
efektif

Cairan masuk
DO :

ke paru

Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah: 140/90 mmHg
Nadi

: 100 x/menit

Pernafasan

: 35x/menit

Suhu

: 36,6.0c

SPO2

:80% .

Edema paru
Difusi 0ksigen
dan CO2 paru
terganggu

Hasil pemeriksaan fisik paru :


simetris statis dinamis
taktil fremitus teraba kanan dan

Pola nafas
tidak efektif

kiri lemah, redup, ronkhi basah


hasil rontgen : adanya cairan di

35

rongga alveolus.
2

DS :
Klien mengeluh lemah, letih,

kerusakan fungsi

Gangguan perfusi

ginjal

jaringan

lesu.
sekresi eritropoetin
DO :

menurun

Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah: 140/90 mmHg
Nadi

: 100 x/menit

Pernafasan

: 35x/menit

Suhu

: 37,6 0c

Konjungtiva palpebral anemis

produksi eritrosit
menurun
oksi hemoglobin
menurun

CRT pada ekstremitas atas dan


bawah lebih dari 3 detik

suplay oksigen ke

Hemoglobin 8.4 g/dl (low)

jaringan menurun

Hematokrit 26.4 % (low)


Eritrosit3.5 juta/mmk (low)
SPO2

:80% .

DS :
Klien mengatakan BAK tidak

gangguan perfusi
jaringan

GGK dan gagal


jantung

Kelebihan
volume cairan

lancar, air kencing sedikit dan


warna keruh. Tanggan dan kaki Peningkatan cairan
membengkak.

intravaskuler
Terjadi

DO :

perpindahan cairan

Edema pada tangan dan kaki

Dari intravaskuler

Turgor kulit tidak elastis

ke interstitial di

36

CRT lebih dari 3 detik.

perifer

BB : 80 kg
Ureum 202,32 mg/dl

Cairan interstitial
meningkat
Edema perifer dan
paru
kelebihan volume

DS :
Klien mengatakan mual-mualn

cairan
Kerusakan fungsi
ginjal

nafsu makan berkurang.

Gangguan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

BUN, kreatinin
DO :

meningkat

Klien makan porsi sedikit, tidak


habis 1 porsi, habis 2-3 sendok
makan.

Produksi sampah
dialiran darah

Ureum : 202,32
Kreatinin : 0,10

Masuk dalam

SGOT : 19

saluran

SGPT : 30

gastrointestinal

WBC : 5,5 x 103 /


RBC : 3,90

Nausea

HGB : 10,7

Vomitus

HCT : 32,5%
GDS : 161
Diet :
Uremia 170 kkal
Protein 0,6 hd/kg BB
Rendah garam

Gangguan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

37

DS :

Klien dan

Klien mengatakan menyerahkan


semua

masalah

kesehatnnya

kepada Tuhan.

hubungan yang
baik dengan

Kekuatan iman

DO :
Klien

keluarga

Memiliki

Tuhan

Berdoa dan
dan

keluarga

tampak membaca Al-quran

berdoa, solat dan membaca alquran dan sering dikunjungi


oleh ustadz/ kiyai

Kedekatan
dengan Tuhan
Memiliki
hubungan yang

baik dengan Tuhan


Klien dan

DS :
Klien dan keluarga mengatakan

keluarga

Kualitas
hidup meningkat

tetap menjalani perawatan untuk


kesembuhan pasien dan terus
hidup dengan penuh semangat

memiliki
Semangat Hidup

dengan menjaga pola makan,


dan pola hidup

Menghadapi
penyakit dengan

DO :
Klien

sabar
dan

keluarga

tampak

tenang menghadapi perawatan


yang melelahkan

Pasrah kepada
Tuhan
Kualitas hidup
meningkat

3. 3 DiagnosaKeperawatan
1. Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Edema Paru.

38

2. Gangguan Perfusi Jaringan Berhubungan Dengan Suplai Oksigen Ke


Jaringan Menurun.
3. Kelebihan Volume Cairan Berhubungan Dengan Input Cairan Lebih
Besar Dari Pada Output.
4. Gangguan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Berhubungan
Dengan Intake Tidak Adekuat.
5. Memiliki Hubungan Yang Baik Dengan TuhanBerhubungan Dengan
Kepasrahan Dan Kesabaran Dalam Menghadapi Tingkat Penyakit
Yang Dialami Oleh Pasien (Gagal Ginjal Kronik Tahap Akhir/Stadium
V).
6. Kualitas Hidup Meningkat Berhubungan Dengan Kemampuan Pasien
Dan Keluarga Dalam Menghadapi Sulitnya Menjalani Hidup Dengan
Penyakit Yang Berat.

3. 4 Intervensi Keperawatan
NO
TUJUAN DAN
RENCANA
DX
KRITERIA HASIL
Tujuan :
a. Auskultasi bunyi nafas,
pola nafas kembali
catat adanya crakles
normal/stabil
b. Ajarkan klien batuk
Kriteria hasil :
efektif dan nafas dalam
Klien tidak mengalami
c. Atur posisi senyaman
dyspnea
mungkin
d. Batasi untuk
beraktivitas
e. Anjurkan diet
hipertonis
f. kolaborasi pemberian
oksigen

Tujuan :
Perfusi jaringan
adekuat
Kriteria hasil :
CRT kurang dari 2

a. Selidiki adanya tanda


anemia
b. Observasi adanya
edema ekstremitas
c. Dorongan latihan aktif

RASIONAL
a. menyatakan adanya
pengumpulan sekret
b. membrsihkan jalan
nafas dan
memudahkan alirfan
oksigen
c. mencegah terjadimya
sesak nafas
d. mencegah sesak atau
hipoksia
e. mengurangi edema
paru
f. perfusi jaringan
adekuat.
a. Mengetahui penyebab
b. Edema merupakan
penyebab
c. Meningkatkan
sirkulasi perifer

39

detik.

dengan rentang gerak


sesuai toleransi
d. Kolaborasi pemberian
oksigen
a. Kaji status cairan
dengan menimbang BB
perhari, keseimbangan
masukan dan keluaran,

Tujuan :
Volume cairan dalam
keadaan seimbang
Kriteria hasil :
Tidak ada edema,
keseimbangan antara
input dan output cairan

turgor kulit Tanda-tanda


vital
b. Batasi masukan cairan
c. Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
pembatasan cairan.
d. Anjurkan pasien / ajari
klien untuk mencatat
penggunaan cairan
terutama pemasukan
dan keluaran.

4.

Tujuan :
Mempertahankan
masukan nutrisi yang
adekuat dengan
Kriteria hasil :
Menunjukan protein
albumin stabil.

a. Awasi konsumsi

d. Meningkatkan suplai
oksigen

a. Mengetahui status
cairan, meliputi input
dan output.
b. Pembatasan cairan
akan menentukan BB
ideal, keluaran urine,
dan respon terhadap
terapi.
c. Pemahaman
meningkatkan
kerjasama klien dan
keluarga dalam
pembatasan cairan.
d. Mengetahui
keseimbangan input
dan output.
a. Mengidentifikasi

makanan / minuman
kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual b. Menurunkan
muntah
c. Berikan makanan
sedikit tapi sering
d. Berikan diet protein 0.6
hd/kg BB
e. Berikan perawatan
mulut sering

pemasukan dan
memerlukan
intervensi
c. Porsi lebih kecil dapat
meningkatkan
masukan makanan
d. Meningkatkan protein
albumin
e. Menurunkan
ketidaknyamanan dan
mempengaruhi

40

Tujuan :
Memelihara hubungan

a. Rajin melakukan doa


b. Rajin membaca al-

baik dengan Tuhan.

quran
c. Rajin melakukan halhal yang berkaitan
dengan kerohaniaan.

masukan makanan.
a. Mendekatkan diri
pada Tuhan
(membina hubungan
yang baik dengan
Tuhan melalui doa).
b. Menenangkan diri
dengan melihat dan
merengungkan
ajaran-ajaran Tuhan.
c. Meningkatkan
keimanan dengan
melibatkan diri
dengan hal-hal yang
berkaitan dengan

Tujuan :
Mempertahankan
kualitas hidup yang
baik.

a. Mampu
mengendalikan
masalah
b. Menghadapi

kerohaniaan.
a. Menghadapi segala
sesuatu dengan
tenang
b. Mampu

perawatan dengan

mengendalikan stress

tabah dan sabar

dengan baik.

41

BAB IV PENUTUP

4.1
Kesimpulan
Laporan ini berisi tentang Palliative Care pada penderita gagal ginjal kronik.
Diharapkan perawat dapat mengetahui lebih lagi mengenai Palliative Care dan
cara penanganan pada pasien penderita gagal ginjal kronik, tidak hanya
tindakan medis tetapi penanganan pada psikis penderita (Meningkatkan
kualitas hidup penderita) dan keluarga dan dapat melakukan komunikasi
terapeutik.
4.2
Saran
1. Bagi pembaca diharapkan makalah ini dapat memberi informasi dan
pengetahuan tentang penyakit Gagal Ginjal Kronis serta dapat menjadi
pemicu untuk melakukan tindakan pencegahan dini terhadap Penyakit
Gagal Ginjal Kronis.
2. Bagi petugas perawatan diharapkan makalah ini dapat menjadi informasi
tambahan mengenai penyakit Gagal Ginjal Kronis sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan dapat menjadi sarana
informasi bagi klien/ masyarakat dalam memberikan pendidikan
kesehatan.
3. Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat ikut serta untuk melakukan
promosi kesehatan atau penyuluhan tentang Penyakit Gagal Ginjal
Kronis kepada masyarakat.

42

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson , Ian .D : Care of the Critically Ill Surgical Patient,


1999, The Royal College of Surgeons of England
2. Hopkinson R.B : General Care Units, in Critical Care, Standards
Audit and Ethics, ED. Tinker, Browne and Sibbald, 1996, Arnold p. 37
54
3. Moore

E.E,

Mattox

K.L,

Feliciano

D.V ; Principles of Critical

Care, in Trauma Manual, ED. Moore E.E, Mattox K.L,

Feliciano

D.V ; 2003, McGraw Hill Book Coy.,p. 441 451


4. Rivet E.B and Coopersmith C.M : Critical Care, in The Washington
MANUAL OF surgery, 5th ed. , Ed. Klingensmith M.E, Lie E.C, Glasgow
S.C et al, 2008, Lippincot Williams & Wilkins, Philadelphia, p. 134 52.
5. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarths textbook of medical
surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000
(Buku asli diterbitkan tahun 1996)
6. Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical surgical nursing. Alih
bahasa : Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001 (Buku asli diterbitkan
tahun 1999)
7. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U.
Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
8. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease
processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994
(Buku asli diterbitkan tahun 1992)
9. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2001
10. Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical surgical nursing. Alih
bahasa : Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001(Buku asli diterbitkan
tahun 1999)

43

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Tujuan...............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1 Konsep Keperawatan Palliative Care.............................................................3
2.2 Konsep Gagal Ginjal Kronis...........................................................................9
BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................29
3. 1............................................................................................................Kasus
.................................................................................................................29
3. 2.........................................................................................Pembahasan Kasus
....................................................................................................................31
3. 3..................................................................................Diagnosa Keperawatan
....................................................................................................................41
3. 4..................................................................................Intervensi Keperawatan
....................................................................................................................41
BAB IV PENUTUP...............................................................................................45
4.1 Kesimpulan................................................................................................45
4.2 Saran...........................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................46

44

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah dan inayah-Nya.
Kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal.
Kami harap makalah ini bisa bermanfaat untuk kita semua demi
mengetahui informasi tentang Asuhan Keperawatan Paliatif pada Gagal
Ginjal Kronik.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan kami demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Sumenep, November 2015

Kelompok IV

45

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA


GAGAL GINJAL KRONIK
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Paliatif dan
Menjelang Ajal

Disusun Oleh Kelompok IV:


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Ansyariadi
Elly Budy Safitri
Fathor Rahman
Fifin Ayu Susanti
Leviana Dea Chindy
Johan Riayadi

PROGRAM STUDI PRODI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA

46

2015

47

Anda mungkin juga menyukai