Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di
negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Infeksi susunan saraf pusat
merupakan masalah yang serius. Diagnosis dan keterlambatan penatalaksanaan yang tidak
sesuai akan berakhir dengan kematian atau disabilitas yang serius. Diagnosis yang
ditegakkan sedini mungkin serta terapi yang cepat dan tepat dapat membantu mengurangi
angka kematian. 1
Angka kematian untuk penyakit infeksi susunan saraf pusat masih tinggi,
misalnya pada ensefalitis berkisar antara 35-50%. Penderita yang hidup 20-40%
mempunyai komplikasi atau gejala sisa yang melibatkan sistem saraf pusat yang dapat
mengenai kecerdasan, motorik, psikiatrik, epilepsi, pengelihatan atau pendengaran
bahkan sampai sistem kardiovaskuler.1,2
Ensefalitis adalah suatu peradangan parenkim otak, muncul sebagai disfungsi
neuropsikologi difus atau fokal. Meskipun terutama melibatkan otak, meningens juga
sering ikut terlibat. Dari perspektif epidemiologi dan patofisiologi, ensefalitis berbeda
dari meningitis, meskipun pada evaluasi klinis keduanya bisa hadir, dengan tanda-tanda
dan gejala peradangan meningeal seperti fotofobia, sakit kepala, atau leher kaku.
Meskipun gangguan bakteri, jamur dan autoimun dapat menghasilkan ensefalitis,
sebagian besar kasus disebabkan oleh virus.3
Secara umum angka kematian ensefalitis masih cukup tinggi, dengan demikian
pula dengan gejala sisa yang terjadi. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
tingginya angka mortalitas dan morbiditas ini adalah masalah diagnosis untuk mencari
virus penyebab. Insiden ensefalitis adalah 1 kasus per 200.000 populasi di Amerika
Serikat, virus herpes simpleks (HSV) menjadi penyebab paling umum.
Untuk memenuhi tugas kepanitraan klinik senior (KKS) dibagian neurologi rumah
sakit umum daerah solok
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ensefalitis ialah proses infeksi dan inflamasi pada parenkim otak.Penyakit ini
juga sering dikarakteristikkan dengan adanya perubahan status mental,kejang,atau
pun tanda neurologik fokal.
Ensefalitis terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk primer dan bentuk
sekunder.Ensefalitis Primer melibatkan infeksi virus langsung dari otak dan sumsum
tulang belakang. Sedangkan ensefalitis sekunder, infeksi virus pertama terjadi di
tempat lain di tubuh dan kemudian ke otak.3
2.2 Epidmiologi
Insiden ensefalitis di seluruh dunia sulit untuk ditentukan. Kejadian tahunan
ensefalitis virus kemungkinan besar diremehkan, terutama di negara berkembang,
karena masalah dengan deteksi patogen. Japanese Encephalitis mempengaruhi
setidaknya 50.000 orang per tahun. Dalam sebuah studi dari Finlandia, kejadian
ensefalitis virus pada orang dewasa adalah 1,4 kasus per 100.000 orang per tahun.
Herpes Simplex Virus adalah organisme yang paling sering diidentifikasi sebagai
penyebab (16%), diikuti oleh Varicella Zooster Virus (5%), gondok virus (4%), dan
virus influenza A (4%).
Menurut statistik dari 214 ensefalitis, 54% (115 orang) dari penderita
ensefalitis adalah anak-anak. Virus yang paling sering ditemukan adalah virus herpes
simpleks (31%), yang disusul oleh virus ECHO (17%).Kasus ensefalitis herpes
simpleks sekitar 2.000 kasus terjadi di Amerika Serikat, dan merupakan 10% dari
seluruh kasus ensefalitis di negara tersebut.
Sekitar 30 sampai 70 persen berakhir fatal, dan tidak sedikit yang berakhir
dengan kecacatan neurologis. Insidensi tertinggi terjadi pada usia neonatus, 5-30
tahun, dan di atas 50 tahun, dengan masa inkubasi 4-6 hari. Penyakit ini endemik di
daerah Asia, mulai dari Jepang, Filipina, Taiwan, Korea, China, Indo- China,
Thailand, Malaysia, sampai ke Indonesia serta India.Diperkirakan ada 35.000 kasus
Japanese encephalitis di Asia setiap tahun. Angka kematian berkisar 20-30%. Anak
3
usia 1-15 tahun paling sering terinfeksi. Di Indonesia, penelitian penyakit Japanese
encephalitis sudah dilakukan sejak 1975, menunjukkan seroprevalensi sebesar 1075%.5
2.3 Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis,misalnya
bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab terpenting dan
tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau
reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Berbagai virus dapat menimbulkan ensefalitis, meskipun gejala klinisnya
sama. Sesuai dengan jenis virus serta epidemiologinya, diketahui berbagai macam
ensefalitis virus. Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah:
1) Infeksi virus yang bersifat epidemik
a) Golongan enterovirus: Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus Echo
b) Golongan virus Arbo: Western equine encephalitis, St. Louis
encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis,
Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.
2) Infeksi virus yang besifat sporadik: Rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster,
Limfogranuloma,Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis lain yang
dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
3) Ensefalitis Pasca infeksi: pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pascavaksinia, pasca-mononukleosis infeksiosa dan jenis-jenis yang mengikuti
infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.4
2.4 Patofisiologi
Sebelum menginvasi, virus dapat memesuki tubuh pasien melalui kulit, saluran
nafas, dan saluran cerna. Invasi sistem saraf pusat oleh virus selalu menjadi masalah
penting. Virus dapat masuk ke otak melalui dua cara: melalui aliran darah
(penyebaran hematogen) dan melalui serabut saraf tepi (penyebaran neuronal).
Terkadang jalur penyebaran yang dilakukan oleh virus tidak hanya pada satu metode.
Akses darah dapat terjadi melalui pertumbuhan melalui endotel pembuluh darah kecil
otak, melalui transpor pasif melewati endotel vaskular, dengan jalur pleksus koroid ke
cairan serebrospinalis, maupun transpor dalammonosit, leukosit, atau limfosit yang
terinfeksi. Setelah sawar otak-darahditembus, penyebaran lebih luas di seluruh otak
4
dan medula spinalis mungkin terjadi, ada kecenderungan hubungan antara tingkat
viremia yang dicapai oleh virus neurotropik yang ditularkan melalui darah dan
neuroinvasivitasnya.Penyebaran hematogen sekunder ialah apabila virus berkembang
biak di daerah pertamakali masuk (permukaan selaput lendir) dan masuk ke organ
lain.2,3
Jalan lain ke sistem saraf pusat adalah melalui saraf tepi. Virion dapat
tertangkap pada ujung saraf sensorik atau motorik dan dipindahkan ke dalam akson
melalui ruang endoneural atau oleh infeksi sel Schwann. Herpes virus berjalan di
akson untuk dibawa ke neuron ganglion radiks dorsal.
Pada keadaan permulaan timbul demam, tetapi belum ada kelainan neurologis.
Virus akan terus berkembang biak, kemudian menyerang sistem saraf pusat dan
akhirnya diikuti kelainan neurologis. Kelainan neurologis tersebut dapat disebabkan
oleh:
1) Invasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang
sedang berkembang biak.
2) Reaksi Jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan
berakibat
demielinisasi,
kerusakan
vaskular, dan
paravaskular.
melekat
satu
sama
lainnya
sehingga
menimbulkan
Cryptococcus
neoformans,Coccidiodis,
Aspergillus,
Riketsiosis Serebri
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan
dapat menyebabkan Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah
timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear, yang
terdapat pula disekitar pembuluhdarah di dalam jaringan otak.
Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis.
Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar
tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala
neurologik menunjukan lesi yang tersebar.
bergantung pada masing-masing kasus, epidemi, jenis virus dan lain-lain. Pada umumnya
terdapat 4 jenis bentuk manifestasi kliniknya yaitu3,4 :
Bentuk asimtomatik: gejala ringan sekali, kadang ada nyeri kepala ringan atau
demam tanpa diketahui sebabnya. Diplopia, vertigo dan parestesi juga
2.7 Diagnosis
1. Anamnesa
Penegakan diagnosis ensefalitis dimulai dengan proses anamnesa secara
lengkap mengenai adanya riwayat terpapar dengan sumber infeksi, status
imunisasi, gejala klinis yang diderita, riwayat menderita gejala yang sama
sebelumnya serta ada tidaknya faktor resiko yang menyertai.
2. Pemeriksaan Fisik
9
pemeriksaan
laboratorium
tidak
membantu
kecuali
untuk
mengetahui proses infeksi virus yang sedang terjadi (predominan limfosit pada
infeksi virus, predominan sel PMN pada infeksi bakteri. Tes serologi
bergantung pada adanya titer antibodi. Deteksi dini IgM mungkin membantu
diagnosis awal.
b) Lumbal Pungsi
Pungsi lumbal CSS bisa normal atau menunjukkan abnormalitas ringan
sampai sedang: peningkatan jumlah sel 50-200/mm3, hitung jenis didominasi
limfosit. Protein meningkat tetapi tidak melebihi 200 mg/dl, glukosa normal.
Tes Polymerase Chain Reaction dari CSS dilakukan hanya pada kecurigaan
adanya ensefalitis herpes simpleks.
c) CT Scan
Memperlihatkan area hipodensitas (biasanya temporal atau frontotemporal)
2.9 Penatalaksanaan
Dengan pengecualian dari ensepalitis herpes simplek dan varicella zoster,
bentuk ensepalitis virus tidak dapat diobati. Tujuan utama adalah untuk mendiagnosa
pasien secepat mungkin sehingga mereka merima obat yang tepat untuk mengobati
gejala. Hal ini sangat penting untuk menurunkan demam dan meringankan tekanan
yang disebabkan oleh pembengkakan otak.
Pasien dengan ensepalitis yang sangat parah beresiko bagi komplikasi
sitemik termasuk syok, oksigen rendah, tekanan darah rendah dan kadar natrium
rendah. Setiap komplikasi yang mengancam nyawa harus diatasi segera dengan
perawatan yang tepat.
Penderita dengan ensepalitis harus dirawat inap sampai menghilangnya
gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah mempertahankan fungsi
organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral
atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan
asam basa darah. Tatalaksana yang dikerjakan sebagai berikut:
1. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensepalitis
biasanya berat. Pemberian Fenobarbital 5-8mg/KgBB/24Jam. Jika kejang
sering terjadi, perlu diberikan diazepam (0,1-0,2mg/KgBB)IV, dalam
bentuk infus selama 3 menit.
2. Memperbaiki homeostasis, dengan infus cairan D5-1/2 S atau D5-1/4 S
(Tergantung umur) dan pemberian oksigen.
11
2.10 Pencegahan
1. Imunisasi, seperti MMR atau HiB
2. Status gizi juga harus baik
3. Melindungi diri dari organisme vektor. Vektor utama nyamuk Culex dengan
memusnahkan nyamuk dewasa dan tempat pembiakannya. Vektor komponen
fisik/alam (udara dan air) memastikan tidak terpapar langsung Operasi Seksio sesaria
pada ibu dengan infeksi HSV
2.11Komplikasi
a. Susunan saraf pusat: kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan
pendengaran
b. Sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara
menetap
c. Gejala sisa berupa defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid),
hidrosefalus maupun gangguan mental sering terjadi.
d. Komplikasi pada bayi biasanya berupa hidrosefalus, epilepsi, retardasi mental karena
kerusakan SSP berat.
2.12
Prognosa
Perjalan penyakit pada ensefalitis tergantung dari macam virus, umur penderita dan
keadaan umum penderita. Infeksi in utero sering mempengaruhi pertumbuhan otak dan
12
menyebabkan gejala sisa atau sekuel yang permanen seperti gangguan motorik dan
mental, kebutaan, tuli dan epilepsi. Warren dan Mettews menyebutkan gejala sisa
neurologi berkisar antara 5-75% pada penderita yang terserang Japanese encephalitis dan
HSE terutama pada anak-anak.Mortalitas akibat infeksi virus cukup tinggi. Rabies dapat
mencapai 100%, HSE 40-75%, Japanese encephalitis 10-40%, measles 10-20%, varisela
10-30%,Mumps < 1%.
Prognosis sukar diramalkan tergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan
dan penyulit yang muncul.
1. Sembuh tanpa gejala sisa
2. Sembuh dengan gangguan tingkah laku/gangguan mental
3. Kematian bergantung pada etiologi penyakit dan usia penderita
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ensefalitis virus adalah keradangan pada ensefalon yang penyebabnya berasal dari
virus. Ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan kerusakan parenkim
bervariasi dari ringan sampai dengan sangat berat. Ensefalitis virus dapat disebabkan oleh
berbagai macam virus antara lain:Herpes simplex virus (HSV-1, HSV-2), Selain virus
herpes: varicella zoster virus (VZV), cytomegalovirus (CMV), Epstein-Barr (EBV), virus
herpes manusia 6 (HHV6), Adenovirus, Influenza A, Enterovirus c, virus polio, Campak,
gondongan dan virus rubella, Rabies, dan lain-lain. Infeksi virus pada sistem saraf pusat
dapat melalui beberapa cara invasi langsung melalui barier anatomi, transport axonal oleh
neuron dari perifer, jalan masuk dari traktus respiratorius melewati epitel olfaktorius, dan
infeksi melalui pembuluh darah melewati endothelium kapiler atau epitel pleksus
choroideus. Gejala trias ensefalitis adalah demam, kejang dan kesadaran menurun. Gejalagejala ensefalitis viral beraneka ragam, bergantung pada masing-masing kasus,
epidemiologi , jenis virus dan lain-lain. Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan antara lain: pemeriksaan cairan serebrospinal, pemeriksaan EEG, brain imaging,
dan pemeriksaan virus. Pengobatan ensafilitis viral terdiri dari pengobatan umum
bertujuan untuk merawat keadaan umum penderita seoptimal mungkin dikatakan
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Masjoer,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta: FKUI.
2. Snell RS. 2007. Pembagian Utama Susunan Saraf Pusat Neuroanatomi Klinik Edisi
3.
5. Jakarta: EGC.
Machfoed, Moh Hasan. 2000. Infeksi Virus Susunan Saraf Pusat dan Beberapa
14