Anda di halaman 1dari 7

Gambaran Perubahan Status Gizi Anak Balita

Dan Faktor-Faktor yang Berhubungan


Yusak Dwie Prasetyo1, Ernawati Tamba2
Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Ukrida
Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Ukrida

Abstrak
Latar Belakang:Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun
penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.
Terdapat banyak faktor penyebab timbulnya masalah gizi, oleh karena itu pendekatan
penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait. Data menurut SUSENAS tahun
2001 prevalensi gizi buruk 6.3 % sedangkan pada tahun 2002 prevalensi gizi buruk 7.47 % dan pada
tahun 2003 meningkat 8.55 % dan untuk provinsi DKI Jakarta terdapat 7.3 % gizi buruk dan 15.03 %
gizi kurang. Berdasarkan data yang tercatat di Sudin Kesmas Jakbar pada Agustus 2006, Kelurahan
Puskesmas Kelapa Dua 21 kasus. Dari kenyataan ini maka dilakukan penelitian untuk mengetahui
perubahan ststus gizi anak Balita dan faktor-faktor yang berhubungan di Kelurahan Kelapa Dua.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional analitik dengan uji statistic
analitik non-parametrik Chi square. Populasi target adalah seluruh anak Balita yang bertempat tinggal
di kelurahan Kelapa Dua, Kebon Jeruk dan populasi terjangkau adalah seluruh anak Balita yang
memiliki kartu KMS (Kartu Menuju Sehat) dan berusia 12-59 bulan. Diambil sampel 143 orang
dengan teknik two stage cluster sampling.
Hasil: Didapatkan adanya hubungan bermakna antara pola makan (p = 0.000, RP = 1.4), asupan
energy protein (p = 0.000, RP = 3.6), pendidikan ibu (p = 0.002, RP = 2.3), pengetahuan ibu (p =
0.016, RP = 4.7), pendapatan keluarga (p = 0.005, RP = 2.4), dan jumlah anggota keluarga (p = 0.019,
RP = 0.5) dengan perubahan status gizi anak Balita.
Analisis:Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan program SPSS 17.00.
Kesimpulan: Faktor berhubungan yang berpengaruh terhadap perubahan status gizi anak balita yaitu
pola makan, asupan energy protein, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, bilangan anggota keluarga dan
pendapatan keluarga.

Kata kunci: Faktor berhubungan, perubahan status gizi, anak balita.

Pendahuluan
1

Masalah gizi pada hakekatnya


adalah masalah kesehatan masyarakat,
namun penanggulangannya tidak dapat
dilakukan dengan pendekatan medis dan
pelayanan kesehatan saja. Terdapat banyak
faktor penyebab timbulnya masalah gizi,
oleh
karena
itu
pendekatan
penanggulangannya harus melibatkan
berbagai sektor yang terkait.13
Tingginya angka kematian anak
merupakan ciri yang umum dijumpai di
negara-negara yang berkembang termasuk
Indonesia. Salah satu sebab yang menonjol
diantaranya adalah keadaan gizi yang
kurang baik atau buruk. Berdasar sumber
dari WHO tahun 2010 sekitar 10 juta
kematian anak balita di seluruh dunia
berhubungan dengan gizi buruk, dan 50%
kematian bayi juga terkait dengan gizi
buruk. Status gizi yang buruk pada anak
dapat menimbulkan pengaruh yang tidak
baik
karena
dapat
menghambat
pertumbuhan dan perkembangannya.
Masalah gizi timbul akibat berbagai
faktor yang saling berkaitan satu dengan
yang
lainnya.
Beberapa
faktor
penyebabnya adalah kurangnya kesadaran
tentang pentingnya gizi, sosioekonomi,
asupan energy protein, pola makan, pola
asuh, jenis kelamin, usia, besarnya
keluarga.
Kesadaran tentang gizi dipengaruhi
oleh tingkat pengetahuan atau pendidikan.
Kurangnya kesadaran gizi pada berbagai
golongan masyarakat merupakan penyebab
utama kurang gizi. Hal ini disebabkan
belum dipahaminya arti gizi untuk
kehidupan, sehingga dalam hidupnya
mereka belum mengupayakan pangan yang
bergizi. Selain itu masih banyak dijumpai
perilaku yang kurang mendukung serta
rendahnya taraf pendidikan masyarakat.
Kurang gizi pada balita dapat juga
disebabkan perilaku ibu dalam pemilihan
bahan makanan yang tidak benar.
Pemilihan bahan makanan, tersedianya
jumlah makanan yang cukup dan
keanekaragaman makanan ini dipengaruhi

oleh tingkat pengetahuan ibu tentang


makanan dan gizinya. Ketidaktahuan ibu
dapat menyebabkan kesalahan pemilihan
makanan terutama makanan untuk anak
balita. 2
Menurut
penelitian
yang
dilaksanakan di beberapa negara tahun
1997-2004, model pertumbuhan anak yang
ideal adalah bayi yang mendapat ASI
eksklusif selama 6 bulan dan pola
pertumbuhan anak perempuan dan laki-laki
berbeda nyata.
Metode
Desain pnelitian yang digunakan
adalah studi cross sectional analitik
mengenai gambaran perubahan status gizi
anak balita dan faktor-faktor yang
berhubungan.
Pada
pengambilan
sampel
dilakukan secara two stage cluster
sampling dengan RT menjadi unit sampel.
Kelurahan kelapa dua tedapat 8 RW dan
diambil sebanyak 4 sampel RW secara
acak sederhana, kemudian semua sampel
RW yang terpilih diambil sempel RT
sebanyak 2 RT tiap satunya secara acak
sederhana dan semua anak balita dalam RT
tersebut merupakan sasaran penelitian.
Semua anak balita yang bertempat
tinggal di Kelurahan Kelapa Dua yang
berjumlah sebanyak 1319 orang.
Kriteria Inklusi : Semua anak balita
berusia 12 59 bulan, mempunyai KMS,
dan bertempat tinggal di kelurah kelapa
dua.
Kriteria Eksklusi : Data timbangan
berat badan anak balita pada bulan Januari
dan atau November 2011 di KMS tidak
lengkap,
responden
tidak
bersedia
diwawancara, atau tidak dapat mengikuti
penelitian atau tidak dapat ditemukan pada
saat penelitian dilakukan.

Hasil dan Pembahasan


Tabel 1. Sebaran Perubahan Status Gizi Anak Balita, Pola Makan, Asupan Energi Protein,
Anggota Keluarga, Pendapatan Keluarga, Pendidikan Ibu dan Pengetahuan Ibu
Variabel
Frekuensi
Persentase
Perubahan Status Gizi
Menurun
29
20.2
Menetap
83
58.0
Meningkat
31
21.6
Pola Makan

Tidak Baik
Baik

44
99

30.8
69.2

Asupan Energi Protein

Cukup
Baik

40
103

28
72

Anggota Keluarga

Banyak
Sedikit

87
56

60.8
39.2

Pendapatan Keluarga

Rendah
Cukup

32
111

22.4
77.6

Pendidikan Ibu

Rendah
Sedang
Tinggi

55
64
24

38.5
44.8
16.7

Pengetahuan Ibu

Kurang
Cukup
Tinggi

16
90
37

11.2
62.9
25.9

Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat (Faktor yang berhubungan dengan perubahan status gizi anak
balita)
Variabel

P Value

Pola makan

0.000

Asupan energi
protein

0.000

Anggota keluarga

0.019

Pendapatan keluarga

0.005

Pendidikan ibu

0.002

Pengetahuan ibu

0.016

Berdasarkan hasil analisis bivariat


terdapat enam faktor yang berhubungan
dengan perubahan status gizi anak balita,
yaitu pola makan, asupan energi protein,
anggota keluarga, pendapatan keluarga,
pendidikan ibu, dan pengetahuan ibu.
Pembahasan
Pada sebaran pola makan anak
balita (tabel 4.1), paling banyak adalah
pola makan yang baik yaitu 69.2% dan
pola makan tidak baik sebanyak 30.8%.
Hal ini menandakan bahwa sebagian besar
anak balita mempunyai pola makan yang
cukup baik. Pola makan terbukti memiliki
hubungan
yang
bermakna
dengan
perubahan status gizi anak balita dengan p
= 0.000 ( p < 0.05). Pola makan
menggambarkan macam dan frekuensi
makanan yang dimakan setiap hari. Pola
makan yang baik pada anak balita adalah
pola makan yang memenuhi standar
kebutuhan anak balita. Jika tidak terpenuhi
pola makan yang baik bererti asupan yang
dimakan masih tidak memenuhi kebutuhan
tubuh dan ini akan memberikan dampak
pada tumbuh kembang anak. Ratio
prevalens pola makan terhadap perubahan
status gizi sebesar 1.4 menunjukkan pola
makan merupakan risiko untuk terjadinya
perubahan status gizi anak balita, yakni
pola makan yang tidak baik mempunyai
risiko mengalami penurunan status gizi 1.4
kali lebih besar berbanding pola makan
yang baik.
Pada sebaran asupan energi protein
(table 4.1), paling banyak adalah asupan
energi protein yang baik yaitu sebanyak
72.0% dan asupan energy protein yang
cukup sebanyak 28.0%. Hal ini
menandakan bahwa sebagian besar anak
balita mendapat asupan energy protein
yang baik. Asupan energy protein terbukti
memiliki hubungan bermakna dengan
perubahan status gizi anak balita dengan p

= 0.000 ( p < 0.05). Asupan energy protein


yang baik adalah asupan yang memenuhi
kebutuhan 80% kebutuhan energy dan
protein. Kebutuhan energy dan protein
penting untuk tumbuh kembang anak. Jika
terpenuhi akan menyebabkan anak tidak
dapat tumbuh dan kembang dengan
optimal. Ratio prevalens asupan energy
protein terhadap perubahan status gizi
sebesar 3.6 menunjukkan asupan energy
protein merupakan faktor risiko untuk
terjadinya perubahan staus gizi anak balita,
yakni asupan energy protein yang cukup
mempunyai risiko mengalami penurunan
status gizi 3.6 kali lebih besar berbanding
asupan energy protein yang baik.
Pada sebaran anggota keluarga
(table 4.1), paling banyak adalah bilangan
anggota keluarga yang banyak yaitu
sebanyak 60.8% dan anggota keluarga
yang sedikit sebanyak 39.2%. Hal ini
menandakan bahwa sebagian besar anak
balita mempunyai keluarga yang besar.
Bilangan anggota keluarga terbukti
memiliki hubungan bermakna dengan
perubahan status gizi anak balita dengan p
= 0.000 ( p < 0.019). Bilangan anggota
yang banyak berhubungan dengan
penyajian makan yang mencukupi untuk
setiap anggota keluarga, Keluarga besar
sering
mengalami
masalah
dalam
menyediakan lebih banyak makanan yang
mencukupi agar setiap setiap kebutuhan
anggota
keluarga
terpenuhi.
Ratio
prevalens bilangan anggota keluarga
terhadap perubahan status gizi sebesar 0.5
menunjukkan bilangan anggota keluarga
justeru merupakan faktor pencegah
terhadap perubahan status gizi, yakni
anggota keluarga yang banyak mempunyai
risiko mengalami penurunan status gizi 0.5
kali apabila dibandingkan dengan anggota
keluarga yang banyak.
Pada sebaran pendapatan keluarga
(table 4.1), paling banyak adalah

pendapatan keluarga dengan penghasilan


cukup yaitu sebanyak 77.6% dan
pendapatan keluarga dengan penghasilan
yang rendah sebanyak 22.4%. hal ini
menandakan bahwa sebagian besar
keluarga anak balita dengan penghasilan
yang cukup. Pendapatan keluarga terbukti
memiliki hubungan bermakna dengan
perubahan status gizi anak balita dengan p
= 0.005 ( p < 0.05). Pendapatan keluarga
juga mempengaruhi kecukupan untuk
menyediakan makanan yang dapat
memenuhi kebutuhan keluarganya. Ratio
prevalens pendapatan keluarga terhadap
perubahan status gizi sebesar 2.4
menunjukkan
pendapatan
keluarga
merupakan faktor risiko untuk terjadinya
perubahan status gizi anak balita, yakni
pendapatan
keluarga
yang
rendah
mempunyai risiko mengalami penurunan
status gizi 2.4 kali lebih besar berbanding
pendapatan keluarga yang cukup.
Pada pendidikan ibu (table 4.1),
paling banyak adalah tingkat pendidikan
sedang yaitu sebanyak 44.8%. Tingkat
pendidikan rendah kedua terbanyak yaitu
38.5% dan diikuti tingkat pendidikan
tinggi yaitu sebanyak 16.7%. Hal ini
menandakan bahwa sebagian besar anak
balita mempunyai ibu dengan tingkat
pendidikan sedang. Pendidikan ibu
terbukti memiliki hubungan bermakna
dengan perubahan status gizi anak balita
dengan p = 0.002 ( p < 0.05). Ibu
bertanggungjawab terhap pemakanan anak
balita, pendidikan ibu mempengaruhi
pengetahuan dalam penyediaan makan
agar dapat memenuhi kebutuhan anaknya.
Ratio prevalens pendidikan ibu terhadap
perubahan status gizi sebesar 2.3
menunjukkan pendidikan ibu merupakan
faktor risiko untuk terjadinya perubahan
staus gizi anak balita, yakni tingkat
pendidikan ibu yang rendah mempunyai
risiko mengalami penurunan status gizi 2.4
kali lebih besar berbanding tingkat
pendidikan lainnya.
Pada pengetahuan ibu (table 4.1),
paling banyak adalah tingkat pengetahuan
sedang yaitu sebanyak 62.9%. Tingkat

pengetahuan tinggi kedua terbanyak yaitu


25.9% dan diikuti tingkat pengetahuan
rendah yaitu sebanyak 11.2%. Hal ini
menandakan bahwa sebagian besar anak
balita mempunyai ibu dengan tingkat
pengetahuan sedang. Pengetahuan ibu
terbukti memiliki hubungan bermakna
dengan perubahan status gizi anak balita
dengan p = 0.016 ( p < 0.05). Pengetahuan
ibu berhubungan dengan sikap dan
perilaku ibu dalam menyajikan makan
yang memnuhi kebutuhan anak. Ratio
prevalens pengetahuan ibu terhadap
perubahan status gizi sebesar 4.7
menunjukkan pengetahuan ibu merupakan
faktor risiko untuk terjadinya perubahan
staus gizi anak balita, yakni tingkat
pengetahuan ibu yang rendah mempunyai
risiko mengalami penurunan status gizi 4.7
kali lebih besar berbanding tingkat
pendidikan lainnya.
Kesimpulan
Diketahui bahwa jumlah balita
dengan perubahan status gizi menurun dari
bulan januari sampai november sebanyak
20.2%, status gizi menetap 58.0% dan
perubahan status gizi meningkat sebanyak
21.6%.
Ada hubungan bermakna antara
pola makan, asupan energi protein,
pendidikan
ibu,
pengetahuan
ibu,
pendapatan keluarga, dan jumlah anggota
keluarga dengan perubahan status gizi
anak balita.
Saran
Diperlukan meningkatkan program
penyuluhan
untuk
meningkatkan
kesadaran ibu-ibu berkunjung ke Posyandu
secara rutin setiap bulan. Diperlukan
penyuluhan mengenai hubungan antara
pola makan dan asupan energi protein
terhadap status gizi anak Balita kepada
ibu-ibu.
Perlunya informasi melalui media
cetak dan media elektronik tentang
pentingnya pola makan, asupan energi
protein, pendidikan dan pengetahuan
untuk gizi anak Balita. Pada penelitian

berikutnya dapat dicari penyebab dari


faktor-faktor perubahan status gizi anak
Balita.

8.

Daftar Pustaka
1. Citra. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan perkembangan anak balita di Paud
Permata Bunda Kelurahan Binuang
Kecamatan Pauh Kota Padang Tahun
2009. Diunduh dari http://citraabadi2010.
blogspot.com, 28 November 2011.
2. Nasution, DRS. Gambaran status gizi anak
balita kurang setelah mendapatkan
pemberian
makanan
tambahan
di
Puskesmas Mandala Medan tahun 2009.
Medan: Fakultas kedokteran USU. 2010.
3. Wahyuni, A. Anemia defisiensi besi pada
anak balita. Medan: Bagian ilmu
kesehatan masyarakat, USU. 2004.
4. Yudi, H. Hubungan faktor sosial budaya
dengan status gizi anak usia 6-24 bulan di
Kecamatan Medan Area Kota Medan
Tahun 2007. Medan: Universitas Sumatera
Utara. 2010.
5. Inadiar, D. Perbedaan pola asah, asih, asuh
pada balita status gizi kurang dan status
gizi normal. Surabaya: Universitas
Airlangga. 2010.
6. Ginting, S. Hubungan antara status sosial
ekonomi dengan kejadian kecacingan pada
anak sekolah dasar di Desa Suka
Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo,
Propinsi Sumatera Utara. Medan: Bagian
Ilmu
Kesehatan
Anak,
Fakultas
Kedokteran USU. 2003.
7. Masithah, T., Soekinnan. Hubungan pola
asuh makan dan kesehatan dengan status

9.

10.

11.

12.

13.
14.
15.

gizi anak balita di Desa Mulya Harja.


Bogor. 2005.
Manalu, A. Pola makan dan penyapihan
serta hubungannya dengan status gizi anak
balita di Desa Palip Kecamatan Silima
Punga-Punga Kabupaten Dairi. Medan:
FKM USU. 2008.
Muthowif Saiful A. Hubungan antara
kejadian diare dengan status gizi anak
balita di Kelurahan Bekonang Kecamatan
Mojolaban
Kabupaten
Sukoharjo.
Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhammadiyah
Surakarta. 2009.
Rahmawati, D. Hubungan antara status
gizi dengan kejadian ISPA pada anak
balita di RSU dr. Soetomo Surabaya.
Surabaya: Poliklinik kesehatan program
studi kebidanan Soetomo Surabaya. 2008.
Mardiana,
Djarismawati.
Prevalensi
cacing usus pada murid sekolah dasar
wajib belajar pelayanan gerakan terpadu
pengentasan kemiskinan daerah kumuh di
Wilayah DKI Jakarta. 2008.
Rauf Suriani. Pengaruh Pemberian Abon
Terhadap Perubahan Status Anak Kurang
Gizi Umur 24-59 Bulan. Jakarta: EGC.
2007.
Supariasa I.D.N. Penilaian status gizi.
Jakarta : EGC. 2001.
Satoto. Pertumbuhan dan perkembangan
anak. Disertasi. Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro, Semarang. 2011
Departemen kesehatan RI. Visi Misi
Indonesia Sehat 2010. DEPKES RI,
Jakarta. 2006.

Anda mungkin juga menyukai