PENDAHULUAN
Kejang demam merupakan salah satu masalah neurologis yang paling sering
ditemukan pada anak. Terminologi kejang demam banyak mengalami perubahan
seiring dengan perkembangan teknologi. Pada tahun 1949, Lennox mengatakan
bahwa febrile convulsion ialah kelainan patologis pada otak akibat deficit neurologis
baik bersifat transient ataupun permanen. Sedangkan menurut Robinson tahun 1991,
kejang demam merupakan bangkitan kejang dengan prognosis yang baik (Robinson,
1991).
Berdasarkan definisi dari The international League Against Epilepsy
(Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993), kejang demam adalah kejang
yang disebabkan oleh kenaikan suhu tubuh lebih dari 38.4 oC tanpa adanya infeksi
susunan syaraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia diatas 1 bulan
tanpa riwayat kejang demam sebelumnya (Pusponegoro et. al., 2006).
Kejadian kejang demam tergantung pada usia. 85% kejang demam pertama
terjadi pada anak sebelum berusia 4 tahun, terutama 17-23 bulan. Jarang yang
mengalami kejang demam pertama sebelum usia 5-6 bulan atau setelah usia 5-8 tahun
(Soetomenggolo, 2000).
2-5% anak pernah mengalami kejang demam minimal 1 kali, biasanya kejang
demam tipe sederhana. Kejang demam tipe sederhana tidak memiliki resiko
mortalitas yang tinggi meskipun memiliki riwayat pada keluarga. Sedangkan kejang
demam tipe kompleks memiliki resiko mortalitas 2 kali lipat setelah 2 tahun
menderita kejang demam, hal ini disebabkan oleh coexisting factors (Mikati, 2011).
Diantara anak-anak yang mengalami kejang demam sekitar 70-75% ialah kejang
demam sederhana, 20-25% kejang demam kompleks dan sekitar 5% adalah kejang
demam berulang (Baumann, 2001).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kejang Demam
2.1.1 Definisi
Kejang demam berdasarkan The International League Against Epilepsy ialah
bangkitan kejang yang diikuti dengan peningkatan suhu tubuh (>100.4oF atau 38oC)
tanpa disertai infeksi susunan syaraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada
anak dengan rentan usia 6 bulan 5 tahun (AAP, 2010). Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali maka tidak
termasuk dalam kejang demam (ILAE, 1993)
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
mengalami kejang yang didahului oleh demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya
infeksi SSP, atau epilepsy yang kebetulan terjadi bersama demam (Pusponegoro et.
al., 2006).
Mikati MA, 2011. Febrile Seizures. In: Nelson textbook of pediatrics. Elsevier Ed.
19th;2017-2018
2.1.3 Klasifikasi
Secara umum kejang demam terbagi atas dua :
a. Kejang demam sederhana
Kejang demam berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik tanpa adanya gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24
jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang
demam (Pusponegoro et. al., 2006).
2.1.4 Patofisiologi
Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi
K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel
terdapat keadaan sebaliknya). Karena perbedaan jenis dan konsentrasi didalam dan
diluar sel, maka disebut potensial membrane. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membaran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada
permukaan sel (Hasan & Alatas dkk, 2002).
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik (Hasan & Alatas dkk,
2002).
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh
sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang
berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seeorang anak menderita
kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
kejang telah terjadi pada suhu 38C sedangkan pada anak dengan ambang kejang
yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan inilah
dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada
ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan
pada tingkat suhu berapa penderita kejang (Hasan & Alatas dkk, 2002).
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari
15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot
dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di
atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama
berlangsungnya kejang lama (Hasan & Alatas dkk, 2002).
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi
kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
hingga terjadi epilepsi (Hasan & Alatas dkk, 2002).
Diagnosis
a. Anamnesis
Beberapa informasi yang dapat mendukung diagnosis ke arah kejang demam,
seperti:
-
b. Pemeriksaan Fisik
-
Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan lengan
mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang.
Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar (Dewanto dkk,
2009).
c. Pemeriksaan Penunjang
-
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah lengkapm dan elektrolit tidak secara rutin
direkomendasikan. Namun pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam (Pusponegoro et.
al.,2006). Pemeriksaan kadar gula darah harus dilakukan jika kejang > 15
menit atau jika pasien mengalami penurunan kesadaran. Jika kadar gula
darah < 3 mmol/L perlu dilakukan koreksi dextrosa 10% dengan dosis 5
-
Namun apabila secara klinis yakin jika kejang bukan disebabkan oleh
meningitis makan pemeriksaan lumbal punksi tidak perlu dilakukan
(Baumer, 2004).
-
Elektroensefalografi (EEG)
Pada kejang demam sederhana yang pertama tidak perlu pemeriksaan
EEG tidak direkomendasikan. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan
kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh
karenanya tidak direkomendasikan.
dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang
demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam
fokal (Pusponegoro et. al.,2006).
2.1.7 Penatalaksanaan
Adapun tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah
1.
2.
3.
4.
10
Memastikan bahwa jalan nafas terbuka bila perlu lakukan intubasi atau
trakeostomi.
Miringkan kepala pasien untuk mencegah terjadinya aspirasi.
Buka pakaian anak
Pengisapan lendir (suctioning) secara teratur
Pemberian oksigen
Kompres hangat (Deliana, 2002)
11
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang demam namun para ahli di Indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol
yang digunakan adalah 10 15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali
sehari.
Selain pemberian antipiretik, perlu diberikan antikonvulsan.
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus,
begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada
suhu > 38,50C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejang demam.
b. Profilaksis terus menerus
Indikasi pemberian profilaksis terus menerus ialah :
1.
Kejang lama > 15 menit
2.
Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau
sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral
palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
Kejang fokal
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam atau
3.
4.
12
Prognosis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal. Ditemukan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus,
namun hanya dijumpai biasanya pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang
baik umum atau fokal. Sedangkan kematian karena kejang demam tidak pernah
dilaporkan (Pusponegoro, 2006).
13
2.1.9 Edukasi
Kejang demam pada anak menimbulkan kekhwatiran bagi pada orangtua.
Oleh karena itu perlu edukasi dini dan tepat kepada orangtua diantaranya :
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
Adapun hal yang harus dilakukan orangtua jika anak kembali kejang
diantaranya ialah :
- Tetap tenang dan tidak panik
- Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
- Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
-
lebih
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping (Pusponegoro, 2006).
14
BAB III
KESIMPULAN
Kejang demam berdasarkan The International League Against Epilepsy ialah
bangkitan kejang yang diikuti dengan peningkatan suhu tubuh (>100.4oF atau 38oC)
tanpa disertai infeksi susunan syaraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada
anak dengan rentan usia 6 bulan 5 tahun. Kejang demam dapat dicegah apabila
orangtua mengetahui tanda-tanda dini sebelum anak jatuh pada kejang demam.
Orangtua harus tetap tenang dan melakukan tindakan suportif awal apabila
menjumpai anak dengan kejang demam sebelum merujuk ke dokter untuk
pengobatan.
15
DAFTAR PUSTAKA
16
Mikati MA, 2011. Febrile Seizures. In: Nelson textbook of pediatrics. Elsevier Ed.
19th;2017-2018
Robinson, R.J. (1991) Febrile Convulsions. Further reassuring news about
prognosis. Br. Med. J. 303, 1345-1346.
Pusponegoro H., Widodo DP., Ismael S., 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2006
Saing B, 1999. Faktor Pada Kejang Demam Pertama yang Berhubungan Dengan
Terjadinya Kejang Demam Berulang (Studi selama 5 tahun). Medan : Balai
Penerbit FK USU, 1999: 1-44.
Soetomenggolo, 2000. Kejang Demam. In: Soetomenggolo, Ismael, Buku Ajar
Neurologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI, 244-252
17